PENDAHULUAN
Infeksi pada saluran empedu, termasuk saluran empedu dan kantong empedu,
yang paling sering disebabkan oleh obstruksi aliran empedu. Di Amerika Serikat dan
banyak negara-negara maju, banyak di jumpai penderita batu empedu dan sering tanpa
gejala. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa 25 juta orang dewasa menderita batu
empedu [1] . Batu empedu dapat menghalangi saluran empedu dan pada umumnya
menimbulkan peradangan dan akan berlanjut menjadi infeksi. Pada kasus infeksi bilier
yang sering di jumpai yaitu kolesistitis dan kolangitis. Sekitar 120.000 kolesistektomi
dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat untuk kolesistitis akut, yang paling sering
terkena dampak batu empedu (cholelithiasis) [2]. Sekitar 90-95% kolesistitis disebabkan
oleh gallstones dan kolesistitis akalkulus sekitar 5-10%. Penyebab lain dari obstruksi
bilier termasuk tumor dari biliary tree atau tumor organ disekitarnya dan striktur pasca
operasi atau termasuk infeksi bilier sebelumnya. Obstruksi empedu dan radang dapat
mengakibatkan infeksi bakteri empedu, yang dapat mengakibatkan morbiditas berat dan
kematian [3] Wanita memiliki dua sampai tiga kali prevalensi batu empedu dibandingkan
dengan laki-laki, dan kulit putih memiliki dua kali prevalensi kulit hitam. [4] .
Kholangitis disebabkan oleh adanya obstruksi pada sistem aliran empedu
(1,2,3)
Charcot adalah yang pertama kali menemukan kholangitis dan pada tahun 1877 yang
ditandai dengan adanya trias (Charcot's triad), yaitu adanya demam, jaundice, dan nyeri
di perut kanan atas. Dia membuat suatu postulat bahwa "stagnant bile" sering
dihubungkan dengan kelainan obstruktif saluran empedu yang sering diakibatkan oleh
batu atau striktur. Rogers pada tahun 1903 adalah orang yang pertama kali melakukan
pengelolaan kholangitis secara pembedahan dengan melakukan dekompresi pada biliary
tree dengan mengangkat batu pada saluran tersebut dan menggantinya dengan tabung
kaca. Pada tahun 1940 dikemukakan bakteria di dalam patogenesis kholangitis. Pada era
yang sama pula diperkenalkan pemberian antibiotik sistemis pada pengelolaan infeksi
saluran empedu(2).
Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargan mendeskripsikan suatu bentuk yang
lebih berat dari kholangitis dengan ditandai adanya septic shock dan gangguan
kesadaran. Bila digabungkan dengan Charcot's triad maka disebut "Reynolds 'pentad(2).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang berbentuk seperti buah pir
dengan panjang 7 12,5 cm, dengan kapasitas produksi rata rata 30 50 ml, namun
kantung
empedu. Kandung empedu terletak di dalam fossa pada permukaan inferior liver
diantara lobus kanan dan kiri .
Kandung empedu dilapisi oleh satu lapis epithel thorak yang mengandung kolesterol
dan lemak, Mukus disekresikan kedalam kandung empedu oleh kelenjar tubuloalveolar
yang terdapat di daerah infundibulum dan leher kandung empedu. Sel epithel yang
melingkupi kandung empedu ditunjang oleh lamina propria, lapisan otot terdiri dari otot
longitudinal, sirkular dan oblique namun dengan batasan yang tidak jelas, perimuskular
serosa mengandung pembuluh darah, nervus,limfatik, adipose dan penunjang lainnya.
Kandung empedu berbeda dengan traktus gastrointestinalis lainnya karena kekurangan
submukosa dan mukosa.
2.2
Vaskularisasi
Aliran darah balik sebagian besar melalui vena vena kecil yang langsung
menuju ke liver hanya sebagian kecil yang menuju vena sistikus yang besar dan
kemudian menuju ke vena porta.
2.3
Limfatik
Drainage limfatik kandung empedu menuju kelenjar getah bening bagian leher
kandung empedu, yang kadang terlihat terletak tepat diatas dari arteri sistikus pada saat
akan masuk kedalam kandung empedu.
2.4
Innervasi
Persarafan berasal dari nervus vagus dan cabang simpatis dari pleksus celiakus.
2.5.
Duktus Biliaris
Duktus biliaris ekstra hepatal terdiri dari : duktus hepatikus kanan dan kiri,
duktus hepatikus komunis, duktus sistikus dan duktus koledokus, duktus koledokus
masuk kedalam bagian kedua dari duodenum melalui struktur muscular yaitu spinkter
oddi.
Duktus hepatikus kiri lebih panjang dari duktus hepatikus kanan sehingga
mempunyai kecenderungan untuk mengalami dilatasi pada saat adanya obstruksi di
bagian distal.
Duktus hepatikus komunis: merupakan penyatuan duktus hepatikus kiri dan
kanan pada saat meninggalkan liver. Duktus hepatikus komunis mempunyai panjang
antara 1 4 mm dengan diameter 4 mm.
Duktus hepatikus kanan terletak di depan vena porta dan disebelah kanan dari
arteri hepatikus kanan. Duktus hepatikus komunis kemudian bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus.
Duktus sistikus mempunyai panjang yang bervariasi, ada yang pendek , atau
tidak ada duktus sistikus karena langsung menempel dengan duktus hepatikus komunis,
ada yang panjang berjalan parelel sepanjang duktus hepatikus komunis, atau yang
berbentuk spiral menuju duktus hepatikus kanan sebelum menyatu. Variasi dari duktus
sistikus dan titik penyatuannya secara surgikal sangat penting. Segmen dari duktus
sistikus yang menempel ke duktus hepatikus komunis membawa sejumlah mukosa yang
disebut katup spiral dari Heister (the spiral valves of Heister), katup ini tidak
mempunyai fungsi sebagai katup namun mungkin dapat menyebabkan kanulasi duktus
sistikus menjadi sulit.
Duktus koledokus mempunyai panjang antara 7 10 cm , dengan diameter
antara 5 10 mm. Duktus koledokus ini di bagian menjadi 3 bagian yaitu : 1/3 atas
( Supra duodenum )berjalan kebawah di dalam tepi bebas dari ligamentum
hepatoduodenale; disebelah kanan arteri hepatika dan anterior vena porta hepatica, 1/3
tengah (retroduodenum) berjalan dibelakang dari bagian pertama duodenum kemudian
berjalan menyimpang di sebelah lateral arteri hepatica dan vena porta, 1/3 distal
(pancreas ) berjalan dibelakang kaput pancreas kemudian masuk ke bagian kedua dari
duodenum. Duktus koledokus berjalan di dalam dinding duodenum sepanjang 1 2 cm
sebelum keluar menuju ampulla vateri ( terletak 10 cm di distal dari pylorus ).
Spinkter oddi suatu otot polos sirkuler yang melingkupi duktus koledokus pada
ampulla vateri berfungsi untuk mengatur aliran dari empedu dan kadang kala cairan
pancreas ke dalam duodenum.
2.6
Fisiologi
1.
dengan jumlah produksi berkisar antara 500 1000 ml setiap harinya. Sekresi
dipengaruhi oleh rangsangan neurogenik, humoral dan kimia. Rangsangan vagal
menyebabkan sekresi dari empedu sementara rangsangan nervus splanknikus
menyebabkan penurunan aliran empedu. Asam hidroklorida, sebagian protein yang
terdigesti dan asam lemak di dalam duodenum menyebabkan pelepasan sekretin yang
akan merangsang peningkatan produksi empedu dan aliran empedu.
Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lemak, dan
pigmen empedu. Konsentrasi natrium, kalium , clorine dan calcium di dalam plasma
dan ekstra seluler sama dengan di dalam empedu. PH dari empedu hepar pada dasarnya
netral atau sedikit basa namun dapat bervariasi tergantung dari makanan , jika makanan
mengandung banyak protein maka PH akan menjadi sedikit lebih asam
Garam empedu utama yaitu cholat dan chenodeoxycholat yang berasal dari
pemecahan kolesterol di sintesa di liver. Garam empedu ini kemudian berkonjugasi
dengan taurin dan glisin dan berfungsi sebagai anion. Garam empedu ini kemudian
diekskresikan kedalam empedu oleh sel sel hepatosit dan digunakan untuk proses
digesti dan absorpsi lemak di usus halus. Dalam usus halus 80% garam empedu yang
terkonjugasi akan diabsorpsi di terminal ileum. Sisanya dehidrosilat ( tidak terkonjugasi
)oleh bakteri usus membentuk asam empedu sekunder deoxycholat dan lithocholat.
Asam empedu sekunder ini di absorpsi di colon,kemudian di bawa kembali ke dalam
liver mengalami konjugasi dan kemudian disekresikan kedalam empedu kembali.
Sebenarnya 95% asam empedu di reabsorpsi dan kembali ke system vena porta melalui
liver sehingga disebut sirkulasi enterohepatik dan sisanya dikeluarkan melalui tinja.
Namun walau sedikit yang diekskresikan mempunyai efek yang maksimal
10
berfungsi untuk menyimpan dan mengatur aliran dari empedu. Fungsi utama dari
kandung empedu untuk memekatkan dan menyimpan empedu dari liver untuk kemudian
mengalirkan kedalam duodenum sebagai respon terhadap makanan.
3.
Aktifitas Motorik
Pengisian kandung empedu disebabkan karena kontraksi dari sfingter oddi. Pada
11
yang dihasilkan secara endogen oleh duodenum sebagai rangsangan adanya makanan
merupakan rangsangan utama pengosongan kandung empedu. Ketika ada makanan
kandung empedu mengeluarkan isinya sebanyak 50% - 70% dalam waktu 30 40 menit
dan dalam waktu 60 90
berkorelasi karena terjadi penurunan kadar hormone CCK. Defek dari aktifitas motorik
ini menyebabkan terjadinya nukleasi cholesterol dan merangsang terbentuknya batu
empedu.
5.
Regulasi neurohormonal
Nervus vagus merangsang kontraksi kandung empedu sementara rangsangan
simpatis
splanknik
menyebabkan
inhibis
iaktifitas
motorik.
Obat
obat
Sfingter Oddi
Merupakan struktur komplek yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum, mencegah regurgitasi isi duoedum ke dalam duktus biliaris dan mengalirkan
empedu kedalam kandung empedu. Panjang 4 6 mm dengan tekanan basal dalam
keadaan istirahat 13 mmHg diatas tekanan dalam duodenum. Kontraksi 4 kali permenit
dengan amplitude 12 140 mmHg. Relaksasi dipengaruhi peningkatan kadar CCK.
12
2.8
Epidemiologi
Secara epidemiologis, penyakit ini menunjukkan insidensi yang berbeda-beda di
seluruh dunia. Berbeda dengan kolesistitis di Amerika Serikat Kholangitis relatif jarang,
dan kejadiannya sering berhubungan dengan penyebab obstruksi dan baktibilia yaitu
pada prosedur ERCP (1-3%) yang sering terjadi akibat injeksi zat kontras secara
retrograd. Sedangkan di negara-negara lainnya, Oriental cholangio-hepatitis sangat
endemik di Asia Tenggara, Cina, dan Taiwan. Pada bentuk ini sering timbul " recurrent
pyogenic cholangitis" dengan batu intra & extrahepatal pada 70-80% pasien dan
cholelithiasis pada 50-70% pasien. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin di dalam
insidensi penyakit ini. Mayoritas pasien berusia antara dekade ke-empat dan lima, serta
pada usia yang lebih tua akan lebih banyak disertai penyakit penyerta lainnya dan
tingkat mortalitasnya pun lebih tinggi(3).
Secara ras terdapat perbedaan insidensi kholangitis. Namun hal ini ternyata lebih
disebabkan oleh pola makanan yang berbeda. Pada bangsa-bangsa di Eropa Utara,
Hispanik, Amerika, dan Indian yang mempunyai kebiasaan untuk mengkonsumsi diit
tinggi lemak, maka kholangitis terjadi berhubungan dengan cholelithiasis yang
disebabkan oleh batu cholesterol. Sebaliknya pada bangsa-bangsa yang banyak
mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti di Asia, maka penyebab kholangitis
tersering adalah batu primer pada ductus choledochus yang disebabkan oleh infeksi,
stasis empedu, striktur dan parasit ("recurrent pyogenic cholangitis"). Sedangkan di
Afrika : terdapat hal yang unik yaitu berkaitan dengan pasien yang menderita "sickle
cell anemia". Mortalitas penyakit ini dahulu sangat tinggi yaitu 100 %, terutama jika
disertai oleh penyakit penyerta. Sekarang angka mortalitasnya jauh menurun yaitu
13
berkisar antara 7 -40 %. Jika dilakukan tindakan operasi emergensi maka kematiannya
akan meningkat yaitu 17-40 %. Namun demikian, apabila dilakukan terapi bedah
definitifhya secara elektif, tingkat mortalitasnya akan menurun sampai dengan 3 %
saja(3).
2.9
Etiologi
Penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup
Pankreatitis kronis
14
Stenosis ampulla
Diverticulum Duodenum
2.10
Patogenesis
Kolesistitis dan kolangitis terjadi oleh karena adanya infeksi pada cairan
empedu, yang disebut sebagai bactibilia; sumbatan parsial atau total pada duktus
sistikus dan koledokus (common bile duct (CBD)), akan terjadi peningkatan tekanan
intraluminal; multiplikasi organisme di dalam saluran empedu, sehingga sering terjadi
penyebaran di dalam aliran darah.
Cairan
empedu
normalnya
steril.
Faktor-faktor
perlindungan
mekanis
("mechanical" factors protecting) pada biliary tree antara lain sphincter Oddi yang
menjaga aliran balik intestinal content ke dalam CBD; tight junction diantara hepatosit,
yang memisahkan bile canaliculi dari hepatic sinusoid berfungsi melindungi biliary tree
dari transient bacteriemia. Selain itu sel-sel Kupffer di dalam hepatic sinusoid juga
membantu mempertahankan sterilitas dari biliary system dengan cara phagositosis.
Cairan empedu sendiri mempunyai daya antibakterial termasuk IgA dan garam
empedu. Yang terakhir, semprotan aliran empedu dari liver ke intestine menjaga biliary
system tetap bersih dari organisme. Lydakis menemukan pada penderita dengan
kholedokoduodenostomy dimana terjadi perlambatan pengosongan empedu ternyata
hasil kultur darahnya positif.
Infeksi saluran empedu lebih mungkin terjadi pada keadaan adanya abnormalitas
dari biliary tree termasuk batu dan striktur. Partial malignant obstruction juga
dihubungkan dengan infeksi biliaris, namun infeksi lebih jarang terjadi pada complete
neoplastic obstruction. Biliary bacteria juga dapat memecah (deconjugate) bilirubin dan
menghidrolisa phospholopids. Hasil pemecahan tersebut dapat membentuk batu dan
lumpur (sludge), yang dapat menyumbat saluran empedu yang sudah mengalami
konstriksi atau yang sebelumnya dilakukan pemasangan kateter dan stent untuk
mengalirkan cairan empedu pada sistem bilier yang abnormal.
15
16
Patofisiologi
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak
mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier. Kolesistitis
dan kolangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai
oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan oleh batu
"CBD" , striktur, stenosis, atau tumor , serta manipulasi endoskopik "CBD". Dengan
demikian pasase empedu menjadi lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak
setelah mengalami migrasi ke sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta
ataupun langsung dari duodenum. Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara asenden
menuju duktus hepatikus, yang pada akhimya akan menyebabkan tekanan intrabilier
yang tinggi dan melampaui batas 250 mmH 20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik
empedu yang berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan
limfatik perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi bakteriemia yang bisa
berlanjut menjadi sepsis (25-40%).
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu
sepsis berlanjut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal
ginjal yang disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel)
dan bahkan peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka prognosisnya menjadi
lebih buruk. Beberapa kondisi yang memperburuk prognosis adalah sebagai berikut :
Umur
Febris
Lekositosis
Syok Septik
17
Immunosuppresi
Abses hepar
2.12
Bakteriologi
Adanya infeksi bakteri merupakan hal yang penting di dalam patogenesis
kholangitis. Sesuai dengan rute infeksi yang telah diuraikan sebelumnya, maka jenis
bakteri yang dapat ditemukan pada kultur cairan empedu maupun darah adalah yang
terbanyak berturut-turut yaitu bakteri gram negatif, anaerob dan gram positif yang
terutama berasal dari usus halus. Tabel 1. Memperlihatkan berbagai jenis bakteri yang
dapat ditemukan pada kultur empedu maupun darah.
Cholecystitis
Escherichia coli
Kholangitis
31 %
Keduanya
Darah
26%
44%
26%
Enterococcus
18%
11%
13%
9%
Klebsiella spp
15%
12%
11%
14%
Pseudomonas spp
6%
5%
5%
9%
Enterobacter spp
2%
5%
4%
1%
Staphylococcus
0.3%
3%
3%
9%
Bacteriodes spp
3%
4%
4%
2%
Clostridium spp
2%
4%
3%
0.3%
18
Terdapat berbagai
Febris>37.3 C
Diabetes mellitus
Hyperamylasemia
Obesitas
Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed). Surgical Infections 1995
2.13
Diagnosis
Diagnosis kholangitis akuta dapat ditegakkan secara klinis yaitu dengan
ditemukannya "Charcot's Triad " yang terdiri dari nyeri di kuadran kanan atas, ikterus
dan febris yang dengan/tanpa menggigil. Namun demikian, kurang dari 50 % kasus
ditemukan ketiganya secara bersamaan. Adapun frekuensi gejala-gejala dan tanda-tanda
yang dapat ditemukan adalah :
Febris > 38 C
: 87-90%
Nyeri abdomen
: 40 %
Ikterus
: 65 %
19
sistem pebuluh darah sistemik dan terjadi sepsis. Oleh karena itu pada keadaan ini perlu
segera dilakukan drainase untuk dekompresi dan pengendalian terhadap sumber infeksi.
Kriteria Diagnostik Kolangitis Akut
A. Tanda tanda infeksi sistemik
A.1. Demam dan atau menggigil ( > 38 o C )
A2. Data laboratorium bukti adanya respon inflamasi :
Lekosit abnormal ( <4.000 atau >10.000)
CRP 1
B. Kolestasis
B.1. Jaundice (T-Bil 2 mg/dl)
B.2. Data laboratorium LFT yang abnormal :
Peningkatan serum ALP, r-GTP (GGT), AST dan ALT sebanyak 1,5x nilai normal
C. Imaging ( USG.CT Scan, MRCP )
C.1. Dilatasi saluran bilier
C.2. Bukti adanya etiologi seperti batu, striktur, stent, dan lain lain.
Suspected diagnosis : satu item A + satu item B atau C
Definite diagnosis
Berdasarkan Tokyo Guidelines maka berat ringan nya Cholangitis dibagi menjadi:
1. Mild Cholangitis : Cholangitis yang masih berrespon terhadap therapi medikal
2. Moderate Cholangitis : tidak berrespon terhadap therapi medikal tapi belum ada
kegagalan organ
3. Severe Cholangitis :
a. Disfungsi kardiovaskular :hipotensi yang membutuhkan dopamine > 5
g/kg per min, atau dobutamine
b. Disfungsi neurologis : penurunan kesadaran
c. Disfungsi respirasi: PaO2/FiO2 ratio < 300
d. Disfungsi renal : oliguria, creatinine > 2.0 mg/dL
e. Disfungsi liver : PT-INR > 1.5
f. Disfungsi haematologi : trombosit < 100.000/mm3
Pemeriksaan alat bantu terutama berguna untuk mencari kemungkinan etiologi
cholangitis yang sangat menentukan jenis terapi yang harus dilakukan sebagai terapi
pembedahan definitif maupun untuk tujuan dekompresi sementara. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah:
20
: 33-80%
: 68-76 %
21
22
3. Peningkatan lekosit
C. imaging findings yang karakteristik untuk kolesistitis akut:
Penebalan dinding kantung empedu (5mm atau lebih)
Pembesaran kantung empedu
Debris echo
USG Murphys sign (
Gambaran udara
Cairan pericholecystic
Suspected diagnosis : satu item A + satu item B
Definite diagnosis
2.14
Diagnosis Banding
Paling sulit membedakan antara kholangitis dengan kholesistitis akut. Tanda dan
gejala dari keduanya termasuk demam, nyeri di perut kanan atas, dan ikterus.
Nyeri perut pada kholesistitis lebih konsisten, sering lebih berat, dan lebih
mungkin berhubungan dengan peritoneal sign, Jumlah lekosit biasanya meningkat pada
kholesistitis, tapi alkali fosfatase dan aminotransferase biasanya normal atau sedikit
meningkat, kecuali jika disertai dengan kholedokholitiasis atau kholangitis. Kadar
bilirubin pada kholesistitis rentangnya lebar, tapi mungkin meningkat pada keadaan
terdapatnya batu di CBD. Hal ini tidak jelas sebab meningkatnya kadar bilirubin
tersebut, namun kemungkinan oleh karena kompresi CBD oleh kandung empedu yang
mengalami inflamasi, intrahepatic cholestasis, atau peningkatan permeabilitas dari epitel
kandung empedu, yang mengakibatkan bilirubin masuk ke sirkulasi. Pemeriksaan
imaging dari biliary tree dapat membantu membedakan kholesistitis dari kholangitis.
Abses hepar, akibat komplikasi dari cholangitis, harus dibedakan dari
cholangitis pada pemeriksaan USG, CT, atau kadang-kadang dengan Cholescintigraphy
Viral dan drug-induced hepatitis ditandai oleh kadar transaminase yang lebih tinggi
daripada cholangitis.
Pankreatitis ditandai oleh kadar amilase yang lebih tinggi, dan nyeri yang lebih
jelas. Perforasi ulkus duodenum, right-sided pyelonephritis, acute appendicitis, right
23
lobe pneumonia, dan pulmonary infarct harus diidentitikasi dari riwayat, pemeriksaan
fisik serial, dan pemeriksaan laboratorium.
2.15
Penatalaksanaan
Jenis dan waktu terapi yang tepat ditentukan oleh tingkat berat ringannya
kolangitis akut. Drainase bilier dan pemberian antibiotik adalah 2 hal penting dalam
pemberian terapi. Antibiotik segera harus diberikan pada pasien yang dicurigai sebagai
cholangitis pemberian antibiotik berdasarkan berat ringan cholangitis , menurut Tokyo
guidelines pada mild cholangitis pemberian antibiotik cukup 2 -3 hari sementara yang
moderate di berikan selama 5 7 hari. Pada severe cholangitis maka drainage bilier
dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotik
24
Pasien yang tidak memberi respon terhadap medikamentosa tanpa adanya tandatanda gagal organ termasuk ke dalam moderate cholangitis (grade II). Pada pasien ini,
terapi drainase bilier awal dengan endoskopi atau perkutaneus drainase harus dilakukan.
Terapi definitif dengan menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi
pasien stabil.
Pasien dengan kolangitis akut dengan kegagalan organ termasuk ke dalam
severe cholangitis (grade III). Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti
ventilator, obat-obatan inotropik, terapi DIC dll, selain terapi medikamentosa. Drainase
bilier harus dilakukan secepatnya segera setelah pasien stabil. Terapi definitif dilakukan
setelah keadaan akut teratasi. Berdasarkan penelitian randomized controled trial (RCT)
yang telah didiskusikan dalam Tokyo Consensus Meeting, drainase bilier menggunakan
endoskopi berdasarkan tingkat keamanan dan keberhasilannya direkomendasikan A,
sedangkan drainase perkutan direkomendasikan B. Dan indikasi dilakukan drainase
terbuka adalah apabila ada kontraindikasi atau ketidakberhasilan dari drainase dengan
endoskopi atau drainase transhepatik perkutan. Pada keadaan tersebut, tujuan utama
terapi adalah dekompresi bilier sehingga operasi yang dilakukan harus segera dengan
pemasangan T tube dan mengabaikan lithotomy.
25
Bagan penatalaksanaan kolangitis akut akut (Dikutip dari Tokyo Guidelines, 2013)
Prognosa
Prognosa penderita dengan kholangitis tergantung dari berbagai faktor (multiple
factors). Beratnya penyakit pada saat penderita datang mempunyai pengaruh yang
bermakna. Sebagai contoh, hipotensi dan gangguan sensorium, adanya pus pada biliary
tree, abses hepar atau respon minimal terhadap terapi awal akan meningkatkan
mortalitas. Bila terapi koservatif gagal dan drainase tidak dilakukan pada saat yang tepat
maka angka mortalitas hampir mencapai 100%.
Bila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis
yang berlarut, gagal organ multiple yang biasanya didahului oleh gagal ginjal
(hepatorenal sindroma), abses hati pyogenik (sering multiple) dan bahkan peritonitis.
Jika sudah terdapat komplikasi maka prognosis menjadi lebih buruk. Beberapa kondisi
yang memperburuk prognosis adalah umur, febris, leukositosis, shock septic, kultur
darah positif, gangguan sistem fagositosis, immunosupresi, adanya neoplasma hepar,
obstruksi intrahepatal multiple, penyakit hepar kronis dan abses hepar.
Tindakan dekompresi secara bedah menunjukkan angka mortalitas antara 2-13%
dan morbiditasnya 12-21%. Dengan drainase endoskopik angka mortalitas 1-13% dan
morbiditas 4-24%. Teknik minimal invasif (PTBD) menunjukkan mortalitas yang
rendah yaitu 0,05-7% dengan angka morbiditas yang bervariasi antara 4-80%. Jika
penyebabnya neoplasma maligna primer maka angka morbiditas tindakan pembedahan
lebih tinggi yaitu sampai 40%, angka ini meningkat bila sudah terdapat metastasis
ekstensif yaitu mencapai 59%.
26
post
operasi
adalah
asidemia,
trombositopenia,
hipoalburninemia,
BAB III
PENUTUP
Diagnosis pasti ikterus obstruktif adalah penting sekali karena berhubungan
dengan pengobatan, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa.
Dalam usaha menentukan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan yang memberikan
gambaran saluran empedu dan dapat menunjukkan letak sumbatan. Banyaknya imaging
yang dapat dilakukan dengan memakai alat dari yang konvensional sampai alat yang
canggih
maka
pemilihan
pemeriksaan
adalah
amat
penting.
Pemeriksaan
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mulvihill, 3J. The Biliary System. In: Sabiston DC, Lyerly HK (eds). Sabiston
2.
3.
4.
5.
6.
312[Medline]
Hanau LH, Steigbigel NH: Acute (ascending) cholangitis. Infect Dis Clin North Am
7.
8.
5[Medline].
Sievert W, Vakil NB: Emergencies of the biliary tract. Gastroenterol Clin North Am
1988 Jun; 17(2): 245-64[Medline].
28
9.
Sinanan MN: Acute cholangitis. Infect Dis Clin North Am 1992 Sep; 6(3): 571-
99[Medline]
10. Rosenthal RJ, MD, Rossi RL, MD, Martin RF, MD: Options and strategies for the
management of choledocholithiasis. World J Surg 22 (1998) 1125-1132
11. Tokyo Guidelines for the Management of Acute Cholangitis and Cholecystitis
Journal of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery, Volume 14 number 1 2007. Springer
12. Richard A. Pierce,Steven M. Strasberg : Biliary Surgery, Washington Manual of
Surgery,The, 5th Edition Copyright 2008 Lippincott Williams & Wilkins, 265272
29