Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
Edema Pulmonal adalah akumulasi cairan abnormal pada kompartemen
ekstravaskular dari paru. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang
tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edema paru non cardiac) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar edema pulmonal
secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi
gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada mikrosirkulasi atau
sebaliknya. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan
interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian
cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk
kembali ke dalam sirkulasi.
Pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74.4 juta penderita edema
paru di dunia. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood
Institute) mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan
edema pulmonal. Edema paru di Indonesia pertama kali di laporkan pada tahun
1971, sejak dilaporkan pertama kali, terjadi peningkatan angka kejadian edema
paru di Indonesia. Di Indonesia sendiri edema paru insiden terbesar terjadi pada
tahun 1998. Pada tahun 1999 Indeks rate menurun tajam sebesar 10.17 %, namun
tahun-tahun berikutnya indeks rate cenderung meningkat yaitu 15.99 (tahun
2000); 21.66 (tahun 2001); 19.24 (tahun 2002); dan 23.87 (tahun 2003).
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit
di luar jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian
edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 57% sedangkan
karena gagal jantung mencapai 30%. Pengetahuan dan penanganan yang tepat
pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi
yang terjadi. Karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang patofisiologi,
etiologi, penatalaksanaan edema paru dan aspek radiologisnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI
Edema pulmonal adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru

yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular
yang tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia. Menurut definisi lain edema paru adalah
keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler,
jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal
cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium
dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh
limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi.
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler
lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat
serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila
alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu
aliran keluar yang kontinu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke
jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe.
Penyebab yang tersering dari edema paru adalah kegagalan ventrikel kiri akibat
penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis. Edema paru yang
disebabkan

kelainan

pada

jantung

ini

disebut

juga

edema

paru

kardiogenik. Edema paru kardiogenik akut merupakan penyakit yang sering


terjadi, merugikan dan mematikan dengan tingkat kematian 10-20 %. Edema paru
kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan
transvaskular. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan
oleh meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Gambaran klinis
edema paru kardiogenik yaitu adanya sesak napas tiba-tiba yang dihubungkan

dengan riwayat nyeri dada dan adanya riwayat sakit jantung , sedangkan edema
paru yang disebabkan selain kelainan jantung disebut edema paru non
kardiogenik.
2.2

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan

terdapat 74.4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2.1 juta
penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara
komprehensif. Di Amerika Serikat diperkirakan 5.5 juta penduduk menderita
edema paru. Pada tahun 1999 NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute)
mencatat bahwa terjadi 746 kematian per tahun di USA yang disebabkan edema
pulmonal. Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia dilaporkan pada tahun
1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai
tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah
kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate
(IR) = 35.19 per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun
tajam sebesar 10.17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat
yaitu 15.99 (tahun 2000); 19.24 (tahun 2002) dan 23.87 (tahun 2003).
2.3

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer

dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa


mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru
(inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk
melakukan fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting,
antara lain:
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan
parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks
bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang
normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.

Paru terdiri atas 3 lobus pada paru sebelah kanan, dan 2 lobus pada paru
sebelah kiri. Pada paru kanan lobus lobusnya antara lain yakni lobus superior,
lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus
superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus
superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut
sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus lobus paru kanan terdapat dua fissura,
yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior
dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua.

2.3.2

CAVUM

THORAX
Paru terletak
pada

sebuah

ruangan di tubuh
manusia

yang

di

kenal sebagai cavum thoraks. Karena paru memiliki fungsi yang sangat vital dan
penting, maka cavum thoraks ini memiliki dinding yang kuat untuk melindungi
paru, terutama dari trauma fisik. Cavum thoraks memiliki dinding yang kuat yang
tersusun atas 12 pasang costa beserta cartilago costalisnya, 12 tulang vertebra
4

thoracalis, sternum, dan otot otot rongga dada. Otot otot yang menempel di
luar cavum thoraks berfungsi untuk membantu respirasi dan alat gerak untuk
extremitas superior.

2.3.3

PLEURA
Selain mendapatkan perlindungan dari dinding cavum thoraks, paru juga

dibungkus oleh sebuah jaringan yang merupakan sisa bangunan embriologi dari
coelom extra-embryonal yakni pleura. Pleura sendiri dibagi menjadi 3 yakni
pleura parietal, pleura visceral dan pleura bagian penghubung. Pleura visceral
adalah pleura yang menempel erat dengan substansi paru itu sendiri. Sementara
pleura parietal adalah lapisan pleura yang paling luar dan tidak menempel
langsung dengan paru. Pelura bagian penghubung yakni pleura yang melapisi
radiks pulmonis, pleura ini merupakan pelura yang menghubungkan pleura
parietal dan pleura visceral.
Pleura parietal memiliki beberapa bagian antara lain yakni pleura
diafragmatika, pelura mediastinalis, pleura sternocostalis dan cupula pleura.
Pleura diafragmatika yakni pleura parietal yang menghadap ke diafragma. Pleura
mediastinalis merupakan pleura yang menghadap ke mediastinum thoraks, pleura
Sternocostalis adalah pleura yang berhadapan dengan costa dan sternum.
Sementara cupula pleura adalah pleura yang melewati apertura thoracis superior.
Pada proses fisiologis aliran cairan pleura, pleura parietal akan menyerap cairan
pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke dalam aliran limfe pleura.

Di antara pleura parietal dan pleura visceral, terdapat celah ruangan yang
disebut cavum pleura. Ruangan ini memiliki peran yang sangat penting pada
proses respirasi yakni mengembang dan mengempisnya paru, dikarenakan pada
cavum pleura memiliki tekanan negatif yang akan tarik menarik, di mana ketika
diafragma dan dinding dada mengembang maka paru akan ikut tertarik
mengembang begitu juga sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit
cairan serous untuk melumasi dinding dalam pleura.
2.3.4

MEKANISME PERNAPASAN
Proses pernapasan terdiri dari sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan

sistem kardiovaskuler yang memegang peranan penting. Sistem pernapasan terdiri


dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar
bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara
sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran
pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara disaring, dihangatkan
dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)
bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau
alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli,
dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.
Alveolus pada merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh suatu
jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi
dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein
yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan
mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe
I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-

permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi


yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri
dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan
jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel
fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan
cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air,
solut, dan molekul besar seperti protein plasma.

2.4
KLASIFIKASI
Edema pulmonal dapat di klasifikasikan menjadi :
-

Edema karena peningkatan tekanan hidrostatik

2.5
2.5.1

Post obstruktif edem pulmonum


Edem pulmonum dengan emboli paru akut dan kronik
Edem pulmonum dengan penyakit oklusi vena
Bat wing edema
Edema permeabel dengan DAD ( kerusakan alveolar difus)
Edema permeabel tanpa DAD ( kerusakan alveolar difus)
Edema campuran

GAMBARAN KLINIS DAN RADIOLOGIS


Edema Karena Peningkatan Tekanan Hidrostatik
Ada 2 fase radiologi atau 2 patofisiologi yang dikenal dalam perkembangan

edema ini : edema intertitial dan edema alveolar. Fase ini pada hakikatnya identik
dengan gagal jantung kiri dan cairan yang berlebihan. Intensitas dan durasi dari
kedua fase berhubungan dengan derajat dari peningkatan tekanan, dimana
dibedakan dengan ratio tekanan hidrostatik onkotik.
Interstitial edema terjadi dengan peningkatan 15 25 mmHg pada rata
rata tekanan arteri transmural, pembesaran ringan dari ruang peribronkovaskular,
adanya garis Kerly, dan efusi pleura. Jika kuantitas peningkatan cairan
ekstravaskular berlanjut, edema ini akan migrasi ke sentral dengan gambaran
pembuluh darah kabur secara progesif.
Pertama, pada level lobar dan berlanjut ke level hilus. Pada saat ini,
radiolusensi paru menurun secara mencolok, membuat identifikasi pembuluh
darah perifer kecil menjadi sulit, peribronkial cuffing menjadi terlihat jelas,
terutama di daerah perihiler. Dengan peningkatan tekanan transmural melebihi 25
mmHg, drainase cairan dari kompartemen ekstravaskular berada pada kapasitas
maksimum dan fase kedua (alveolar yang terbanjiri) dimulai, mengawali
pelebaran edema tiba tiba kedalam ruang alveolar, membuat nodul kecil atau
area acinar yang meningkatkan gambaran opaq lalu bergabung menjadi frank
konsolidasi.
Beberapa investigasi dari para observasi, dengan peningkatan tekanan
seperti ini, onset edema alveolar berhubungan dengan tekanan langsung yang
menginduksi kerusakan dari epitel alveolar.
Kateter arteri pulmonalis yang paling sering digunakan untuk mengukur
tekanan hidrostatik pada pasien di ICU. Pulmonary capillary wedge pressure

digunakan untuk menggambarkan tekanan atrium kiri dan berhubungan baik


dengan ciri ciri radiologi pada CHF dan hipertensi vena pulmonalis.

Bat Wing Edema


Bat wing edema mengarah ke sentral, distribusi non-gravitasional dari
edema alveolar. Hal ini terlihat dibawah 10% kasus edem pulmo, dan biasanya
terjadi dengan perkembangan gagal jantung yang cepat seperti yang terlihat pada
insufisiensi mitral akut (berhubungan dengan ruptur otot papilar, infark miokard
masif, dekstruksi katup yang menjadi septik endokarditis) dan gagal ginjal. Pada
bat wing edema, korteks paru terbebas dari cairan alveolar atau interstitial.

10

Kondisi patologi ini berkembang sangat cepat, ini ditandai sebagai infiltrat
alveolar.
Beberapa teori telah menjelaskan patofisiologi dari bat wing edema. Satu
dari beberapa teori tersebut terlibat dalam peningkatan konduktivitas hidrolik.
Mukopolisakarida mengisi ruang di perivaskular cytoskeleton, dibawah kondisi
normal, menghambat aliran dari cairan. Investigator lain mengatakan efek pompa
dari siklus respirasi, dimana lebih nyata di korteks paru dan menyebabkan semua
aliran cairan menuju ke hilum

Edem pulmo post obstruksi


Edem pulmo post obstruksi terjadi setelah bebas dari obstruksi jalan nafas
atas dan menggambarkan bentuk murni dari edem hidotastik. Hal ini kebanyakan
sering terjadi karena benda asing yang terjepit, laringospasme, epiglotitis, dan
strangulasi.
Jika obstruksi terjadi terutama dengan inspirasi paksa sebagai pasien yang
berusaha untuk bernafas (Muller Manuver), hal ini akan menyebabkan tekanan
11

negativ intratorakik tinggi yang menyebabkan peningkatan pengembalian vena.


Edema yang dihasilkan karena terjadi tiba tiba, ditandai dengan menurunnya
tekanan negativ pleural, dimana mengarah ke gradien hidrostatik tinggi diantara
kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. Obstruksi yang mencegah
insipirasi dan ekspirasi membuat tekanan intrathorakik tinggi yang memperburuk
perkembangan edema. Selanjutnya, edema berkembang sebagai obstruksi yang
sudah lepas dan tekanan intrathorakik menurun drastis.
Pada pemeriksaan radiografi dada dan CT, edem pulmo post obstruksi
bermanifestasi sebagai garis septal, peribronkial cuffing, dan beberapa kasus,
edema alveolar sentral. Temuan ini serupa dengan yang ada di edema tekanan.
Ukuran kardia biasanya normal, menyatakan edema tekanan tidak berhubungan
dengan overhidrasi. Resolusi dari gejala klinikal dan temuan radiologi biasanya
cepat dan terjadi diantara 2-3 hari.

Edema dengan embolisme paru akut dan kronik


Edem pulmo kadang kadang terlihat pada radiografi dada dalam emboli
paru akut. Meskipun menggunakan CT helical untuk menilai emboli paru akut,
edem pulmo terlihat hanya dibawah 10% kasus. Edem pulmo biasanya muncul
pada CT sebagai area heterogen dalam peningkatan penipisan ground-glass
terlokalisasi pada teritorial arteri segmental atau subsegmental patent.
Bagaimanapun, beberapa pengarang menyatakan, pada emboli paru kronik, area
ini mengalami peningkatan penipisan, juga menggambarkan parenkim paru yang
normal tanpa adanya edem pulmo yang mendasari.
Beberapa pengarang juga memberi gagasan bahwa hal ini alasan mengapa
edem pulmo tidak dapat terlihat pada area penipisan tinggi menggunakan CT
resolusi tinggi. Jika hal ini benar, edem pulmo (ketika muncul) seharusnya primer
ke hidrostatik, superimpose pada penyakit emboli.

12

Di sisi lain, mekanisme terjadinya edem pulmo pada emboli paru akut masif
berhubungan langsung dengan hipertensi pulmo. Hipertensi ini menyebabkan
oklusi lebih dari 50%

arteri pulmo. Karena output jantung sebelah kanan

langsung melalui penurunan jaringan arteri, tekanan hidrostatik kapiler meningkat


nyata. Hasilnya meningkatkan perfusi area tidak termasuk dari trombosis vaskular
menuju edema.
Edem pulmo biasanya terlihat pada pasien dengan emboli paru kronik, area
penipisan ground-glass berhubungan langsung dengan dilatasi arteri pulmo dalam
lebih dari 70% kasus emboli paru kronik. Oleh karena itu, area ini mungkin
sumber campuran dan berhubungan dengan overperfusi simpel atau hiperemi dan
akumulasi dari komponen cairan ekstravaskular di dalam regio perfusi.
Patogenesis dari area fokal edem pulmo telah di demontrasikan dalam singlephoton emission CT dan scintigrafi dari paru. Juxta posisi dari area peningkatan
penipisan ground-glass dengan area hipoperfusi menghasilkan pola mosaik
familiar, yang diketahui sebagai oligemia mosaik.

Edema dengan penyakit oklusi vena paru


Penyakit oklusi vena paru adalah kondisi yang mematikan berhubungan
dengan menyempitnya atau menyumbatnya vena pulmo kecil dan venula oleh
trombi organis. Proses dari penyakit ini mempertunjukkan keterlibatan luas paru
tapi tidak melibatkan vena paru yang besar. Penyakit oklusi vena paru tidak
memiliki prediksi gender atau umur dan menyebabkan edema tipe hidrostatik
dimana

peningkatan

tekanan

hidrostatik

berhubungan

langsung

dengan

peningkatan resistensi perifer. Patogenesis tetap tidak jelas, meskipun penemuan


kesamaan antara penyakit oklusi vena pada liver telah di dilaporkan.
13

Penggunaan kontrasepsi oral mungkin memainkan perannya pada penyakit


oklusi vena pada paru dan hepar karena ini dapat mengurangi produksi sel endotel
dan metabolisme dari prostaglandin dengan protasiklin, dimana kedua ini
merupakan inhibitor kuat dari koagulasi.
Pasien datang dengan dispnea progresif yang cepat, orthopnea, edem pulmo
akut dengan atau tanpa hemoptisis. Ciri ciri diagnostik termasuk normal atau
rendah pulmonary capillary wedges pressure mencerminkan patensi dari vena
pulmo yang besar, hipertensi arteri pulmonal, dan edema. Radiografi dada dan CT
mengungkapkan pembesaran arteri pulmonalis, edema interstitial difus dengan
beberapa garis Kerley, peribronkial cuffing, dan dilatasi ventrikel kanan.

2.5.2

Edem Permeabel Dengan Kerusakan Alveolar Difus


ARDS adalah istilah untuk variasi akut dan subakut, lesi paru difus dapat

membuat hipoksemia berat. Lesi ini berhubungan dengan berbagai variasi faktor
presipitasi dan tidak menyebabkan atau terpengaruh oleh insufisiensi kardia yang
terjadi bersamaan. Oleh karena itu, ARDS terjadi tanpa peningkatan tekanan
kapiler paru.
ARDS muncul sebagai bentuk yang paling berat dari edem permeabel yang
berhubungan dengan kerusakan alveolar difus. Kerusakan alveolar difus mungkin
merupakan hasil langsung dari faktor presipitasi lokal atau mungkin terjadi
sekunder dari beberapa kondisi sistemik. Primer atau cedera langsung pada
alveolar dan endotel vaskular paru biasanya hasil dari paparan sel terhadap agen

14

kimia, patogen infeksius, cairan gastrik, atau gas toksik, dimana yang
menghancurkan sel atau kehancuran sel yang berat.
Kerusakan yang kedua adalah akibat kaskade biokimia sistemik membuat
agen oksidan, media inflamasi, dan enzim, dimana juga merugikan sel endotel
selama sepsis, pankreatitis, trauma berat, atau transfusi darah. Pada dasar dari
perbedaan etiologi, 2 mayor mekanisme patofisiologi dalam perkembangan ARDS
:

ARDS merupakan penyakit paru yang mendasari, dimana berhubungan

dengan konsolidasi paru


ARDS merupakan tambahan dari penyakit ekstrapulmonal, dimana
bermanifestasi sebagai edem intertitial dan kolaps alveolar
Mekanisme ini berdasarkan dari mekanisme ventilasi fisiologi dan

meskipun mereka belum punya bukti patologi, mereka harus mempunyai


implikasi untuk pengobatan yang berbeda terhadap pasien yang terpengaruh.
ARDS meliputi 3 hal tingkatan overlapping yang sering. Tingkatan pertama
(eksudatif), ciri cirinya dengan edem intertitial dengan isi protein yang tinggi
yang mengisi ruang alveolar dengan cepat dan berhubungan dengan perdarahan,
dan membuat formasi membran hyalin. Ekstensi yang cepat dari edema ke dalam
ruang alveolar mungkin menjelaskan penemuan yang tipikal ada di edem
intertitial (contoh : garis Kerley) tidak terkemuka di ARDS.
Tingkatan kedua (proliferatif), bermanifestasi sebagai organisasi dari
eksudat fibrinous. Mengikuti organisasi ini, regenerasi garis alveolar dan
penebalan septa alveolar. Tingkatan ketiga (fibrotik), ciri cirinya dengan
berbagai variasi derajat berparut dan formasi kista subpleural dan intapulmonal.
Awalnya, kebanyakan pasien datang dengan beberapa gejala klinikal,
mereka berkembang menjadi dispnea progresif yang cepat, takipnea, dan sianosis.
Muncul hipoksemia, tidak reponsif terhadap terapi oksigen, terutama terhadap
kehadiran arterivena shunt. Bantuan mekanisme ventilasi dengan tekanan
ekspirasi akhir positif biasanya dibutuhkan untuk mengembangkan parenkim
paru adekuat dan meningkatkan difusi oksigen.
Tingkatan eksudatif awal mempertunjukkan beberapa temuan radiology.
Awalnya, edema intertitial terlihat, diikuti peningkatan gambaran opaq dengan
cepat oleh area perihilar. Progesi dari edem intertitial ke pengisian ruang alveolar
dapat disamakan dengan kemunculan konsolidasi alveolar yang meluas pada air
bronkogram.
15

Dibandingkan dengan edem hidrostatik, edem alveolar pada ARDS biasanya


memiliki distribusi lebih perifer atau kortikal. Tanda radiologi yang biasanya
ditemukan tipikal pada edem kardiogenik ( contoh : kardiomegali, redistribusi
vaskular apikal, garis Kerley ) tidak ditemukan. Meskipun kehadiran dari
kerusakan alveolar difus, homogenous, ARDS biasanya memperlihatkan gradien
gravitasi yang mudah terlihat pada CT dan bisa dimodifikasi dengan perubahan
posisi pasien. Atelektasis juga faktor penting dari regio distribusi inhomogen dari
ARDS. Lagi pula, pola gravitasi ini dapat membantu menyingkirkan proses
infeksi yang bersamaan, karena atelektasis dependen lebih sering terjadi pada
pasien ARDS awal tanpa pneumonia.
Dari progesi penyakit ke tingkatan proliferasi, terlihat peningkatan
gambaran opaq pada pola inhomogen dari area ground-glass, sepanjang
modifikasi awal fibrosis. Selama tingkatan fibrosis, lesi kistik subpleural dan
intrapulmonal mungkin terlihat, dan mungkin menjadi penyebab langsung dari
pneumothoraks. Episode eksudatif rekuren dapat tetap terjadi pada tingkatan
proliferatif dan fibrosis, menghasilkan temuan radiologi campuran yang
memperlihatkan bagian dari ketiga tingkatan tersebut secara bersamaan.
ARDS atipikal, dimana memiliki ciri ciri keunggulan konsolidasi ruang
udara anterior pada pasien supine, dimana teramati pada 5% pasien yang
menjalani CT selama tingkatan eksudatif. Penjelasan patofisilogi untuk temuan ini
belum jelas, tapi mungkin melibatkan regio yang berbeda dalam mekanikal
tekanan ventilasi.

16

2.5.3

Edem Permeabel Tanpa Kerusakan Alveolar Difus


Seperti nama diatas, edem permeabel tanpa kerusakan alveolar difus

mengarahkan pada edem pulmo dimana perubahan permeabel tidak berhubungan


dengan DAD secara primer. Ketiadaan dari kerusakan selular sering tidak terbukti
secara patologikal tapi mungkin di duga dari bagian klinik dan radiologi penyakit
karena regresi yang cepat sering terlihat dengan perbaikan ventilasi terjadi dalam
waktu periode yang singkat. Meskipun beberapa derajat dari DAD mungkin
muncul, kerusakan tinggal minor dan biasanya hanya partial mempengaruhi hasil
pasien.
Edem Pulmo Karena Ketinggian Tinggi
Edem pulmo karena ketinggi tinggi berpotensi mengakibatkan kondisi fatal
terjadi pada individual sehat. Hal ini karena terpapar lama oleh lingkungan dengan
tekanan atmosfer oksigen sebagian yang rendah. Edem pulmo karena ketinggian
tinggi lebih sering terjadi pada laki laki muda, 24 48 jam setelah mereka
mendaki cepat sampai di ketinggian lebih dari 3000 meter dan tinggal di
lingkungan itu. Beberapa kasus dari edem pulmo karena ketinggian tinggi telah
digambarkan dalam literatur, sering menunjukkan kerentenan individu.
Edem pulmo karena ketinggian tinggi biasanya di ikuti penyakit gunung
akut, dimana sebenernya muncul di tengah penyakit dan dapat bertindak sebagai
indikator menghalangi edem pulmo karena ketinggia tinggi. Manifestasi klinik
termasuk dispnea saat beristirahat, batuk dengan produksi sputum merah muda
berbusa, dan gangguan neurologi berkaitan dengan edem otak yang bersamaan.
Level saturasi oksigen arteri sesuai langsung dengan beratnya dari gangguan dan
mungkin dibawah 38%.

17

Patofisiologi dari edem pulmo karena ketinggian tinggi masih kontroversial.


Bagaimanpun, tetap ada persetujuan umum dimana kondisi ini hasil dari hipoksia
akut dan persisten, dimana menginduksi vasokontriksi heterogen menuju ke
hipertensi pulmonalis yang nyata. Hal ini beralih menginduksi kebocoran endotel
dimana menghasilkan edem intertitial dan alveolar tanpa DAD. Kebocoran
vaskular ini membuat isi edem dengan protein tinggi, dimana menjelaskan
munculnya sputum yang berbusa. Manifestasi klinik edem pulmo akibat
ketinggian tinggi akan terpecahkan dengan cepat jika pasien cepat turun ke
ketinggian yang lebih rendah dan menjalani terapi oksigen dan vasodilator pulmo
dengan adekuat.
Gambaran radiologi dari edem pulmo karena ketinggian tinggi bervariasi
dengan derajat hipoksia yang muncul. Biasanya, kondisi ini bermanifestasi
sebagai edem intertitial sentral yang berhubungan dengan peribronkial cuffing, illdefines vessel, dan sebuah tambalan, lebih sering pola asimetrik konsolidasi ruang
udara. Beberapa garis Kerley mungkin terlihat. Edem pulmo karena ketinggian
tinggi yang ringan, konsolidasi ruang udara mungkin tidak kentara atau mungkin
tidak ada dengan sedikit atau tidak adanya keterlibatan batas luar paru. Beberapa
kasus berat, memiliki kecenderungan menjadi confluent dan alhasil melibatkan
seluruh parenkim paru.
Edem Pulmo yang di Induksi Heroin
Edem pulmo berhubungan langsung dengan overdosis opiat, hampir hanya
dengan heroin tapi juga jarang bertemu dengan pengguna kokain dan crack.
Edem pulmo yang diinduksi oleh heroin terlihat dalam 15% kasus dari overdosis
heroin dengan rating 10% dari keseluruhan kematian. Overdosis heroin dipercaya
langsung akibat depresi dari senter medula respirasi dan mengarah ke hipoksia
dan asidosis, dimana kedua ini menyebabkan edem pulmo tanpa DAD. Ketiadaan
DAD dapat diduga langsung dari resolusi cepat dari gangguan dalam semua kasus
yang tidak berkomplikasi oleh aspirasi isi gastrik atau infeksi. Tidak seperti
kokain, heroin tidak mempunyai efek kerusakan langsung terhadap fungsi
miokard.
Sering kali pasien dengan overdosis heroin mungkin baring tak bergerak
dalam pemberian posisi untuk beberapa jam dan bahkan beberapa hari. Posisi
berbarng ini membuat berkembangnya distribusi asimetrik dari edema yang

18

berhubungan dengan ketergantungan gravitasi dan mungkin mengarahkan ke


cedera tabrakan luas dengan hubungan kerusakan otot dan terjadi insufisiensi
renal.
Pada radiologi, edem pulmo yang di induksi oleh heroin tidak dapat
dibedakan dengan tipe edem pulmo tanpa DAD lainnya. Bermanifestasi sebagai
tersebar luas, patchy, konsolidasi ruang udara bilateral, ill-defined vessels,
peribronkial cuffing, dan sering mengalami komplikasi oleh edem yang
disebabkan cairan yang berlebihan terkait insufisiensi renal. Ketika edem pulmo
yang di induksi heroin tidak berhubungan dengan insufisiensi renal atau
komplikasi lain seperti aspirasi is gastrik, resolusi cepat dari infiltrat terjadi dalam
1 2 hari tanpa perburukan parenkim.

2.5.4 Edema Campuran


Edema pulmo neurogenik
Edem pulmo neurogenik terlihat pada hampir 50% pasien menderita cedera
otak berat seperti trauma, perdarahan subaraknoid, stroke, status epileptikus.
Membedakan antara edem pulmo neurogenik dari cairan berlebihan yang simpel
19

atau edema post ekstubasi mungkin sulit jika tidak memungkinkan dalam pasien
trauma atau segera operasi. Oleh karena itu, diagnosis dari edem pulmo
neurogenik didapatkan dari eksklusi. Ini akan menghasilkan kontroversi, tapi
mungkin melibatkan kombinasi dari faktor yang berhubungan dengan edema
hidostatik tanpa DAD. Mekanisme selular yang menyebabkan kebocoran sel juga
tidak dapat dimengerti. Modifikasi dari jalan neurovegetativ mungkin penyebab
terjadi secara tiba tiba, peningkatan tekanan mikrovaskular paru secara
signifikan, terutama pada venula pulmonal. Hal ini mengarahkan pada penurunan
aliran vena, dimana menyebabkan hipertensi arteri dan kapiler paru. Selain itu,
mungkin adanya efek langsung mediator yang bervariasi yang menyebabkan
kebocoran sel endotel vaskular dan junction sel.
Pasien datang dengan derajar dispnea yang bervariasi, takipnea, dan sianosis
secara singkat setelah cedera otak. Tanda dan gejala ini sering cepat menurun atau
hilang dalam beberapa kasus. Radiografi dada konvensional menunjukkan
kehadiran bilateral, daripada konsolidasi homogen ruang udara, dimana
predominan di bagian apikal sekitar 50% kasus. Temuan radiologi pada edema
pulmo neurogenik juga menghilang dalam 1 2 hari dengan demikian
mengkonfirmasi ketiadaan hubungan dengan DAD.

Edem pulmo reperfusi


Edem pulmo reperfusi adalah akut, campuran, edem non kardiogenik yang
telah diamati hampir 90% - 100% dari pasien yang telah mengalami
tromboendarterektomi paru untuk emboli paru masif atau untuk jaringan dan
stenosis segmental terkait dengan emboli paru kronik. Mekanisme patofisiologi
utama dari kelainan ini yaitu berhubungan langsung dengan peningkatan yang
cepat aliran pembuluh darah dan tekanan darah di area distal untuk re-kanalisasi
arteri pulmonal.

20

Mekanisme lain seperti stress mekanik dari intervensi operasi dan


fenomena biokemikal ( contoh : lepasnya radikal oksigen oleh netrofil, perubahan
dari produksi surfaktan) harus dipertimbangkan.
Pasien berkembang menjadi dispnea, takipnea, dan batuk selama 24 48
jam pertama setelah kejadian reperfusi. Mereka hampir harus selalu membutuhkan
terapi oksigen dan terkadang juga membutuhkan dukungan ventilasi mekanik.
Temuan radiologi dari edem pulmo terlihat dalam 2 hari pertama
mengikuti operasi. Temuan dalam radiologi dada konvensional biasanya terdiri
atas konsolidasi ruang udara heterogen predominasi di area distal untuk rekanalisasi pembuluh. Akhir akhir ini, pemeriksa juga menemukan distribusi
acak dari edem pulmo sampai 50% kasus. Pada hipotesis pengarang, edem pulmo
reperfusi mungkin juga terpengaruh faktor sistemik yang belum teridentifikasi.

2.6
DIAGNOSIS
Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat ( jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
Pemeriksaan fisik :

Sianosis sentral
Sesak nafas dengan bunyi nafas melalui mukus berbuih
Ronkhi basah di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut asma karidal

21

Takikardia dengan gallop S3


Murmur bila ada kelainan katup

Elektrokardiografi :

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,

tergantung penyebab gagal jantung


Gambaran infark, LVH atau aritmia bisa ditemukan

Laboratorium :

Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula mula rendah dan

kemudian hiperkapnia
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard

Foto thoraks :

Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru
Kadang kadang timbul efusi pleura

Ekokardiografi : tergantung penyebab gagal jantung

2.7

Kelainan katup
Hipertrofi ventrikel (hipertensi)
Segmental wall motion abnormality (PJK)
Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang

praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam
mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif.
Gambaran radiologi yang ditemukan : Pelebaran atau penebalan hilus
(pelebaran pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral);Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis (gambaran
seperti

granuloma-granuloma

kecil

atau

nodul

milier);

gambaran

air

bronchogram terlihat pada beberapa kasus edema paru.


Analisa gas darah, meskipun kurang spesifik, PO2, PCO2, dan pH merupakan
penunjuk yang informatif dalam menilai fungsi paru pada edema. Analisa gas
darah tidak sensitif pada fase awal edema. PO2 arteri meningkat pada stadium

22

awal dari peningkatan tekanan edema karena peningkatan tekanan pembuluh darah. PCO2
arteri, pada stadium awal cenderung rendah. Perubahan PCO2 menandakan
terjadinya penurunan ventilasi alveolar.
.
2.8

PENATALAKSANAAN
1. Posisi duduk
2. Oksigen (40%-50%) sampai 8 L / menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk : pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator /
3.
4.
5.
6.
7.

bipep
Infus emergensi
Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada
Nitrogliserin sublingual atau intravena
Diuretik. Furosemid 40 60 mg IV selama 2 menit
Morfin 2 5 mg dengan dextrosa atau larutan elektrolit IV selama 3 menit.
Kalau tidak begitu gawat di berikan 8 15 mg SC atau IM

Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah


sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/
kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid.
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug / kgBB / menit bila tidak memberi respon
dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai
tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat
ke organ organ vital.

23

BAB 3
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN
Edema pulmonal adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru

yang terjadi secara mendadak, dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang
tinggi (edema paru cardiac) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia.
Edema pulmonal dapat di klasifikasikan menjadi :
A. Edema karena peningkatan tekanan hidrostatik
1. Post obstruktif edem pulmonum
2. Edem pulmonum dengan emboli paru akut dan kronik
3. Edem pulmonum dengan penyakit oklusi vena
4. Bat wing edema
B. Edema permeabel dengan DAD ( kerusakan alveolar difus)
C. Edema permeabel tanpa DAD ( kerusakan alveolar difus)
24

D. Edema campuran
Pemeriksaan penunjang rontgen thorax diperlukan untuk menegakkan
diagnosis dari edema pulmunom. Penatalaksanaan pada pasien dengan edema
pulmonum yaitu perbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi.
Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui patogenesis, gambaran
klinis, gambaran radiologis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada edema
pulmonum.

3.2

SARAN
Penulis mengaku di dalam referat ini masih banyak kekurangan, karena itu

penulis mengharap saran yang membangun dari dosen pembimbing guna


perbaikan referat ini dan sehingga dapat memberikan wawasan dalam
pengembangan penyusunan referat selanjutnya.

25

Anda mungkin juga menyukai