Anda di halaman 1dari 5

Kumpulan Asuhan Keperawatan

Blog ini
Di-link Dari Sini
Web
Blog ini

Di-link Dari Sini

Web

Kamis, 13 Januari 2011


Asuhan Keperawatan Labio Palatoshcizis (Bibir Sumbing)

A. Pengertian
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat bawaan berupa celah
pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit (Fitri Purwanto, 2001).
Labio palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut
palato shcizis (sumbing palatum) labio shcizis (sumbing pada bibir) yang terjadi
akibat gagalnya perkembangan embrio (Hidayat, 2005).
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly yang berupa adanya
kelainan bentuk pada wajah ( Suryadi SKP, 2001).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa labio
palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa celah pada bibir atas, gusi,
rahang dan langit-langit yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio.
B. Patofisiologi
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena menikah/kawin
dengan saudara/kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh. Walau
yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Sumber makanan yang
mengandung seng antara lain : daging, sayur sayuran dan air. Di NTT airnya bahkan
tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antara kerabat atau saudara memang

menjadi pemicu munculnya penyakit generatif, (keterununan) yang sebelumnya


resesif. Kekurangan gizi lainya seperti kekurangan vit B6 dan B complek. Infeksi
pada janin pada usia kehamilan muda, dan salah minum obat obatan/jamu juga bisa
menyebabkan bibir sumbing.
Proses terjadinya labio palatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I dimana
terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada trimester I
terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada saat itu
terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak atau tulang
selama fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan maxilaris
maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan tersebut
akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan penyatuan
pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12 minggu, maka dapat
mengakibatkan sumbing pada palato (palato shcizis).
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Prioritas pertama antara lain pada
tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi, fasilitas
pertumbuhan dan perkembangan.
Penanganan : bedah plastik yang bertujuan menutupi kelainan, mencegah kelainan,
meningkatkan tumbuh kembang anak. Labio plasty dilakukan apabila sudah tercapai
rules of overten yaitu : umur diatas 10 minggu, BB diatas 10 ponds ( 5 kg), tidak
ada infeksi mulut, saluran pernafasan unutk mendapatkan bibir dan hidung yang baik,
koreksi hidung dilakukan pada operasi yang pertama. Palato plasty dilakukan pada
umur 12-18 bulan, pada usia 15 tahun dilakukan terapi dengan koreksi-koreksi bedah
plastik. Pada usia 7-8 tahun dilakukan bone skingraft, dan koreksi dengan flap
pharing. Bila terlalu awal sulit karena rongga mulut kecil. Terlambat, proses bicara
terganggu, tidak lanjutnya adalah pengaturan diet. Diet minum susu sesuai dengan
kebutuhan klien.
D. Konsep Tumbuh Kembang, Bermain, Nutrisi dan Dampak Hospitalisasi.
Dibawah ini akan diuraikan mengenai konsep tumbuh kembang, bermain, nutrisi dan
dampak hospitalisasi pada anak yang berumur 5 tahun.
1. Pertumbuhan, menurut Whalley dan Wong (2000), mengemukakan pertumbuhan
sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, hal ini merupakan suatu proses yang
alamiah yang terjadi pada setiap individu, sedangkan Marlow (1998) mengemukakan
pertumbuhan sebagai suatu peningkatan ukuran tubuh yang dapat diukur dengan
meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk berat badan.
Pertumbuhan pada anak usia 5 tahun pertumbuhan fisik khususnya berat badan
mengalami kenaikan rata-rata per tahunnya adalah 2 Kg, kelihatan kurus akan tetapi
aktifitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh mencapai kematangan seperti berjalan,
melompat, dan lain-lain. Pada pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan
bertambah rata-rata 6,75 sampai 7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2006).
2. Perkembangan, perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara
bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks
yang melalui maturasi dan pembelajaran. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

perkembangan anak diantaranya faktor herediter, faktor lingkungan, dan faktor


internal. Perkembangan psikoseksual, anak pada fase falik (3-6 tahun), selama fase ini
genitalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai
mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin, seringkali anak merasa penasaran
dengan pertanyaan yang diajukannya. Dengan perbedaan ini anak sering meniru ibu
atau bapaknya untuk memahami identitas gender (Freud). Pada masa ini anak
mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana anak pada umumnya
mengalami kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan
proses kemandirian dan masa ini adalah masa dimana perkembangan kognitif sudah
mulai menunjukkan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk
memasuki sekolah yang terlihat sekali kemampuan anak belum mampu menilai
sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman
belajar dengan lingkungan dan orang tuanya (Hidayat, 2006).
3. Nutrisi, nutrisi sangat penting untuk tumbuh dan berembang, anak membutuhkan
zat gizi yang esensial mencakup protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air
yang harus dikonsumsi secara seimbang, dengan jumlah yang sesuai kebutuhan pada
tahapan usianya. Kebutuhan cairan pada anak usia 5 tahun yaitu 1600-1800cc/24 jam
(Hidayat, 2006). Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal per kg BB, Pada masa
prasekolah kemampuan kemandirian dalam pemenuha kebutuhan nutrisi sudah mulai
muncul, sehingga segala peralatan yang berhubungan dengan makanan seperti garpu,
piring, sendok dan gelas semuanya harus dijalaskan pada anak atau doperkenalkan
dan dilatih dalam penggunaannya, sehingga dapat mengikuti aturan yang ada. Dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia ini sebaiknya penyediaan bervariasi menunya
untuk mencegah kebosanan, berikan susu dan makanan yang dianjurkan antara lain
daging, sup, sayuran dan buah-buahan.
4. Bermain , bermain merupakan suatu aktifitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berprilaku dewasa. Pada usia 3-6
tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan kreatifitas dan sosialisasi sehingga
sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangakan kemampuan menyamakan
dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan,
menumbuhkan sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan
dalam mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang
bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetisi serta gotong
royong. Sehingga jenis permainan yang dapat digunakan pada anak usia ini seperti
benda-benda sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat-alat gambar, kertas
untuk belajar melipat, gunting dan air.
5. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu poroses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya sampai kembali kerumah. Selama proses tersebut,
anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan
sterss. Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan
yang dirasakan amat, penuh kasih sayang, dan menanyakan, yaitu lingkungan rumah,
permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan dengan menolak
makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif

terhadap petugas kesehatan. Perawatan dirumah sakit juga membuat anak kehilangan
kontrol terhadap dirinya, anak merasa kehilangan kekuatan diri, malu, bersalah, atau
takut.anak akan bereaksi agresif dengan marah dan berontak, tidak mau bekerjasama
dengan perawat.
E. Pengkajian
Pada klien dengan labio palato schiziz diperoleh data sebagai berikut (post op labio
plasty) : perdarahan berlebihan akibat dari peregangan pada sisi insisi atau tanda
infeksi. Pernafasan stridor, distres atau obstruksi, iritasi kulit dibawah restrein siku.
Kemampuan terhadap tekhnik makanan.
Pemeriksaan penunjang
1. Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.
2. Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.
3. Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan struktur
dari orkumaxilaris.
4. Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.
5. MRI
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien labio palatoschizis menurut Fitri purwanto SKp
adalah sebagai berikut :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebetuhan tubuh atau tidak efektip dalam meneteki
ASI, berhubungan dengan ketidak mampuan menelan/kesukaran dalam makan,
sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
2. Risiko aspirasi, berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi
sekunder dari palato schizis.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi
pembedahan.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan tehnik pemberian makan,
dan perawatan di rumah.
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
6. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek anastesi, edema
setelah pembedahan, sekresi yang meningkat.
7. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan.
8. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan tampak kecacatan pada anak.
G. PERENCANAAN
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, maka perencanaan pada klien dengan labio
palatoschizis menurut Fitri purwanto SKp Fitri purwanto SKp adalah sebagai berikut:
1. Nutrisi yang adekuat dapat di pertahankan yang ditandai dengan adanya
peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai.
2. Anak akan bebas dari aspirasi
3. Anak tidak menunjukan tanda tanda infeksi sebelum dan setelah operasi, luka
tampak bersih, kering dan tidak edema.
4. Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode
pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan harapan perawatan
sebelum dan setelah operasi
5. Rasa nyaman anak dapat di pertahankan yang ditandai dengan anak tidak
menangis, tidak labil dan tidak gelisah.

6. Pada anak tidak ditemukan komplikasi sistem pernafasan yang ditandai dengan
jalan nafas bersih dan pernafasan teratur dan bunyi paru vesikuler.
7. Anak tidak memperlihatkan kerusakan pada kulit yang ditandai dengan insisi
tetap utuh, tidak ada tanda infeksi dan terdapat tanda tanda penyembuhan.
8. Orang tua sering melakukan bonding dengan anak yang ditandai dengan
keinginan untuk merawat anak, dan mampu untuk mengidentifikasi aspek positif pada
anak.
H. Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Potter (2005), merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah,
masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi
berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa
tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkahlangkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana
keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan
strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua
tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan
keperawatan
didokumentasikan
dalam
catatan
keperawatan.
Dalam
pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah
waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai
aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
I. Evaluasi
Evaluasi menurut Hidayat (2007), merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai,
berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek
penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah
intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam
evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar
keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu
evaluasi proses (evaluasi formatif) dan evaluasi hasil (evaluasi sumatif). Evaluasi
proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan
didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah
evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang
ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai