Anda di halaman 1dari 47

Sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya pada masa awal, luar

biasa rumit. dan kerumitan itu bukan hanya disebabkan oleh


kompleksitas di sekitar slam itu sendiri sebagaimana direfleksikan oleh
kaum muslimin di kawasan ini, baik melalui historiografi maupun dalam
praktek kehidupan sehari-hari, melainkan juga karena pengkajianpengkajian sejarah Islam dengan berbagai aspeknya di Asia Tenggara
baik yang dilakukan kalangan sejarawan asing maupun pribumi hingga
kini belum mampu merumuskan suatu paradigma historis yang dapat
dijadikan pegangan bersama. Terdapat perbedaan-perbedaan dasar di
kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadangkadang sulit dipertemukan satu sama lain (Azyumardi Azra, 1999: 27).
Perbedaan-perbedaan yang ada mengenai sejarah Islamisasi di
nusantara ini memiliki banyak permasalahan yang rumit di antaranya
adalah ketersediaan data yang sangat terbatas tentang kedatangan Islam,
sebagaimana yang disampaikan Snouck Hurgronje dalam orasi ilmiahnya
di Leiden dalam tahun 1907 M (Drewes, 1968: 434; Berg, 1955: 112;
Munandar dkk: 65). Selain itu perbedaan-perbedaan mengenai awal
sejarah Islam itu sendiri karena banyak ketidaksepakatan di antara para
sarjana dan peneliti mengenai makna Islam yang sesungguhnya, maka
sebagai konsekuensinya juga tidak ada kesepakatan tentang penetrasinya
ke Nusantara (Azra: 17)
Islamisasi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam
sejarah Islam di Indonesia yaitu sejarah tentang berdirinya kekuasaan
sosio politik Islam di bumi Nusantara.

1. PROSES MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


Pada bidang ekonomi, bangasa Indonesia menjadi unsur penetu
terjadinya revolusi perdagangan dunia. Dengan pengembangan kapal
1

bercadik menjadi jung, sektor perdagangan laut tumbuh dengan pesat.


Dengan menggunakan jung sebagai armada transportasi dagang pada
jalur laut, minimal tiga keuntungan yang dapat diperoleh, yaitu :
-Kapasitas angkut : Masyarakat Nusantara dapat mengangkut barang
dagangan yang jumlahnya berlipat apabila dibandingkan dengan perlatan
sebelumnya. Dengan kapasitas angkut yang dimiliki jung, pedagang
menjadi lebih menghemat waktu, tenaga, dan modal.
-Keamana lebih terjamin : Dengan mempergunakan kapal jung, pelyaran
menjadi lebih nyaman dan aman karena lwbuh mampu mengahadapi
berbagai halangan di tengah laut, seperti badai dan perompak.
-Jangkauan lebih luas : Kekuatan yang dimiliki kapal jung menjadikannya
mampu menempuh pelayaran dengan jarak jauh. Pedagang Nusantara
menjadi mampu menjangkau berbagai bangsa yang belum pernah
dikunjungi.

Berbagai keuntungan yang disediakan oleh jalur perdagangan


mengakibatkan para pedagang internasional berangsur-berangsur lebih
memilih jalur jalur laut sejak zaman Sriwijaya. Peran besar yang
dimainkan oleh bangsa Indonesia dalam perdagangan laut internasional
mendorong berbagai bangsa untuk ikut melibatkan diri. Pelabuhanpelabuhan yang dibangun berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan
dunia.
Bangsa-bangsa yang tercatat aktif melakukan transaksi dagang adalah
bangsa Cina dan India. Sudah sejak lama kedua bangsa ini menjali
nhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara. Pada masamasa selanjutnya semakin banyak bangsa asing yang ikut terlibat, seperti
Jepang dan bangsa-bangsa yang beragama Islam. Pedagang Islam itu
tidak berasal dari satu bangsa, melainkan dari berbagai bangsa di sekitar
Arab, antara lain Persia (Iran), Gujarat (India), dan Hadramaut (Yaman
Selatan).
Para pedagang Persia, Gujarat, dan Hadramaut yang datang ke Indonesia
berupaya mencari simpati dari masyarakat setempat. Mereka mendekati
para raja dan bangsawan yang memegang peranan dalam dunia
perdagangan. Mereka juga bergaul akrab dengan para penduduk yang
didatangi. Melalui upaya inilah, komunikasi antara para pedagang dan

penduduk berlangsung dengan lancar. Selain itu, transaksi jual beli


menjadi sesuatu yang saling menguntungkan.
Ketika hendak kembali, para pedagang asing itu menunggu perubahan
arah mata angin sambil duduk dengan berbagi pengalaman dan tukar
menukar pendapat. Dari sini ajaran Islam tersampaikan. Banyak penduduk
yang mencoba memhaminya hingga akhirnya memeluk Islam.
Dalam Poses Islamisasi di Nusantara peranan para pedagang muslim
sangatlah penting artinya, baik pedagang dari golongan Raja dan
keturunannya, kaum hartawan yang menanamkan modalnya dalam suatu
saha perdagangan, ataupun sebagai golongan pedagang kelontongan
yakni pedagang keliling.
Kondisi ini meyebabkan kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia
tidakalah bersamaan, karena sangat bergantung pada persinggahn para
pedagang muslim. Penharuh ajaran Islam pun tidaklah sama antara
daerah yang satu dengan lainnya disebabkan adanya keterkaitan yang
erat dengan daerah yang sudah dipenagruhi oleh Hindu-Budha atau yang
belum sama sekali mendapatkan pengaruh Hindu-Budha.
Jadi tidaklah salah jika awal sejarah masuknya Islam di Indonesia masih
menjadi problema dalam sejarah karena sedikitnya data yang
memungkinkan untuk merekontruksinya sejarah, disamping tidak
seragamnya pengenalan Islam terhadap seluruh kawasan, juga tingkat
penerimaan Islam pada satu bagian wilayah dengan wilayah yang lain
tidak hanya bergantung pada waktu pengeanalnnya, tetapi juga
bergantung pada watak budaya lokal yang dihadapi Islam (Azra, 2002,
hlm.19)
Fleksibiltas ajaran Islam merupakan unsur penting dalam pelaksanaan
Islamisasiny. Tetapi yang perlu juga diperhatikan adalah bagaimana
sebenarnya peranan Indonesia (Nusantara) dalam jalur perdagangan dan
pelayaran dunia dalam rangka penyebaran dakwah Islam di kawasn ini
sangatlah penting, karena dapat memberikan gambaran kapan dan
dimana pertama kali Islam masuk ke Indonesia.
Indonesia yang terletak di bagian ujung Dunia Muslim, banyak
memberikan kontribusi bagi lalu lintas hubungan pelayaran dan
3

perdagangan kawasan Nusantara dengan Timur Tengah, Asia Timur, Asia


Selatan dan Afrika termasuk dunia Barat. Srateginya letak geografis
Nusantara ini dapa dilihat pada peta sejarah dalam jalur pelayaran dan
perdagangan dunia yang berimplikasi pada masuknya Indonseia pada
abad ke-7 M (Yamin, 1956, hlm. 7-9).
Indonesia merupakan daerah khatulistiwa yang sangat strategis
menghubungkan antara kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Tengah,
Asia Barat, Asia Selatan maupun Afrika dan Teluk Persia. Dan sejak awal
Masehi dalam lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia dapat
ditempuh melalui dua jalur perdagangan yaitu sebagai berikut :
Melalui jalur darat yang dikenal dengan sebutan Jalur Sutera yakni dari
Cina melalui Asia Tengah dan Turkistan sampai Laut Tengah hingga jalan
mengubungkan antara Cina dengan kafilah-kafilah dari India dan Persia.
Barang niaganya tetutama adalah kain sutera.
Melalui Laut yaitu dari Cina dan Indonesia melalui Selat Malaka ke India,
Teluk Persia, Laut Merah dan Afrika. Atau sebaliknya dari Teluk Persia,
Afrika, India, Indonesia, Selat Malaka dan Asia Timur. Komoditinya
terutama adalah rempah-rempah.
Kepesatan pelayaran dan perdagangan melalui Selat Malaka dan pesisir
Barat Sumatera sejak abad ke-7 M ini, sangat memungkinkan untuk
terjadinya akulturasi kebudayaan dan peradaban.
Perlak (Aceh) yang terletak di ujung pulau Sumatera merupakan terminal
bagi bertemunya anatar pedagang dari afrika, Arab, India dan Cina yang
memberikan kontribusi kebudayaan terutama budaya Islam pada
penduduk setempat, karean aktivitas pelayaran dan perdagangan para
saudagar Islam selain berniaga, mereka juga banyak bertindak sebagai
mubaligh. Sebagaiman yang dikayakan oleh J. Paulus dalam Hasymy
(1990, hlm.6) (Aceh) Perlak merupakan stasiun perantara bagi para
pedagang Islam dan dakwah Islam..
Disinilah arti penting Aceh sebafgai kawasn Indonesia pada awal abad ke1 H atau abad ke-7 M yang turut serta dalam kancah perdagangan dunia
memberikan transformasi dalam tatanan ekonmi, poltik dan sosial budaya
dalam sejarah Indonesia.

Aceh sebagai bagian dari wilayah Indonseia yang terletak di Pulau


Sumatera, sebelum masuknya Islam, merupakan daerah yang sudah
dihuni oleh manusia pemakan kerang yang bermukim di sepanjang Pantai
Sumatera Timur Laut, yang dapat dibuktikan dari sisa-sisa makananya
dan perlatan makan yang ditemukan, hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat Aceh telah memiliki kebudayaan.
Jika diperhatikan, ajaran suatu agama akan membawa pegaruh besar bagi
pola-poal budaya dalam segala aspek kehidupan suatu masyarakat dalam
mencapai suatu tujuan hidup secara utuh, hal demikian menunjukkan
bagaimana sebenarnya bahwa melalui agama yang dianut suatu
masyarakat dalam periode tertentu dapat memberikan gambaran sejarah
tatanan kehidupan masyarakatnya.
Konsep masuknya Islam di Nusantara pun mencoba menelusuri artefakartefak yang bercorak Islam sebagai peninggalan budaya agama sehingga
para ahli sejarah dapat berusaha menentukan kapan hasil-hasil budaya ini
dibuat oleh suatu masyarakat dan menentukan apakah corak hasil budaya
ini asli dari masyarakat itu sendiri atau ada hubungannya dengan polapola budaya dari luar masyarakt itu sebagai damapk akulturasi.
Tadisi pelayaran dan perdagangan di Asia Tenggara dan Indonesia sebagai
kawasan Nusantara ini memberikan catatan sejarah dalam proses
Islamisasi di Indonesia dengan berbagai tahapan-tahapan yang dilaluinya.
Masuknya agama dan budaya Islam ke Indonesia dipengaruhi oleh
adanya hubungan perdagangan Asia kuno, yang dilakukan oleh bangsa
Cina dan India, yang mendorong pedagang lainnya seperti pedagang dari
Arab, Persia, Gujarat untuk ikut serta dalam hubungan perdagangan
tersebut. Hal itu menyebabkan kota-kota pelabuhan yang berfungsi
sebagai tempat transit ramai dikunjungi orang, sehingga dapat
berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan dunia. Dari hubungan
perdagangan tersebut, mereka dapat saling mengenal budaya yang
dibawa oleh masing-masing pedagang yang dapat dilihat dari bahasa,
barang dagangan yang dibawa maupun dari corak hidup. Untuk itu
banyak pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang menetap dan menikah
dengan penduduk setempat, sehingga budaya Islam dan agama Islam
dapat dengan mudah disebarkan di berbagai wilayah Indonesia melalui
pendekatan budaya.

Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat


kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan
Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di
Kalimantan, Daha dan Kutai.
Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari
kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam
dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu,
karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan
golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Hindu agaknya
ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu
persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim.
Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang
lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia
merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang
bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati
kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya
dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan
agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang
menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan
sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki dan
mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, terlebih lagi
cara yangg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan
agama Islam adalah menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang
telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan
dengan saling pengertian akan kebutuhan dan disesuaikan dengan kondisi
masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa
permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan
faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung
ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan
pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian
barat, tenggara, dan timur Asia. Kedatangan pedagang-pedagang muslim
seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman Samudra
Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang
berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orangorang Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang menjadi pembawa
dan penyebar agama Islam ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia.

a)
b)
c)
d)
e)
f)

a)

b)
c)

Faktor internal yang menyebabkan perkembangan islam cepat di


Indonesia:
Ajarannya sederhana, mudah dimengerti dan diterima
syarat untuk masuk islam sangat mudah, yaitu hanya dengan
mengucapkan kalimat syahadat
agama islam tidak mengenal kasta, sehingga semua orang boleh untuk
memeluk agama
upacara-upacara keagamaan besifat sederhana
islam disebarkan secara damai lewat pendekatan budaya
jatuhnya Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya menyebabkan kerajaan
islam berkembang pesat.
Sedangkan faktor eksternal yang mendorong perkembangan islam di
Indonesia adalah sebagai berikut:
Jatuhnya kota Bagdad kepada bangsa Mongolia pada tahun 1258 M,
menyebabkan gelombang urbanisasi ke India dan asia Tengah secara
besar-besaran
Banyaknya para sufi, penganut tarikat, mengembara bersedia
mendakwahkan Islam dengan suka rela ke seluruh dunia
Jaringan perdagangan internasional, dijadikan sebagai sarana
penyebaran ajaran Islam.

SALURAN SALURAN MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang
berkembang ada enam, yaitu:
1.
Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan.
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M.
membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil
bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan
Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam
kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi
melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita
menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di
pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka
berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari
luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak
7

Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat,


penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit
yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan
hanya karena factor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi
terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang
Muslim.
2. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagnang Muslim memiliki status sosial
yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk
pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri para
saudagar itu. Sebelum melaksanakan perkawinan, mereka diislamkan
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan
mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah
dan kerajaan-kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula
wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan bangsawan. Jalur
perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar
Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena
hal tersebut turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang
terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila,
Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri
Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lainlain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang
bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatankekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini
putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, bentuk Islam yang
diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam
pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga
agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf
yang memberikan ajaran yang mengandung persaman dengan alam
pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh
Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini
masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.
4.

Saluran Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun


pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulamaulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai
mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka
pulang ke kampong masing-masing kemudian berdakwah ke tempat
tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh
Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran
pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan
agama Islam.
5. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah
pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih
dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu
disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain
juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan
sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam
setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di
Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi
kempentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaankerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara poltik banyak
menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Tahap Tahap Perkembangan Islam Di Indonesia
1. Kehadiran para pedagang Muslim (7 - 12 M)
Fase ini diyakini sebagai fase permulaan dari proses sosialisasi Islam
di kawasan Asia Tenggara, yang dimulai dengan kontak sosial budaya
antara pendatang Muslim dengan penduduk setempat.
Pada fase pertama ini, tidak ditemukan data mengenai masuknya
penduduk asli ke dalam Islam. Bukti yang cukup jelas mengenai hal ini
baru diperoleh jauh kemudian, yakni pada permulaan abad ke-13 M / 7 H.
Sangat mungkin dalam kurun abad ke 1 sampai 4 H terdapat hubungan
9

perkawinan antara pedagang Muslim dengan penduduk setempat, hingga


menjadikan mereka beralih menjadi Muslim. Tetapi ini baru pada tahap
dugaan.
Walaupun di Leran - Gresik, terdapat sebuah batu nisan bertuliskan
Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H / 1082 M. Namun dari
bentuknya, nisan itu menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16
M seperti yang ditemukan di Campa, yakni berisi tulisan yang berupa
do'a-do'a kepada Allah. Sehingga ada yang berpendapat bahwa penulis
nisan itu adalah seorang Syi'ah. Ini diketahui karena mereka adalah
Muslim pendatang yang sebelumnya bermukim di Timur Jauh.
2. Terbentuknya kerajaan Islam (13-16M)
Pada fase kedua ini, Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat
Nusantara dengan mulai terbentuknya pusat kekuasaan Islam. Kerajaan
Samudera Pasai diyakini sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Bukti paling kuat yang menjelaskan tentang itu adalah ditemukannya
makam Malik al-Shaleh yang terletak di kecamatan Samudera di Aceh
Utara. Makam tersebut menyebutkan bahwa, Malik al-Shaleh wafat pada
bulan Ramadhan 696 H/ 1297 M. Dalam Hikayat Raja-Raja
Pasai dan Sejarah Melayu Malik, dua teks Melayu tertua, Malik al-Shaleh
digambarkan sebagai penguasa pertama kerajaan Samudera Pasai.
Pada akhir abad ke-13 kerajaan Samudera Pasai merebut jalur
perdagangan di Selat Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan
Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut hingga pada permulaan abad ke-14
berdiri kerajaan Malaka di Semenanjung Malaysia
Sultan Mansyur Syah (w. 1477 M) adalah sultan keenam Kerajaan Malaka
yang membuat Islam sangat berkembang di Pesisir timur Sumatera dan
Semenanjung Malaka. Di bagian lain, di Jawa saat itu sudah
memperlihatkan bukti kuatnya peranan kelompok Masyarakat Muslim,
terutama di pesisir utara. Kehadiran makam-makam kuno di Troloyo dekat
Trowulan, dengan angka tahun tertua yang tertulis adalah 1290 caka
1368-1369M telah menarik perhatian tentang kemungkinan adanya
masyarakat Muslim di dekat pusat kerajaan Majapahit. Dan sejak akhir
abad ke-15 pusat-pusat perdagangan di pesisir utara, yakni Gresik,
Demak, Cirebon dan Banten telah menunjukkan kegiatan keagamaan oleh
para wali di Jawa. Kegiatan itu mulai tampak sebagai kekuatan politik di
pertengahan abad ke-16 ketika kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam
pertama di Jawa berhasil merebut ibukota Majapahit. Sejak itu
10

perkembangan Islam di Jawa telah dapat berperan secara politik, di mana


para wali dengan bantuan kerajaan Demak, kemudian Pajang dan
Mataram dapat meluaskan perkembangan Islam tidak saja ke seluruh
daerah-daerah penting di Jawa, tetapi juga di luar Jawa, khususnya oleh
para mubaligh (da'i) di Gresik dan Demak. Mereka bahkan berhasil
meluaskan pengaruh Islam ke Banjarmasin, Hitu, Ternate dan Tidore serta
Lombok.

3. Pelembagaan Islam
Pada fase ini sosialisasi Islam semakin tak terbendung lagi masuk ke
pusat-pusat kekuasaan, merembes terus sampai hampir ke seluruh
wilayah Nusantara. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari peranan para
penyebar dan pengajar Islam. Mereka menduduki berbagai jabatan dalam
struktur birokrasi kerajaan, dan banyak diantara mereka melakukan
perkawinan dengan penduduk pribumi. Dengan kata lain, Islam
dikukuhkan di pusat-pusat kekuasaan di Nusantara melalui jalur
perdagangan, perkawinan dengan elit birokrasi dan ekonomi, di samping
dengan sosialisasi langsung pada masyarakat bawah.
Pengaruh islamisasi yang pada awalnya hanya berpusat di Pasai telah
jauh meluas ke Aceh di Pesisir Sumatera, semenanjung Malaka, Demak,
Gresik, Banjarmasin, lombok, dsb. Ini terbukti dengan ditemukannya
bentuk-bentuk makam di semenanjung Malaka, terutama batu nisannya,
yang menyerupai bentuk-bentuk batu nisan di Aceh. Di komplek
pemakaman Sultan Suriansyah (Raden Samudra) yang terletak di Kuwin,
Banjarmasin, terdapat batu nisan yang mempunyai tipologi sama dengan
bentuk nisan Demak dan Gresik. Begitu pula di komplek pemakaman kuno
Seloparang -menurut tradisi setempat diislamkan Sunan Prapen dari Giriditemukan sebuah batu nisan yang memiliki gaya Jawa Timur.
Untuk daerah Sulawesi, walaupun beberapa tempat seperti Buton dan
Selayar berdasarkan tradisi setempat telah menerima pengaruh Islam dari
Ternate pada pertengahan abad ke-16, namun bukti yang lebih nyata
menunjukkan bahwa hal itu terjadi ketika Raja Gowa pertama yang
bernama I Mallingkaeng Daeng Njonri Karaeng Katangka masuk Islam
pada hari Jum'at Jumadil Awal 1014 H/ 22 September 1605 M, yang
disusul dua tahun kemudian rakyat Gowa dan Tallo diislamkan, seperti
terbukti dengan dilakukannya shalat Jum'at bersama di Tallo pada 19
Rajab 1068 H/ Nopember 1607 M. Kejadian ini dapat dianggap sebagai
11

titik penting dalam perkembangan Islam di Sulawesi. Penyebar agama


Islam di daerah ini ialah seorang ulama asal Minangkabau, bernama Abdul
Ma'mur Chatib Tunggal (lebih terkenal dengan Dato ri Bandang) dan dua
temannya Chatib Sulaiman (bergelar Dato ri Pattimang) untuk daerah
Luwu, dan Chatib Bungsu untuk daerah Tiro.
Daerah Lombok dan Sumbawa mendapat pengaruh islamisasi dari dua
arah. Pada tahap awal, sekitar abad ke-16 M, pengaruh itu berasal dari
Jawa dengan tokoh penyebarnya Sunan Prapen, dan selanjutnya pada
abad ke-17 dari daerah Gowa. Ini terbukti pada makam kuno di Bima
terlihat adanya pengaruh bentuk nisan dan jirat seperti makam-makam
kuno di Tallo atau di Tamalatte (Gowa), dan di Seloparang terlihat adanya
bentuk Jawa Timur dan Bugis-Makasar.
Di Kalimantan, daerah yang nampaknya pertama kali menyambut
kehadiran Islam adalah Banjarmasin (sekitar 1550 M). Hal ini tidak bisa
dilepaskan dari hubungan ekonomi yang sejak pra-Islam telah terjalin
antara daerah ini dengan daerah utara Jawa, terutama dengan kerajaan
Demak. Di Kalimantan Timur, daerah yang pertama mendapat pengaruh
Islam adalah Kutai, dengan tokoh penyebarnya Dato ri Bandang dan
temannya Tuan Tunggang Parangan setelah keduanya berhasil
mengislamkan Raja Mahkota dari kerajaan Kutai sekitar tahun 1575 M. Di
Kalimantan Barat Islam tampaknya menyebar kemudian. Kota Waringin
misalnya, menerima Islam setelah Banjarmasin, sedangkan daerah lebih
ke barat seperti Sambas, Pontianak dan sebagainya tidak ada keterangan
yang jelas kapan Islam masuk daerah ini. Proses islamisasi di Nusantara,
terutama pada fase ketiga ini, diwarnai oleh pergulatan antar imperium di
satu sisi -di mana Raja yang telah terislamkan mempunyai peran yang
signifikan dalam mengislamkan rakyatnya- dengan aktivitas komunikasi
yang dibangun oleh para penyebar Islam -pedagang, musafir, ulama, dan
kaum sufi- di sisi yang lain, yang berdampak semakin diakuinya peranan
mereka dalam struktur komunitas pribumi. Bahkan dari naskah-naskah
kuno abad 17-19 disebutkan bahwa ulama, wali dan penyebar Islam
berfungsi sebagai pendukung legitimasi kekuasaan Raja. Legitimasi
tersebut antara lain dilakukan melalui isyarat-isyarat geneologis maupun
kesinambungan keturunan. Ini diperlukan agar transformasi Islam tidak
menimbulkan chaosdan disharmoni. Contoh legitimasi itu seperti yang
dituturkan dalam Babad Tanah Jawi, yakni peristiwa ketika Sunan Giri
memerintahkan Sunan Prapen untuk hadir dalam pentasbihan Sultan
Pajang yang kemudian bergelar Sultan Prabu Adiwijaya. Hal yang sama
juga terefleksikan dalam kehadiran Wijil Adilangu (Demak) pada
12

pelantikan Pangeran Puger sebagai Paku Buwana I di Semarang (1970).


Dari penjelasan di atas, bisa dikatakan bahwa sampai permulaan abad ke17 Islam sudah merata diterima hampir di seluruh wilayah Nusantara.
Fenomena lain yang cukup menarik adalah, pada fase awal yakni abad ke1-5 H, Islam berkembang dengan kekuatan para musafir dari Arab, Persia,
Gujarat dan lainnya. Pada sekitar abad ke-5 diantara penyebar Islam itu
terdapat para ulama dan sufi. Pada abad ke 14 dan sesudahnya Islam
disebarkan oleh para mubaligh atau ulama pribumi seperti Sunan Prapen,
Chatib Dayan, Dato ri Bandang dan Dato Sulaiman. Juga dalam
perkembangannya di Nusantara, Islam telah diterima dengan jalan damai.
Hampir tidak pernah ada ekspedisi militer untuk islamisasi ini.
2.TEORI TEORI PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Kepastian kapan dan dari mana Islam masuk di Nusantara memang
tidak ada kejelasan. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan
tentang itu. Yaitu: Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia. Munculnya
tiga teori yang berbeda ini,disinyalir oleh Ahmad Mansur Suryanegara,
akibat dari kurangnya informasi yang bersumber dari fakta peninggalan
agama Islam di Nusantara. Inskripsi tertua tentang Islam tidak
menjelaskan tentang kapan masuknya Islam di Nusantara. Pada inskripsi
tertua itu hanya membicarakan tentang adanya kekuasaan politik Islam,
Samudera Pasai pada abad ke-13 Masehi. Selain itu karena sulitnya
memastikan kapan masuknya Islam di Nusantara dihadapkan pada
luasnya wilayah kepulauan Nusantara (Suryanegara, 1995:73). Ketiga
teori tersebut berbeda pendapat mengenai: waktu masuknya Islam, asal
negara yang menjadi perantara atau sumber tempat pengambilan ajaran
agama Islam, dan pelaku penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
1.TEORI MEKKAH
Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) mengatakan bahwa
Islam datang dari tanah kelahirannya sendiri, yaitu Arab atau Mesir.
Menurut Beliau, proses ini berlangsung pada abad ke-7 M (abad-abad
pertama Hijriah). Anthony H. Johns juga sependapat dengan Buya Hamka,
menurutnya proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir atau kaum
pengembara yang datang ke Kepulauan Indonesia. Kaum pengembara ini
biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya dengan
motivasi untuk menyebarkan Agama Islam. Salah satu dasar teorinya
adalah adanya perkampungan di Sumatera bagian barat, pada saat itu di
13

Timur Tengah Khalifah Umar bin Khatab menginginkan Agama Islam


menyebar. Kemudian Beliau mengirim delegasi ke China, nah delegasi itu
singgah terlebih dahulu di Indonesia (mereka lewat jalur laut), lalu mereka
mendirikan perkampungan Islam di Sumatera bagian barat. Tokoh-tokoh
lain juga sependapat dengan A.H Johns dan Buya Hamka, berikut saya
rangkum.

Buya Hamka

Pendukung Teori Mekkah : Buya Hamka, Anthony H. Johns, T.W

Arnold, Van Leur


Bunyi Teori Mekkah

terjadi pada abad ke-7 (647M), dan langsung dibawa oleh para
musafir Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Agama
Islam".
Dasar
Teori
Mekkah
:

1. Pada abad ke-7 di pantai timur Sumatera sudah terdapat


perkampungan
Islam
(Dinasti
Umayah).
2. Kerajaan Samudra Pasai menganut mahzab Syafi'i, dimana
pengaruh mahzab Syafi'i terbesar pada waktu itu adalah Mekkah
dan
Mesir.
3. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al Malik, yaitu gelar
yang umumnya berasal dari Mesir.
Kelemahan Teori
: Kurangnya fakta yang menjelaskan

: "Proses masuknya Islam ke Indonesia

peranan Bangsa Arab dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia.


2.TEORI GUJARAT

14

Sarjana-sarjana Barat kebanyakan dari Negeri Belanda mengatakan


bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat
sekitar abad ke-13 M atau abad ke-7 M. Pendapat ini mengasumsikan
bahwa Gujarat terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut
Arab. Letaknya sangat strategis berada di jalur perdagangan antara timur
dan barat. Pedagang Arab yang bermahzab Syafi'i telah bermukim di
Gujarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah (Abad ke-7 M). Menurut J.
Pijnapel sendiri, orang yang menyebarkan Agama Islam ke Indonesia
bukanlah dari Arab atau Mekkah, melaikan dari Gujarat yang telah masuk
Islam dan berdagang ke daerah timur. Hal itu menyangkal teori Mekkah.
Argumentasi Pijnapel didukung oleh C. Snouck Hurgronye dan J.P
Moquetta. Argumentasinya didasarkan padabatu nisan Sultan Malik AlSaleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1297 M di Pasai, Aceh.
Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang
wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama
dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat. Moquetta menyimpulkan
bahwa batu nisan itu kemungkinan diimpor dari Gujarat, atau dibuat oleh
orang Gujarat. Berikut saya rangkum :

Snouck Hurgronje

Pendukung Teori Gujarat : J. Pijnapel, Snouck Hurgronje, Bernard H.M

Vlekke, J.P Moquetta, W.F Stutterheim


Bunyi Teori Gujarat
: "Agama Islam masuk ke Indonesia pada

abad ke-13 dan pembawanya adalah pada pedagang dari Cambay,


India."
Dasar
Teori
Gujarat
:
1. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama terjalin
15

melalui jalur Indonesia - Cambay - Timur Tengah - Eropa.


2. Adanya batu nisan sultan Samodra Pasai yaitu Sultan Malik Al
Saleh tahun 1297 M dan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat
pada tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama
dengan
batu
nisan
yang
terdapat
di
Cambay,
India.
3. Catatan Marco Polo bahwa di Perlak sudah banyak yang memeluk
Islam dan banyak pedagang Islam India yang menyebarkan Agama
Islam.
Kekurangan
Teori
:
1. Tidak dijelaskan antara masuk dan berkembangnya Islam.
2. Kerajaan Samodra Pasai menganut mahzab Syafi'i, sedangkan
Gujarat
adalah
penganut
mahzab
Hanafi.
3. Ketika islamisasi Samodra Pasai, Gujarat masih merupakan
sebuah Kerajaan Hindu, baru satu tahun kemudian Gujarat
ditaklukan oleh kekuasaan Muslim.

3.TEORI PERSIA
Persia juga disebut Iran. Hoesein Djajadiningrat mengatakan bahwa
Agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh kaum Syi'ah yang berasal
dari Persia (Iran). Yang dimaksud kaum Syi'ah adalah sekumpulan orang
yang menganut aliran Syi'ah. Aliran Syi'ah itu salah satu aliran yang
belum tentu kebenarannya dalam Islam. Aliran Syi'ah sendiri juga ada
bermacam-macam diantaranya aliran yang ajarannya ada yang
menyimpang dari ajaran Nabi Muhammad SAW, atau Ahli Bid'ah. Kembali
lagi ke Teori Persia, saat Dinasti Abasya, kamu Syiah kemudian melarikan
diri ke Indonesia dan mengajarkan Islam. Buktinya, peringatan 10
Muharam (sucinya orang syiah), bubur syura (Jawa), Tabut (Sumatera
Barat). Lanjut ke rangkuman berikut :

16

Husein Djajadiningrat

Pendukung Teori Persia : Umar Amir Husen, Hoesein Djajadiningrat


Bunyi Teori Persia
: "Agama Islam masuk ke Indonesia dengan

dibawa oleh kaum Syi'ah yang berasal dari Persia (Iran)".


Dasar
Teori
Persia

1. Adanya kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat


Indonesia (peringatan 10 Muharam/Asyura, Tabut, pembuatan bubur
Syura).
2. Kesamaan ajaran sufi yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan sufi
dari
Iran
yaitu
Al
Hallaj.
3. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab
untuk
tanda-tanda
bunyi.
4. Adanya kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan.
Kekurangan Teori
: Bila berpedoman bahwa Islam masuk pada

abad ke-7, hal ini berarti terjadi pada masa kekuasaan Khalifah
Umayyah. Sedangkan saat itu kepemimpinan Islam si bidang politik,
ekonomi, dan kebudayaan berada di Mekkah, Madinah, Damaskus,
dan Baghdad. Jadi, belum memungkinkan bagi Persia untuk
menduduki kepemimpinan dunia Islam saat itu.

4.TEORI CHINA

17

Teori China ini merupakan teori yang tergolong baru. Sebelumnya,


hanya terdapat Teori Mekkah, Teori Gujarat, Teori Persia yang biasa
disampaikan kepada siswa mengenai teori masuknya Agama Islam di
Indonesia. Ibu Guru sejarah saya menyampaikan karena Teori China
tergolong baru, maka sulit untuk mencari informasi mengenai Teori China.
Seperti mencari kekurangan atau kelemahan teorinya belum Beliau
temukan infonya. Langsung ke rangkuman berikut:

Sumanto Al Qurtuby

Pendukung Teori China : Slamet Mulyana, Sumanto Al Qurtuby


Bunyi Teori China
: "Agama Islam masuk ke Indonesia dibawa

oleh perantau China".


Dasar

1. Sekitar tahun 879, terjadi perpindahan orang-orang Islam dari


Canton
ke
Asia
Tenggara
(Kedah
ke
Palembang).
2. Raja pertama di Jawa (Raden Patah dari Bintaro Demak)
merupakan keturunan China. Ibunya disebutkan berasal dari China.
3. Berdasarkan Hikayat Hasanudin dan Sejarah Banten, nama dan
gelar raja-raja Demak ditulis dengan menggunakan istilah China.
4. Adanya masjid-masjid tua berarsitektur China di Pulau Jawa.
5. Menurut catatan China, pelabuhan-pelabuhan diduduki pertamatama oleh pedagang China.
Kekurangan Teori
:-

Teori

China

5.Teori Benggali.
Teori ketiga yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa Islam datang
dari Benggali (Bangladesh). Dia mengutip keterangan Tome Pures yang
mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah
18

orang Benggali atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul pertama kali di
semenanjung Malaya dari arah pantai Timur, bukan dari Barat (Malaka),
pada abad ke-11, melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan
Trengganu. Ia beralasan bahwa doktrin Islam di semenanjung lebih sama
dengan Islam di Phanrang, elemen-elemen prasasti di Trengganu juga
lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran. Drewes, yang
mempertahankan teori Snouck, menyatakan bahwa teori Fatimi ini tidak
bisa diterima, terutama karena penafsirannya atas prasasti yang ada
dinilai merupakan perkiraan liar belaka. Lagi pula madzhab yang dominan
di Benggali adalah madzhab Hanafi, bukan madzhab Syafii seperti di
semenanjung dan nusantara secara keseluruhan.
3.KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA
KERAJAAN SAMUDERA PASAI

1. Letak

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di bumi


nusantara ini dan terletak di pantai timur Sumatera bagian utara yang
dekat jalur pelayaran perdagangan internasional, Selat Malaka.

2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Samudera Pasai sebenarnya tidak banyak.
Sumber sejarahnya antara lain adalah makan Sultan Malik as-Saleh dan
catatan Ibnu Batutah dan Cheng Ho.

19

3. Sultan
1267-1297 : Sultan Malik as-Saleh (Marah Silu)
1297-1326 : Sultan Malik Al Thahir (Sultan Malikul Thahir)

4. Peristiwa Penting
Pada masa kekuasaan Sultan Malik Al-Thahir (1921-1236), terjadi peristiwa
penting yaitu saat Abdullah (putra Sultan Malik as-Saleh) memisahkan diri
ke Aru dan bergelar (Sultan Malikul Mansur).

5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Samudera Pasai adalah:

a. Kerajaan Majapahit berambisi menyatukan bumi nusantara.


b. Berdirinya Kerajaan Bandar Malaka yang letaknya lebih strategis karena
berada di daerah pusat Selat
Malaka.
c. Setelah Sultan Malik Al-Thahir wafat, tidak ada yang meggantikan tahta
sehingga penyebaran agama
Islam diambil dan diteruskan oleh Kerajaan Aceh.

KERAJAAN ACEH

20

1. Letak
Secara geografis, Kerajaan Aceh terletak strategis di Sumatera bagian
utara dekat jalur pelayaran perdagangan internasional, sekitar Selat
Malaka.

2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Aceh adalah Masjid Raya Aceh, Masjid Raya
Baiturrahman, catatan Lombard, dan asal-usul Aceh yang berupa cerita
turun-temurun.

3. Sultan
1511-1530 : Sultan Alaidin Ali Mughayat Syah
1530-1539 : Sultan Salahuddin
1539-1571 : Sultan Alaidin Riayat Syah (Sultan Al Qahhar)
1571-1579 : Sultan Husain Alaidin Riayat Syah
1579-1580 : Sultan Zainal Abidin
1581-1587 : Sultan Alaidin Mansyur Syah
1587-1589 : Sultan Mugyat Bujang
1589-1604 : Sultan Alaidin Riayat Syah
1604-1607 : Sultan Muda Ali Riayat Syah
1607-1636 : Sultan Iskandar Muda (Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah)
21

1636-1641 : Sultan Iskandar Sani

4. Peristiwa Penting
Salah satu peristiwa penting yang dialami Kerajaan Aceh adalah Perang
Aceh, yaitu dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan
Aceh.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Aceh adalah:
a. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, tidak ada lagi sultan yang mampu
mengendalikan daerah Kerajaan
Aceh yang begitu luas.
b. Di masa Sultan Iskandar Sani, disinilah masa-masa kemunduran dan
setelah beliau wafat, kemunduran itu
lebih terasa sangat mundur.
c. Timbulnya pertikaian terus menerus di Kerajaan Aceh antara golongan
bangsawan (teuku) dengan
golongan ulama (teungku) yang mengakibatkan melemahnya Kerajaan
Aceh.
d. Daerah-daerah bawahan banyak yang melepaskan diri seperti Johor,
Pahang, Perak, Minangkabau, dan
Siak.

KERAJAAN DEMAK

1. Letak
22

Kerajaan Demak pada masa itu berada di tepi laut, berada di Kampung
Bintara, menjadi Kota Demak, Jawa Tengah.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Demak yaitu masjid yang sangat terkenal yaitu
Masjid Agung Demak. Ada juga sumber sejarah yang lain, yaitu Pintu
Bledeg, Piring Campa, Saka Tatal, Dampar Kencana, serta makam sultansultan Kerajaan Demak.
3. Sultan
1518-1521 : Pati Unus
1521-1548 : Sultan Trenggana
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Demak yaitu di Masjid
Agung Demak, pada tahun 1668 Sunan Amangkurat II dari Kerajaan
Mataram Islam mengucap sumpah setia terhadap perjanjian dengan
Belanda yang ditandatangani setelah Kapten Tack di Kartasura.
5. Penyebab Kemunduran
Berikut ini adalah penyebab kemunduran Kerajaan Demak:
a. Setelah Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan antara
Pangeran Seda di Lepen dan Sunan
Prawoto (putra Sultan Trenggana)
b. Raden Patah kurang menarik simpati orang-orang pedalaman dan
bekas rakyat Kerajaan Majapahit.
KERAJAAN PAJANG

23

1. Letak
Kerajaan Pajang yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja
berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa
Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Pajang adalah salah satu peninggalan karya
sastra Islam yaitu Babad tanah Jawi.
3. Sultan
1549-1582 : Jaka Tingkir (Hadiwijaya)
1583-1586 : Arya Pangiri (Ngawantipuro)
1586-1587 : Pangeran Benawa (Prabuwijoyo)
4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Pajang yaitu:
a. Ki Ageng Pamanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Hadiwijaya
atas jasanya mengalahkan Arya
Panangsang.
b. Ki Ageng Pamanahan membangun istana di Pasargede atau yang
sekarang disebut Kotagede.
c. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya sebagai penguasa baru di
Mataram.
d. Pasukan Kesultanan Pajang yang menyerbu Mataram porak-poranda
24

diterjang letusan Gunung Merapi.


5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Pajang yaitu:
a. Sultan Hadiwijaya sakit dan wafat.
b. Pemerintahan Arya Pangiri disibukkan dengan balas dendam terhadap
Kerajaan Mataram Islam.
c. Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Kerajaan
Pajang.
d. Perang Kerajaan Pajang melawan Kerajaan Mataram Islam dan Jipang
berakhir kekalahan Arya Pangiri.
e. Tidak ada pengganti tahta kerajaan setelah Pangeran Benawa.
f. Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram Islam.
KERAJAAN MATARAM ISLAM

1. Letak
Kerajaan Mataram Islam asal-usulnya adalah suatu Kadipatan di bawah
Kesultanan Pajang dan berpusat di Bumi Mentaok yang diberikan pada Ki
Ageng Pamanahan sebagai hadiah jasanya. Kerajaan Mataram Islam juga
beribukota di Kota Gede, Karta, dan Pleret.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Mataram Islam sebenarnya terbatas, yaitu
berasal dari naskah Babad, Serat, dan tradisi lisan.
3. Sultan
25

1587-1601
1601-1613
1613-1645
1645-1677

:
:
:
:

Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya)


Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang)
Sultan Agung (Raden Mas Rangsang)
Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum)

4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Mataram Islam, yaitu:
a. Mataram menjadi Kerajaan dengan Sutawijaya sebagai sultan.
b. Panembahan Hanyakrawati dikenal sebagai "Panembahan Seda ing
Krapyak" karena wafat saat berburu.
c. Pertentangan dan perpecahan keluarga kerajaan dimanfaatkan oleh
VOC.
5. Penyebab Kemunduran
Kemunduran Kerajaan Mataram Islam berawal kekalahan Sultan Agung
merebut Batavia dan menguasai Jawa dari Belanda.
KERAJAAN CIREBON

1. Letak
Letak Kerajaan Cirebon adalah di pantai utara Pulau Jawa.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon menurut Sulendraningrat adalah berasal
dan mendasar dari atau pada Babad Tanah Sunda dan Atja.
26

3. Sultan
1455-1479
1479-1568
1568-1570
1570-1649
1649-1677

:
:
:
:
:

Pangeran Cakrabuana
Sunan Gunung Jati
Fatahillah
Panembahan Ratu I
Panembahan Ratu II

4. Peristiwa Peenting
Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat.
5. Penyebab kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Cirebon yaitu:
a. Terjadinya kevakuman kekuasaan.
b. Terjadi perpecahan diantara putra-putra Raja Cirebon.
c. Ikut campur VOC dalam mengatur Kerajaan Cirebon.
KERAJAAN BANTEN

1. Letak
Kerajaan Banten terletak di Provinsi Banten.
2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah tentang Kerajaan Banten sangat sedikit dapat ditemukan
karena di abad XVI Kerajaan Banten telah menjadi pelabuhan Kerajaan
Sunda. Dan salah satu sumber sejarah Kerajaan Banten adalah catatan
27

dari Ten Dam.


3. Sultan
1552-1570
1570-1585
1585-1596
1596-1647
1647-1651
1651-1682
1683-1687

:
:
:
:
:
:
:

Maulana Hasanuddin
Maulana Yusuf
Maulana Muhammad
Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad
Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Haji

4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Banten yaitu:
a. Sultan Ageng Tirtayasa menolak VOC menerapkan mono poli.
b. Rakyat Kerajaan Banten membuat VOC kewalahan dengan merusak
kebun tebu milik VOC.
c. Kemenangan Sultan Haji menandai berakhirnya kejayaan Kerajaan
Banten.
5. Penyebab Kemunduran
Terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara saudara Maulana Yusuf
dengan pembesar Kerajaan Banten.
KERAJAAN MAKASSAR

1. Letak
Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung menjadi satu dengan nama Kerajaan
28

Makassar yang terletak di Sulawesi Sekatan.


2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Makassar adalah berasal dari catatan Tome
Pires.
3. Sultan
1591-1639 : Sultan Alaudin
1639-1653 : Sultan Muhammad Said
1653-1669 : Sultan Hasanudin
4. Peristiwa Penting
Kerajaan Makassar terdesak setelah VOC menjalin kerja sama dengan Raja
Bone di Aru Palaka.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Makassar yaitu:
a. Terjadi pertentangan keluarga bangsawan.
b. Tidak ada regenerasi yang cakap.
c. Kerajaan Makassar terdesak setelah VOC menjalin kerja sama dengan
Raja Bone di Aru Palaka.
KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE

1. Letak
Kerajaan Ternate dan Tidore adalah kerajaan Islam di Maluku dan
29

merupakan kerajaan terlama yang pernah berdiri di Nusantara.


2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore masih belum jelas karena
tidak memiliki kutipan pada kalimat. Jadi, sumber sejarah Kerajaan Ternate
adalah berupa catatan kaki yang sulit diterjemahkan karena tidak
memiliki kutipan yang disebut pada zaman itu yaitu Royal Ark Ternate.
3. Sultan
1486-1500
1500-1534
1534-1570
1570-1583

:
:
:
:

Sultan
Sultan
Sultan
Sultan

Zainal Abidin
Tabariji
Hairun
Baabullah

4. Peristiwa Penting
Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Ternate dan Tidore yaitu:
a. Portugis diizinkan mendirikan benteng di Ternate dengan alasan untuk
melindungi Ternate.
b. Di masa pemerintahan Sultan Hairun berhasil mengusir Spanyol dari
tanah Maluku.
c. Di masa pemerintahan Sultan Baabullah berhasil merebut benteng
Portugis di Ternate bahkan mengusirnya
dari tanah Maluku.
5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Ternate dan Tidore yaitu:
a. Adu domba Tidore dilakukan bangsa asing
b. VOC menguasai rempah-rempah di Maluku.
4.PERANAN PARA WALI
Awal sejarah wali songo :
Dalam sejarah masuknya Islam ke Nusantara, Wali Songo adalah perintis
dakwah Islam di Indonesia, khususnya di Jawa, yang dipelopori Syeikh
Maulana Malik Ibrahim (Syis, 1984; Sunyoto, 1991; Drewes, 2002). Wali
Songo adalah pelopor dan pemimpin dakwah Islam yang berhasil
merekrut murid-murid untuk menjalankan dakwah Islam ke seluruh
Nusantara sejak abad ke-15.
30

Wali Songo terdiri dari sembilan wali; Maulana Malik Ibrahim, Sunan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan
Muria, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kali Jaga.

Perkataan wali sendiri berasal dari bahasa Arab. Wala atau waliya yang
berarti qaraba yaitu dekat, yang berperan melanjutkan misi kenabian
(Nasution, 1992; Saksono, 1995. Dalam Al-Quran istilah ini dipakai
dengan pengertian kerabat, teman atau pelindung. Al-Quran
menjelaskan: Allah pelindung (waliyu) orang-orang yang beriman; Dia
mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).
Dan orang-orang kafir, pelidung-pelindung (auliya) mereka ialah syetan,
yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran).
Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. (QS. AlBaqarah: 257)
Selanjutnya, kata songo menunjukkan angka hitungan Jawa yang berarti
sembilan, angka bilangan magis Jawa yang diambil dari kata ja yang
memiliki nilai dan wa yang bernilai enam (simuh, 1986). Namun
demikian, ada juga yang berpendapat bahwa kata songo berasal dari kata
sana yang diambil dari dari bahasa Arab, tsana (mulia) sepadan dengan
mahmud (terpuji), sehingga pengucapan yang benar adalah Wali Sana,
yang berarti wali-wali terpuji (Adnan, 1952). Pendapat ini didukung oleh
sebuah kitab yang meriwayatkan kehidupan dan hal ihwal para wali di
Jawa yang dikarang oleh Sunan Giri II (Imron arifin, 2002).
Strata sosial kultural masyarakat Jawa sebelum kehadiran Wali Songo
sangat dipengaruhi oleh kehidupan animispanteistik yang dikendalikan
oleh para pendeta, guru ajar, biksu, wiku, resi, dan empu. Mereka
dianggap mempunyai kemampuan mistis dan kharismatik (Thrupp, 1984).
Kedudukan vital mereka diambil alih para wali dengan tetap berfokus
pada kehidupan mistis religius (Stuuerheim, 1977). Era Wali Songo adalah
era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran
Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Peranan Mereka dalam mendirikan
31

kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan


masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat
sembilan wali ini lebih banyak disebut di bandingkan yang lain.
Pengaruh budaya walisongo terhadap nusantara :
Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan
Islam di Indonesia. Bahkan mereka adalah perintis utama dalam bidang
dakwah Islam di Indonesia, sekaligus pelopor penyiaran Islam di
nusantara.
Wali adalah singkatan dari bahasa Arab, Waliyullah yang berarti orang
yang mencintai dan dicintai Allah dan Songo berasal dari bahasa Jawa
yang berarti sembilan, sehingga Wali songo merujuk pada wali sembilan
yaitu Sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah.
Mereka diberi gelar seperti itu karena mereka dianggap penyiar-penyiar
agama Islam dan yang terpenting adalah karena kesungguhan mereka
dalam mengajarkan dan menyebarkan Islam. Disamping itu, Para
Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada
masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi
peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam,
perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga
kepemerintahan.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah
Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara
Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, DemakKudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi HinduBudha dalam
budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka
adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu
banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang
sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya
terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding
yang lain.
Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai peranan masing-masing sunan
Wali Songo :
1. SUNAN GRESIK atau Maulana Malik Ibrahim

32

Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia


disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar
Thariqat Wali Songo . Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah,
pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma
menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa
terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya
Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri dan 2 anak.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang
mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok
tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan
masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik
Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis
ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar
agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya
terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
2. SUNAN AMPEL atau Raden Rahmat

Sunan Ampel adalah Anak Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Menurut
Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal
33

dengan namaRaden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama


Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama
bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi
bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa
pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440,
sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun
di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi
ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama
Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama
Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya
yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika
Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama
di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari
Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun
1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja
Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula
ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15,
pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh
di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya
adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian
disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para
santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan
pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah
Mo Limo (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh
madon). Yakni seruan untuk tidak berjudi, tidak minum minuman keras,
tidak mencuri,
tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan
dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
3. SUNAN BONANG atau Raden Makhdum Ibrahim

34

Sunan Bonang di perkirakan lahir tahun 1465 M dari seorang perempuan


bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban. Sunan
Bonang adalah Anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik
Ibrahim. Pada masa kecilnya, Sunan Bonang memiliki nama Raden
Makdum Ibrahim.
Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta.
Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok
Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas
masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal
Daha.
Ia kemudian menetap di Bonang desa kecil di Lasem, Jawa Tengah
-sekitar 15 kilometer timur kota Rembang. Di desa itu ia membangun
tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan
nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama
Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi.
Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan
kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura
maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal.
Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah
sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang
memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf
ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan
arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang
yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat cinta(isyq). Sangat mirip
dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama
dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah
SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer
melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan
35

Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.


Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau
tembang tamsil. Salah satunya adalah Suluk Wijil yang tampak
dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Said Al Khayr (wafat pada 899).
Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut.
Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin
Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental
dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang
menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan
instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang
mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut).
Tembang Tombo Ati adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai
membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan
memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa
ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan)
dan isbah (peneguhan).
4. SUNAN DRAJAT atau Raden Qasim

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23
dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng
Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak
berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan
kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat,
sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan
secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat,
Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan
sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di
Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat
36

wafat pada 1522.

5. SUNAN KUDUS atau Jafar Shadiq

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji,
dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran
binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah
keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung
bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin AlHusain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin
Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qasam bin
Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa
bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Jafar Shadiq bin Muhammad Al-Baqir
bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti
Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki
peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai
panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim
peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan
priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan
Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan.
Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang
arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus
diperkirakan wafat pada tahun 1550.
6. SUNAN GIRI atau Raden Paku atau Ainul Yaqin

37

Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan
Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang
menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa
kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya, seorang putri raja
Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian
dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik
Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal
mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga
isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel,
tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka
dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah
perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit
adalah giri. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam
arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja
Majapahit
konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi
keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren
itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri
Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut
sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu
itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah
bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal
tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari
pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi
keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya,
Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi
VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.
38

Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih
ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate,
hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk
Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal
dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam
ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia
juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan,
Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri.
Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa
namun syarat dengan ajaran Islam.
7. SUNAN KALIJAGA atau Raden Said

Sunan Kalijaga, merupakan wali yang namanya paling banyak disebut


masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya
Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit,
Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam.
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah
nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau
Raden Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama
Kalijaga yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan
bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa
mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam (kungkum) di
sungai (kali) atau jaga kali. Namun ada yang menyebut istilah itu
berasal dari bahasa Arab qadli dzaqa yang menunjuk statusnya sebagai
penghulu suci kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun.
Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir
1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga
Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan
Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula
39

merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung


Demak. Tiang tatal (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari
tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus
sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung
sufistik berbasis salaf -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati
secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan
lama hilang.
Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang
Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa
Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya
Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati
Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang
Kotagede Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan
Demak.
8. SUNAN MURIA atau Raden Umar Said

Ia putra Dewi Saroh adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh
Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga Nama kecilnya adalah Raden
Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng
Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus.
Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga.
Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di
daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan
agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan
40

keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut


adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik
internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi
yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya
masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua
pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana
hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni
adalah lagu Sinom dan Kinanti.
9. SUNAN GUNUNG JATI atau Syarif Hidayatullah

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar


tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran
Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah
Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari
para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul
berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain,
ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan
Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya wali songo
yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan
pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari
pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas.
Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa
jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga
melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum,
menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang
kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk
41

hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran


Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120
tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung
Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari
arah barat.
5.Akulturasi Kebudayaan Nusantara
Hindu-Buddha Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran
antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain,
sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang
merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan
kepribadian/ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi,
masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk
kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli.

Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dengan


kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut.
1. Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan
bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu- Buddha dengan
unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung
perwujudan dewa atau Buddha, serta bagianbagian candi dan stupa
adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candicandi di Indonesia pada
hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia
asli. Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi
tersebut.
2. Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang
seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau
seni ukir yang dipahatkan pada bagian dindingdinding candi. Misalnya,
relief yang dipahatkan pada dindingdinding pagar langkan di Candi
42

Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang


Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan
burung merpati.
Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala
makara, dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal
semacam ini sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-binatang
itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.
3. Seni Sastra dan Aksara
Pengaruh India membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni
sastra waktu itu ada yang berbentuk prosa dan ada yang berbentuk
tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusasteraan dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab keagamaan), kitab hukum, dan
wiracarita (kepahlawanan).
Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab
Ramayana dan Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan
dari para pujangga Indonesia. Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh
Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan.
Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata
dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit (wayang
purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa sudah
begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang banyak
mengandung nilai-nilai yang bersifat edukatif (pendidikan). Cerita dalam
pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari
Indonesia. Seni pahat dan ragam luas yang ada pada wayang disesuaikan
dengan seni di Indonesia.
Di samping bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh-tokoh
pewayangan yang khas Indonesia. Misalnya tokohtokoh punakawan
seperti Semar, Gareng, dan Petruk. Tokohtokoh ini tidak ditemukan di
India. Perkembangan seni sastra yang sangat cepat didukung oleh
penggunaan huruf pallawa, misalnya dalam karya-karya sastra Jawa Kuno.
Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur
budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan
huruf Bali Kuno (Indonesia).
4. Sistem Kepercayaan
Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah
mengenal simbol-simbol yang bermakna filosofis. Sebagai contoh, kalau
ada orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan benda-benda. Di
antara benda-benda itu ada lukisan seorang naik perahu, ini memberikan
43

makna bahwa orang yang sudah meninggal rohnya akan melanjutkan


perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka.
Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati,
yakni sebagai roh halus. Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh
orang yang masih hidup (animisme).
Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak
punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di
India adalah sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping sebagai
tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan
abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat
penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip
dewa yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi
di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di
Indonesia.
Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan
terutama bagi orang-orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah
lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis lingga dan yoni adalah lambang
kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-laki dan yoni
lambang perempuan.
5. Sistem Pemerintahan
Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya
sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang dimaksud
adalah semacam pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu. Rakyat
mengangkat seorang pemimpin atau semacam kepala suku. Orang yang
dipilih sebagai pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior), arif,
dapat membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk
dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan
gaib (kesaktian). Setelah pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi
diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara jelas
terjadi di Kutai.
Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang
raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada
pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha. Karena raja memiliki kekuatan
gaib, maka oleh rakyat raja dipandang dekat dengan dewa. Raja
kemudian disembah, dan kalau sudah meninggal, rohnya dipuja-puja.
Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam
Agama dan budaya Islam yang masuk ke Indonesia mempengaruhi
kebudayan asli Indonesia sehingga menimbulkan akulturasi kebudayan
44

sehingga lahirlah corak baru kebudayan Indonesia. Akulturasi tersebut


dapat dilihat dari berbagai bidang berikut ini.

a. Seni Bangunan
1. Masjid
Dilihat dari segi arsitektuknya, masjid-masjid kuno di Indonesia
menampakan gaya arsitektur asli Indonesia dengan ciri-ciri sebagai
berikut.
Atapnya bertingkat/tumpang dan ada puncaknya (mustaka).
Pondasinya kuat dan agak tinggi.
Ada serambi di depan atau di samping.
Ada kolam/parit di bagian depan atau samping.
Gaya arsitektur bangunan yang mendapat pengaruh Islam ialah sebagai
berikut:
hiasan kaligrafi;
kubah;
bentuk masjid.
Adapun bangunan masjid kuno yang beratap tumpang, antara lain
sebagai berikut
1. Masjid beratap tumpang, antara lain sebagai berikut.
Masjid Agung Cirebon dibangun pada abad ke-16.
Masjid Angke, Tambora dan Marunda di Jakarta dibangun pada abad ke-18.
Masjid Katangka di Sulawesi Selatan dibangun pada abad ke-17.
2. Masjid beratap tumpang tiga, antara lain sebagai berikut.
Masjid Agung Demak dibangun pada abad ke-16.
Masjid Baiturahman di Aceh, dibangun pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda, yakni pada abad ke-17.
Masjid Jepara
Masjid Ternate
45

3. Masjid beratap tumpang lima ialah Masjid Banten yang dibangun pada
abad ke-17.

b. Makam
Makam khususnya untuk para raja bentuknya seperti istana disamakan
dengan orangnya yang dilengkapi dengan keluarga, pembesar, dan
pengiring terdekat. Budaya asli Indonesia terlihat pada gugusan cungkup
yang dikelompokkan menurut hubungan keluarga. Pengaruh budaya Islam
terlihat pada huruf dan bahasa Arab, misalnya Makam Puteri Suwari di
Leran (Gresik) dan Makam Sendang Dhuwur di atas bukit (Tuban).

c. Seni Rupa dan Aksara


Akulturasi bidang seni rupa terlihat pada seni kaligrafi atau seni khot,
yaitu seni yang memadukan antara seni lukis dan seni ukir dengan
menggunakan huruf Arab yang indah dan penulisannya bersumber pada
ayat-ayat
suci Al Qur'an dan Hadit. Adapun fungsi seni kaligrafi adalah untuk motif
batik, hiasan pada masjid-masjid, keramik, keris, nisan, hiasan pada
mimbar dan sebagainya.

d. Seni Sastra
Seni sastra Indonesia di zaman Islam banyak terpengaruh dari sastra
Persia. Di Sumatra, misalnya menghasilkan karya sastrayang berisi
pedoman-pedoman hidup, seperti cerita Amir Hamzah, Bayan Budiman
dan 1001 Malam. Di samping itu juga mendapat pengaruh Hindu, seperti
Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama. Cerita Panji pada zaman Kediri
(Hindu) muncul lagi dalam bentuk Islam, seperti Hikayat Panji Semirang.
Hasil seni sastra, antara lain sebagai berikut.
Suluk, yaitu kitab yang membentangkan ajaran tasawuf. Contohnya ialah
Suluk Wujil, Suluk Sukarsa, dan Suluk Malang Sumirang. Karya sastra yang
dekat dengan suluk ialah primbon yang isinya bercorak kegaiban dan
ramalan penentuan hari baik dan buruk, pemberian makna kepada
sesuatu kejadian dan sebagainya.
Hikayat, yakni saduran cerita wayang.

46

Babad, ialah hikayat yang berisi sejarah. Misalnya Babad Tanah Jawi isinya
sejarah Pulau Jawa, Babad Giyanti tentang pembagian Mataram menjadi
Surakarta dan Yogyakarta dan sebagainya.
Kitab-kitab lain yang berisi ajaran moral dan tuntunan hidup, seperti Tajus
Salatin dan Bustan us Salatin.
e. Sistem Kalender
Pada zaman Khalifah Umar bin Khatab ditetapkan kalender Islam dengan
perhitungan atas dasar peredaran bulan yang disebut tahun Hijriah. Tahun
1 Hijrah (H) bertepatan dengan tahun 622 M. Sementara itu, di
Indonesiapada saat yang sama telah menggunakan perhitungan tahun
Saka (S) yang didasarkan atas peredaran matahari. Tahun 1 Saka
bertepatan dengan tahun 78 M. Pada tahun 1633 M, Sultan Agung raja
terbesar Mataram menetapkan berlakuknya tahun Jawa (tahun Nusantara)
atas dasar perhitungan bulan ( 1 tahun =354 hari). Dengan masuknya
Islam maka muncul sistem kalender Islam dengan menggunakan namanama bulan, seperti Muharram (bulan Jawa; Sura),Shafar (bulan Jawa;
Sapar), dan sebagainya sampai dengan Dzulhijah (bulan Jawa; Besar)
dengan tahun Hijrah (H).

f. Seni Musik dan Tari


Akulturasi pada seni musik terlihat pada musik qasidah dan gamelan pada
saat upacara Gerebeg Maulud. Di bidang seni tari terlihat pada tari
Seudati yang diiringi sholawat nabi, kesenian Debus yang diawali dengan
membaca Al Qur'an yang berkembang di Banten, Aceh, dan Minangkabau.

g. Sistem Pemerintahan
Pada zaman Hindu pusat kekuasaan adalah raja sehingga raja dianggap
sebagai titisan dewa. Oleh karena itu, muncul kultus dewa raja. Apa
yang dikatakan raja adalah benar. Demikian juga pada zaman Islam, pola
tersebut masih berlaku hanya dengan corak baru. Raja tetap sebagai
penguasa tunggal karena dianggap sebagai khalifah, segala perintahnya
harus dituruti.

47

Anda mungkin juga menyukai