Anda di halaman 1dari 21

0

LAPORAN PENDAHULUAN
CRANIOTOMY

Di susun oleh :
RAVITMAN
(P 27220008-106)

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA


DIV KEPERAWATAN
TAHUN 2011

CRANIOTOMY
A. PENGERTIAN
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan
pertumbuhan atau abnormalitas di dalam cranium, terdiri atas pengangkatan
dan penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada
struktur intracranial (Susan M, Tucker, Dkk. 1998).
B. ANATOMI FISIOLOGI
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dari semua alat tubuh, jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan
tulang tengkorak yang kuat dan terletak dalam cavum cranii. Otak terdiri dari
tiga selaput otak (meningiens), antara lain:
1. Duramater (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat.
2. Arakhnoida (lapisan tengah)
Selaput tipis yang memisahkan duramater dengan piamater membentuk
sebuah balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh sistem syaraf sentral.
3. Piamater (lapisan dalam)
Selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piamater
berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat
disebut tuberkel.

Bagian-bagian Otak menurut Hudak dan Gallo (1996):


1. Serebrum (otak besar)
Merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur mengisi
penuh depan ats rongga pada otak besar ditemukan lobus-lobus yaitu :
a. Lobus Frontalis
adalah bagian depan dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.

Lobus

Frontalis

pada

korteks

serebri

terutama

mengendalikan keahlian motorik ( misalnya menulis, memainkan alat


musik atau mengikat tali sepatu) lobus frontalis juga mengatur
ekspresi wajah dan isyarat tangan.
b. Lobus Parietalis
terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis. Lobus paretalis pada korteks serebri menggabungkan
kesan dari bentuk tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum,
kemampuan matematika dan bahasa berasal dari daerah ini, juga
membantu mengarhkan posisi pada ruang sekitarnya dan mersakan
posisi dari bagian tubuhnya.
c. Lobus temporalis
terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis. Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi
menjadi mengingatnya sebagai memori jangka panjang, juga
memahami

suara

dan

gambaran,

menyimpan

memori

dan

mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional.


d. Lobus Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari cerebrum.
2. Batang Otak (trunkus serebri)
Disensepalon ke ats berhubungan dengan serebrum dan medula oblongata
ke bawah dengan medula spinalis. Serebrum melukat pada batang otak di
bagian medula oblongata, pons varoli dan mensesepalon.

3. Serebrum (otak kecil)


Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan
serebrum oleh fisura transversalis dibelakang oleh pons varoli dan di atas
medula oblongata. Oragn ini banyak menerima serabut aferent sensoris
merupakan pusat koordinasi dan intelegensi.
C. ETIOLOGI (Elizabeth J. Corwin.2000)
1. Tumor
2. Oleh benda tajam
3. Pukulan benda tumpul
4. Pukulan benda tajam
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Terjatuh
7. Kecelakaan kerja
8. Kongenital

D. PATOFISIOLOGIS
Pathway dan Masalah Keperawatan
Trauma
E. Luka tembus,
luka lecet
F.

Cedera primer/langsung

G.Kerusakan jaringan
kulit kepala
H.

Laserasi

Cedera sekunder/
tak langsung
Kerusakan syaraf otak

Aliran darah ke otak menurun


Risiko tinggi infeksi

Tumor

Suplai nutrien ke otak menurun


(O2,glukosa)

Fraktur tulang tengkorak

Reflek batuk
menurun

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

Perubahan metabolisme aerob


menjadi anaerob

Asam laktat meningkat


I.

Produksi ATP berkurangMetabolisme Asidosis

Hipoksia
Oedema Jaringan otak

Energi berkurang

Vasodilatasi
cerebral
J.
Aliran darah ke otak
K.bertambah
Penekanan pembuluh darah
dan L.
jaringan cerebral

M. Gangguan
persepsi-sensori

Peningkatan
asam laktat

Gangguan
perfusi serebral
TIK meningkat

Lemah,lesu

Depresi sistem
pernapasan

Nyeri kepala

Gangguan mobilitas
fisik/intoleran
aktivitas

Pola nafas
tak efektif

Gangguan rasa
nyaman: nyeri
Mual, muntah, nafsu
makan turun

Risiko kurang nutrisi


dari kebutuhan
(Doengoes,2000)
(Hudak dan Gallo,1996)
(Brunner dan Suddarth,2001)

N. TANDA DAN GEJALA (Brunner dan Suddarth.2000)


1. Penurunan kesadaran dan nyeri kepala sebentar, kemudian membaik.
2. Beberapa waktu kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif
seperti : nyeri kepala hebat, pusing, penurunan kesadaran.
3. Pada kepala terdapat hematoma subkutan, pipil anisokor.
4. Kelemahan respon motorik kontralateral (berlawanan dengan tempat
hematoma).
5. Refleks hiperaktif atau sangat cepat.
6. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan
gangguan tanda vital dan fungsi pernafasan.
O. KOMPLIKASI (Brunner dan Suddarth.2000)
1. Kejang
2. Edema pulmonal
3. Kebocoran cairan serebrospinal
4. Peningkatan tekanan intrakranial
5. Herniasi otak
6. Kegagalan pernafasan
7. Defisit neurologis
Sedangkan komplikasi Post-Operasi Craniotomy antara lain:
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
7. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak.
8. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.

9. Infeksi.
10. Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens,
organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
11. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
12. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah
keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi
atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan
P. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (Doengoes Marillyn.2000)
1. CT-Scan (Ceputeraise Tomografi Scanning)
Untuk mengindentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinasi ventikuler
dan perubahan jaringan otak.
2. MRI (Magnetik Resonan Imaging)
Digunakan untuk mengidentifikasi luas dan letak cedera.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi oedema, trauma dan perdarahan.
4. EEG (Elektro Ensefalo Graphy)
Untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis.
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan stuktur garis
(perdarahan/oedema).
6. BAER (Brain Evoked Respone)
Mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil.
7. PET (Positron Emission Tomography)
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.

8. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
TIK (Tekanan Intra Kranial).
9. GDA (Gas Darah Analisa)
Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigen yang dapat
meningkatkan TIK (Tekanan Intra Kranial).
10. Ekoensephalografi
Untuk menentukan posisi stuktur otak dibagian garis tengah dan jarak dari
garis tengah ke dinding ventikuler atau dinding ventikuler ke 3.
11. EMG (Elektromiografi)
Digunakan untuk menentukan ada tidaknya gangguan neuromuskuler dan
miopatis.
Q. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan umum cedera kepala menurut Barbara, E (2000) sebagai
berikut :
a. Untuk kontusio dengan kehilangan kesadran kurang dari 20 menit
1) Biasanya tidak perlu dirawat di rumah sakit
2) Titah baring
3) Pemberian asetaminofen untuk sakit kepala.
b. Untuk kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit
1) Rawat inap
2) Tirah baring
3) Kraniotomi untuk mengeluarkan hematoma, khususnya bila
perdarahan berasal dari arteri.
4) Buat lubang untuk mengeluarkan hematoma epidural
5) Antiboitik untuk melindungi terhadap meningitis bila ada kebocoran
cerebrospinal (CCS) dan tutup dengan kapaa steril untuk mencegah
masuknya bakteri.

2. Penatalaksanaan khusus pada cedera kepala adalah :


a. Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi
b. Monitor tekanan darh jika pasien mempoerlihatkan tanda kestabilan
hemodinamik
c. Pemasangan alat monitor tekanan intra kranial
R. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
Perawatan pasca pembedahan :
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan
sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post
operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang
mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal

c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus
tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang
menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi
dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a. Sistem Perkemihan.
Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal.
b. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi, retensi urine.
1) Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi bulibuli).
2) Dower catheter : kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam,
komplikasi ginjal.
c. Sistem Gastrointestinal.
1) Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK
pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
3) Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
4) Kaji jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.
5) Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung.
a) Meningkatkan istirahat.
b) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
c) Memonitor perdarahan.
d) Mencegah obstruksi usus.
e) Irigasi atau pemberian obat.

10

Proses penyembuhan luka


1. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh.
Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabutserabut bening digunakan sebagai kerangka.
2. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
3. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pengembalian Fungsi fisik.
5. Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan
napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.

11

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data untuk evaluasi dan
mengidentifikasi status pasien (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian primer
Survey primer dalam asuhan keperawatan gawat darurat (RSUD
Dr.Moewardi, 2008) adalah :
a. Airway
1) Bebas, ada obstruksi: parsial/total, penyebab obstruksi: darah,
lendir, lidah jatuh.
2) Normal, suara nafas karena obstruksi: snoring, gurling, growing,
stridor.
3) Kondisi utama sevikal/spine control: bebas, jelas, fraktur.
4) Penggunaan otot bantu pernafasan
5) Sianosis : di sekitar mulut/mukosa, kuku
b. Breathing
1) Respirasi berapa kali per menit, regular/irregular
2) Gerakan otot pernafasan tambahan
3) Suara abnormal : wheezing, ronkhi, krekles, friction rub pleural.
4) Eupnea, bradipnoe, cheyne stokes, apnoe, takhipnoe
c. Sirkulasi
1) Tekanan darah.
2) Nadi.
3) Suhu.
4) Abnormalisasi warna kulit : pucat, kebiruan, eritema, ikterik,
kehilangan pigmen, merah.
5) Henti jantung : bradycardi, tachycardi.
6) Capilary refill: < 2 detik, > 2 detik.
7) Kehilangan cairan dalam jumlah besar : muntah, diare.

12

8) Perdarahan : tidak terlihat, terlihat : 500 cc, > 500cc


9) Luka bakar: luas, grade.
d. Disability
1. Kesadaran.
2. Nilai GCS E, M,V, total GCS.
3. Pupil : isokor, anisokor, miosis, midriasis, pin point.
4. Reaksi pupil terhadap cahaya : positif, negatif
5. Lateralisasi motorik : reflek abnormal satu sisi, kejang salah satu
sisi.
e. Eksposure
Buka semua pakaian pasien untuk melihat adanya luka.
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian pola fungsional menurut Doenges (2000) :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala :

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda:

Perubahan

kesadaran,

letargi,

hemiparese,

quadreplegia, ataksia cara berjalan tak tegap, masalah


dalam

keseimbangan,

cedera

(tauma)

ortopedi,

kehilangan tonus otot, otot spastik.


2) Sirkulasi
Gejala:

Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),


perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi
yang diselingi dengan bradikardi, disritmia).

3)

Integritas EGO
Gejala :

Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau


dramatis).

Tanda:

Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,


depresi dan inpulsif.

13

4)

Eliminasi
Gejala:

Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami


gangguan fungsi.

5)

Makanan/Cairan
Gejala:

Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.

Tanda:

Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan


(batuk, air liur keluar, disfagia).

6)

Neurosensori
Gejala:

Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar


kejadian.

Vertigo,

pendengaran,

sinkope,

tingling,

baal

tinitus,

kehilangan

pada

ekstermitas.

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,


diplopia,

kehilangan

sebagian

lapang

pandang,

fotofobia. Gangguan pengecapan dan juga penciuman.


Tanda:

Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan


status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi,

pemecahan

masalah,

pengaruh

emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan pupil


(respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan pengindraan,
seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris.

Genggaman lemah, tidak

seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada atau lemah.


Apraksia,

hemiparase,

quadreplegia.

Postur

(dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitive


terhadap sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi
sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.

14

7)

Nyeri/kenyamanan
Gejala:

Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,


biasanya lama.

Tanda:

Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan


nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat,
merintih.

8)

Pernafasan
Tanda:

Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh


hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak.
Ronkhi, mengi positif (kemungkinan karena respirasi).

9)

Keamanan
Gejala:

Trauma baru/trauma karena kecelakaan.

Tanda:

Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.

Kulit:

Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti raccoon


eye, Tanda battle disekitar telinga (merupakan Tanda
adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS). Gangguan kognitif, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis. Demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.

10) Interaksi Sosial


Tanda:

Afasia motorik dan sensorik, bicara tanpa arti, bicara


berulang-ulang, disartria, anomia.

11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala:

Penggunaan alkohol/obat lain


Pertimbangan rencana pemulangan:

Membutuhkan

bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi,


menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan,
tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang, atau
penempatan fasilitas lainnya dirumah.

15

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko

injuri

berhubungan

dengan

menurunnya

kesadaran

atau

meningkatnya tekanan intrakranial.


6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala, luka post op.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op, kondisi penyakit akibat
trauma kepala.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
9. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah
C. Intervensi Keperawatan
1.

Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. Tujuan : Pola nafas
dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas
normal.
Intervensi
a.

Kaji

Airway,

Breathing, Circulasi.
b.

Kaji anak, apakah ada


fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.

16

c.

Pastikan jalan nafas


tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir.

d.

Kaji status pernafasan


kedalamannya, usaha dalam bernafas.

e.

Bila tidak ada fraktur


servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30
derajat.

f.

Pemberian

oksigen

sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral
dan peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi
Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline
untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,
valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau
suction, perkusi). tekanan pada vena leher pembalikan posisi dari samping
ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan
pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan). Berikan pelembek tinja
untuk mencegah adanya valsava maneuver.
a. Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang,
gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
b. Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan
intrakranial sesuai program.
c. Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan
karena dapat meningkatkan edema serebral.
d. Monitor intake dan out put.
e. Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

17

f. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan


pemenuhan nutrisi.
g. Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan
menurunnya kesadaran. Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi
yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan
penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada
iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
a.

Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum,


mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan
kebersihan perseorangan.

b. Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi. Perawatan kateter


bila terpasang.
c. Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
d. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau
dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit
baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal. Intervensi : Kaji intake dan
out put. Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan
ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine. Berikan cairan intra vena
sesuai program.
5. Resiko

injuri

berhubungan

dengan

menurunnya

kesadaran

atau

meningkatnya tekanan intrakranial.


Tujuan : Anak terbebas dari injuri. Intervensi : Kaji status neurologis anak:
perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya
refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang. Kaji

18

tingkat kesadaran dengan GCS Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam
atau sesuai dengan protokol. Berikan istirahat antara intervensi atau
pengobatan. Berikan analgetik sesuai program.
6.

Nyeri berhubungan dengan trauma kepala Tujuan : Anak akan merasa


nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda
vital dalam batas normal. Intervensi : Kaji keluhan nyeri dengan
menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya,
peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin. Mengatur
posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri. Kurangi
rangsangan. Pemberian obat analgetik sesuai dengan program. Ciptakan
lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur. Berikan sentuhan
terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

7.

Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri. Tujuan : Anak akan


terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit
dalam batas normal. Intervensi : Kaji adanya drainage pada area luka.
Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh. Lakukan perawatan luka dengan
steril dan hati-hati. Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk
kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.


Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang
ditandai dengan kulit tetap utuh. Intervensi : Lakukan latihan pergerakan
(ROM). Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai. Rubah Kaji area
kulit: adanya lecet. Lakukan back rub setelah mandi di area yang
potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan
nyeri.
9. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil, Awasi konsumsi makanan /
cairan, Perhatikan adanya mual dan muntah, Beikan makanan sedikit tapi

19

sering, Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan, Berikan


perawatan mulut sering

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan menurut Doenges (2000) adalah deskripsi
untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien atau tindakan yang harus
dilakukan. Tindakan keperawatan menjadi mandiri (dilakukan perawat) dan
kolaboratif (dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya). Independent:
menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman mengurangi kebisingan atau
aktivitas lingkungan dan membatasi jumlah pengunjung.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan menurut Doenges (2000) setelah asuhan
keperawatan diberikan pengkajian yang berkelanjutan respon pasien
terhadap terapi dan kemajuan mengarah pencapaian hasil yang diharapkan.
Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik dan control proses keperawatan
melalui mana status pernyataan diagnosis pasien secara individual dinilai
untuk diselesaikan, dilanjutkan atau memerlukan perbaikan.
Evaluasi dicantumkan pada catatan perkembangan. Catatan berisi data
dan topik masalah dengan informasi yang dicatat dalam format SOAP. S:
subjective adalah informasi yang didapat dari pasien, O: objective adalah
informasi yang didapat berdasarkan pengamatan, A: assessment (pengkajian)
adalah analisa masalah pasien, P: planning of action adalah rencana tindakan
yang akan diambil (Effendy, 1995).

20

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Volume 1, Jakarta : EGC
Brunner & Suddart, 2001, Keperawatan Medikel Bedah Volume 2, Jakarta : EGC
Carpenito LJ, 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik, Edisi
6, Jakarata: EGC
Doenges M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 ,
Jakarta: EGC.
Indarwati, 2004, edisi 2,http://www. suaramerdeka .com, diperoleh pada tanggal
16 Maret 2008
Mansjoer A, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Media
Aesculapis FKUI
Markam, S.(1999). Cedera tertutup kepala. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika : Jakarta
Nur Jannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Mocomedia :
Yogyakarta
Olva, 2009, cedera kepala ,edisi 3, http: //www. Yayanakhar.wordpres.com
diperoleh tanggal 16 Maret 2008
Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera
Kepala dan Stroke untuk Mahasiswa D III Keperawatan. Yogyakarta :
Ardana Media.
Wilkinson, Juditth M. , 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta: EGC
.........2007. DIAGNOSA NANDA NIC NOC.

Anda mungkin juga menyukai