PENDAHULUAN
Edema Pulmonal adalah akumulasi cairan abnormal pada kompartemen
ekstravaskular dari paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang
tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edema paru non cardiac) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edema pulmonal
secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi
gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau
sebaliknya. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan
interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian
cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk
kembali ke dalam sirkulasi.
Pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74.4 juta penderita edema
paru di dunia. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood
Institute) mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan
edema pulmonal. Edema paru di Indonesia pertama kali di laporkan pada tahun
1971, sejak dilaporkan pertama kali, terjadi peningkatan angka kejadian edema
paru di Indonesia. Di Indonesia sendiri edema paru insiden terbesar terjadi pada
tahun 1998. Pada tahun 1999 Indeks rate menurun tajam sebesar 10.17 %, namun
tahun-tahun berikutnya indeks rate cenderung meningkat yaitu 15.99 (tahun
2000); 21.66 (tahun 2001); 19.24 (tahun 2002); dan 23.87 (tahun 2003).
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit
di luar jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian
edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 57% sedangkan
karena gagal jantung mencapai 30%. Pengetahuan dan penanganan yang tepat
pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi
yang terjadi. Karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang patofisiologi,
etiologi, penatalaksanaan edema paru dan aspek radiologisnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Edema pulmonal adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular
yang tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia. Menurut definisi lain edema paru adalah
keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler,
jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal
cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium
dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh
limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi.
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler
lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat
serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila
alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu
aliran keluar yang kontinu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke
jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe.
Penyebab yang tersering dari edema paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat
penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Edema paru yang
disebabkan
kelainan
pada
jantung
ini
disebut
juga
edema
paru
dengan riwayat nyeri dada dan adanya riwayat sakit jantung , sedangkan edema
paru yang disebabkan selain kelainan jantung disebut edema paru non
kardiogenik.
2.2
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan
terdapat 74.4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2.1 juta
penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5.5 juta penduduk menderita
edema paru. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute)
mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan edema
pulmonal. Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia dilaporkan pada tahun
1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai
tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah
kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate
(IR) = 35.19 per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun
tajam sebesar 10.17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat
yaitu 15.99 (tahun 2000); 19.24 (tahun 2002) dan 23.87 (tahun 2003).
2.3
Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus lobusnya antara lain yakni lobus superior,
lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus
superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus
superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut
sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus lobus paru kanan terdapat dua fissura,
yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior
dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.
2.3.2
CAVUM
THORAX
Paru terletak
pada
sebuah
ruangan di tubuh
manusia
yang
di
kenal sebagai cavum thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan
penting, maka cavum thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi
paru, terutama dari trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang
tersusun atas 12 pasang costa beserta cartilago costalisnya, 12 tulang vertebra
4
thoracalis, sternum, dan otot otot rongga dada. Otot otot yang menempel di
luar cavum thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat gerak untuk
extremitas superior.
2.3.3
PLEURA
Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru juga
dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embriologi dari
coelom extra-embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni
pleura parietal, pleura visceral dan pleura bagian penghubung. Pleura visceral
adalah pleura yang menempel erat dengan substansi paru itu sendiri. Sementara
pleura parietal adalah lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel
langsung dengan paru. Pelura bagian penghubung yakni pleura yang melapisi
radiks pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang menghubungkan pleura
parietal dan pleura visceral.
Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura
diafragmatika, pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura.
Pleura diafragmatika yakni pleura parietal yang menghadap ke diafragma. Pleura
mediastinalis merupakan pleura yang menghadap ke mediastinum thoraks, pleura
Sternocostalis adalah pleura yang berhadapan dengan costa dan sternum.
Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior.
Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan
pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura.
Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang
disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada
proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada
cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik
mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit
cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura.
2.3.4
MEKANISME PERNAPASAN
Proses pernapasan terdiri dari sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan
2.4
KLASIFIKASI
Edema pulmonal dapat di klasifikasikan menjadi :
-
2.5
2.5.1
edema ini : edema intertitial dan edema alveolar. Fase ini pada hakikatnya identik
dengan gagal jantung kiri dan cairan yang berlebihan. Intensitas dan durasi dari
kedua fase berhubungan dengan derajat dari peningkatan tekanan, dimana
dibedakan dengan ratio tekanan hidrostatik onkotik.
Interstitial edema terjadi dengan peningkatan 15 25 mmHg pada rata
rata tekanan arteri transmural, pembesaran ringan dari ruang peribronkovaskular,
adanya garis Kerly, dan efusi pleura. Jika kuantitas peningkatan cairan
ekstravaskular berlanjut, edema ini akan migrasi ke sentral dengan gambaran
pembuluh darah kabur secara progesif.
Pertama, pada level lobar dan berlanjut ke level hilus. Pada saat ini,
radiolusensi paru menurun secara mencolok, membuat identifikasi pembuluh
darah perifer kecil menjadi sulit, peribronkial cuffing menjadi terlihat jelas,
terutama di daerah perihiler. Dengan peningkatan tekanan transmural melebihi 25
mmHg, drainase cairan dari kompartemen ekstravaskular berada pada kapasitas
maksimum dan fase kedua (alveolar yang terbanjiri) dimulai, mengawali
pelebaran edema tiba tiba kedalam ruang alveolar, membuat nodul kecil atau
area acinar yang meningkatkan gambaran opaq lalu bergabung menjadi frank
konsolidasi.
Beberapa investigasi dari para observasi, dengan peningkatan tekanan
seperti ini, onset edema alveolar berhubungan dengan tekanan langsung yang
menginduksi kerusakan dari epitel alveolar.
Kateter arteri pulmonalis yang paling sering digunakan untuk mengukur
tekanan hidrostatik pada pasien di ICU. Pulmonary capillary wedge pressure
10
Kondisi patologi ini berkembang sangat cepat, ini ditandai sebagai infiltrat
alveolar.
Beberapa teori telah menjelaskan patofisiologi dari bat wing edema. Satu
dari beberapa teori tersebut terlibat dalam peningkatan konduktivitas hidrolik.
Mukopolisakarida mengisi ruang di perivaskular cytoskeleton, dibawah kondisi
normal, menghambat aliran dari cairan. Investigator lain mengatakan efek pompa
dari siklus respirasi, dimana lebih nyata di korteks paru dan menyebabkan semua
aliran cairan menuju ke hilum
12
Di sisi lain, mekanisme terjadinya edem pulmo pada emboli paru akut masif
berhubungan langsung dengan hipertensi pulmo. Hipertensi ini menyebabkan
oklusi lebih dari 50%
peningkatan
tekanan
hidrostatik
berhubungan
langsung
dengan
2.5.2
membuat hipoksemia berat. Lesi ini berhubungan dengan berbagai variasi faktor
presipitasi dan tidak menyebabkan atau terpengaruh oleh insufisiensi kardia yang
terjadi bersamaan. Oleh karena itu, ARDS terjadi tanpa peningkatan tekanan
kapiler paru.
ARDS muncul sebagai bentuk yang paling berat dari edem permeabel yang
berhubungan dengan kerusakan alveolar difus. Kerusakan alveolar difus mungkin
merupakan hasil langsung dari faktor presipitasi lokal atau mungkin terjadi
sekunder dari beberapa kondisi sistemik. Primer atau cedera langsung pada
alveolar dan endotel vaskular paru biasanya hasil dari paparan sel terhadap agen
14
kimia, patogen infeksius, cairan gastrik, atau gas toksik, dimana yang
menghancurkan sel atau kehancuran sel yang berat.
Kerusakan yang kedua adalah akibat kaskade biokimia sistemik membuat
agen oksidan, media inflamasi, dan enzim, dimana juga merugikan sel endotel
selama sepsis, pankreatitis, trauma berat, atau transfusi darah. Pada dasar dari
perbedaan etiologi, 2 mayor mekanisme patofisiologi dalam perkembangan ARDS
:
16
2.5.3
17
18
atau edema post ekstubasi mungkin sulit jika tidak memungkinkan dalam pasien
trauma atau segera operasi. Oleh karena itu, diagnosis dari edem pulmo
neurogenik didapatkan dari eksklusi. Ini akan menghasilkan kontroversi, tapi
mungkin melibatkan kombinasi dari faktor yang berhubungan dengan edema
hidostatik tanpa DAD. Mekanisme selular yang menyebabkan kebocoran sel juga
tidak dapat dimengerti. Modifikasi dari jalan neurovegetativ mungkin penyebab
terjadi secara tiba tiba, peningkatan tekanan mikrovaskular paru secara
signifikan, terutama pada venula pulmonal. Hal ini mengarahkan pada penurunan
aliran vena, dimana menyebabkan hipertensi arteri dan kapiler paru. Selain itu,
mungkin adanya efek langsung mediator yang bervariasi yang menyebabkan
kebocoran sel endotel vaskular dan junction sel.
Pasien datang dengan derajar dispnea yang bervariasi, takipnea, dan sianosis
secara singkat setelah cedera otak. Tanda dan gejala ini sering cepat menurun atau
hilang dalam beberapa kasus. Radiografi dada konvensional menunjukkan
kehadiran bilateral, daripada konsolidasi homogen ruang udara, dimana
predominan di bagian apikal sekitar 50% kasus. Temuan radiologi pada edema
pulmo neurogenik juga menghilang dalam 1 2 hari dengan demikian
mengkonfirmasi ketiadaan hubungan dengan DAD.
20
2.6
DIAGNOSIS
Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat ( jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
Pemeriksaan fisik :
Sianosis sentral
Sesak nafas dengan bunyi nafas melalui mukus berbuih
Ronkhi basah di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut asma karidal
21
Elektrokardiografi :
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
Laboratorium :
Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula mula rendah dan
kemudian hiperkapnia
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard
Foto thoraks :
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru
Kadang kadang timbul efusi pleura
2.7
Kelainan katup
Hipertrofi ventrikel (hipertensi)
Segmental wall motion abnormality (PJK)
Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang
praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam
mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif.
Gambaran radiologi yang ditemukan : Pelebaran atau penebalan hilus
(pelebaran pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral);Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis (gambaran
seperti
granuloma-granuloma
kecil
atau
nodul
milier);
gambaran
air
22
awal dari peningkatan tekanan edema karena peningkatan tekanan pembuluh darah. PCO2
arteri, pada stadium awal cenderung rendah. Perubahan PCO2 menandakan
terjadinya penurunan ventilasi alveolar.
.
2.8
PENATALAKSANAAN
1. Posisi duduk
2. Oksigen (40%-50%) sampai 8 L / menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk : pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator /
3.
4.
5.
6.
7.
bipep
Infus emergensi
Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada
Nitrogliserin sublingual atau intravena
Diuretik. Furosemid 40 60 mg IV selama 2 menit
Morfin 2 5 mg dengan dextrosa atau larutan elektrolit IV selama 3 menit.
Kalau tidak begitu gawat di berikan 8 15 mg SC atau IM
23
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Edema pulmonal adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak, dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang
tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia.
Edema pulmonal dapat di klasifikasikan menjadi :
A. Edema karena peningkatan tekanan hidrostatik
1. Post obstruktif edem pulmonum
2. Edem pulmonum dengan emboli paru akut dan kronik
3. Edem pulmonum dengan penyakit oklusi vena
4. Bat wing edema
B. Edema permeabel dengan DAD ( kerusakan alveolar difus)
C. Edema permeabel tanpa DAD ( kerusakan alveolar difus)
24
D. Edema campuran
Pemeriksaan penunjang rontgen thorax diperlukan untuk menegakkan
diagnosis dari edema pulmunom. Penatalaksanaan pada pasien dengan edema
pulmonum yaitu perbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi.
Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui patogenesis, gambaran
klinis, gambaran radiologis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada edema
pulmonum.
3.2
SARAN
Penulis mengaku di dalam referat ini masih banyak kekurangan, karena itu
25