Anda di halaman 1dari 7

Pengalaman pasien yang menjalani kraniotomi terjaga untuk massa intracranial : ekspektasi,

Ingatan, kepuasan, dan hasil fungsional.


Abstrak :
Pendahuluan : Kraniotomi terjaga adalah salah satu tekhnik operasi bedah saraf untuk lesi pada
bagian korteks otak, namun, masih sedikit informasi mengenai pengalaman subjektif pasien pada
jenis operasi ini. Maka dari itu kami akan mengeksplor mengenai ekspektasi, ingatan, kepuasan
dan hasil fungsional dari operasi kraniotomi terjaga.
Metode : 3 semi struktur interview menggunakan metode pertanyaan terbuka dan tertutup
dilakukan pada 26 pasien (17 orang laki-laki, 9 wanita, usia antara 16-78 tahun) yang pertama
kali menjalani operasi kraniotomi di antara tahun 2007 dan 2009. 7 pasien interview secara
retrospektif dan 19 secra prospektif. Data klinis termasuk di dalamnya.
Hasil : Tema yang mengikuti muncul pada studi ini (1) kebanyakan pasien menunjukkan paham
dengan baik mengenai alasan di balik kraniotomi terjaga, (2) pasien merasa protokol tindakan
anastesi sedang tidur terjaga sedang tidur yang digunakan sesuai, (3)kepercayaan diri pasien
dan kesiapan pasien pada operasi tinggi, dikaitkan dengan kesiapan dari tim operasil. 7 dari 26
(27%) pasien tidak memiliki ingatan telah terjaga. Kebanyakan pasien mendapat pengalaman
positif anastesi dan operasi, ketika minoritas pasien melaporkan merasa sedikit nyeri (2/26;8%),
tidak nyaman (3/26;12%), ketakutan (4/26;15%) atau klaustrofobia (1/26;4%) saat menjalani
operasi. Pada follow up (6 minggu post operasi), kebanyakan fungsi pasien tidak terganggu,
hanya ada 1 komplikasi neurologis permanen dari operasi. Kami menemukan 24/26 (92%)
pasien puas terhadap pengalaman ini, 1 pasien tidak memiliki opini dan 1 pasien merasa tidak
puas. 5 dari 26 (19%) pasien masih melaporkan ketidak nyamanan dan 3/26 (12%) melaporkan
sedikit nyeri pada operasi. Ringkasan dari review literature pada pengalaman pasien dari
kraniotomi terjaga telah digabung.
Kesimpulan : Studi ini mengkonfirmasi bahwa kraniotomi terjaga menggunakan protokol
anestesi tertidur-terjaga-tertidur terbukrti aman dan dapat ditoleransi prosedurnya sesuai
dengan pengalaman kepuasan pasien dan hasil neurologis.

Pendahuluan
Kraniotomi terjaga adalah prosedur operasi massa intrakranial yang terbukti aman untuk region
otak. Pada keadaan ini, pasien sadar dan fungsional nya dapat di tes selama prosedur.
Keuntungan dari operasi kraniotomi terjaga ini adalah operator dapat meminimalisir resiko dari
komplikasi neurologis dan mengetes fungsi neurologis selama prosedur reseksi. Terdapat banyak
lesi yang memiliki resiko tinggi mengalami defisit permanen berdasarkan lokasinya dan lebih
menerima menggunakan tekhnik operasi ini (Gambar 1). Berdasarkan penemuan retrospektif
kelompok-sesuai, perbandingan dari kraniotomi terjaga versus tertidur, uji coba klinis secara
prospektif acak dilakukan untuk membandingkan variabel seperti lama rawat inap, keseluruhan
biaya rawat, dan kecacatan selama operasi diantara kelompok pasien kraniotomi terjaga dan
tertidur.

Operasi intracranial terjaga dilaksanakan selama 50 tahun dan terbukti di toleransi pada hampir
semua pasien, beberapa studi menilai pengalaman operasi pasien. Focus dari studi ini menilai
ekspektasi, kajian, kepuasan, dan hasil fungsional dari 26 pasien yang menjalani kraniotomi
terjaga menggunakan protokol tertidur-terjaga-tertidur.

Metode
2.1 Design studi
Studi ini menjelaskan mengenai seluruh praktik kraniotomi terjaga pada institusi kami dari
tahun 2007 sampai 2009. Hal ini membutuhkan data prospektif dan retrospektif. Design studi
dan quosioner interview telah di setujui di komite etnik RS Canberra dan universitas nasional
Australia. Setiap pasien dilakukan inform konsen.
2.2 Populasi pasien
Pada studi ini pasien telah di kelompokkan menjadi resiko sedang hingga resiko tinggi defisit
neurologis post operasi berdasarkan lokasi patologis intracranial (Gambar 1). 7 pasien telah
menjalani kraniotomi terjaga sebelumnya sebelum studi ini di mulai dan mereka direkruit secara
retrospektif via telefon. 21 pasien lainnya menjalani operasi setelah studi dimulai dan direkruti
secara prospektif. Dari 28 pasien tersebut, 1 pasien tidak termasuk, karena disfasia pada saat
presentasi yang menghalangi interview yang sesuai, lainnya menolak untuk berpartisipasi. 2 dari
pasien terdaftar menjalani kraniotomi yang kedua kalinya selama studi ini. Namun, mereka di
survey hanya berdasarkan pengalaman operasi pertama nya. Resonansi magnetic (MR) difusi
tensor imaging (DTI) dari traktus putih subkortikal, Bahasa, dan fungsi korteks motoric MRI dan
MR spektroskopi (MRS) telah digunakan sebagai bagian dari preoperative.
2.3 Intra operatif prosedur
Kranitomi terjaga telah dijalankan menggunakan tekhnik anestesi tertidur-terjaga-tertidur dengan
melibatkan propofol dan infus remifentanil (total intravenous anesthesia, TIVA) terapi tambahan
adalah klonidin dan dexametason. Posisi kepala diatur sedemikian rupa agar paparan selama
operasi optimal, jalur napas pasien, dan kenyamanan pasien. Pada keadaan ini, kepala supinasi
dengan maksimum rotasi kepala 45 derajat, fleksi leher minimal dan alat penyangga bahu
berukuran kecil digunakan. TIVA dihentikan kemudian dilakukan fiksasi kepala untuk mengecek
apakah pasien nyaman, kemudian di lanjutkan lagi selama kraniotomi. Untuk memfasilitasi
kenyamanan pasien selama proses terjaga, pemasangan kateter urin, penggunaan manset tekanan
darah, dan cairan IV minimal diberikan. Ketika pembukaan dural, kedalaman anestesi diturunkan
secara signifikan ke level sedasi ringan dan prosedur intracranial dilakukan sesuai dengan respon
pasien. Pengecualian pada pasien ke 14 dengan aneurisma, reseksi dan kliping dilakukan di
bawah panduan MRI. Stimulasi korteks langsung tidak digunakan pada studi ini karena
keterbatasan alat dan neurofisiologis. Pasien dengan massa parenkimal menjalani kortikal dan
subkortikal mapping sebelum operasi dengan f-MRI dan DTI. Data studi ini menggunakan
konjungsi tanpa frame stereotaxy untuk menolong perencanaan dan memverifikasi lokasi dari
kortikotomi dan lintasan ke lesi. Saat kortikotomi, dilakukan pengulangan test neurologis selama

operasi oleh anestesi termasuk ekspresi Bahasa, membaca, aritmatik, fungsi motoric dan fungsi
sensorik. Ketika pekerjaan intracranial selesai, TIVA dilanjutkan dan kraniotomi ditutup dengan
anestesi umum. Proseal Laringeal Mask Airway (PLMA) digunakan daripada intubasi
endotrakeal untuk meminimalisir batuk atau iritasi jalan napas selama pasien terbangun Sebelum
pasien bangun, terapi anestesi tambahan lainnya sering digunakan untuk mengoptimalisasi
kenyamanan pasien termasuk analgesic seperti parasetamol IV dan parecoxib, dan profilaksis
anti mual seperti ondansentron. Operasi selesai dalam 4 jam sejak pembukaan kulit kepala
sampai penutupannya.
2.4 Koleksi data
2.4.1 Data klinis
Data klinis dan demografis diambil dari rekaman RS dan dimasukkan kedalam lembaran data
Excel. Australia-modified Karnofsky skala status performansi (AKPS) digunakan untuk
mengukur status fungsional pasien preoperative dan memonitor progress post operasi. AKPS
adalah 11 point skala rating yang menggunakan 3 aspek dari kesehatan pasien (perawatan diri,
aktivitas dan kerja) dan jarak dari fungsi normal (100) ke mati (0). Untuk beberapa pasien, AKPS
ditentukan sesuai dengan penulis 1 hari pre-operatif, 3-5 hari post-operatif dan saat 6 minggu
follow up.
2.4.2 Interview pasien
Pasien berpartisipasi pada 3 semi stuktural interview seperti preoperatif, selama operasi dan post
operasi. Seluruh interview dilakukan oleh peneliti yang sama. Untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan, kuosioner teridiri dari pertanyaan tertutup dengan skala point penilaian 5 dan
pertanyaan terbuka yang sesuai diskusi. Pasien yang direkruit secara prospektif dipanggil 1-2
hari sebelum operasi untuk mendapatkan persetujuan, dan interview part1 dilakukan pada saat
itu. Part2 dilakukan 3-5 hari setelah operasi dan part 3 pada follow up ( 6 minggu post op).
pasien yang direkruit retrospektif pada studi ini dikirimkan email quosioner dan lembar
persetujuan, kemudian dilakukan pertemuan untuk melakukan interview 3 part secara bersamaan
(melalui telepon atau mendatangi rumah sakit). Untuk setiap pasien seluruh koleksi data
interview diverifikasi oleh mereka pada interview akhir untuk meyakinkan bahwa mereka puas
dengan apa yang mereka katakan.
2.5 Analisis
Respon pasien kepada pertanyaan tertutup seperti nyeri, ketidaknyamanan, dan kepuasan
dianalisis menggunakan Wilcoxon Rank-Sum test untuk mengidentifikasi perbedaan dari
kelompok retrospektif dan prospektif. Tidak ada perbedaan signifikan (p = 0,05 level) dan kedua
kelompok telah dikumpulkan untuk semua data analisis berikutnya. Respon pasien kepada
pertanyaan terbuka telah dianalisis menggunakan analisis tematik modifikasi.
3. Hasil
3.1 Profil pasien

Total 26 pasien (17 laki-laki, 9 perempuan) yang menjalani kraniotomi terjaga di antara 2007 dan
2009 telah terdaftar pada studi ini (table 1). Usia rata-rata adalah 46 tahun (antara 16-78). Terdiri
dari 15 astrositoma, 6 kavernomas, 1 anaplastik oligodendroglioma, 1 serebral neuroblastoma, 1
atherosklerotik aneurisma, 1 arteriovenosa fistula dan 1 metastasis karsinoma paru. Lesi ini
menggerogoti struktur kritis yaitu area Broka dan Wernicke, sensoris primer dan area motoric
primer dan insula (gambar 1).
3.2 Harapan pasien
3.2.1 Prasangka
Pasien berusaha untuk menghubungkan operasi otak ke pengalaman hidup sebelumnya antara
kerja, media popular atau operasi sebelumnya.
3.2.2 Reaksi awal
Reaksi awal pada kebanyakan pasien adalah mereka syok dan tidak percaya bahwa ide terjaga
tersebut pertama kalinya diuji kepada mereka. Namun, mereka berharap dengan hal tersebut
dirasakan dalam batas aman dibandingkan dengan standard kraniotomi. Hanya ada 1 pasien yang
berpikir bahwa seluruh operasi otak membuat pasien terjaga, dan kaget ketika mengetahui
bahwa terdapat opsi untuk mendapat operasi tertidur.
3.2.3 Perhatian preoperatif
Ketika ditanyakan kepada pasien apakah hal yang paling mereka perhatikan, mereka menjawab
tentang hasil dari operasi dan komplikasi seperti kematian, kecacatan permanen, dan reseksi
yang kurang optimal. Mereka juga membicarakan mengenai target fungsional setelah operasi,
kebanyakan berharap akan ada peningkatan kemampuan berbicara dan peningkatan fungsi
lainnya.
3.2.4 Protokol anestesi
Seluruh pasien sadar bahwa mereka tidak bias terbangun selama operasi. Ketika ditanyakan
kenapa, respon kebanyakan menyatakan bahwa hal itu akan menjadi tidak penting dan tidak
nyaman. Hampir seluruh pasien merasakan protokol anestesi tertidur-terjaga-tertidur sesuai
untuk mereka. Beberapa pasien acuh tak acuh mengenai protokol anestesi dan merasakan
keputusan terbaik dibuat oleh tim yang mengobati atau berdasarkan keamanan.
3.2.5 Persiapan sebelum operasi
Seluruh 26 pasien percaya diri dengan operasi dan menyerahkan persiapan operasi ini kepada tim
yang mengobati. Mereka merasa puas dengan jumlah informasi yang diterima dari tim mereka,
termasuk diskusi mengenai kranitomi terjaga, tipe dari test selama operasi dan komplikasi yang
kemungkinan terjadi. Hal ini berhubungan dengan post operasi ketika pasien ditanyakan apakah
terdapat informasi tambahan yang bias mereka dapatkan berdasarkan pengalaman yang mereka
dapatkan. Hampir semua mengatakan tidak ada informasi tambahan yang dibutuhkan. 3 pasien
mengatakan terlalu banyak informasi preoperatif yang mereka dapatkan. 1 pasien merasa gentar

dengan data kemungkinan komplikasi operasi yang akan di dapat, tapi mengakui perlunya
mendapat informasi.
3.3 Kajian pasien
Persepi yang merugikan, skala penilaian nya ringan sampai ke tidak ada. 3 dari 26 (12%) pasien
menilai selama operasi sedikit dirasakan ketidaknyamanan, dan 2/26 (8%) merasakan sedikit
nyeri.sumber nyeri dan ketidak nyamanan selama operasi dikatakan pasien (termasuk awal
induksi dan masa-masa awal setelah operasi) adalah kanula intravena (2 pasien), Kasur (1
pasien), dan Mayfield head Clamp (5 pasien). 4 dari 26 pasien (15 %) merasakan lebih dari
sedikit ketakutan, dan 3/26 mengatakan head-clamp menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa
nyeri. 1 pasien melaporkan merasakan klaustrofobia dan 1 pasien merasakan kepanasan. 7 dari
26 pasien (27%) tidak memiliki ingatan merasa terjaga selama operasi, 8/26 (31%) sedikit ingat
dan 11/26 (42%) memiliki ingatan besar. Ingatan pasien saat terjaga mengenai keberadaan staff
member, pembicaraanya, dan instruksi yang diberikan oleh tim anestesi dan suasana keberisikan
alat-alat di ruang operasi.
3.4 Kepuasan pasien
Masa-masa awal post-op, 10/26 (40%) pasien merasakan sedikit nyeri dan 11/26 (42%)
mengatakan sedikit tidak nyaman. Hampir seluruh pasien mengatakan mereka puas dengan
pengalaman ini, 1 pasien tidak berkomentar. Pada 6 minggu post-op dilakukan follow up, 3/26
(12%) masih melaporkan perasaan nyeri, dan 5/26 (20%) masih merasakan ketidaknyamanan.
Namun pada saat ini 24/26 (92%) pasien merasakan puas pada pengalaman ini, 1 orang tidak
berkomentar, dan 1 orang meras tidak puas. 16 dari 26 (62%) pasien merasakan kualitas hidup
mereka meningkat setelah menjalani operasi, dan 7/26 (27%) merasakan sama saja dan 3/26
(12%) merasakan perburukan.
3.5 Indikator hasil klinis
3.5.1 Defisit neurologis baru post operasi
Pada 7/26 (27%) pasien reseksi operasi dibubah (di stop pada lokasi anatomi dimana ditemukan
kemunculan defisit) karena mendeteksi defisit baru pada saat operasi selama test diulang, dan
hanya terdapat 1 komplikasi permanen operasi (1/26; 4%) pada keadaan ini (pasien 13 di table
1): perdarahan intra operatif selama reseksi dari kavernoma besar di insula kiri. Terdapat 4
komplikasi post operatif signifikan yang tidak berhubungan dengan defisit neurologis permanen :
1 pasien ( pasien ke 8 pada table 1) mengalami infeksi pada luka dan serebritis, yang
menghasilkan hemianopia yang terselesaikan saat follow up. Pasien kedua (pasien 11 di table 1)
dengan operasi tumor sebelumnya, radiasi dan steroid mendapatkan gangguan penyembuhan
luka dan mengalami dehisens dan transien ventrikulitis post operasi, berhasil disembuhkan
dengan debridement luka dan antibiotic intravena. Pasien lainnya (pasien 15 pada table 1)
mengalami disfasia post op ringan dan dirawat lagi setelah 2 hari keluar dengan mual dan
muntah. Pasien ini di rawat secara konservatif dan pada saat follow up fungsi neurologis intak.
Pasien ke empat (pasien 24 pada table 1) mengalami parsial transien hemianopia berhubungan
dengan edema ringan post operatif yang sembuh dalam 6 minggu setelah operasi. Komplikasi

anestesi terjadi pada 2 pasien, yaitu transien apneu selama sedasi untuk local anestesi infiltrasi
kulit pada kedua kasus. Pada keadaan ini, posisi Proseal Laringeal Mask Airway gagal
menyediakan jalur napas adekuat untuk ventilasi manual dan karena itu endotrakeal intubasi
dibutuhkan sementara. Transien bag-mask ventilasi dibutuhkan. Kedua kasus ini berjalan tanpa
kesulitan dan komplikasi.
3.5.2 Australia-modified Karnofsky performa status
Sebelum operasi, nilai median AKPS adalah 90 (antara 40 sampai 100), awal post op 85 (antara
50 100). 14 dari 26 (54%) menunjukkan peningkatan, 5/26 (19%) telahmendapat 100 pada
AKPS saat pre operatif dan tetap sampai follow up. 3 pasien pada sub-maksimal AKPS pre
operatif dan tetap pada level yang sama post op ketika 4/26 (15%) menunjukkan perburukan
pada AKPS nya. Rata-rata lama rawat pada keadaan akut setelah operasi adalah 5 hari (antara 314 hari), dengan 2-3 pasien pulang langsung ke rumah pada perawatan akut.
4. Diskusi
Kraniotomi terjaga disajikan kami untuk pasien dengan lesi yang mengenai atau melewati batas
regio otak dan yang memiliki resiko tinggi komplikasi operasi jika seluruh operasi dilakukan
dalam keadaan tertidur. Serebral elektrofisiologi merekam somatosensorik dan bangkitan
potensial motor dapat menguntungkan pada operasi tertidur, seperti merekam umpan balik
gangguan neurofisiologis yang lebih besar dan tidak memberikan spesifik informasi mengenai
Bahasa dan fungsi visual atau disfungsi neurologis. 7 defisit selama operasi ditemui selama
operasi (table 1), 6 terlibat Bahasa atau fungsi visual, dan penghentian segera resejsi pada lokasi
anatomi tersebut, hanya 1 defisit yang permanen, mendukung keuntungan dari testing terjaga.
Walaupun, 1 pasien pada penelitian ini mengalami aneurisma arteri dan fistula AV dura lainnya
dengan aneurima vena, kami mengakui bahwa ini merupakan indikasi tidak biasa untuk
kraniotomi terjaga, karena ini di indikasikan pada neoplasia konvensional. Pasien harus merasa
nyaman pada konsep terjaga selama operasi dan harus berkomunikasi lancar untuk melakukan
test selama operasi. Studi ini dilakukan untuk mengetahui pengalaman pribadi dan hasil
fungsional dari 26 pasien yang menjalani operasi kraniotomi terjaga pertama kalinya. Secara
keseluruhan pengalaman subjektif dan hasil objektif yang dihasilkan baik. Banyak dari data
pencarian kami mengkonfirmasi terdapat 2 jenis tematik kraniotomi terjaga lainnya yang di
publikasikan selama periode pengumpulan data. Perbandingan parameter studi kami dengan jenis
lainnya pada literature English peer-review menjelaskan pengalaman dari pasien kraniotomi
terjaga di table II. Kunci pesan studi kami di diskusikan disana.
4.1 Ekspektasi, protokol
Kepercayaan diri pasien mengenai persiapan operasi, dimana kita percaya bias di dapatkan
ketika diskusi pre-operatif dari operasi dasar, anestesi, dan protokol neurologis, merupakan
bagian penting pada kraniotomi terjaga. Banyak laporan mengenai protocol tertidur-terjagatertidur yang dipakai pada studi ini, ditoleransi baik oleh pasien, hanya 1 studi sebelumnya yang
melihat dari persepsi pasien dari operasi terjaga, dan kami menemukan bahwa operasi
menggunakan protocol tersebut ditoleransi dengan baik (table II). Studi kami mengkonfirmasi

penemuan itu, hampir semua pasien melaporkan bahwa protocol anestesi ini layak bagi mereka.
Beberapa institusi menghindari penggunaan anestesi umum bersamaan, karena hal tersebut dapat
menambah waktu operasi dan meningkatkan resiko patensi jalan nafas selama fase mekanik
transisi jalan nafas, bukan memilih untuk menjaga pasien terbius tapi masih berespon terhadap
rangsangan sepanjang operasi. Memang, 5 dari 7 studi di table II menggunakan tehnik bius
sadar dan hal itu dapat ditoleransi oleh pasien. Namun, 2 dari studi ini melaporkan beberapa
pasien mengalami nyeri yang signifikan dan ketidak nyamanan selama manipulasi dural,
kejadian ini dapat diminimalisir atau dihindaru melalui protocol tertidur-terjaga-tertidur.
4.2 Ingatan
Frekuensi dari tidak komplit atau tidak ada ingatan keadaan terjaga saat operasi ditemukan oleh
kami dan lainnya (table II) mungkin sebagian disebabkan karena dosis rendah dari agen anestetik
yang digunakan selama fase terjaga. Seperti Palese et al dan Khu et al (table II) kami
menemukan memori terjelas pasien saat operasi adalah suara (getaran dari mesin bor, suara
suction, dan pembicaraan antara pembedah, ahli anestesi dan staff ruangan).
4.3 Kepuasan
Beberapa pasien membuat saran untuk meningkatkan pengalaman bedah baik intra - operatif
dan pasca operasi. rekomendasi intra - operatif termasuk menempatkan bantal di bawah lutut
untuk meningkatkan kenyamanan dan penggunaan perangkat kompresi pneumatik untuk
membantu pijat kaki dan mencegah nyeri betis . Perangkat tersebut digunakan di sebagian
besar operasi sebagai mekanikal profilaksis DVT. Saran lain untuk meningkatkan termasuk
praktek menjalankan bagi pasien untuk menunjukkan posisi kepala dan tubuh mereka selama
operasi . Satu pasien disarankan kontak fisik yang terus-menerus ( misalnya memegang tangan
) dengan anggota tim yang mengobati pada seluruh tahap terjaga untuk membantu mereka
merasa lebih aman dan mengurangi kecemasan . Rekomendasi pasca operasi termasuk
memasok informasi kemoterapi yang sudah ada untuk pasien tumor otak .
4.4 hasil
26 pasien yang disurvei dalam penelitian ini merasa nyaman dengan pengalaman mereka
saat follow -up dan tidak dilaporkan adanya efek psikologis negatif dari operasi itu sendiri .
Dari perspektif anestesi , Costello dan Cormack telah menunjukkan empat faktor penentu
kunci keberhasilan dari kraniotomi terjaga : ( 1 ) tingkat rasa sakit ; ( 2 ) obstruksi jalan
napas ; ( 3 ) mual dan muntah dan ( 4 ) kejang . Berdasarkan keempat indikator tersebut ,
pengalaman anestesi berisiko rendah secara keseluruhan ditemukan dalam seri kami . Dari
perspektif neurologis , 26/01 ( 4 % ) pasien mengalami neurologis defisit permanen dan 4/26
( 15 % ) mengalami transient neurologis defisit . Temuan ini konsisten dengan yang
dilaporkan internasional nasional di keadaan terjaga lainnya dan seri kraniotomi
conventional melibatkan pasien dengan massa otak fasih , sampai dengan sekitar 70 %
transien dan 30 % deficit neurologis permanen.

Anda mungkin juga menyukai