FOURNIER GANGREN
A. ANATOMI GENETALIA EKSTERNA PRIA
1. Penis
Penis berasal dari bahasa Latin yang artinya berarti "ekor" akar katanya sama
dengan phallus, yang memiliki arti sama adalah alat kelamin jantan. Penis merupakan
organ eksternal, karena berada di luar ruang tubuh. Pemakaian istilah "penis" praktis
selalu dalam konteks biologi atau kedokteran. Istilah "falus" (dari phallus) dipakai dalam
konteks budaya, khususnya menerangkan gambran penis yang menegang (ereksi).
Lingga (atau lingam) adalah salah satu penggambaran falus. Penis terdiri dari:
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di ujung
glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi),
kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Badan
penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil. Dua rongga yang berukuran
lebih besar disebut korpus kavernosum yang terletak bersebelahan. Rongga yang ketiga
disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka
penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi). Penis terletak
menggantung didepan skrotum, bagian ujung disebut glans penis, bagian tangah disebut
korpus penis, bagian pangkal disebut radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis,
skrotum, dan perineum. Penis adalah alat kelamin laki-laki dan berisi saluran keluar
bersama untuk urin dan cairan mani. Penis terdiri dari tiga badan jaringan erektil
karvenosus silindris yang diliputi oleh kapsula fibrosa, yakni tunika albugenia. Di sebelah
luar tunika albugenia terdapat fascia penis profunda yang membentuk pembungkus
bersama untuk corpus spongiosum penis dan kedua korpus kavernosum penis. Di dalam
korpus kavernosum penis melintas pars spongiosa urethra. Kedua korpus kavernosum
penis saling bersentuhan di bidang medial, kecuali di sebelah dorsal yang berpisah
untuk membentuk crus masing-masing yang melekat pada ramus bersama os pubis dan
os ischii di sebelah kanan dan sebelah kiri.
Gambar 1
Penis potongan melintang
Radix penis terdiri dari krus penis, bulbus penis, dan musculus iskhiocavernosus dan
muskulus bulbospongiosus di kedua sisi. korpus penis adalah bagian bebas yang
tergantung sewaktu penis berada dalam keadaan lemas. Kecuali serabut muskulus
bulbospongiosus yang menutupi bulbus penis dan serabut muskulus iskhiokavernosus pada
kedua krus penis, penis tidak memiliki otot. Penis terdiri dari kedua korpus kavernosum dan
sebuah korpus spongiosum dan dilapisi oleh kulit. Ke arah distal korpus spongiosum penis
melebar untuk membentuk glans penis. Tepi glans penis, yakni corona glandis, melewati
ujung kedua korpus kavernosum penis. korona penis berada di atas sebuah penyempitan
melewati alur yang serong, yakni kolum glandis, yang membatasi glans penis terhadap
corpus penis.
Ligamentum suspensorium penis adalah kondensasi fascia superfisialis yang berasal
dari permukaan ventral simpisis pubik. Ligamentum suspensorium penis melintas ke kaudal
dan bercabang dua yang melekat pada fascia penis yang tak dapat digerakan dan
merupakan bagian yang bebas. Muskulus perinei superfisialis ialah muskulus transverse
perinei superfisialis, muskulus bulbospongiosus, muskulus ischiocavernosus. Otot-otot ini
terletak dalam spatium perinei superficial, dan semua dipersarafi oleh nervus perinealis.
Prepusium yang menutupi glans dipisahkan dari prepusium dan di dalamnya terdapat
ruangan yang dangkal.
Fasia superfisialis
Secara langsung berhubungan dengan fasia skrotum dengan lapisan sel otot
polos.
Korpora kavernosa penis
Korpora kavernosus penis ditutupi oleh kapsul kuat yang terdiri atas benangbenang superfisialis dan profunda mempunyai arah longitudinal dan membentuk
satu saluran.
Korpus kavernosa uretra
Merupakan bagian dari penis yang berisi uretra. Di dalam batang penis terlihat
penis : lapisan tebal yang berasal dari fasia superfisialis dan dari dinding abdominalis
anterior diatas pubis Ligamentum suspensorium penis berupa benang berbentuk
segitiga. Bagian eksterna dari fasia profunda menggantung pada dorsum, sedangkan
akar penis ke bagian inferior linea alba, simpisis pubis, dan ligamentum arkuarta
pubis, kruris iskhio pubis dan bulbus diafragma urogenitalis sebagai alat
penggantung penis. Pada penis juga terdapat beberapa pembuluh darah. Pembuluh
darah penis antara lain Arteri pudenda interna : cabang arteri hipogastrika yang
menyuplai darah untuk ruangan kavernosa. Arteri profunda penis : cabang dari arteri
dorsalis penis, bercabang terbuka langsung ke ruangan kavernosa. Cabang kapiler
ini akan menyuplai darah ke trabekula ruangan kavernosa dan dikembalikan ke vena
pada dorsum membentuk vena dorsalis penis melewati permukaan superior korpora
lalu bergabung dengan yang lain. Saraf pada penis merupakan cabang dari nervus
pudendus dan pleksus. Fungsi penis secara biologi adalah sebagai alat pembuangan
(organ ekskresi) sisa metabolisme berwujud cairan (urinasi) dan sebagai alat bantu
reproduksi.
Gambar 2
Anatomi penis
2. Skrotum
Skrotum adalah sebuah kantung yang terdiri dari kulit dan otot yang melindungi
testis berwarna gelap dan berlipat-lipat. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta
di depan perineum. Skrotum berasal dari bagian yang sama dengan labia mayora pada
organ kelamin perempuan. Skrotum manusia dan beberapa mamalia dapat ditumbuhi
rambut kemaluan. Pada manusia, rambut ini mulai tumbuh ketika individu memasuki
tahap pubertas. Skrotum terdiri atas kulit tanpa lemak memiliki sedikit jaringan otot yang
berada dalam pembungkus disebut tunika vaginalis. Sepasang skrotum ini menggantung
didasar pelvis. Pada bagian depan skrotum terdapat penis dan dibelakangnya terdapat
anus. Skrotum adalah sebuah kantong fibromuskular untuk kedua testis dan bangunan
yang berhubungan. Skrotum terletak dorsokaudal terhadap penis dan kaudal terhadap
simphisis pubik. Pembentukan embrional skrotum secara bilateral menjadi nyata dari
raphe scrota di garis tengah yang dilanjutkan pada permukaan ventral penis sebagai
raphe penis dan ke arah dorsal sebagai raphe perinei mengikuti garis median perineum.
Vaskularisasi arterial pada skrotum mulai dari arteri pudenta externa mengurus
pendarahan bagian ventral skrotum, dan arteria pudenta interna bagian dorsal. Bagian
ini juga dipasok oleh cabang-cabang dari arteria testikularis dan arteria kremasterica.
Penyaluran balik darah dan penyaluran limfe pada skrotum di mulai dari vena scrotales
mengiringi arteria scrotales dan bergabung dengan vena pudenta externa. Pembuluh
limfe dari skrotum ditampung oleh nodi lymphoidei inguinales superficiales. Skrotum
adalah sebuah kantong kulit yang terdiri dari dua lapis : kulit dan fascia superficialis.
Fascia superficialis tidak mengandung jaringan lemak, tetapi pada fascia superficialis
terdapat lapisan otot polos yang tipis, dikenal sebagai fascia dartos, yang berkontraksi
sebagai reaksi terhadap dingin, dan dengan demikian mempersempit luas permukaan
kulit. Ke arah ventral fascia superficialis dilanjutkan menjadi lapis dalamnya yang berupa
selaput pada dinding abdomen ventrolateral, dan ke arah kaudal dilanjutkan menjadi
fascia superficialis perineum.
Gambar 3
Anatomi skrotum
dorsal.
Ramus perinealis dari nervus kutaneus femoris posterior (S2,S3) untuk
menjauhi tubuh. Testis akan diangkat mendekati tubuh pada suhu dingin dan bergerak
menjauh pada suhu panas.
Gambar 3
Anatomi skrotum
B. DEFINISI
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada
daerah penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal
namun jarang terjadi. FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883 oleh seorang
venerologis Prancis Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG memiliki karakteristik khas,
yaitu akan menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang akan
menyebabkan nekrosis kulit di sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula penyakitnya
(onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangren
yang luas dan menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun terakhir ini insiden
FG cenderung meningkat yang disebabkan oleh faktor predisposisi dari FG seperti
diabetes mellitus, imunosupresi, dan penyakit hati dan ginjal kronik juga meningkat.
Infeksi pada sebagian besar kasus FG merupakan gabungan sinergis antara bakteri
aerob dan anaerob.
C. EPIDEMIOLOGI
Fournier gangren relatif jarang, namun kejadian yang tepat dari penyakit ini
tidak diketahui. Dalam review Fournier gangren pada tahun 1992, Paty dan rekan
kerja terdapat sekitar 500 kasus infeksi telah dilaporkan dalam literatur sejak 1883
laporan Fournier, menghasilkan prevalensi 1 kasus di 7500 orang Sebuah tinjauan
kasus retrospektif. Terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam literatur dari
1950-1999, dengan rata-rata 97 kasus per tahun dilaporkan dari 1989-1998. Peneliti
lain telah melaporkan sekitar 600 kasus Fournier gangren di dunia sejak tahun 1996,
dimana Frekuensi Fournier gangren di dunia tidak berubah secara bermakna.
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada Fournier gangren untuk setiap
wilayah di dunia, meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika, seksual
dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria ke
perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui cairan
vagina. Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang
lebih tinggi, terutama untuk infeksi yang disebabkan terkait dengan methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi
pada pasien berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56
kasus anak, dengan 66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan.
D. ETIOLOGI
Meskipun awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik alat kelamin, tetapi
penyebab Fournier ganggren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari jumlah
kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal, saluran
urogenital, atau kulit di sekitar alat kelamin. Penyebab ganggren Fournier pada
anorektal termasuk perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis, fisura anal, dan
perforasi usus yang terjadi karena cedera kolorektal atau komplikasi keganasan
kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran
urogenital, penyebab ganggren Fournier mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral,
cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,
epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan
penggunaan jangka panjang kateter uretra). Sedangkan pada dermatologi,
penyebabnya termasuk supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan skrotum, dan
trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada pasien
lumpuh menyebabkan peningkatan risiko. Terkadang akibat trauma, post operasi dan
adanya benda asing juga dapat menyebabkan penyakit. Pada wanita seperti sepsis
aborsi, vulva atau abses pada kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat
dicurigai sebagai penyebab Fournier ganggren. Pada pria, seks pada daerah anal
dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan Fournier ganggren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis,
omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.
Kultur dari pasien dengan Fournier gangren adalah infeksi polimikroba dengan
rata-rata 4 isolat per kasus. Escherichia coli adalah aerob dominan, dan Bacteroides
adalah anaerob dominan. Mikroorganisme umum lainnya adalah sebagai berikut5:
Gram-negative
E. coli
Klebsiella pneumoniae
Pseudomonas aeruginosa
Proteus mirabilis
Enterobacteria
Gram-positive
Staphylococcus aureus
Beta
Hemolytic
Streptococcus Group B
Streptococcus faecalis
Staphylococcus epidermidis
Anaerobes
Peptococcus
Fusobacterium
Clostridium perfringens
Mycobacteria
Mycobacterium tuberculosis
Yeasts
Candida albican
E. MANIFESTASI KLINIS
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin.
Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
fisik. Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan
saraf menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal
tanpa disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar
derajat nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat
kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda
penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga
ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem,
edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut
dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri
anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang
dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam,
takikardia dan hipotensi.
F. FAKTOR RESIKO
jangka
panjang
kortikosteroid).
G. PATOFISIOLOGI
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya
FG. Pada akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan
kulit, subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut
iskemia lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai
2-3 cm/jam.
Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan
skrotum melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui
fasia scarpa, atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan
diafragma urogenital secara posterior dan pada ramus pubis secara lateral,
sehingga membatasi perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang,
karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki
suplai darah terpisah dari area infeksi.
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang
sering terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2)
virulensi dari mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi ini memungkinkan
untuk masuknya mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun
memberikan lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi
mikroorganisme mempercepat penyebaran cepat penyakit ini.
Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)
Obliterative endartheritis
Infeksi pada fascia perineum (colles fascia)
I.
DIAGNOSIS
a) Anamnesis dan Pemerksaan Fisis
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat
kelamin. Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap
berikut:
Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7
hari
Rasa
Edema
dinding
Gambar 5
skrotum
dan
perubahan
warna
kulit
palpasi dari alat kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk
menilai tanda-tanda penyakit dan untuk mencari potensi masuknya
portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal,
ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun
gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat menentukan derajat dari
bau amis ditimbulkan akibat infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi
yang disebabkan mikroorganisme Clostridium yang dapat memproduksi
gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia dan
hipotensi.
J. Pemeriksaan penunjang
a) Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses
infeksi dan untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan
mengevaluasi potensi sepsis-yang menyebabkan trombositopenia.
Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT), Activated Partial
Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen sangat
membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP.
Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang
terlibat
serta
menilai
keadaan
septisemia.
Kimia
darah
untuk
dan luasnya
penyakit
Gambar 6
Fournier gangren pada pria umur 32 tahun dengan riwayat nyeri
testis dan infeksi kulit. Pada foto polos radoiografi anteroposterior
menunjukkan tanda radiolusen
spektrum
luas
dan
debridemen
yang
penting
untuk
keberhasilan.
Gambar 7
Fournier gangren pada seorang pria 61 tahun dengan
pembengkakan skrotum, nyeri, dan kemerahan yang bersama dengan
nyeri perut. CT-scan kontrast yang diperbesar menunjukkan skrotum
yang mengandung fokus gas (Panah gambar a) Pada daerah sisi
kanan dan kiri terjadi perluasan pada daerah perineum dan jaringan
subkutan dari daerah medial kanan di region glutealis melalui fasia
Colles (panahgambar b).
d) USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG pada Fournier gangren dinding skrotum
menebal mengandung fokus hiperekoik yang menunjukkan mewakili
gas dalam dinding skrotum. Bukti gas dalam skrotum dinding dapat
dilihat sebelum pemeriksaan fisik yang ditemukan adanya krepitasi.
Biasanya juga terdapat hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan
epididimis sering normal dalam ukuran dan ekotekstur karena
vaskularisasi yang berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling sering
Gambar 9
Fournier gangren pada seorang pria umut 71tahun dengan
demam. USG menunjukkan daerah hyperechoic (panah melengkung)
dengan bayangan ang kabur yang mewakili udara di dinding skrotum
dan perineum. Terdapat juga akumulasi cairan (tanda panah) di
jaringan subkutan.
e) Histopatologis
Biopsi insisional pada saat debridemen memungkinkan jenis
patologis Fournier gangren yaitu nekrosisi infeksi dari selulitis. Yang
pertama
akan
mendapat
manfaat
dari
debridement
eksisional,
Gambar 10
Temuan Histologis (mikroskop optic dengan eosin-hematoxilin)
necrotizing fasciitis dari dinding skrotum. Tampak jaringan granulasi .
Panah menunjuk ke absen epidermis, menunjukkan ulserasi. Bagian
kulit skrotum hiper-dan parakeratotic memberi jalan untuk ulserasi luas.
K. PENATALAKSAAN
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki
keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan
Fournier gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan
untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan
meliputi
resusitasi
agresif
dalam
mengantisipasi
operasi.
Pengganti
kristaloid
diindikasikan
untuk
pasien
yang
adalah mengangkat
seluruh jaringan
operasi
ulang.
Debridement
yang
kurang
sempurna
Gambar 11
Ektensif debridemen dari Fournier gangrene
c) Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan
dalam pengobatan gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan
antara lain : ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min dan
atmfor 100
ke
penyembuhan
luka
dipercepat.
Ini
merupakan
pencangkokkan
Gambar 12
Transplantasi kulit pada Fournier ganggrene
L. KOMPLIKASI
Sepsis mungkin karena debridemen yang tidak lengkap, infeksi
sistemik, atau respon yang kurang baik. Banyak pasien yang gagal karea
kekebalan organ yang merupakan konsekuensi paling ditakuti sepsis yang
belum terselesaikan dan biasanya melibatkan paru, kardiovaskular, sistem
ginjal, koagulopati, kolesistitis acalculous, dan cedera serebrovaskular juga
telah. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi sebagai akibat
sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan debridemen.
Komplikasi akhir meliputi :
Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi)
Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
depresi dismorfik
Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang
selanjutnya thrombophlebitis.
M. PROGNOSIS
Kecacatan pada skrotum, perineum, penis, dan kulit di perut
memerlukan
prosedur
rekonstruksi.
Prognosis
untuk
pasien
setelah
termasuk sumber anorektal, usia lanjut, penyakit yang luas (melibatkan dinding
perut atau paha), syokatau sepsis pada presentasi, gagal ginjal, dan disfungsi
hati. Kematian biasanya terjadi akibat penyakit sistemik seperti sepsis
(biasanya gram negatif), koagulopati, gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis,
atau kegagalan organ multipel. Mortalitas pada tetanus yang terkait dengan
Fournier gangren telah dilaporkan dalam literatur.
N. ASUHAN KEPERAWATAN
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridemen atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti
untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh
benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil
absesnya, bersama dengan pemberian obat analgetik. Drainase, abses
dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah
berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang
lebih lunak.
Fokus Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organorgan yang terkena
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :
(selama curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer
hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara
jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat,
kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/cairan
Gejala
Tanda
Tanda
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala
pruritus umum.
7. Pemafasan
Tanda
Perineal pruritus
Tanda
9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala
pemulangan
Mungkin
dibutuhkan
bantuan
dengan
Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang diagnosis sekunder terhadap
Fournier Gangren
Intervensi: Dapatkan riwayat kesehatan untuk menentukan:
- Kekhawatiran pasien
- Tingkat pengertian
- Pemberian edukasi
2) Retensi Urin b/d obstruksi uretral sekunder terhadap Fournier Gangren
Intervensi:
-
belajar
Identifikasi keluarga yang membutuhkan informasi
DAFTAR PUSTAKA
Burch, Draion, Timothy, Vincent. Fourniers Gangrene : Be Alert forThis Medical
Emergency. [online]. 2007. [citied Agustus, 8 2012]. Available from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW770.pdf
Hansen JT, Koeppen BM. Netters Atlas of Human Physiology. Volume 1, 10th
edition. Elsevier. 20010. 365
Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer.
2006. 50-140
Levenson, Robin B, Ajay K, Noveline Robert. Fournier Gangrene : Role of
Imaging1. [online]. 2008. [citied agustus, 8 2012]. Avaiabe from
http://pdf.guttmacher.org/pubs/journals/311267.pdf
Morpurgo, Emillio, Susan. Fournier gangrene. [online]. 2006. [citied Agutus 2012].
Available from : http://www/midcf.org/journlas/4335.pdf
Neary, Elaine. A Case of Fourniers Gangrene. [online]. 2005. [citied Agustus
2012]. Available from : http://www.nejm.org/36621.pdf.
Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2011. [citied Agustus,
2012]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/2028899overview
Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi :
6, volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22.
Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 2. Malang : Sagung Seto, 2008. 5056.
Putz, R, Pabst. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Volume 2, 14th edition. Elsevier.
2005. 198
Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008.
795-800
Slone, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. 2005. 347-52
Stockinger, Zsolt. Fournier Gangrene. [online]. 2011. [citied Agustus, 8 2012].
Available from : http://www.guttmacher.org/pubs/journals/3116205.pdf
Thimons, Jhon. Recognizing Necrotising fasciitis. [online].2012. [citied Agustus, 8
2012]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22621627.pdf
Thwaini, Khan A, Malik A. Fourniers gangrene and its Emergency Management.
[online].
2005.
[citied
Agustus,
2012].
Available
from
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACW780.pdf
Zgraj, Oskar, Sri Paran, Maureen. Neonatal Scrotal Wall Necrotizing Fasciitis
(Fournier Gangrene) : A Case Report. [online]. 2011. [citied Agustus, 8
2012]. Available from : http://creative.commons.org/licenses/by/2.0