Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(P2.06.30.1.14.003)
2. Nisa Azhari M
(P2.06.30.1.14.023)
JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN
TASIKMALAYA
2016
NO PRAKTIKUM
: 04
TANGGAL PRAKTIKUM
: April 2016
JUDUL PRAKTIKUM
TUJUAN PRAKTIKUM
kimia
dan
aktivitas
biologis
obat
melalui
sifat-sifat
kimia
kimia,
pertama
kali
di
kemukakan
oleh Crum, Brown dan Fraser (1869). Mereka menunjukkan bahwa aktivitas
biologis beberapa alkaloida alam seperti striknin, brusin, tebain, kodein, morfin
dan nikotin yang mengandung gugus ammonium tersier akan menurun atau
hilang bila di reaksikan dengan metyl iodide, melalui reaksi metilasi membentuk
ammonium kuartener. Mereka juga memberikan postulat bahwa efek biologis
suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya.
Ada beberapa model pendekatan hubungan kuantitatif struktur-aktivitas
antara lain adalah pendekatan HKSA Free-Wilson, pendekatan HKSA Hansch,
pendekatan mekanika kuantum dan pendekatan konektivitas molekul.
- Model Pendekatan Hksa Free-Wilson
Free dan Wilson (1964), mengembangkan suatu konsep hubungan
struktur dan akrtivitas biologis obat, yang di namakan model de
novo atau model matematik free-wilson. Mereka mengemukakan bahwa
respons biologis merupakan sumbangan aktivitas dari gugus-gugus
-
Contoh hormon penting yang mengandung inti steroid antara lain adalah
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenalis bagian korteks.
Korteks adrenalis dibedakan menjadi tiga daerah histologis, yaitu:
a. Lapisan terluar (glomerular), mengeluarkan mineralokortikoid, seperti
aldosteron dan deoksikortikosteron, yang berfungsi mengatur keseimbangan
elektrolit dan air terutama pada proses absorpsi kembali natrium di tubulus
distalis.
b. Lapisan tengah (fasikular), mensintesis glukokortikoid seperti kortison dan
hidrokortison,
yang
terutama
berfungsi
pada
proses
metabolisme
menjadi
dua
golongan
yaitu
hormon
kemampuannya
untuk
merangsang
biosintesis
protein
O
HO
HO
H
OH
RINCIAN
Boiling Point: 1116,63 [K]
Melting Point: 753,72 [K]
Critical Temp: 953,53 [K]
Critical Pres: 22,21 [Bar]
Critical Vol: 1032,5 [cm3/mol]
Log P: 0,48
MR: 99,39 [cm3/mol]
Henry's Law: 13,22
Heat of Form: -834,55 [kJ/mol]
tPSA: 94.83
CLogP: -1.1374
CMR: 9.8395
prednisolon
HO
H
OH
methyl prednisolon
4. PEMBAHASAN
Pada praktek kering kimia farmasi II ini membandingkan struktur aktivitas
dari hormon steroid, yaitu prednisolon dan methyl prednisolon.
Hormon steroid adalah hormon yang mengandung inti steroid. Karena
mempunyai inti sama, maka ketentuan mengenai tata nama dan aspek stereokimia
juga sama.
Prednisolon dan methyl prednisolon termasuk kedalam hormon steroid
golongan glukokortikoid. Hormon glukokortikoid mempunyai efek anti radang,
dalam klinik digunakan terutama untuk pengobatan kelainan pada jaringan kolagen,
kelainan hematologis (leukemia) dan pernafasan (asma), untuk pengobatan rematik,
pengobatan penyakit karena alergi tertentu, seperti dermatologis yang berat,
penyakit saluran cerna dan penyakit hati. Hormon glukokortikoid juga efektif untuk
pengobatan penyakit syok Addison, sembab otak, hiperkalsemia dan miastenia
gravis.
Mekanisme kerja hormon glukokortikoid yaitu hormon glukokortikoid
berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta dapat
merangsang sintesis glukosa dan glikogen. Efek anti radang hormon glukokortikoid
berhubungan dengan kemampuannya untuk merangsang biosintesis protein
lipomudulin, yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase A2 sehingga
mencegah pelepasan mediator proses keradangan, yaitu asam arakidonat dan
metabolitnya, seperti prostaglandin (PG), leukotrien (LT), tromboksan dan
OH
prednisolon
Methyl prednisolon, dosis oral: 4 mg 4 dd. Bentuk ester atau garam sodium
suksinat dan asetat dari methyl prednisolon digunakan untuk pemakaian parenteral,
secara intramuskular atau intravena.
Adapun struktur kimianya sebagai berikut :
O
HO
HO
H
OH
methyl prednisolon
Modifikasi molekul telah dilakukan pada kortikosteroid alami dan sudah
banyak dihasilkan obat obat yang sangat berguna untuk pengobatan berbagai
macam penyakit.
Hubungan struktur dan aktivitas hormon kortikosteroid dijelaskan sebagai
berikut :
a. Secara umum, karakteristik struktur yang penting dari kortikosteroid adalah
ikatan rangkap C4 C5, gugus keton pada C3, dan rantai samping 17-ketol (COCH2OH) kaena dapat menunjang aktivitas. Sejumlah senyawa yang tidak
mempunyai sistem C3-keto masih mempunyai aktivitas cukup besar sehingga
diduga gugus ini kecil sumbangannya terhadap kekhasan interaksi obatreseptor.
b. Pada konsep interaksi obat reseptor, cincin C dan D lebih penting dibanding
cincin A dan B.
c. Substitusi gugus 21-OH dengan fluorin (F) meningkatkan aktivitas gluko dan
mineralkortikoid,
tetapi
substitusi
dengan
gugus
Cl
atau
Br
akan
menghilangkan aktivitas.
d. Adanya substituen 1-ene, 2-CH3, 9-F,21-OH, 9-Cl meningkatkan aktivitas
glukokortikoid dan minerlkortikoid.
e. Mineralkortikoid pada umunya tidak mengandung gugus 11-OH daan 17-OH.
Adanya
substituen
OH
secara
umum
menghilangkan
aktivitas
mineralkortikoid.
f. Pada umumnya substitusi gugus F, Cl, dan Br, pada posisi 9 meningkatkan
aktifitas mineralokortikoid dengan urutan F > Cl > Br, demikian pula substitusi
pada posisi 12-F.
g. Adanya ikatan rangkap pada posisi C1-C2 dan substituen pada 6-Cl, 16-OH,
16-OCH3, 16-CH3, 17-OH, 17-CH3 dan 16, 17-ketal menurunkan secara
bermakna aktifitas mineralokortikoid.
h. Secara umum struktur hormon glukokortikoid mengandung gugus keton atau
hidroksi pada C11 dan gugus -OH pada C17. Gugus 11-OH ini sangat penting
untuk interaksi obat reseptor.
i. Pemasukan gugus -CH3 pada posisi 2, 6 dan 16, meningkatkan aktifitas
glukokortikoid.
Pemasukan
gugus
2-CH3
meningkatkan
aktifitas
Semakin bertambah bagian molekul yang bersifat non polar dan terjadi
perubahan fisik (kenaikan titik didih, berkurangnya kelarutan dalam air, serta
meningkatnya
koefisien
partisi
lemak/air,
tegangan
permukaan
dan
kekentalan).
Terjadi perubahan secara drastic.
Hal ini disebabkan dengan bertambahnya jumlah atom C , makin berkurang
kelarutan senyawa di air, yang berarti kelarutan dalam cairan luar sel juga
berkurang, sedang kelarutan senyawa dalam cairan luar sel berhubungan
dengan proses pengangkutan obat ke sisi kerja (site of action) atau reseptor.
Oleh karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air merupakan sifat fisk
penting dari senyawa seri homolog untuk dapat menghasilkan aktivitas
biologis.
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan aktivitas biologis dari
senyawa seri homolog. Sifat keturunan juga berhubungan erat dengan proses
absorpsi obat. Hal ini penting karena intensitas aktivitas biologis obat tergantung
pada derajat absorpsinya. Overton (1901). Mengemukakan konsep bahwa
kelarutan senyawa organik dalam lemak berhubungan dengan mudah atau tidaknya
penembusan membran sel. Senyawa non polar bersifat mudah larut dalam lemak,
mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah menembus
membran sel secara difusi pasif.
Salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan hubungan struktur
dan aktivitas yaitu Parameter hidrofobik (lipofilik), salah satunya yaitu koefisien
partisi (logP) . Kecepatan absorbsi obat sangat dipengaruhi oleh keofisien partisi.
Hal ini disebabkan oleh komponen dinding usus yang sebagian besar terdiri dari
lipida. Dengan demikian obat-obat yang mudah larut dalam lipida akan dengan
mudah melaluinya. Sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam lipida akan sukar
diabsorpsi. Obat-obat yang larut dalam lipida tersebut dengan sendirinya memiliki
koefisien partisi lipida-air yang besar, sebaliknya obat-obat yang sukar larut dalam
lipid akan memiliki koefisien partisi yang sangat kecil. Prednisolon memiliki nilai
Log P 0,48 sedangkan derivatnya yaitu metil-prednisolon memiliki nilai log P 0,81.
Hal ini menunjukan bahwa metil-prednisolon lebih lipofil dibanding prednisolon.
Sehingga metil-prednisolon akan memiliki absorbsi yang lebih baik daripada
prednisolon.
Kemudian dilihat dari titik didih nya metil-prednisolon memiliki titik didih
yang lebih tinggi yaitu 760,75 dibandingkan prednisolon yaitu 753,72 maka MR
yang dimiliki metil-prednisolon pun lebih tinggi dibandingkan prednisolon,
sehingga daya tarik menarik antar molekul lebih kuat dibanding prednisolon, maka
absorbsi metil-prednisolon dalam membran lebih cepat dibandingkan prednisolon.
Selanjutnya pada Topological Polar Surface Area (tPSA) dapat diartikan
sebagai luas semua permukaan atom polar, terutama Oksigen (O), Nitrogen (N0,
dan Hidrogen (H) . tPSA ini cenderung digunakan sabagai matrik untuk optimasi
dan kemampuan obat menembus sel . Senyawa yang memiliki Bioavailibilitas oral
yang bagus jika memiliki tPSA 0 tPSA 132 . Dari data yang didapat ,
prednisolon memiliki nilai tPSA 94.83 dan derivatnya memiliki nilai tPSA yang
sama, artinya prednisolon maupun metil-prednisolon memiliki bioavailbilitas oral
yang baik karena nilai tPSAnya kurang dari 132, sehingga obat dapat menembus
sel.
Metil prednisolon berdaya kurang lebih 20% lebih kuat dari prednisolon
dengan berbagai cara penggunaan oral dan parenteral.
5. Kesimpulan
Hormon steroid adalah hormon yang mengandung inti steroid. Karena
mempunyai inti sama, maka ketentuan mengenai tata nama dan aspek stereokimia
juga sama.
Terdapat beberapa turunan dari prednisolon, yang kami ambil satu yaitu
metil-prednisolon. Dari struktur kimia,