Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KULIAH LAPANGAN KECIL PROYEK EKOLOGI

(BI-3102)
PENENTUAN STATUS EKOLOGIS SUNGAI SUB-DAS
CIMAHI
Tanggal kuliah lapangan: 21-22 September 2014
Tanggal pengumpulan: 7 Oktober 2014
Disusun oleh:
Assifa Nur Hisana
10612012
Asisten:
Laila Sabhrina
10611018

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mayoritas dari permukaan bumi ditutupi oleh perairan. Air merupakan
salah satu sumber daya utama bagi organisme untuk mendukung
kelangsungan hidupnya. Lingkungan akuatik telah menjadi penyokong
kehidupan bagi berbagai jenis organisme (Molles, 2008). Kehidupan manusia
pun tidak dapat lepas dari air untuk dapat memenuhi kebutuhan dan
mendukung aktivitas sehari-hari.
Kondisi dari suatu ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor termasuk aktivitas manusia yang hidup di sekitarnya. Peningkatan
populasi penduduk seringkali dikaitkan sebagai penyebab penurunan kualitas
dari lingkungan perairan. Semakin meningkatnya ukuran suatu populasi,
kebutuhan terhadap air juga akan semakin meningkat.
Status ekologis dari suatu ekosistem perairan dapat dilihat melalui
karakteristik-karakteristik fisika, kimia, maupun biologis yang ada di wilayah
perairan tersebut (Miller, 2002). Status ekologis dapat mencerminkan kualitas
perairan pada suatu wilayah. Kualitas perairan akan bervariasi bergantung
pada faktor lingkungan maupun aktivitas makhluk hidup, terutama manusia,
di sekitarnya.
Perairan dengan kualitas yang baik akan dengan maksimal menyokong
kehidupan di sekitarnya. Penurunan kualitas perairan akan turut berpengaruh
terhadap kehidupan organisme yang bergantung padanya. Mengingat
pentingnya peran lingkungan perairan dalam menyokong kehidupan,
penelitian ini dilakukan untuk menentukan status ekologis dari lingkungan
perairan, dalam hal ini kualitas dari dua lokasi sungai pada sub-DAS Cimahi.

1.2 Tujuan
1. Menentukan dan membandingkan keanekaragaman spesies dari komunitas
bentos pada dua stasiun pengamatan di sub-DAS Cimahi.
2. Menentukan dan membandingkan parameter fisika-kimia pada dua stasiun
pengamatan di sub-DAS Cimahi.
3. Menentukan status ekologis dari sungai pada sub-DAS Cimahi.

BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Deskripsi Area Penelitian
Penelitian dilakukan di dua stasiun pengamatan pada sub-DAS Cimahi.
Stasiun satu terletak di sungai yang terletak pada wilayah Situ Lembang.
Stasiun dua terletak di sungai pada wilayah Cimahi yang letaknya lebih hilir
dibandingkan dengan stasiun satu.
Sub-DAS Cimahi masuk ke dalam wilayah DAS Citarum, Wilayah
Sungai (WS) Citarum (gambar 2.1). DAS Citarum merupakan DAS terbesar
di wilayah Jawa Barat. Selain Sub-DAS Cimahi, DAS Citarum terdiri atas 12
Sub-DAS lainnya. Berada di dalam wilayah Jawa Barat, DAS Citarum
memiliki iklim tropis monsoon dengan suhu dan kelembapan relatif konstan.
Curah hujan di wilayah ini sangat bervariasi bergantung pada topografi
wilayah (Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, 2014)

Gambar 2.1 Peta WS Citarum DAS Citarum (Direktorat Bina Penatagunaan Sumber
Daya Air, 2014)

2.2 Tata Kerja


2.2.1 Pengambilan Data
Pengamatan dilakukan pada dua stasiun (gambar 2.2). Terdapat dua
belas titik pengambilan data untuk masing-masing stasiun pengamatan. Titik
pengambilan data pada stasiun satu dan dua ditampilkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.2 Stasiun Pengamatan (Citra Satelit CNES, 2014)

Gambar 2.3 Posisi Titik Pengambilan Data pada Stasiun 1 (kiri) dan Stasiun 2 (kanan)

Sampel air dari tiap titik dicuplik dengan menggunakan botol sampel.
Dilakukan pengukuran parameter fisika-kimia dari sampel air yang telah
diambil. Kecepatan arus diukur dengan menghitung waktu yang dibutuhkan

bagi suatu objek untuk menempuh jarak tertentu. pH meter digunakan untuk
menentukan derajat keasaman (pH) air. DO-meter digunakan untuk mengukur
kadar oksigen terlarut. Konduktivitas air dan temperatur diukur menggunakan
SCT meter. Turbiditas diukur menggunakan turbidity meter. Sampel air
disaring dan dipanaskan dalam furnace untuk dapat menentukan nilai TDS
(Total Dissolved Solid) dan TSS (Total Suspended Solid). Kadar unsur N dan
P ditentukan melalui metode spektrofotometri.
Selain parameter fisika-kimia, parameter biotik juga diukur. Parameter
biotik diukur melalui pencuplikan biota perairan berupa makrozoobentos.
Pencuplikan dilakukan dengan menggunakan jala Surber.
2.2.2 Analisis Data
Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan dan membandingkan
status ekologis dari perairan pada dua stasiun pengamatan. Penentuan status
ekologis dilakukan melalui sistem scoring. Rentang skor untuk tiap variabel
faktor fisika-kimia dan biotik (keanekaragaman makrozoobentos) ditampilkan
pada tabel 2.1. Perbandingan kesamaan komunitas makrozoobentos antara
dua stasiun dihitung menggunakan indeks kesamaan Sorensen.
Tabel 2.1 Skor untuk Penentuan Status Ekologis Perairan

Warna air
Bau air

1
Jernih
Tidak

3
Agak keruh
Agak

Skor
6
Keruh, kuning
Berbau anyir,

10
Keruh sekali, coklat
Berbau busuk,

Suhu air (C)


Konduktivitas

berbau
16-20
<50

berbau
21-25
50-100

minyak tanah
26-31
101-500

minyak tanah
>31; <16
>500

(mhos/cm)
Padatan

20

20-100

101-400

>400

tersuspensi (ppm)
O2 terlarut
pH

>6,5
6,5-7,5

4,5-6,5
5,5-6,5

2,0-4,4
4,0-5,4

<2
<4,0

7,4-8,5
H
>2,5
1,5-2,5
Keterangan untuk status ekologis:

8,6-11
1,0-1,5

>11
<1,0

Variabel

Belum atau sedikit tercemar = skor rata-rata 2


Tercemar ringan = skor rata-rata 2,00 4,00
Tercemar sedang = skor rata-rata 4,00-6,00

Tercemar parah = skor rata-raa > 6,00

Persamaan-persamaan yang digunakan tercantum pada tabel 2.2 di bawah ini.


Tabel 2.2 Daftar Persamaan
Nilai
TDS (mg/L)

Persamaan

1000
( da ) 1000 ; a = massa cawan uap
100
d = massa cawan uap + filtrat hasil furnace

1000
(e( b+ c ) ) 1000 ; b = massa cawan kruz
100

TSS (mg/L)

c = massa kertas saring


Indeks Keanekaragaman
(H)
Dominansi
Indeks Kesamaan
Sorensen

e = massa cawan kruz + filtrat hasil furnace


- pi ln(pi) ;
pi = jumlah individu suatu spesies/jumlah individu total
pi2

A+ B
2C

; A= jumlah spesies pada wilayah A, B = jumlah

spesies pada wilayah B, C jumlah spesies yang ditemukan di


keduanya.
Status ekologis

( rata rata skor variabel fisika kimia )+( Skor H ' )


2

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan data dilakukan pada dua stasiun pengamatan dengan kondisi


yang sangat berbeda. Berdasarkan Miller (2002), kondisi suatu perairan dapat
digambarkan melalui parameter fisika dan kimianya. Kondisi yang berbeda akan
dimanifestasikan dalam parameter fisika-kimia yang berbeda pula. Berikut ini
merupakan hasil pengukuran parameter fisika kimia dari kedua stasiun
pengamatan (tabel 3.1).
Tabel 3.1 Parameter Fisika-Kimia Perairan
Sungai Situ Lembang

Sungai Cimahi

Parameter
Rataan
DO (ppm)
Suhu (C)
Konduktivitas (S)
pH
Turbiditas
Kecepatan arus (m/sec)
TDS (mg/L)
TSS (mg/L)
Konsentrasi Nitrat (ppm)
Konsentrasi Nitrit (ppm)
Konsentrasi Amonium (ppm)
Konsentrasi Ortofosfat (ppm)

Standar deviasi

Rataan

Standar deviasi

8.44

0.24

7.47

0.26

21.58
35.22
7.26
11.20
0.48
170.42
44.67
2.31
1.25
2.54
2.49

1.21
5.86
0.15
2.79
0.22
71.91
40.20
0.39
0.34
0.79
1.51

28.54
235.27
6.95
31.93
0.46
346.42
88.17
5.36
3.18
3.44
9.27

1.91
50.69
0.17
8.16
0.26
84.10
71.75
1.01
0.92
0.65
12.71

Stasiun pertama (Sungai Situ Lembang) merupakan sungai dengan orde


kecil (mendekati hulu) yang berada di lingkungan hutan campuran. Sungai
tersebut dikelilingi oleh banyak vegetasi sehingga ternaungi dalam kanopi semi
tertutup. Sedangkan, stasiun kedua (Sungai Cimahi) merupakan sungai dengan
orde lebih besar yang berada di lingkungan pemukiman warga tanpa naungan
kanopi dengan banyak inlet dari pembuangan rumah tangga. DO di stasiun dua
yang berada lebih hilir telah mengalami penurunan dibandingkan dengan Sungai
Situ Lembang. Rendahnya DO dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
tingginya konsentrasi solut dan limbah organik (Murphy, 2007). Kelarutan
oksigen dalam air akan menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi
partikel terlarut lain. Tingginya kandungan limbah organik dapat meningkatkan
aktivitas dekomposisi oleh mikroorganisme yang membutuhkan oksigen sehingga

menurunkan DO. Suhu yang lebih tinggi di stasiun dua disebabkan oleh
perbedaan waktu pengukuran dan juga perbedaan tingkat tutupan kanopi. Tidak
adanya tutupan kanopi pada stasiun dua menyebabkan panas matahari dapat
secara langsung mengenai sungai sehingga suhu menjadi lebih tinggi.
Turbiditas yang lebih pada stasiun dua terkait dengan nilai TDS dan TSS
yang lebih tinggi. Kandungan zat terlarut di stasiun dua lebih tinggi dibanding
stasiun satu karena pada bagian sungai yang lebih hilir akan terakumulasi lebih
banyak partikel-partikel terlarut yang terbawa oleh aliran dari sebelah hulu. Begitu
juga dengan kadar N dan P. Stasiun dua telah lebih banyak mengakumulasi N dan
P dari aliran sungai sebelumnya ditambah dengan adanya inlet dari buangan
warga. pH dari kedua stasiun masih berkisar disekitar pH netral. Kecepatan arus
relatif serupa di antara kedua stasiun, adapun variasi kecepatan arus sangat
dipengaruhi oleh topografi titik pengukuran.
Selain parameter fisika-kimia, parameter biologis dapat menggambarkan
kondisi dari suatu lingkungan perairan, dalam hal ini komunitas makrozoobentos.
Makrozoobentos hidup menempel pada substrat perairan, sehingga keberadaannya
akan

sangat

dipengaruhi

oleh

kualitas

perairan.

Hal

ini

menjadikan

makrozoobentos sebagai parameter yang baik dalam menggambarkan kondisi


perairan (Adamek et al., 2010).
Species richness, nilai indeks Sorensen, dan indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener (H) dari komunitas makrozoobentos pada dua stasiun
pengamatan ditampilkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Species Richness, Indeks Sorensen, dan H Makrozoobentos
Species richness
Indeks Sorensen
H'

Stasiun 1 - Sungai Situ Lembang


13

Stasiun 2 - Sungai Cimahi


17
40%

1.29

1.72

Nilai indeks Sorensen yang didapat menunjukkan bahwa komunitas pada stasiun 1
dan 2 memiliki tingkat kesamaan sebesar 40%. Stasiun 2 memiliki
keanekaragaman yang lebih tinggi (beragam) dengan jumlah spesies yang lebih
tinggi dibandingkan dengan stasiun 1.

Kelimpahan dan kerapatan makrozoobentos dari kedua stasiun pengamatan


ditampilkan pada gambar 3.1 dan 3.2 berikut ini.

Gambar 3.1 Kelimpahan dan Kerapatan Makrozoobentos pada Stasiun 1 - Sungai Situ Lembang

Gambar 3.2 Kelimpahan dan Kerapatan Makrozoobentos pada Stasiun 2 Sungai Cimahi

Walaupun dari segi keanekaragaman stasiun 2 lebih beragam, stasiun 1 memiliki


kelimpahan yang lebih tinggi daripada stasiun 2. Spesies yang paling melimpah
pada stasiun 1 adalah spesies dari famili Chironomidae dengan kerapatan sebesar
273 individu/m2. Sedangkan spesies yang paling melimpah pada stasiun 2 adalah
spesies dari famili Hydropsichidae dengan kerapatan sebesar 201 individu/m2.
Spesies makrozoobentos yang melimpah pada suatu lokasi dapat menjadi
indikator kualitas dari perairan tersebut. Berdasarkan Bartram dan Ballance
(1996), Chironomidae merupakan makrozoobentos dengan rentang toleransi
sempit yang hanya dapat ditemukan pada perairan jernih (kualitas baik).

Sedangkan hydrophichidae merupakan makrozoobentos yang biasa dijadikan


indikator dari perairan tercemar (kualitas buruk).
Komunitas makrozoobentos di kedua stasiun tidak menunjukkan adanya
dominansi dari satu spesies tertentu. Nilai dari indeks dominansi Simpson (pi 2)
ditampilkan pada gambar 3.3. Suatu spesies dikatakan mendominansi apabila nilai
indeks dominansinya mendekati angka 1, sedangkan indeks dominansi tertinggi
dari komunitas pada stasiun 1 dan 2 hanya mencapai 0,23.

Gambar 2.3 Dominansi Makrozoobentos pada Stasiun 1 (kiri) dan Stasiun 2 (kanan)

Parameter abiotik (fisika-kimia) dan juga biotik dapat digunakan untuk


menentukan status ekologis suatu perairan melalui metode scoring. Berikut
merupakan tabel scoring penetuan status ekologis dari kedua stasiun pengamatan
(tabel 3.3). Berdasarkan penentuan tersebut, stasiun 1 tergolong pada kondisi
tercemar ringan dan stasiun 2 tergolong pada kondisi tercemar sedang.
Tabel 3.3 Scoring Status Ekologis
Suhu
(C)

Konduktivitas
(mhos/cm)

Padatan
tersuspensi
(ppm)

Warna

Bau

DO

St. 1

3.17

1.17

2.42

2.33

St. 2

8.42

9.08

6.6

3.86

pH

Skor akhir

1.17

3.87

4.07

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Status
ekologis
Tercemar
ringan
Tercemar
sedang

4.1 Kesimpulan
1. Keanekaragaman bentos pada stasiun pengamatan 2 (Sungai Cimahi) lebih
tinggi dibandingkan stasiun pengamatan 1 (Sungai Situ Lembang). Nilai
H untuk stasiun 1 dan 2 secara berturut-turut adalah 1,29 dan 1,72.
2. Rataan nilai DO, suhu, konduktivitas, pH, turbiditas, kecepatan arus, TDS,
TSS, konsentrasi nitrit, nitrat, ammonium, dan ortofosfat secara berturutturut pada stasiun 1 adalah 8,44 ppm, 21 C, 35 S, pH 7,26, 11,2, 0,48
m/sec, 170 mg/L,44 mg/L, 2,31 ppm, 1,25 ppm, 2,54 ppm, dan 2,49 ppm.
Pada stasiun 2 adalah sebesar 7,47 ppm, 28 C, 235 S, pH 6,95, 31,93,
0,46 m/sec, 346 mg/L, 88 mg/L, 5,36 ppm, 3,18 ppm, 3,44 ppm, dan 9,27
ppm.
3. Status ekologis untuk Sungai Situ Lembang adalah tercemar ringan dan
status ekologis untuk Sungai Cimahi adalah tercemar sedang.
4.2 Saran
Disarankan apabila pengamatan kualitatif dilakukan oleh orang yang
berbeda, sebelumnya diadakan semacam penyamaan persepsi agar galat dapat
diperkecil.

DAFTAR PUSTAKA

Adamek, Z., C. Orendt, G. Wolfram, J. Sychra. 2010. Macrozoobenthos Response


to Environmental Degradation in A Heavily Modified Stream: Case Study
The Upper Elbe River, Czech Republic. Biologia, 65(3): 527-536
Batram, J. and R. Ballance. 1996. Water Quality Monitoring A Practical Guide
to The Design and Implementation of Freshwater Quality Studies and
Monitoring Programmes. UNEP
Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air. 2014. Daftar Wilayah Sungai.
Online. http://sda.pu.go.id:8181/sda/?act=daftar_ws. Diakses pada 29
September 2014 pukul 13.40
Miller, G. T. 2002. Living in The Environment: Principles, Connections, and
Solution. USA: Wad Sorth Group
Molles, M. C. 2008. Ecology: Concepts and Applications, 4th Ed. New York:
McGraw Hill
Murphy, S. 2007. General Information on Dissolved Oxygen. Online.
http://bcn.boulder.co.us/basin/data/NEW/info/DO.html. Diakses pada 30
September 2014 pukul 18.00

Anda mungkin juga menyukai