Pada hari ini tanggal 05 Desember 2015 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama Peserta
No.
No.
10
10
11
11
Tanda Tangan
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
Borang Portofolio
Nama Presentan : dr. Annisa Avicenna Ayudiyusraa
Nama Wahana: RSUD Dr.H.Moch.Ansari Saleh, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Topik: Kasus Jiwa
Tanggal (kasus): 17 November 2015
Nama Pasien: Ny. NA
No. RM : -
Keterampilan
Manajemen
Penyegaran
Masalah
Bayi
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Seorang perempuan 40 tahun dengan keluhan gelisah, tidak bisa tidur, susah makan, marah-marah sejak 4 hari
Tujuan: Mengetahui diagnosis pasien dengan gangguan jiwa dan melakukan tatalaksana secara cepat dan tepat.
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas:
Data pasien:
Diskusi
Nama: Ny. NA
Saleh
Pos
3. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien belum pernah mengalami hal seperti ini
6. Riwayat kebiasaan dan psikososial: pasien tinggal bersama dengan suami dan anaknya, pasien biasa merokok 2 bungkus per hari, pasien
4. Riwayat imunisasi: -
RIWAYAT PSIKIATRI
Berdasarkan
Alloanamnesis : 16 Mei 2014, Pukul 10.55 WITA (dengan ibu kandung pasien)
Autoanamnesis : 18 Mei 2014, Pukul 11.45 WITA (dengan pasien)
Keluhan Utama : Menurut ibu pasien, pasien sering gelisah sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Gelisah, curiga terhadap orang lain
Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja di warung sebagai pengupas kelapa selama satu tahun, namun pasien memiliki masalah terhadap teman kerjanya hingga pasien
memutuskan untuk berhenti bekerja.
b. Riwayat Aktivitas Sosial dan Situasi Kehidupan Sekarang
Hubungan pasien dengan tetangga tidak cukup baik. Pasien tinggal bersama istrinya di rumah kontrakan. Pasien tidak bekerja sehingga kehidupannya
ditanggung oleh istri pasien. Sehari-hari pasien hanya melakukan kegiatan rutin membantu istrinya seperti pekerjaan rumah tangga dan hanya
merokok 2 bungkus per hari.
c. Riwayat Pernikahan
Di usia 20 tahun, pasien sudah menikah namun pasien belum memiliki anak.
Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien perempuan sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Kakak perempuan
pasien tinggal bersama suami dan dua orang anak. Pasien juga sudah tinggal bersama istrinya. Pasien jarang menceritakan permasalahanpermasalahan yang sedang dihadapi kepada keluarga. Hubungan pasien dengan ibu, ayah, dan kakak perempuannya cukup harmonis. Namun
karena ada suatu hal ibu dan ayah pasien bercerai berlangsung 2 tahun Di keluarga pasien tidak pernah ada yang memiliki riwayat
gangguan jiwa.
Skema Keluarga
Perempuan
Keterangan :
Laki-laki
Pasien
: tidak ada
b. Khayalan
: tidak ada
c. Sistem Penilaian
STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
Penampilan
Pasien adalah seorang laki-laki, postur tubuh kurus dengan perawakan sedang, dengan berat badan kurang lebih 50 kg dan tinggi badan kurang lebih
157 cm, tampak sehat, penampilan sesuai dengan usia, kulit sawo matang dan rambut lurus. Pada saat wawancara pasien mengenakan kaos berwarna
hitam lengan pendek dan celana pendek (sebatas lutut) berwarna hitam serta memakai sendal jepit. Cara berjalan pasien biasa, posisi tubuh tegak dan
gerakan tubuh terlihat aktif.
Perilaku dan Aktivitas Motorik
Aktivitas motorik pasien cukup baik, tampak sedikit gelisah. Saat wawancara pasien pada posisi jongkok sambil merokok, perilaku pasien sopan, tidak
menunjukkan rasa permusuhan. Pasien terlihat datar, bicara tidak terlalu cepat, menjawab pertanyaan seperlunya, namun konsentrasi kadang
teralihkan,volume suara sedang. Pasien dapat melakukan kontak mata (dapat dipertahankan) dengan dokter.
Pembicaraan
Volume
: Sedang
Irama
: Teratur
Kelancaran
: Lancar
Kecepatan
: Sedang
Gangguan bicara
: Tidak ada
Mood
: hipotim
b)
Afek
: datar
c)
Keserasian
: serasi
Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
1. Riwayat halusinasi auditorik
: Ada (mendengarkan bisikan-bisikan yang selalu mengejek dirinya namun pasien tidak
mengenali suara tersebut)
2. Visual
: Tidak ada
: Tidak ada
4. Gustatorik
: Tidak ada
5. Taktil
: Tidak ada
2. Ilusi
: Tidak ada
3. Depersonalisasi
: Tidak ada
4. Derealisasi
: Tidak ada
Proses Pikir
1. Produktivitas
: Cukup ide
2. Kontinuitas
- Blocking
:
: Tidak ada
- Asosiasi longgar
- Inkoherensia
: Tidak ada
- Neologisme
: Tidak ada
- Flight of Idea
: Tidak ada
- Sirkumstansial
: Tidak ada
- Tangensialitas
: Tidak ada
3. Hendaya bahasa
: Tidak ada
Isi Pikiran
: Tidak ada
Preokupasi
Riwayat waham persekutorik : Ada (pasien merasa keluarga dan orang sekitar mengawasi dirinya)
Waham kebesaran
: Tidak ada
Waham referensi
: Tidak ada
Delution of control
: Tidak ada
thought echo
: Tidak ada
thought broadcasting
: Tidak ada.
thought withdrawal
: Tidak ada.
thought insertion
: Tidak ada.
Obsesi
: Tidak ada
: Compos mentis
2. Orientasi
Waktu
Tempat
Orang
: Baik (pasien dapat menyebutkan hari, tanggal, bulan, dan tahun saat pasien di wawancara oleh dokter)
: Baik (pasien mengetahui berada di RS)
: Baik (pasien dapat mengenali dokter)
3. Konsentrasi
4. Daya Ingat
Jangka panjang
Jangka sedang
: Baik (Pasien dapat mengingat kapan dan jam berapa pasien dibawa ke RS.Poli Jiwa Ansari Saleh)
Jangka pendek
Segera
5.
6.
Visuospasial
: Baik (pasien dapat mengikuti gambar segilima berhimpit seperti yang dokter contohkan)
7.
Pemikiran Abstrak
8.
Kemampuan membaca dan menulis : Baik (pasien dapat menuliskan nama lengkap serta dapat membaca apa yang dokter
tuliskan)
9.
Hendaya bahasa
: Tidak ada
Pengendalian Impuls
Baik (pasien dapat mengendalikan dirinya saat diwawancara)
Daya Nilai
1. Penilaian Sosial
: Baik
: Baik
RTA
: Terganggu
Tilikan
: Dapat dipercaya
STATUS FISIK
Status Interna
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi
: 80 kali/menit
- Pernapasan
: 20 kali/menit
- Suhu
: 36,6 o C
Kepala
: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata.
Mata
: CA (-/-). SI( -/-), pupil bulat isokor, RCL/RCTL(+/+)
Mulut
: Bibir tidak kering, sianosis (-)
THT
: Dalam batas normal
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
: Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen
: supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-), BU (+)
Ekstremitas
: akral hangat, edema (-/-), RCT < 2 detik
Kulit
: lesi (-), petekie (-), scar (-), keloid (+)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal
: Tidak ada
Mata
a. Gerakan
: Baik ke segala arah
b. Bentuk Pupil
: Bulat, isokor
c. Rangsang Cahaya
: (+/+)
Motorik
- Tonus
: Baik
- Turgor
: Baik
- Kekuatan
: Baik
- Koordinasi
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Mood
: Hipotim
Afek
: Datar
Gangguan persepsi
:
Riwayat halusinasi auditorik (mendengarkan bisikan-bisikan namun pasien tidak mengenali suara tersebut)
5. Gangguan proses pikir
: Tidak ada
6. Gangguan isi pikir
: Riwayat waham persekutorik
7. RTA
: Terganggu
8. Tilikan
: Derajat I
9. Pengendalian impuls
: Baik
10. Taraf dapat dipercaya
: Dapat dipercaya
FORMULASI DIAGNOSIS
Menurut ikhtisar penemuan bermakna dan PPDGJ-III, kasus ini digolongkan ke dalam Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia Akut (F 23.2) karena
memenuhi kriteria diagnostik :
Aksis I
Onset gejala psikotik harus akut ( 2 minggu atau kurang, dari suatu keadaan non-psikotik menjadi keadaan yang jelas psikotik ).
Gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk skizofrenia (F.20) harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak berkembangnya gambaran klinis
yang jelas psikotik.
Kriteria untuk psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi.
Pada pasien ini ditemukan :
o Riwayat halusinasi auditorik (pasien mendengar suara-suara bisikan yang selalu mengejek dirinya)
o Riwayat waham persekutorik (pasien menaruh curiga pada orang disekitar pasien)
Aksis II
Aksis IV
Aksis V
Saat ini :
GAF 70-61
: Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik
Fungsi merawat diri : Pasien mampu mengurus dirinya dan mampu menjaga kebersihan dirinya, berpenampilan sopan dan
melakukan aktivitas biasa dengan baik.
Fungsi pekerjaan
: Pasien belum dapat melakukan pekerjaan.
Fungsi relasi dengan lingkungan : Pasien belum dapat bersosialisasi dengan teman-temannya di bangsal dan dokter.
Fungsi gunakan waktu luang : Pasien menggunakan waktu luang dengan berdiam diri di kamar.
EVALUASI MULTIAKSIS
AKSIS I
AKSIS II
AKSIS III
: Tidak ada
AKSIS IV
AKSIS V
: GAF 70-61 (Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik)
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING : Gangguan waham organik (F06.2), gangguan skizofrenia lainnya (F20.8)
DAFTAR MASALAH
1.
Problem organobiologi
2.
3.
: Pasien memiliki hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga
pasien membutuhkan psikoterapi dan farmakoterapi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
Quo ad sanactionam
: dubia ad bonam
RENCANA TERAPI
Farmakoterapi
Antipsikotik
: CPZ 2 x 100 mg
Haloperidol 2 x 1,5 mg
Injeksi CPZ 100 mg (bila perlu)
Injeksi delladryl 2 cc (bila gelisah)
Daftar Pustaka : Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya.hal 28-29, 54-55.
Hasil Pembelajaran :
1.
2.
3.
4.
psikotik ).
Plan:
Diagnosis: : Gangguan Psikotik Lir Skizofrenia Akut (F23.2)
Pengobatan: Pasien diberikan obat antipsikosis CPZ 100 mg dan Haloperidol 1,5 mg untuk mengurangi atau menghilangkan gejala psikosis,
menormalkan fungsi psikomotor, mengatasi insomnia dan antiemesis. Pasien juga diberikan injeksi CPZ 100 mg dan injeksi
delladryl 2cc bila pasien terlihat gelisah.
Pendidikan:
Psikoterapi
a.
Suportif
b. Keluarga
Menjelaskan kepada keluarga mengenai penyakit yang diderita oleh pasien, penyebabnya, faktor pencetus, dan rencana terapi. Menyarankan
keluarga untuk selalu memberikan dukungan dan perhatian lebih kepada pasien.
Memotivasi keluarga pasien untuk selalu mendorong pasien mengungkapkan perasaan dan berbagi tentang masalah yang sedang dihadapinya.
Memberikan nasihat kepada keluarga untuk bersama-sama membantu dan mendukung kesembuhan baik mental, jiwa, emosi, dan rohani pasien
dalam kesinambungannya dengan pemulihan kesembuhan yang seutuhnya.
Menghindarkan sikap tak acuh anggota keluarga terhadap masalah yang terjadi oleh pasien, karena perhatian dan kasih sayang anggota
keluarga sangat berarti.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. NA
Usia
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Wanita
Alamat
Pendidikan
: Tidak tamat SD
Pekerjaan
: Pedagang Baju
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Bangsa
: Indonesia
Cemas
B. KELUHAN TAMBAHAN:
Sering menangis
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Autoanamnsesis dengan Ny NA / 40 tahun / Os
Os datang ke RS Ansari Saleh pada tangal 17 November 2015, os datang karena merasa os cemas. Cemas dirasakan os sejak lebih dari setengah
bulan yang lalu. Cemas yang dirasakan os menyebabkan kegiatan os menjadi terganggu. Os merasa cemas karena memikirkan anak os yang sedang sakit.
Menurut pengakuan os, anak os yang sedang sakit tidak ingin melakukan pemeriksaan dan melakukan pengobatan, hal inilah yang membuat os menjadi
cemas.
Saat cemas os merasakan badan os menjadi gemetaran dan berdebar. Os merasakan ini saat os memikirkan anak os atau melihat anak os. Selain itu
os juga mengaku sering menangis. Os sering menangis apabila teringat penyakit yang diderita oleh anak os. Os juga merasa dirinya tidak berguna sebagai
ibu, terkadang os merasa dirinya lah yang menyebabkan hal tersebut terjadi pada anak os.
Hal lain yang dirasakan os adalah os menjadi malas untuk berkegiatan. Os berpikir untuk tidur saja, karena dengan begitu os akan melupakan
masalah os. Os juga pernah berpikir untuk bunuh diri ketika melihat pisau. Os juga mengatakan bahwa os merasa ketakutan ketika melihat pisau. Os
sempat mengatakan bahwa os lebih baik mati saja supaya tidak kepikiran masakah os.
Saat mengalami kecemasan ini os mengatakan os menjadi lebih sulit tidur, os bisa tidur apabila os meminum obat tidur yang diberikan oleh dokter.
Os juga mengaku os sering menangis bila sedang berjualan. Os menangis apabila jualan os tidak selaku biasanya, selain itu saat berjualan os juga sering
memikirkan anak os.
Os juga mengatakan bahwa sebelumnya saat berkumpul dengan teman-teman os maka keluhan os akan berkurang. Namun beberapa waktu ini
keluhan tidak berkurang, os tetap saja kepikiran. Os juga menjadi takut bila penyakit anak os semakin parah karena anak os tidak mau berobat.
Os masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi menyuci piring baju dan lain-lain. Hal yang berkurang dalam beberapa waktu ini
adalah os menjadi tidak mau berjualan, dan menjadi agak malas untuk bertemu dengan teman-teman os. Os juga mengatakan os lebih sering melamun
daripada biasanya.
Herediter (-)
Keterangan :
= Pasien
= Laki-laki
= Wanita
= Meninggal
Didalam keluarga os tidak ada memiliki keluhan yang sama.
STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
A.
Penampilan
Os datang diantar oleh suami os. Wajah os terlihat sesuai dengan umur os. Os tampak terawat, bertubuh sedang,pendek dan kurus, berkulit sawo
matang, berjilbab berwarna hitam menggunakan baju merah hitam volkado.
B. Kesadaran
E4 V5 M6 jernih
C. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Hipoaktif.
D. Pembicaraan
Spontan, lancar, koheren.
E.
F. Kontak psikis
Kontak ada, wajar dan dapat dipertahankan
HIDUP EMOSI
Afek (mood)
: Hipotimia
Reaksi emosi
a. Stabilitas
: Labil
b. Pengendalian
c. Kesungguhan
: sungguh-sungguh
d. kedalaman
: dangkal
e. Skala diferensiasi
: luas
f. Empati
: dapat dirasakan
g. Arus Emosi
: lebih lambat
Fungsi Kognitif
G.
Kesadaran
: kompos mentis
H.
I.
Daya konsentrasi
: terganggu
J.
Orientasi
: baik
: Waktu
Tempat
: baik
Orang
K. Daya Ingat
L.
: baik
Situasi
: baik
: Segera
: baik
Jangka Pendek
: baik
Jangka Panjang
: baik
Pikiran abstrak
:-
M.
Bakat kreatif
:-
N.
O.
Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik/visual/olfaktorik : Disangkal Os
Depersonalisasi / derealisasi
: Disangkal Os
B. Proses Pikir
A.
Arus Pikir
a. Produktivitas
: baik
b. Kontinuitas
: baik
c. Hendaya berbahasa
:-
B.
Isi Pikir
a. Preokupasi
:-
: waham (-)
C. Pengendalian Impuls
Tidak terkendali
D. Daya Nilai
A.
: baik
B.
: baik
C.
Penilaian realitas
: baik
E. Tilikan
Tilikan 5 (mengetahui bahwa dirinya sakit dan tahu bahwa penyebabnya adalah perasaan irasional atau gangguan-gangguan yang dialami, tetapi tidak
memakai pengetahuan tersebut untuk pengalaman di masa datang)
Taraf dapat dipercaya
Dapat dipercaya
IV.
Status Internus
Keadaan Umum
Tanda Vital
: Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 89 X/menit
Respirasi
: 20 X/menit
Suhu
: 36 oC
Bentuk badan
: Sedang
Kulit
: Sawo Matang, tidak sianosis, turgor cepat kembali, kelembaban cukup, tidak anemis.
Kepala
Mata
: Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Cor
Pulmo
: sonor
Auskultasi
Cor
Pulmo
Abdomen
Inspeksi
: Simetris, cembung
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ektremitas
B.
V.
: pergerakan bebas, tidak ada edema atau atrofi, tidak ada tremor.
Status Neurologis
Nervus I-XII
: tidak ada
: tidak ada
Refleks fisiologis
: normal
Refleks patologis
: tidak ada
Pemeriksaan Psikiatri :
Perilaku dan aktifitas psikomotor : Hipoaktif
Kontak psikis : ada dan dapat dipertahankan
Pembicaraan : Os menjawab dengan lancar namun nampak gelisah
Afek : hypotimia
Ekspresi afektif : terlihat cemas dan sedih
Konsentrasi
: terganggu
Diagnosis
Data pendukung
Depresi sedang
Sering menangis
Sulit tidur
Afek hipotim
: none
: GAF SCALE 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll).
DAFTAR MASALAH
A.
PSIKOLOGIK
Afek hipotim dimana os sering merasa sedih, selain itu os juga mengalami penurunan dalam kegiatan. Os juga mengalami gangguan konsentrasi dalam
kehidupan sehari-hari yakni sering melamun.
B.
KELUARGA
Stressor berupa anak os yang tidak ingin berobat.
C.
ORGANOBIOLOGIK
Os memiliki hipertensi namun os rutin meminum obat dan sering kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam.
VII.
PROGNOSIS
Diagnosis penyakit
: ad bonam
Perjalanan penyakit
: ad bonam
Ciri kepribadian
: dubia ad bonam
Stressor
: dubia ad bonam
Psikosoasial
: ad bonam
Riwayat herediter
: ad bonam
: dubia ad bonam
Pola keluarga
: ad bonam
Pendidikan
: dubia ad bonam
Aktivitas pekerjaan
: ad bonam
Ekonomi
: dubia ad bonam
Lingkungan sosial
: dubia ad bonam
Organobiologi
: dubia ad bonam
Pengobatan psikiatri
: ad bonam
Ketaatan berobat
: ad bonam
Kesimpulan
: Dubia ad bonam
bisa dilakukan dengan cara psikoterapi supportive atau reedukatif. Supportive dengan cara manipulasi lingkungan, terapi
kelompok,maupun dengan cara bimbingan. Untuk reedukatif misalnya terapi keluarga terapi perilaku dll
Terapi Religi : pasien harus diajarkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, lebih sering ke pengajian untuk menambah ilmu keagamaan
Rehabilitasi
: memberi kegiatan kepada penderita yang sesuai bakat dan minatnya agar membantu memepercepat penyembuhan.
Medika Mentosa
Fluoxatine 20 mg (1x1 caps), termasuk anti depresan golongan SSRI ( Selektif Serotonin Reuptake Inhibitor ) selektif menghambat ambilan
serotonin dan mengingat profil efek sampingnya untuk penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang yang datang berobat jalan sebaiknya
pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat), spektrum efek anti depresi
luas dan gejala putus obat sangat minimal, serta lethal dose yang tinggi (> 6000mg) sehingga relatif aman.
IX.
DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesa alloanamnesa dan autoanamnesa serta pemeriksaan status mental yang dilaksankan pada hari selasa tanggal 17 November
2015, dan merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, diagnosis penderita dalam kasus ini mengarah ke episode depresi dan dapat didiagnosa dengan
episode depresi sedang (F.32.1).
Depresi adalah gangguan mood yang dikarakteristikkan dengan kesedihan yang intens, berlangsung dalam waktu lama, dan mengganggu kehidupan
normal. Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius, penyakit ini mengenai 20% wanita dan 12% pria pada suatu waktu dalam
kehidupan.2 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia pada tahun 2000. Pada tahun 2020,
depresi diperkirakan menempati urutan kedua penyakit di dunia. Sekarang depresi merupakan penyakit kedua yang terjadi pada pria dan wanita umur 15-44
tahun. Dengan semakin meningkatnya tekanan kehidupan semakin banyak orang-orang yang menunjukkan gejala depresi, Depresi merupakan satu masa
terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu ( Kaplan,
2010). Depresi dapat terjadi pada keadaan normal sebagai bagian dalam perjalanan proses kematangan dari emosi sehingga definisi depresi adalah sebagai
berikut: (1) pada keadaan normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya
kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, (2) pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim untuk bereaksi terhadap rangsangan
disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpuasan, tidak mampu, dan putus asa.
Gejala-gejala depresi terdiri dari gangguan emosi (perasaan sedih, murung, iritabilitas, preokupasi dengan kematian), gangguan kognitif (rasa bersalah,
pesimis, putus asa, kurang konsentrasi), keluhan somatik (sakit kepala, keluhan saluran pencernaan, keluhan haid), gangguan psikomotor (gerakan lambat,
pembicaraan lambat, malas, merasa tidak bertenaga), dan gangguan vegetatif (gangguan tidur, makan dan fungsi seksual). Kaplan menyatakan bahwa faktor
penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol aset ic acid), HVA (Homovanilic
acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki
serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas
dopamin pada depresi menurun, hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi
dopamin menurun seperti parkinson, disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion dapat
menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien
depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres
kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang
paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004).
Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada
sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).
Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ
utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH
(Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal
terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase.
Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada
seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra,
serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik,
serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur
60-an tahun.
b. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi
ringan diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar
monozigot (Davies, 1999). Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan
dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah
genetik.
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial
yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental, faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak
saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010). Sedangkan menurut Kane, faktor
psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan
penyakit fisik (Kane, 1999). Sedangkan faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian,
psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode
depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis
misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme
defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran
menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan
depresi (Kaplan, 2010).
Pedoman diagnostik untuk episode depresi menurut PPDGJ III, antara lain:
- afek depresi,
- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosa, akan tetapi
periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Sedangkan pedoman diagnostik untuk episode depresi sedang menurut PPDGJ III, antara lain :
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0).
Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
Berdasarkan pedoman diagnosis secara umum untuk episode depresi pada penderita ini telah terpenuhi yaitu ditemukannya gejala utama seperti afek
depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, meningkatnya keadaan mudah lelah saat beraktivitas sedikit saja sehingga terjadi penurunan aktivitas serta terdapat
gejala lainnya seperti konsentrasi dan perhatian yang berkurang dimana os menjadi lebih sering melamun. Os juga merasa, tidurnya menjadi terganggu os.
Gejala-gejala tersebut telah berlangsung selama sekurang-kurangnya 2 minggu.
Pengelompokan tipe episode depresif itu dapat dilihat dari gejala utama yang mendasari episode depresif itu sendiri dan gejala lainnya, misalnya pada
episode depresi ringan gejala yang menonjol adalah hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya, pada episode depresif
sedang gejala yang menonjol adalah menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Pada episode depresif
berat tanpa gejala psikotik gejala yang menonjol adalah tidak memungkinkannya pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah
tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas dan pada episode depresif berat dengan gejala psikotik gejala yang menonjol adalah sudah adanya waham yang
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu, serta adanya halusinasi
auditorik berupa suara yang menghina menuduh atau halusinasi olfatorik seperti mencium bau kotoran atau daging busuk.
Melalui anamnesis baik yang dilakukan langsung dengan os maupun anamnesis yang dilakukan dengan suami os didapatkan pula gejala-gejala yang
mendukung diagnosis ke arah episode depresif sedang antara lain di dapatkan 3 gejala utama dan 4 gejala lainnya yang berlangsung sudah lebih dari 2 minggu
yang lalu serta menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, dan pekerjaan.
Depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergic neurotransmitter salah satunya serotonin pada celah sinaps neuron di SSP
khususnya sistem limbic sehingga aktivitas reseptor serotonin menurun. Pada pasien depresi diberikan obat antidepresan yang dapat menghambat re-uptake
aminergic neurotransmiter dan menghmbat penghancuran oleh enzim Monoamine Oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter
pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin. Pada os diberikan obat Fluoxetin 10 mg (1 x 1 caps), yang termasuk
dalam obat anti-depressan golongan SSRI (Selektif Serotonin Reseptor Inhibitor). Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) merupakan grup kimia
antidepresan baru yang khas, hanya menghambat ambilan serotonin secara spesifik. Berbeda dengan antidepresan trisiklik yang menghambat tanpa seleksi
ambilan norepinefrin, serotonin, reseptor muskarinik. Dibandingkan dengan antidepresan trisiklik, SSRI menyebabkan efek antikolinergik lebih kecil dan
kordiotoksisitas lebih rendah. Mengingat os baru pertama kali berobat jalan dan mengingat profil efek sampingnya sebaiknya pertama-tama meggunakan
golongan SSRI tetapi apabila dalam jangka waktu yang cukup ( sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke golongan trisiklik dan jika pilihan kedua belum
berhasil dapat beralih dengan spektrum anti-depresan yang lebih sempit yaitu golongan tetrasiklik.
Efek samping obat anti-depresan dapat berupa sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif
menurun, dll), efek anti-kolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinustakikardia, dll), efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG,
hipotensi) dan efek neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi).
Selain menggunakan psikofarmaka, terapi pada pasien ini dapat dilakukan dengan cara psikoterapi berupa terapi keluarga dan masyarakat agar bisa
menerima keadaan penderita dengan tidak menimbulkan stressor-stressor baru, melainkan dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk kesembuhan
penderita. Peran keluarga dan masyarakat sangat penting dalam membantu kesembuhan pasien.