Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk ke dalam
tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan
disebut penyakit infeksi.1 Penyakit infeksi masih merupakan masalah di seluruh dunia,
baik di negara maju maupun negara berkembang. 2 Pada penyakit infeksi timbul reaksi
inflamasi dengan intensitas dan luas yang bervariasi. Manifestasi klinis yang berupa
inflamasi sistemik dengan dugaan atau terbukti infeksi disebut sebagai sepsis. 1 Sepsis
masih merupakan penyakit kritis dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan
meskipun pada era modern manajemen critical care.3 Sepsis adalah penyebab kematian
pertama pada pasien penyakit kritis di Amerika Serikat.4

DEFINISI

Sepsis adalah Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) yang terbukti atau diduga
disebabkan oleh infeksi.5 Dengan kata lain sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi
yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat
tersebut).1 Pasien dinyatakan mengalami SIRS bila memenuhi dua atau lebih kriteria
berikut:5

1. demam (temperatur oral >38:C) atau hipotermi (<36:C),


2. takipneu (>24 nafas/menit),
3. takikardi (denyut jantung >90 denyut/menit),
4. leukositosis (>12.000/L), leukopeni (<4.000/L), atau >10% sel imatur

Adanya bakteri didalam darah, yang Bakteriemia


dibuktikan dengan kultur darah positif
Adanya mikroba atau toksinnya dalam
Septikemia
darah
Sepsis dengan satu atau lebih tanda-tanda
Sepsisdisfungsi
berat
organ, misalnya:
kardiovaskular: tekanan darah arteri sistolik 90 mmHg atau tekanan arteri rerata (mean arterial pressure/ MAP) 70 m
ginjal: keluaran urin <o,5 mL/kg/jam dalam 1 jam meskipun dengan resusitasi cairan yang adekuat
respirasi: PaO2/FiO2 250 atau, bila paru adalah satu-satunya organ yang disfungsi, 200
hematologi: hitung trombosit <80.000/L atau penurunan hitung trombosit sebesar 50% dari nilai tertinggi yang tercat
asidosis metabolik yang tidak bisa dijelaskan: pH 7,30 atau defisit basa 0,5 mEq/L dan level laktat plasma > 1,5 kal
resusitasi cairan yang adekuat: tekanan arteri pulmonal 12 mmHg atau tekanan vena sentral (central venous pressur

Syok septikSepsis dengan hipotensi (tekanan darah arteri sistolik <90 mmHg, atau 40 mmHg
lebih rendah dari tekanan darah normal pasien) minimal 1 jam meskipun dengan resusitasi cairan yang adekua
atau
membutuhkan vasopresor untuk menjaga tekanan darah sistolik 90 mmHg atau MAP 70 mmHg
Syok septikSyok septik yang berlangsung lebih dari 1 jam dan tidak merespon dengan refrakterpem
Multiple-organDisfungsi lebih dari satu organ, membutuhkan intervensi untuk menjaga
dysfunctionhomeostasis
syndrome (MODS)

Tabel 1. Definisi yang digunakan untuk menggambarkan keadaan pada pasien sepsis5

EPIDEMIOLOGI

Sepsis merupakan faktor penyebab >200.000 kematian per tahun di Amerika Serikat.
Insiden sepsis berat dan syok septik meningkat dalam 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus
per tahun saat ini >700.000 (3 per 1000 penduduk).5 Angus et al mengestimasi insiden
sepsis pada tahun 1995 mencapai 751.000 kasus dan menyebabkan 215.000 kematian.
Rata rata biaya yang dibutuhkan pada penanganan sepsis tersebut adalah $22.100 dengan
total biaya nasional adalah $16,7 miliar.3 Insiden dan angka mortalitas terkait sepsis
meningkat sejalan dengan usia dan komorbitas yang ada.3
2

ETIOLOGI

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60 70% kasus. 1 Profil
sepsis di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2007 menunjukkan bahwa bakteri gram (-) adalah
patogen utama yang berkontribusi dalam terjadinya sepsis.6 Invasi mikroorganisme kedalam
aliran darah tidak penting untuk perkembangan menjadi sepsis berat. Pada kasus sepsis berat,
kultur darah yang mengandung bakteri atau jamur hanya 20 40% dan pada kasus syok septik
sebesar 40 70%. Pada pasien dengan kultur darah negatif, agen etiologi sering didapatkan dari
kultur atau pemeriksaan mikroskopik materi terinfeksi dari tempat lokal. Pada beberapa seri kasus,
mayoritas pasien dengan gambaran klinis sepsis berat atau syok septik memiliki hasil
mikrobiologis negatif.5

Prevalensi patogen sesuai dengan sumber infeksi, Eschericia coli terutama dari infeksi saluran
kemih; Pseudomonas spp, Klebsiella spp atau Acinetobacter spp terutama didapatkan di sputum;
dan specimen darah didominasi oleh Klebsiella spp (mikroba gram negatif) dan Staphylococcus
epidermidis (mikroba gram positif).2

PATOFISIOLOGI

Pada keadaan sepsis fungsi jantung akan akan mengalami gangguan sistolik berupa penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri dan kanan serta gangguan diastolik berupa penurunan compliance
ventrikel, gangguan fungsi jantung ini dapat merupakan reaksi adaptasi dari kondisi sitemik yang
toksik atau merupakan kondisi yang dapat memperburuk keadaan umum pasien. Gangguan sirkulasi
darah mikro pada organ jantung ditemukan pada keadaan sepsis yang diakibatkan oleh disfungsi
endotel dan maldistribusi aliran darah pada tingkat kapiler sehingga mengakibatkan regional iskemia,
sementara sirkulasi darah makro pada keadaan sepsis tidak mengalami gangguan 4.

Gambar 1. Efek sitokin dan mediator inflamasi terhadap sistem organ

Gangguan fungsi jantung pada keadaan sepsis diakibatkan oleh banyak faktor yang saling terkait,
agen dan respon inflamasi sistemik secara sinergis akan mempengaruhi fungsi jantung pada saat
sepsis, adanya lipopolisakarida asing dalam tubuh akan mencetuskan timbulnya sitokin dan faktor
inflamasi yang bersifat kardiotoksik serta produksi nitric oxide yang berlebi-han sebagai respon
terhadap signal inflamasi sistemik juga akan membawa dampak buruk bagi kontraktilitas jantung 5.
Penelitian dengan menggunakan hewan coba pada tahun 1985 berhasil menemukan adanya substrat
biokima yang bersifat mendepresi fungsi jantung pada keadaan sepsis seperti IL 1, IL 8 dan C3a,
endotoksin yang berasal dari bakteri gram negatif berupa lipopolisakarida akan menginisiasi
timbulnya TNF- yang akan berinteraksi dengan toll like resep-tor 4 dan menimbulkan gangguan
pada fungsi sel otot jantung, produksi nitric oxide yang dihasilkan oleh iNOS (induce nitric oxide
sintetase) pada keadaan sepsis juga membawa dampak buruk terhadap fungsi jantung melalui
timbulnya zat zat yang bersifat oksidan kuat 5-6
IL1, IL6, IL8, C3a dan TNF- merupakan faktor inflamasi yang timbul sebagai respon terhadap
infeksi sitemik pada keadaan sepsis, TNF- yang merupakan mediator dini sebagai respon terhadap
timbulnya endotoxin dihasilkan oleh makrofage aktif dan sel otot jantung dapat menginduksi
terjadinya shock septik pada keadaan lanjut dan berperan da-lam tahap awal terjadinya penurunan
fungsi pompa jantung melalui jalur induksi prostanoid dan nitric oxide, mekanisme pasti yang
mendasari TNF- dalam mengakibatkan gangguan fungsi jantung hingga saat ini belum jelas,

hipotesa yang ada menerangkan adanya gangguan keseimbangan kalsium yang berperan penting
terhadap kontraksi otot jantung pada tingkat selular dan meningkatnya produksi peroksi nitrit yang
dihasilkan oleh jalur iNOS pada keadaan sepsis.

Gambar 2. Efek IL-1 dan TNF- terhadap mediator inflamasi lainnya 6

Konsentrasi sitokin dalam darah yang tinggi pada keadaan sepsis akan menghambat pembentukan
siklik adenosin monoposphat intrasel (cAMP) sebagai respon terhadap peningkatan katekolamin dan
meningkatkan faktor inhibisi terhadap protein G yang akan menurunkan aktifitas adenilat siklase dan
cAMP dengan hasil akhir menurunnya produksi energi sel otot jan tung 5. Pada keadaan shock septic
terdapat penurunan reseptor adrenergic dan menurunkan respon otot jantung terhadap katekolamin
3

Paparan terhadap agen asing berupa lipopolisakarida (LPS) yang merupakan komponen membran
sel bakteri gram negatif merupakan inductor yang sangat kuat dalam menimbulkan terjadinya
gangguan hemo-dinamik dan menghasilkan shock septik, endotoksin mengakibatkan pelepasan
mediator inflamasi berupa sitokin (gambar 2) yang dapat mendepresi fungsi jantung secara langsung
melalui toll like reseptor 4, yang telah dibuktikan secara in vivo pada hewan coba, prostanoid yang
berasal dari asam arakidonat diprod-uksi oleh enzyme siklooksigenase yang diinduksi oleh oleh LPS
dan sitokin, peningkatan prostanoid seperti tromboksan dan prostasiklin akan mempengaruhi proses
autoregulasi sirkulasi koroner, fungsi endotel dan meningkatkan aktifasi leukosit pada pembuluh
darah koroner sehingga mengakibatkan gangguan suplay darah ke otot jantung 5-7.

Endotelin (ET) 1 pada keadaan sepsis akan mengalami upregulasi (tampak setelah 6 jam pasca
paparan terhadap LPS), ekspresi endotelin 1 yang berlebihan pada sel otot jantung akan
meningkatkan respon inflamasi dan mengakibatkan jaringan inter-stitial disekitar otot jantung
terinfiltrasi oleh sel sel inflamasi sehingga dapat menginduksi terjadinya kardiomiopati dan gagal
jantung serta kematian, keterlibatan ET 1 dalam menimbulkan gangguan fungsi jantung pada
keadaan sepsis telah dibuktikan secara klinis melalui penelitian pada hewan coba dengan
menginduksi timbulnya signal selular melalui ET1 pada sel otot jantung tikus akan mengakibatkan
over stimulasi mediator inflamasi seperti TNF - , IL 1, dan IL 6 dan mengaktifasi timbulnya
efek autokrin, endokrin, dan parakrin yang mengakibatkan ganguan fungsi jantung pada keadaan
sepsis 4-5.

ET 1 yang timbul saat terjadinya sepsis memiliki respon tripasik dengan puncak pertama pada 4
sampai 12 jam dan puncak ke dua pada 3 sampai 7 hari set-elah setelah paparan terhadap LPS,
puncak kedua ET 1 pada saat sepsis disertai dengan terjadinya depresi kontraktilitas otot jantung,
sehingga dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa peningkatan kadar ET 1 yang terjadi pada
saat sepsis tahap akhir (late sepsis) akan membawa dampak yang buruk dan merupakan faktor
penting yang berperan dalam menurunnya kon-traktilitas otot jantung. Penurunan kadar ET 1 yang
terjadi pada 24 hingga 48 jam pasca paparan terhadap LPS (sepsis) diikuti dengan peningkatan
produksi NO.dan terjadinya depresi fungsi otot jantung pada fase hiperdinamik (early sepsis) 3,5.

Nitric oxide (NO) endogen yang diproduksi pada saat sepsis dapat dikatakan seperti pisau
bermata dua, NO dalam jumlah kecil dapat meningkatkan kontrak-tilitas otot jantung melalui
peningkatan sensitifitas myofilamen terhadap kalsium dan meningkatkan total ambilan kalsium oleh
retikulum sarkoplasma serta perbaikan mikro sirkulasi, sedangkan pada jumlah yang berlebih dapat
membawa efek buruk dengan mendepresi fungsi jantung melalui pembentukan per-oksi nitrit dan
hambatan dalam pembentukan energi pada tingkat seluler di otot jantung 3. NO endogen dihasilkan
oleh sel otot jantung dan endotel pembuluh darah yang diinduksi oleh nitric oxide sintase (NOS),
pada sistem kardiovaskular NO menimbulkan efek plethora, mempengaruhi keseimbangan fungsi
jantung dan pembuluh darah secara langsung karena perannya dalam pengaturan kontraktilitas otot
jantung, tonus arteri koroner dan mempengaruhi sifat trombogenik dinding endotel pembuluh darah
1,3

Nitric oxide sintase (NOS) adalah enzim yang berperan dalam produksi NO, terdapat tiga jenis
NOS yaitu neuronal NO (nNOS), inducible NOS (iNOS) dan endothelial NOS (eNOS), iNOS
disekresikan oleh sel otot jantung, endotel granulosit, monosit dan sel otot polos sebagai respon
terhadap paparan agen pro inflamasi (TNF & IL 1) atau endotoksin (LPS) seperti pada saat
sepsis, iNOS akan menghasilkan NO dalam jumlah yang besar (1000 kali lipat dari keadaan normal)
sehingga dapat mendepresi fungsi jantung. eNOS dan nNOS yang juga disekresikan oleh sel otot
jantung pada keadaan normal dan sepsis memiliki sebagai respon terhadap peningkatan kaslium
intra-sel memiliki efek protektif terhadap fungsi jantung, stimulasi eNOS dan nNOS akan
meningkatkan NO dalam jumlah kecil (pico hingga nano molar), pada keadaan sepsis eNOS dan
nNOS berada dalam konsentrasi yang sangat rendah jika dibandingkan dengan iNOS, gangguan
keseimbangan eNOS dan iNOS pada keadaan sepsis disertai peningkatan konsentrasi NO dalam
jumlah besar mengakibatkan terjadinya hipotensi, penurunan SVR, gagal organ multiple, gangguan
fungsi jantung, dan kematian 8-10.

Pada keadaan sepsis NO yang dihasilkan oleh iNOS akan membentuk peroksinitrit dan
superoksida yang bersifat sitotoksik terhadap sel bakteri maupun sel otot jantung, NO dapat bersifat
sebagai bakterisidal melalui pembentukan radikal bebas NO (Gambar 3) dan merupakan salah satu
mediator inflamasi untuk mengeliminasi bakteri, NO juga dapat mengakibat-kan gangguan dalam
keseimbangan kalsium pada tingkat selular, mempengaruhi fungsi kontraktilitas otot jantung dan
dapat merusak kontraktil apparatus yang berupa aktin dan myosin terutama pada keadaan shock
septic 8. Efek buruk yang dihasilkan oleh NO berasal dari efek sekunder NO sebagai oksidan kuat,
peroksinitrit yang dihasilkan oleh reaksi antara NO dengan berbagai radikal bebas atau anion
superoksida akan berinteraksi dengan lipid, DNA dan protein yang bersifat sangat toksik sehingga
mendepresi fungsi jantung dan menginduksi terjadinya proses apoptosis pada sel otot jantung
(gambar 4) 8,9.

NO endogen juga berkontribusi terhadap proses adaptif otot jantung berupa keadaan hibernasi fungsi
jantung pada saat terjadi iskemia dan hipoksia, den-gan terjadinya hibernasi otot jantung konsumsi
ok-sigen dan kebutuhan sel terhadap energi (ATP) akan berkurang, sehingga fungsi kontraksi otot
jantung akan dipertahankan dengan cara menjaga sensitivitas membrane sel terhadap kalsium dan
mencegah aktifasi jalur apoptosis

5,9

. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa gangguan fungsi

jantung yang terjadi pada saat sepsis dihubungkan dengan proses hibernasi fungsi jantung dan

merupakan proses adaptif untuk menjaga fungsi jantung agar tetap utuh setelah sepsis tertangani dan
mengembalikan potensi otot jantung untuk dapat berfungsi seperti pada keadaan normal 8-10.

Gambar 3. NO sebagai mediator inflamasi dan oksidan7 keadaan sepsis

Gangguan fungsi jantung pada keadaan sepsis dapat secara objektif dinilai dengan pemeriksaan
ek-hokardiografi, pemeriksaan seromarker terhadap fungsi jantung pada keadaan sepsis berupa
pemeriksaan kadar troponin dan natriuretik peptide (BNP) (gambar 5) yang dapat memberikan
gambaran secara tidak lang-sung tentang fungsi structural dan fungsional organ jantung

Peningkatan BNP memberikan informasi tentang kemampuan fungsional otot jantung yang
merefleksikan peningkatan wall stress (volume) pada saat diastolic, sedangkan peningkatan kadar
troponin pada keadaan sepsis dihubungkan dengan derajat se-veritas sepsis yang tinggi, adanya
gangguan structural (hilangnya integritas membrane sel) pada sel otot jantung dan prognosis yang
buruk, sehingga troponin direkomendasikan sebagai seromarker untuk monitor-ing dan menilai
prognosis pasien dengan sepsis berat dan shock septic.1,3,4

PENDEKATAN KLINIS

Tidak ada uji diagnosis spesifik untuk sepsis. Temuan diagnosis yang sensitif adalah pada
pasien dengan kecurigaan atau terbukti infeksi meliputi demam atau hipotermi, takipneu,
takikardi, dan leukositosis atau leukopeni; perubahan status mental, trombositopeni,
peningkatan level laktat darah, atau hipotensi menunjang diagnosis. Respon sepsis dapat
bervariasi. Pada suatu studi, 36% pasien sepsis berat memiliki temperature normal, 40%
memiliki frekuensi nafas normal, 10% memiliki denyut jantung normal, dan 33% memiliki
hitung leukosit normal. Respon sistemik dari pasien yang tidak terinfeksi mungkin
menyerupai karakteristik sepsis. Etiologi SIRS noninfeksi meliputi pankreatitis, luka bakar,
trauma, insufisiensi adrenal, emboli paru, diseksi atau ruptur aneurisme aorta, infark
miokard, perdarahan, tamponade jantung, sindrom pascabypass kardiopulmoner,
anafilaksis, dan overdosis obat.5

Diagnosis etiologi definitif membutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah atau lokasi
lokal infeksi. Minimal dua sampel darah (masing-masing 10 mL) harus diperoleh (dari

lokasi

pungsi vena yang berbeda) untuk kultur. Pada banyak kasus, kultur darah

menunjukkan hasil negatif. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh pemberian antibiotik
sebelum mengambil sampel untuk kultur, mikroorganisme yang tumbuh lambat, atau tidak
adanya invasi mikroba di aliran darah. Pada kasus tersebut, pewarnaan Gram dan kultur
materi dari lokasi infeksi primer atau lesi kutaneus terinfeksi dapat membantu menegakkan
mikroba penyebab.5

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan

pasien

sepsis

antara

lain

sebagai

berikut.

Penatalaksanaan

berdasarkan Surviving Sepsis Campaign 2008 dapat dilihat pada tabel 4 sampai 6.

Stabilisasi pasien
Pada pasien sepsis perlu dilakukan pemulihan abnormalitas keadaan yang mengancam
jiwa (airway, breathing, circulation).1 Tujuan utama adalah untuk memperoleh oksigen
yang adekuat, penghantaran substrat ke jaringan secepat mungkin, dan meningkatkan
penggunaan oksigen oleh jaringan serta metabolisme seluler.5

Manajemen awal pada hipotensi meliputi pemberian cairan intravena, dimulai dengan 1
2 liter normal salin dalam 1 2 jam. Untuk menghindari edem pulmonal, tekanan kapiler
paru harus dijaga pada 12 16 mmHg atau CVP pada 8 12 cm H 2O. keluaran urin
sebaiknya dijaga >0,5 mL/kg per jam dengan pemberian cairan yang berkelanjutan;
diuretik dapat digunakan bila dibutuhkan. Pada sekitar sepertiga pasien, hipotensi dan
hipoperfusi organ berespon terhadap resusitasi cairan, targetnya adalah menjaga MAP >65
mmHg (tekanan sistolik >90 mmHg). Bila

hal tersebut tidak bisa dicapai dengan

pemberian cairan intravena, terapi vsopresor merupakan indikasi.1,5,7,8

Pemberian antibiotik yang adekuat


Pemberian antibiotik harus dimulai segera setelah sampel darah atau sampel lokasi infeksi
lainnya telah diambil untuk kultur. Terapi empirik yang efektif baik untuk bakteri gram
negatif maupun positif penting segera dimulai tanpa harus menunggu hasil kultur.1,5,6,7,8
Ketersediaan informasi mengenai pola kecurigaan antimikroba berdasarkan isolasi bakteri
dari komunitas, rumah sakit, dan pasien sangatlah penting. 5 Ketika hasil kutur sudah ada,
pemberian antimikroba dapat disederhanakan, dimana satu agen antimikroba biasanya
adekuat sebagai terapi bila patogen sudah diketahui.1,5,8 Sebagian besar pasien
membutuhkan terapi antimikroba paling tidak selama satu minggu; durasi terapi

dipengaruhi oleh faktor faktor antara lain lokasi jaringan terinfeksi, operasi drainase
yang adekuat, penyakit pasien yang mendasari, dan kecurigaan antimikroba dari isolasi
bakteri.5

Eliminasi fokus sumber infeksi


Eliminasi fokus sumber infeksi penting untuk dilakukan.1,5,7,8 Tabel 3 menunjukkan
beberapa tehnik mengontrol sumber infeksi.8

Tabel 3. Tehnik mengontrol sumber infeksi

Pemberian nutrisi yang adekuat


Pemberian nutrisi mencakup makronutrien, berupa omega-3 dan golongan nukleotida yaitu
glutamin dan mikronutrien berupa vitamin dan trace element.1

Terapi suportif
Pada pasien sepsis, kadar gula darah dipertahankan < 150 mg/dL. Monitoring kadar gula
darah dilakukan setiap 1 2 jam dan dipertahankan minimal sampai dengan 4 hari. 1

Mekanisme

proteksi insulin pada hiperglikemi pasien sepsis belum diketahui. Fungsi

fagosit neutrofil terganggu pada pasien dengan hiperglikemi, dan koreksi hiperglikemi
mungkin meningkatkan fagositosis bakteri. Potensi mekanisme lain melibatkan efek
antiapoptosis insulin. Insulin mencegah apoptosis sel melalui berbagai stimulus dengan
mengaktivasi jalur fosfatidilinositol 3 kinase.4

The U.S. Food and Drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan recombinant
human Activated Protein C (aPC), suatu antikoagulan, untuk terapi pasien dengan sepsis
berat atau syok septik.5 aPC menginaktivasi faktor Va dan VIIIa, mencegah pembentukan
thrombin. Penghambatan pembentukan thrombin oleh aPC menurunkan inflamasi melalui
penghambatan aktivasi trombosit, perekrutan neutrofil, dan degranulasi sel mast. aPC
memiliki kelengkapan antiinflamasi, meliputi blok produksi sitokin oleh monosit dan blok
adhesi sel.4 aPC diberikan pada pasien dewasa yang memenuhi kriteria APACHE II (Acute
Physiology and Chronic Health Evaluation) dan memiliki risiko rendah mengalami efek
samping perdarahan.4,5,7,8 aPC diberikan melalui infus intravena sebesar 24 g/kg per jam
selama 96 jam. aPC sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan hitung trombosit
<30.000/L atau pasien dengan disfungsi satu sistim organ dan riwayat operasi dalam 30
hari terakhir. Terapi aPC hendaknya tidak dimulai pada pasien sepsis berat yang onsetnya
sudah >24 jam.5 Suatu hasil uji klinis fase III menunjukkan bahwa pemberian aPC
(drotrecogin alfa) menurunkan risiko relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ
akut sebesar 19,4%.1

Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversi. Penggunaan yang direkomendasikan


adalah kortikosteroid dosis rendah, hidrokortison >300 mg per hari, dalam keadaan syok
septik.1

Gambar 3. Rencana terapi berdasarkan sepsis tahap awal dan lanjut7

1
1

Tabel 4. Resusitasi awal dan isu infeksi8

Tabel 5. Terapi pendukung hemodinamik dan penunjang8

Tabel 6. Terapi suportif lain untuk sepsis berat8

PROGNOSIS

Sekitar 20 35% pasien dengan sepsis berat dan 40 60% pasien dengan syok
septik meninggal dalam 30 hari. Sisanya meninggal dalam 6 bulan. Kematian lanjut sering
disebabkan oleh kontrol infeksi yang buruk, imunosupresi, komplikasi perawatan intensif,
kegagalan organ multipel, atau penyakit pasien yang mendasari. Angka fatalitas kasus
serupa pada pasien sepsis berat dengan hasil kultur positif maupun negatif.

KESIMPULAN

Sepsis masih merupakan penyakit kritis dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Pemahaman mengenai patofisiologi berkaitan dengan penanganan sepsis. Terapi yang
segera dan tepat tujuan sesuai guidelines yang ada penting untuk dilakukan sesuai dengan
kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai