Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

FOURNIER GANGREN
A. ANATOMI GENETALIA EKSTERNA PRIA
1. Penis
Penis berasal dari bahasa Latin yang artinya berarti "ekor" akar katanya sama
dengan phallus, yang memiliki arti sama adalah alat kelamin jantan. Penis merupakan
organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pemakaian istilah "penis" praktis
selalu dalam konteks biologi atau kedokteran. Istilah "falus" (dari phallus) dipakai dalam
konteks budaya, khususnya menerangkan gambran penis yang menegang (ereksi).
Lingga (atau lingam) adalah salah satu penggambaran falus. Penis terdiri dari:

Akar (menempel pada dinding perut)

Badan (merupakan bagian tengah dari penis)

Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut)

Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di ujung
glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi),
kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Badan
penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil. Dua rongga yang berukuran
lebih besar disebut korpus kavernosum yang terletak bersebelahan. Rongga yang ketiga
disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka
penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi). Penis terletak
menggantung didepan skrotum, bagian ujung disebut glans penis, bagian tangah disebut
korpus penis, bagian pangkal disebut radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis,
skrotum, dan perineum. Penis adalah alat kelamin laki-laki dan berisi saluran keluar
bersama untuk urin dan cairan mani. Penis terdiri dari tiga badan jaringan erektil
karvenosus silindris yang diliputi oleh kapsula fibrosa, yakni tunika albugenia. Di sebelah
luar tunika albugenia terdapat fascia penis profunda yang membentuk pembungkus
bersama untuk corpus spongiosum penis dan kedua korpus kavernosum penis. Di dalam
korpus kavernosum penis melintas pars spongiosa urethra. Kedua korpus kavernosum
penis saling bersentuhan di bidang medial, kecuali di sebelah dorsal yang berpisah
untuk membentuk crus masing-masing yang melekat pada ramus bersama os pubis dan
os ischii di sebelah kanan dan sebelah kiri.

Gambar 1
Penis potongan melintang

Radix penis terdiri dari krus penis, bulbus penis, dan musculus iskhiocavernosus dan
muskulus bulbospongiosus di kedua sisi. korpus penis adalah bagian bebas yang
tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali serabut muskulus
bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut muskulus iskhiokavernosus pada
kedua krus penis, penis tidak memiliki otot. Penis terdiri dari kedua korpus kavernosum dan
sebuah korpus spongiosum dan dilapisi oleh kulit. Ke arah distal korpus spongiosum penis
melebar untuk membentuk glans penis. Tepi glans penis, yakni corona glandis, melewati
ujung kedua korpus kavernosum penis. korona penis berada di atas sebuah penyempitan
melewati alur yang serong, yakni kolum glandis, yang membatasi glans penis terhadap
corpus penis.
Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superfisialis yang berasal
dari permukaan ventral simpisis pubik. Ligamentum suspensorium penis melintas ke kaudal
dan bercabang dua yang melekat pada fascia penis yang tak dapat digerakan dan
merupakan bagian yang bebas. Muskulus perinei superfisialis ialah muskulus transverse
perinei superfisialis, muskulus bulbospongiosus, muskulus ischiocavernosus. Otot-otot ini
terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua dipersarafi oleh nervus perinealis.
Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari prepusium dan di dalamnya terdapat
ruangan yang dangkal.
Fasia superfisialis
Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot

polos.
Korpora kavernosa penis
Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas benangbenang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan membentuk

satu saluran.
Korpus kavernosa uretra
Merupakan bagian dari penis yang berisi uretra. Di dalam batang penis terlihat

berbentuk silinder lebih kecil dari kavernosa penis.


Glans penis
Bagian akhir anterior dari korpus kavernosa uretra memanjang kedalam
bentuknya seperti jamur. Glans penis ini licin dan kuat, bagian perifernya lebih

besar hingga membentuk pinggir yang bundar disebut korona glandis.


Bulbus uretra
Merupakan pembesaran bagian posterior 3-4 cm dari korpus kavernosa uretra,
letaknya superfisialis dari diafragma urogenitallis.
Penis dilekatkan oleh beberapa ligamentum antara lain Ligamentum fundiformis

penis : lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan dari dinding abdominalis
anterior diatas pubis Ligamentum suspensorium penis berupa benang berbentuk
segitiga. Bagian eksterna dari fasia profunda menggantung pada dorsum, sedangkan

akar penis ke bagian inferior linea alba, simpisis pubis, dan ligamentum arkuarta
pubis, kruris iskhio pubis dan bulbus diafragma urogenitalis sebagai alat
penggantung penis. Pada penis juga terdapat beberapa pembuluh darah. Pembuluh
darah penis antara lain Arteri pudenda interna : cabang arteri hipogastrika yang
menyuplai darah untuk ruangan kavernosa. Arteri profunda penis : cabang dari arteri
dorsalis penis, bercabang terbuka langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler
ini akan menyuplai darah ke trabekula ruangan kavernosa dan dikembalikan ke vena
pada dorsum membentuk vena dorsalis penis melewati permukaan superior korpora
lalu bergabung dengan yang lain. Saraf pada penis merupakan cabang dari nervus
pudendus dan pleksus. Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan
(organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu
reproduksi.

Gambar 2
Anatomi penis
2. Skrotum
Skrotum adalah sebuah kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang melindungi
testis berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta
di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan labia mayora pada
organ kelamin perempuan. Skrotum manusia dan beberapa mamalia dapat ditumbuhi
rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh ketika individu memasuki
tahap pubertas. Skrotum terdiri atas kulit tanpa lemak memiliki sedikit jaringan otot yang
berada dalam pembungkus disebut tunika vaginalis. Sepasang skrotum ini menggantung
didasar pelvis. Pada bagian depan skrotum terdapat penis dan dibelakangnya terdapat
anus. Skrotum adalah sebuah kantong fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan
yang berhubungan. Skrotum terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap
simphisis pubik. Pembentukan embrional skrotum secara bilateral menjadi nyata dari
raphe scrota di garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai
raphe penis dan ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum.
Vaskularisasi arterial pada skrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus
pendarahan bagian ventral skrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal. Bagian
ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testikularis dan arteria kremasterica.

Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada skrotum di mulai dari vena scrotales
mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta externa. Pembuluh
limfe dari skrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Skrotum
adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit dan fascia superficialis.
Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia superficialis
terdapat lapisan otot polos yang tipis, dikenal sebagai fascia dartos, yang berkontraksi
sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas permukaan
kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa
selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi
fascia superficialis perineum.

Gambar 3
Anatomi skrotum

Arteri Untuk Skrotum :


Ramus perinealis dari arteria pudenda interna.
Arteriae pudendae externae dari arteria femoralis.
Arteria cremasterica dari arteria epigastrica inferior.
Venae skrotales mengiringi arteri-arteri tersebut. Pembuluh limfe ditampung oleh nodi
lymphoidei inguinales superficiales.
Saraf-Saraf pada skrotum :
Ramus genitalis dari nervus genitofemoralis (L1,L2) yang bercabang menjadi

cabang sensoris pada permukaan scrotum ventral dan lateral.


Cabang nervus ilioinguinalis (L1), juga untuk permukaan skrotum ventral.
Ramus perinealis dari nervus pudendalis (S2-S4) untuk permukaan scrotum

dorsal.
Ramus perinealis dari nervus kutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk

permukaan scrotum kaudal.


Persarafan pada skrotum.
Bagian ventral testis dipersarafi oleh nervus ilioinguinalis dan oleh ramus genitalis
nervus genitofemoralis. Bagian dorsal memperoleh persarafan dari ramus medialis dan
ramus scrotalis nervi perinealis dan ramus perinealis nervi cutanei femoralis posterioris.
Lapisan skrotum.
Kulit
: warna kecoklatan, tipis, dan mempunyai flika/rugae.
Tunika dartos
: berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum.
Fungsi skrotum adalah menjaga suhu dari testis agar tetap optimal yakni di bawah suhu
tubuh. Pada manusia, suhu testis sekitar 34 C. Pengaturan suhu dilakukan dengan
mengeratkan atau melonggarkan skrotum, sehingga testis dapat bergerak mendekat atau

menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan bergerak
menjauh pada suhu panas.

Gambar 3
Anatomi skrotum

B. DEFINISI
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada
daerah penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal
namun jarang terjadi. FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883 oleh seorang
venerologis Prancis Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG memiliki karakteristik khas,
yaitu akan menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang akan
menyebabkan nekrosis kulit di sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula penyakitnya
(onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangren
yang luas dan menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun terakhir ini insiden
FG cenderung meningkat yang disebabkan oleh faktor predisposisi dari FG seperti
diabetes mellitus, imunosupresi, dan penyakit hati dan ginjal kronik juga meningkat.
Infeksi pada sebagian besar kasus FG merupakan gabungan sinergis antara bakteri
aerob dan anaerob.
C. EPIDEMIOLOGI
Fournier gangren relatif jarang, namun kejadian yang tepat dari penyakit ini
tidak diketahui. Dalam review Fournier gangren pada tahun 1992, Paty dan rekan
kerja terdapat sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur sejak 1883
laporan Fournier, menghasilkan prevalensi 1 kasus di 7500 orang Sebuah tinjauan
kasus retrospektif. Terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam literatur dari
1950-1999, dengan rata-rata 97 kasus per tahun dilaporkan dari 1989-1998. Peneliti
lain telah melaporkan sekitar 600 kasus Fournier gangren di dunia sejak tahun 1996,
dimana Frekuensi Fournier gangren di dunia tidak berubah secara bermakna.

Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada Fournier gangren untuk setiap
wilayah di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika, seksual
dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria ke
perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui cairan
vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang
lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi
pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56
kasus anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan.

D. ETIOLOGI
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin, tetapi
penyebab Fournier ganggren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari jumlah
kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal, saluran
urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab ganggren Fournier pada
anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan
perforasi usus yang terjadi karena cedera kolorektal atau komplikasi keganasan
kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran
urogenital, penyebab ganggren Fournier mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral,
cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,
epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan
penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada dermatologi,
penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan skrotum, dan
trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien
lumpuh menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan
adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis
aborsi, vulva atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat
dicurigai sebagai penyebab Fournier ganggren. Pada pria, seks pada daerah anal
dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan Fournier ganggren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis,
omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.
Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba dengan
rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan Bacteroides
adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah sebagai berikut5:

Gram-negative
E. coli
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Proteus mirabilis
Enterobacteria
Gram-positive
Staphylococcus aureus
Beta
Hemolytic

Streptococcus Group B
Streptococcus faecalis
Staphylococcus epidermidis

Anaerobes
Peptococcus
Fusobacterium
Clostridium perfringens

Mycobacteria
Mycobacterium tuberculosis

Yeasts
Candida albican

E. MANIFESTASI KLINIS
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin.
Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:

Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari

Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema


pada kulit di atasnya yang disertai pruritus

Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya

Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)

Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen


dari luka
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan

fisik. Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan
saraf menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal
tanpa disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar
derajat nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat
kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda
penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga
ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem,
edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut
dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri
anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang
dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam,
takikardia dan hipotensi.
F. FAKTOR RESIKO

Setiap kondisi yang menekan imunitas seluler dapat mempengaruhi


pasien untuk terjadinya Fournier gangren, seperti12:

Diabetes mellitus (sebanyak 60% dari kasus)


Malnutrisi
Alkoholisme
Usia lanjut
Vascular penyakit panggul
Keganasan
Lupus eritematosus sistemik
Penyakit crohn
Infeksi HIV
Iatrogenik
kekebalan
(misalnya
terapi

jangka

panjang

kortikosteroid).
G. PATOFISIOLOGI
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya
FG. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan
kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut
iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai
2-3 cm/jam.
Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan
skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui
fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan
diafragma urogenital secara posterior dan pada ramus pubis secara lateral,
sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang,
karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki
suplai darah terpisah dari area infeksi.
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang
sering terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2)
virulensi dari mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi ini memungkinkan
untuk masuknya mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun
memberikan lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi
mikroorganisme mempercepat penyebaran cepat penyakit ini.

Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)

H. Infeksi polymicrobial di daerah perineum

Sinergi polymicroba dalam pembentukan enzim

Koagulasi pembuluh nutrient

Trombus pembuluh nutrient

Penurunan suplai darah

Penurunan oksigen jaringan

Pertumbuhan organisme anaerob & aerob

Produksi enzim lecithinase & collagenase

Digesti barrier fascia

Obliterative endartheritis

Nekrosis pembuluh darah kutan dan subkutan

Iskemia lokal dan proliferasi bakteri lebih lanjut


Infeksi pada fascia perineum (colles fascia)

I.

DIAGNOSIS
a) Anamnesis dan Pemerksaan Fisis
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat
kelamin. Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap
berikut:
Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7
hari
Rasa

sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan

edema pada kulit di atasnya yang disertai pruritus


Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase
purulen dari luka

Edema

dinding

Gambar 5
skrotum
dan

perubahan

warna

kulit

Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan


temuan fisik. Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang
akibat jaringan saraf menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini
bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok septik dan kemerahan.
Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih mendalam
efek sistemik. Pada Pemeriksaan fisis yang dapat dilakukan adalah

palpasi dari alat kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk
menilai tanda-tanda penyakit dan untuk mencari potensi masuknya
portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal,
ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun
gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat menentukan derajat dari
bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi
yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat memproduksi
gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi.
J. Pemeriksaan penunjang
a) Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses
infeksi dan untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan
mengevaluasi potensi sepsis-yang menyebabkan trombositopenia.
Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT), Activated Partial
Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen sangat
membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP.
Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang
terlibat

serta

menilai

keadaan

septisemia.

Kimia

darah

untuk

mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk mencari bukti dehidrasi dapat


diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin rasio, yang cenderung
terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar gula dalam
darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan
untuk DM atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial
blodd gas (ABG) untuk memberikan penilaian yang lebih akurat
gangguan asam dan basa. Asidosis dengan yang dapat terjadi dengan
hiperglikemia atau hipoglikemia.1,5
b) Foto Polos Radiologi
Foto polos radiologi harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi
keberadaan

dan luasnya

penyakit

fournier, terutama jika dari

pemeriksaan klinis tidak dapat disimpulkan. Gas dalam jaringan lunak


dapat lebih mudah terdeteksi modalitas pencitraan dibandingkan
dengan pemeriksaan fisik. Radiografi polos harus menjadi pemeriksaan
pencitraan awal. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah gas jaringan
lunak, benda asing, atau edema pada jaringan skrotum. Gas dalam
jaringan lunak bermanifestasi sebagai daerah hiperlusen. Namun, tidak

adanya gas (hiperlusen) pada foto polos tidak dapat menyingkirkan


diagnosis.

Gambar 6
Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri
testis dan infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior
menunjukkan tanda radiolusen

(panah) dalam jaringan lunak yang

melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai


emfisema subkutan.
c) CT-Scan (Computed Tomography)
Meskipun diagnosis Fournier gangren adalah paling sering
dibuat secara klinis, CT-scan dapat membantu pada pasien yang
diagnosis tidak jelas atau sulit untuk menetukan luasnya penyakit. CTscan memiliki kekhususan yang lebih besar untuk mengevaluasi
penyakit dibandinkan foto polos radiografi, USG, atau pemeriksaan
fisik. Dengan meluasnya penggunaan CT-scan dalam kondisi darurat,
Fournier gangren semakin banyak dipelajari dengan teknik pencitraan.
CT-scan memainkan peran penting dalam diagnosis serta evaluasi
penyakit, jalur anatomi penyebaran gangren, akumulasi cairan,abses,
emfisema subkutan dan perluasannya yang paling baik dinilai dengan
CT-scan. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi struktur
perineum yang dapat terlibat oleh Fournier gangren, tetapi membantu
menilai retroperitoneum yang dapat menyebar pada penyakit ini. CTscan dapat mengidentifikasi udara dalam jaringan lunak sebelum
krepitasi terdeteksi. Hingga 90% dari pasien dengan Fournier gangren

telah dilaporkan memiliki emfisema subkutan, sehingga setidaknya 10%


tidak menunjukkan pada temuan ini.
CT-scan dapat membantu mengevaluasi baik bagian superfisial
dan profunda dari fasia. Dalam banyak kasus, pemeriksaan fisik tidak
akurat membantu memprediksi tingkat nekrosis ditemukan di operas.
CT-scan juga penting dalam membedakan Fournier gangren dari yang
lain kurang agresif seperti jaringan lunak edema atau selulitis, yang
mungkin tampak mirip dengan Fournier gangren pada pemeriksaan
fisik. Selain itu, CT-scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang
merupakan tindak lanjut dari terapi respon seperti pada pemberian
antibiotik

spektrum

luas

dan

debridemen

yang

penting

untuk

keberhasilan.

Gambar 7
Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan
pembengkakan skrotum, nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan
nyeri perut. CT-scan kontrast yang diperbesar menunjukkan skrotum
yang mengandung fokus gas (Panah gambar a) Pada daerah sisi
kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan
subkutan dari daerah medial kanan di region glutealis melalui fasia
Colles (panahgambar b).
d) USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum
menebal mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili
gas dalam dinding skrotum. Bukti gas dalam skrotum dinding dapat
dilihat sebelum pemeriksaan fisik yang ditemukan adanya krepitasi.
Biasanya juga terdapat hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan
epididimis sering normal dalam ukuran dan ekotekstur karena
vaskularisasi yang berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling sering

bertahan karena suplai darah ke skrotum berbeda dengan yang ke


testis. Pasokan darah skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari
arteri femoralis sedangkan pasokan darah testis adalah dari cabang
dari aorta. Jika terdapat keterlibatan testis, ada kemungkinan sumber
infeksi berasal dari intra abdominal atau retroperitoneal. USG juga
berguna dalam membedakan Fournier gangren dari hernia inguinal
skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen usus, jauh
dari dinding skrotum. USG lebih unggul dalam foto polos radiografi,
karena isi skrotum dapat diperiksa bersama dengan aliran darah
Doppler. Jaringan lunak udara juga lebih jelas di USG daripada di
radiografi, tetapi CT lebih unggul baik di USG dan radiografi
menunjukkan Fournier gangren baik melaui perluasannya dan penyakit
yang mendasarinya.

Gambar 9
Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan
demam. USG menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung)
dengan bayangan ang kabur yang mewakili udara di dinding skrotum
dan perineum. Terdapat juga akumulasi cairan (tanda panah) di
jaringan subkutan.
e) Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis
patologis Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang
pertama

akan

mendapat

manfaat

dari

debridement

eksisional,

sedangkan yang kedua jarang membutuhkan bedah eksisi. Sampel


biopsi harus diambil mencakup kulit dan fasia superfisialis dan
profunda. Sampel ini dapat dikirim untuk frozen section untuk menilai
nekrosis fasia. Keterlibatan fasia muncul sebagai pembengkakan juga
akibat nekrosis pada analisis mikroskopis.

Gambar 10
Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin)
necrotizing fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi .
Panah menunjuk ke absen epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian
kulit skrotum hiper-dan parakeratotic memberi jalan untuk ulserasi luas.
K. PENATALAKSAAN
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki
keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan
Fournier gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan
untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan

nekrotik. Pada pasien dengan

gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi agresif


untuk memulihkan perfusi organ normal

harus lebih diutamakan daripada

prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan gangren


Fournier

meliputi

resusitasi

agresif

dalam

mengantisipasi

operasi.

Menyediakan manajemen jalan nafas jika ada indikasi, berikan oksigen


tambahan, dan membangun intravena (IV) akses dan pemantauan jantung
terus menerus.

Pengganti

kristaloid

diindikasikan

untuk

pasien

yang

mengalami dehidrasi atau menampilkan tanda-tanda syok. Awal, antibiotik


spektrum luas yang ditunjukkan. Tetanus profilaksis diindikasikan jika terjadi
ulkus pada jaringan lunak.Selain itu, kondisi komorbiditas yang mendasari
(misalnya, diabetes, alkoholisme)

harus diatasi. Kondisi seperti itu sering

terjadi pada pasien-pasien dan berpotensi sebagai faktor predisposisi Fournier


ganggren. Kegagalan untuk memadai mengelola kondisi komorbiditas dapat
mengancam

keberhasilan bahkan intervensi yang

paling tepat untuk

menyelesaikan Penyakit menular.


a) Antibiotik
Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum
luas terapi antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci,
streptokokus, Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Dimana

secara empiris ciprofloksasin dan klindamisin dapat digunakan.


Klindamisin sangat berguna dalam pengobatan nekrosis jaringan lunak
infeksi karena spektrum gram positif dan anaerob. Klindamisin telah
terbukti untuk menghasilkan tingkat respons unggul daripada penisilin
atau eritromisin. Pilihan lain yang mungkin termasuk ampisilin /
sulbaktam, tikarsilin / klavulanat, atau piperasilin / Tazobactam dalam
bentuk kombinasi dengan aminoglikosida dan metronidazole atau
Klindamisin. Vankomisin dapat digunakan untuk menyediakan cakupan
untuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Dalam
kasus yang berhubungan dengan sindrom sepsis, terapi dengan
imunoglobulin intravena (IVIG), yang diduga untuk menetralisir
superantigens (misalnya, streptotoxins A dan B) diyakini mengurangi
respon sitokin berlebihan, telah terbukti menjadi pembantu yang baik
untuk antibiotik dan

bedah debridemen. Jika pada tes kalium

hidroksida [KOH] menunjukkan adanya jamur, tambahkan agen empirik


anti jamur seperti amfoterisin B atau caspofungin.
b) Debridemen
Tujuan debridemen

adalah mengangkat

seluruh jaringan

nekrosis (devitalized tissue) sebelum dilakukan debridement sebaiknya


dicari sumber infeksi dari uretra atau dari kolorektal dengan melakukan
uretroskoi atau proktoskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan diversi
urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan melakukan kolostomi.
Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu
pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan
evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu
dilakukan

operasi

ulang.

Debridement

yang

kurang

sempurna

seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan dilaporkan dapat terjadi


dua atau empat kali harus masuk kamar operasi. Pemberian oksigen
hiperbarik masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi kuman
anrobik. Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan
kombinasi rendam duduk hangat, dan pemberian hydrogen peroksida.
Pemberian madu yang belum diproses bergun dalam membersihkan
jaringan nekrosis secara enzimatik mneguangi bau, mampu menstrilkan
luka, menyerap air dari luk dan memperbaiki oksigenasi jaringan dan
meningkatkan epiteliisasi. Angka mortalis gangren Founier berkisar ari
7-75% dengan rerata 20. Berbagai faktor yang mempengaruhi
terjadinya mortalitas adalah usia lanjut , penyakit yang sudah menjalar

uar, syok atau sepsis, kultur darah menunjukan bakteriemia, dan


uremia.4

Gambar 11
Ektensif debridemen dari Fournier gangrene
c) Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan
dalam pengobatan gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan
antara lain : ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min dan

atmfor 100

oksigen inhalasi setiap 20 menit. HBO meningkatkan kadar tekanan


oksigen dalam jaringan dan memiliki efek menguntungkan berbagai
penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik
yang dibebaskan, yang secara langsung beracun terhadap bakteri
anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis berikutnya
mengarah

ke

penyembuhan

luka

dipercepat.

Ini

merupakan

kontraindikasi untuk ruang vakum udara di dalam tubuh yang dapat


menyebabkan kerusakan karena ekspansi setelah kembali tekanan
atmosfer normal, seperti sinusitis, otitis media, asma, dan penyakit paru
bulosa. Pada pasien diabetes, seperti hipoglikemia dapat diperburuk
oleh HBO. Beberapa penulis mempertanyakan efektivitas empiris HBO,
menunjukkan bahwa pasien harus dipilih hanya jika ada permukaan
tubuh daerah besar keterlibatan yang siap untuk transplantasi kulit
dalam menanggapi reaksi infeksi bakteri anaerob.
d) Rekonstruksi Bedah
Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi
menjahit, ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi
miomukotaneus pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan
primer, terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum. Kecacatan
besar biasa paling sering timbul saat pencangkokan kulit. Kulit kaki
yang sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan untuk pencangkokan.

Cacat pada kulit batang penis harus terhindar dari

pencangkokkan

untuk mencegah pembentukan bekas luka fibrosis karena berhubungan


dengan masalah ereksi.

Pada cacat yang luas, terutama di mana

tendon yang terkena vaskularisasi miokutaneus harus digunakan. Pada


daerah medial paha misalnya myocutaneous gracilis flap pedikel dapat
memberikan hasil terbaik karena dapat menutup kedekatan dengan
mobilitas dan perineum yang baik. Flaps lain yang menggunakan arteri
epigastrika inferior juga dapat dipertimbangkan. Pada pria dengan
penyakit striktur uretra yang mendasarinya, uretroplasti mungkin sangat
sulit atau tidak mungkin karena kehilangan kulit penoskrotal yang cukup
luas dan bahkan dari uretra sendiri. Mukosa bukal dapat digunakan
untuk merekonstruksi uretra, tetapi dalam beberapa kasus dengan
jaringan yang luas tidaklah mendapatkan hasil memuaskan, uretrostomi
perineum permanen mungkin solusi terbaik.

Gambar 12
Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene
L. KOMPLIKASI
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi
sistemik, atau respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea
kekebalan organ yang merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang
belum terselesaikan dan biasanya melibatkan paru, kardiovaskular, sistem
ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous, dan cedera serebrovaskular juga
telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi sebagai akibat
sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan debridemen.
Komplikasi akhir meliputi :
Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi)
Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut

Imobilisasi dengan kontraktur yang lama

Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan

depresi dismorfik
Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang
selanjutnya thrombophlebitis.

M. PROGNOSIS
Kecacatan pada skrotum, perineum, penis, dan kulit di perut
memerlukan

prosedur

rekonstruksi.

Prognosis

untuk

pasien

setelah

rekonstruksi Fournier gangren biasanya baik. Skrotum memiliki kemampuan


untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi dan terjadi nekrosis
Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan penis
mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut
pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi
gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis.
Fournier Gangrene Severity Index (FGSI) mendasar pada penyimpangan dari
rentang referensi parameter klinis berikut :
Suhu
Denyut jantung
Pernapasan Tingkat
Darah putih jumlah sel
Hematokrit
Serum natrium
Serum kalium
Serum kreatinin
Serum bikarbonat
Resiko kematian berbanding lurus dengan usia pasien dan tingkat
toksisitas sistemik pada saat masuk, serta keterlibatan jaringan lokal.
Prognosis yang lebih baik ada pada usia yang lebih muda dari 60 tahun,
penyakit klinis lokal, tidak adanya toksisitas sistemik (misalnya, FGSI rendah),
dan kultur darah steril. Pada penyakit diabetes dan infeksi HIV tidak terkait
dengan kematian yang lebih tinggi. Dalam beberapa penelitian, Fournier
gangren yang berasal dari penyakit anorektal membawa prognosis yang lebih
buruk daripada kasus yang disebabkan oleh faktor-faktor lain. Tingkat kematian
dilaporkan untuk Fournier gangren bervariasi mulai setinggi 75%. Namun,
dalam 600 kasus Fournier gangren ditemukan 100 kematian terjadi untuk
tingkat kematian 16,5%. Dalam seri yang mencakup lebih dari 20 pasien,
angka kematian berkisar 4-54%, dengan sebagian besar studi melaporkan
tingkat kematian dari 20-30%. Faktor yang terkait dengan kematian yang tinggi

termasuk sumber anorektal, usia lanjut, penyakit yang luas (melibatkan dinding
perut atau paha), syokatau sepsis pada presentasi, gagal ginjal, dan disfungsi
hati. Kematian biasanya terjadi akibat penyakit sistemik seperti sepsis
(biasanya gram negatif), koagulopati, gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis,
atau kegagalan organ multipel. Mortalitas pada tetanus yang terkait dengan
Fournier gangren telah dilaporkan dalam literatur.

N. ASUHAN KEPERAWATAN
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridemen atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti
untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh
benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil
absesnya, bersama dengan pemberian obat analgetik. Drainase, abses
dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah
berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak.
Fokus Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organorgan yang terkena
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :

Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal

(selama curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer
hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara
jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat,
kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/cairan
Gejala

Anoreksia, mual, muntah.

Tanda

Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot

(malnutrisi). Penurunan haluaran, konsentrasi urine; perkembangan ke


arah oliguria, anuria.
5. Neurosensori
Gejala

Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda

Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma

6. Nyeri/kenyamanan

Gejala

Kejang abdominal, lokalisasi nyeri/ketidaknyamanan, urtikaria,

pruritus umum.
7. Pemafasan
Tanda

Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan,

penggunaan kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.


Tanda

Suhu umumnya meningkat (37,95C atau lebih) tetapi mungkin

normal pada lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah


36,5C), menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase purulen,
lokalisasi eritema, ruam eritema makuler.
8. Sexualitas
Gejala

Perineal pruritus

Tanda

Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.

9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala

Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker,

hati, jantung, ginjal, kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja


menjalani operasi prosedur invasif, luka traumatik.
10. Pertimbangan : Menunjukan lama hari rawat 7,5 hari.
11. Rencana

pemulangan

Mungkin

dibutuhkan

bantuan

dengan

perawatan/alat dan bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan


tugas-tugas rumah tangga

Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang diagnosis sekunder terhadap
Fournier Gangren
Intervensi: Dapatkan riwayat kesehatan untuk menentukan:
- Kekhawatiran pasien
- Tingkat pengertian
- Pemberian edukasi
2) Retensi Urin b/d obstruksi uretral sekunder terhadap Fournier Gangren
Intervensi:
-

Kaji tanda-tanda retensi urin


Kateterisasi pasien
Berikan agen kolinergik yang diresepkan
Monitor efek medikasi

3) Kurang pengetahuan b/d kurangnya indormasi sekunder terhadap Fournier


Gangren
Intervensi:

Pastikan tingkat pengetahuan pasien


Dukung komunikasi dengan pasien
Tentukan kemampuan dan kesiapan pasien dan hambatan dalam

belajar
Identifikasi keluarga yang membutuhkan informasi

4) Disfungsi seksual b/d efek terapi sekunder terhadap Fournier Gangren


Intervensi:
-

Informasikan pasien tentang terapi


Tentukan riwayat
Libatkan pasangan dalam membangun pengertian

5) Nyeri akut b/d insisi surgikal


Intervensi:
-

Tingkatkan kenyamanan pasien


Posisikan dengan hati-hati
Berikan analgesik
Kompres hangat atau dingin

6) Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam fungsi


Intervensi:
-

Kaji perasaan pasien terhadap citra tubuh


Dukung pasien untuk menyatakan kekhawatirannya
Identifikasi potensi terhadap harga diri:
o Perubahan penampilan
o Penurunan fungsi seksual
o Penurunan energy

DAFTAR PUSTAKA
Burch, Draion, Timothy, Vincent. Fourniers Gangrene : Be Alert forThis Medical
Emergency. [online]. 2007. [citied Agustus, 8 2012]. Available from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW770.pdf
Hansen JT, Koeppen BM. Netters Atlas of Human Physiology. Volume 1, 10th
edition. Elsevier. 20010. 365
Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer.
2006. 50-140
Levenson, Robin B, Ajay K, Noveline Robert. Fournier Gangrene : Role of
Imaging1. [online]. 2008. [citied agustus, 8 2012]. Avaiabe from
http://pdf.guttmacher.org/pubs/journals/311267.pdf

Morpurgo, Emillio, Susan. Fournier gangrene. [online]. 2006. [citied Agutus 2012].
Available from : http://www/midcf.org/journlas/4335.pdf
Neary, Elaine. A Case of Fourniers Gangrene. [online]. 2005. [citied Agustus
2012]. Available from : http://www.nejm.org/36621.pdf.
Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2011. [citied Agustus,
2012]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/2028899overview
Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi :
6, volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22.
Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 2. Malang : Sagung Seto, 2008. 5056.
Putz, R, Pabst. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Volume 2, 14th edition. Elsevier.
2005. 198
Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008.
795-800
Slone, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. 2005. 347-52
Stockinger, Zsolt. Fournier Gangrene. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012].
Available from : http://www.guttmacher.org/pubs/journals/3116205.pdf
Thimons, Jhon. Recognizing Necrotising fasciitis. [online].2012. [citied Agustus, 8
2012]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22621627.pdf
Thwaini, Khan A, Malik A. Fourniers gangrene and its Emergency Management.
[online].

2005.

[citied

Agustus,

2012].

Available

from

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW780.pdf
Zgraj, Oskar, Sri Paran, Maureen. Neonatal Scrotal Wall Necrotizing Fasciitis
(Fournier Gangrene) : A Case Report. [online]. 2011. [citied Agustus, 8
2012]. Available from : http://creative.commons.org/licenses/by/2.0

Anda mungkin juga menyukai