Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan abnormal dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Mola hidatidosa termasuk penyakit trofoblastik gestasional yaitu kelompok penyakit
yang berasal dari khorion janin dan kondisi ini termasuk benigna, namun bisa mengalami
transformasi menjadi koriokarsinoma. Secara makroskopis, mola hidatidosa mudah dikenali
yaitu berupa gelembung gelembung puih, tembus pandang, berisi cairan jernih dan memiliki
ukuran yang bervariasi.
Mola hidatidosa memiliki karakter seperti buah anggur serta uterus yang mengalami
distensi, pada keadaan ini, dapat terjadi secara klasik atau parsialis. Laporan kasus ini akan
membahas tentang patofisiologi, diagnosis serta tatalaksana dan prognosis dari mola hidatidosa.

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Pasien
Nama

Ny. S

Umur

32 tahun

Pendidikan

SMA

Pekerjaan

IRT

Agama

Islam

Suku

Betawi

Alamat

Cipinang Muara

No.CM

01032146

Masuk RS

7 April 2016

Keluar RS

9 April 2016

Jam Masuk RSU

16.00 WIB

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 7 April 2016 di Bangsal 8 Barat RSUD Budhi Asih.
A. Keluhan utama :
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Cipinang Muara karena perdarahan dari jalan
lahir sejak 10 hari SMRS dan suspek mola.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien wanita datang ke Bangsal 8 barat RSUD Budhi Asih pada tanggal 7 April
2016 rencana kuret+PA karena mola. Pasien mengaku hamil 9 minggu, HPHT: 24-1-2016.
Awal mula pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS. Perdarahan
bergumpal-gumpal dan membasahi kurang lebih 1 pembalut disertai nyeri seluruh perut.
Perdarahan disertai jaringan dan keluar gelembung gelembung seperti telur ikan diakui
2

pasien. Saat perdarahan pasien datang ke puskesmas kemudian dirujuk ke poli RSUD Budhi
Asih. Riwayat panas badan dan pusing disangkal, riwayat minum obat obatan disangkal.
Riwayat minum jamu-jamuan disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit liver, penyakit DM,
penyakit tiroid, Asma Bronchial, epilepsy disangkal dan riwayat hipertensi sebelum dan
selama kehamilan disangkal.
D. Riwayat Obstetri
Kehamil

Tempat

an ke
1

Penolong

Puskesma
s

Bidan

Tahun
2007

Cara
Persalinan
PN

BB Lahir
2600

Jenis
Kelamin
Pr

Keadaan

Usia

H/M

ater

HAMIL INI

E. Riwayat Perkawinan
Status

: Sudah menikah 1 kali dengan suami sekarang dan sudah

menikah selama 9 tahun.


F. Riwayat menstruasi
HPHT

: 21-1-2016

Siklus haid

: 29 hari

Lama haid

: 7 hari

Banyaknya

: 2-3 pembalut/hari

Dismenorea

: (-)

Menarche usia

: 13 tahun

G. Riwayat kontrasepsi
Kontrasepsi terakhir : pil KB tahun 2012-2015 berhenti awal 2015 karena ingin punya anak
lagi
3

H. Riwayat kebiasaan
Pasien biasa makan sehari 3 kali, namun jarang mengkonsumsi buah dan sayuran.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tensi

: 110/60 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: 370C

Kepala

: Konjungtiva Anemis : +/+

Leher

: Tiroid : t.a.k

Cor

: Bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-)

Pulmo

: Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: cembung, lembut

Ekstremitas

: Edem -/-,

Sklera ikterik : -/KGB : t.a.k

varieses -/-, akral hangat

B. STATUS OBSTETRIK.
Pemeriksaan luar
Inspeksi

: cembung

Tinggi fundus

: teraba 3 jari dibawah pusat

Pemeriksaan dalam :
Vulva

: Dalam batas normal

Vagina

: Dalam batas normal

Portio

: lunak , tebal

Ostium uteri eksternum

: Tidak ada pembukaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


4

Lab: 4/4/2016
HEMATOLOGI
Darah rutin
Hb

: 12,7 gr/dl

Hematokrit

: 39 %

Leukosit

: 9000

Trombosit

: 330.000

Eritrosit

: 4,3 juta

MCV

: 90,9 fL

MCH

: 29,7 pg

MCHC

: 32,7 g/dL

RDW

: 11,6 %

FAAL HEMOSTASIS
Waktu perdarahan

: 2 menit

Waktu pembekuan

: 12 menit

METABOLISME KARBOHIDRAT
GDS

: 76 mg/dL

IMUNOSEROLOGI
Anti HIV

: Non reaktif

HEPATITIS
HbsAg Kualitatif

: non reaktif

PEMERIKSAAN USG

USG Transvaginal 30-3-2016


-

GS + intrauterin, GS: 16,3 mm

Tampak massa pada cavum uteri seperti sarang tawon.

Kedua adnexa dalam batas normal

Kesan: Mola parsial


Saran: Kuret + PA
DIAGNOSIS KERJA
Mola hidatidosa
RESUME
Seorang pasien wanita datang ke Bangsal 8 Barat RSUD Budhi Asih pada tanggl 7 April
2016 rencana kuret karena hasil USG sebelumnya di poli kebidanan dikatakan mola hidatidosa.
Pasien mengaku hamil 9 minggu, HPHT 24-1-2016 dan sebelumnya mengeluh perdarahan dari
jalan lahir sejak 10 hari SMRS. Perdarahan bergumpal kurang lebih 1 pembalut, disertai jaringan
dan gelembung seperti telur ikan. Pasien juga mengeluh mual muntah lebih hebat pada
kehamilan ini dibanding dengan kehamilan yang pertama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
fundus uteri teraba 3 jari dibawah pusat. Pada USG didapatkan gambaran sarang tawon dengan
kesan mola parsial dan disarankan untuk kuretase + PA.
6

Rencana Pengelolaan :

Primary survey: Airway, Breathing, Circulation

Observasi KU , tanda vital , perdarahan

Pasang infus

Rencana kuretase + PA

Inform consent

Konsul anestesi untuk dilakukan kuretase

Pemeriksaan BHcg serial post kuret

Pemeriksaan fungsi tiroid

Pasien kontrol ke poli seminggu kemudian post evakuasi. Dalam tiga bulan pertama
post kuret, pasien kontrol setiap 2 minggu. Dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu
bulan. Dalam enam bulan terakhir, kontrol tiap dua bulan.

FOLLOW UP
8 April 2016
Keluhan : KU

: CM

: 110/60 mmHg

: 80 x/ menit

: 20 x/ menit

: 36,5 C

Mata CA-/- SI -/Abdomen

: Datar, tegang, NT (+)

Perdarahan pervaginam : (-)


D/ Mola hidatidosa
Rencana

: kuretase

V. LAPORAN KURETASE
Kuretase
Tanggal kuretase

: 8 April 2016

Jam kuretase

: 9.05-9.10

Operator

: dr. Agriana, SpOG

Ahli Anestesi

: dr.Novi, Sp.An

Assisten I

: Zr.Yeni

Assisten Anestesi

: Zr.Frida

Diagnosa Pra Kuret

: Mola hidatidosa

Diagnosa Post Kuret

: Mola hidatidosa

Indikasi Operasi

: Mola Hidatidosa

Jenis Tindakan

: Kuretase + PA

Jenis Anestesi

: GA

Laporan Operasi
1) penderita diletakkan dalam posisi lithotomi dalam general anestesi
2)

Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah vulva dan

sekitarnya,

dipasang spekulum bawah yang dipegang oleh asisten.


3) Dengan tenakulum, portio dijepit pada pukul 11
4) Dimasukkan sonde sedalam kurang lebih 12 cm, bentuk uterus antefleksi
5) Dilakukan kuretase secara sistematis dari cavum uteri keluar jaringan kurang
lebih 50 cc
6) Perdarahan kurang lebih 10 cc kesan bersih
7) Operasi selesai
FOLLOW UP
Tanggal
8 April 2016

S
O
Nyeri post KU : CM
curet

T:100/60 mmHg

A
post kuretase a/I

P
-RL 16 tpm

mola hidatidosa

coamoxiclav
8

N: 100 x/ menit

2x625mg

R: 20 x/ menit

- as.mefenamat

S: 36,4 C

3x500mg

Mata : CA+/+ SI -/-

- ferofort 2x1

Abdomen:Datar,

-metyl

lembut, NT (-),

ergometrin

DM (-),
TFU

3x0,125mg

: tidak teraba

- cek BHCg

Perdarahan

kuantitatif

pervaginam : (-)
sedikit
BAB/BAK: - / +

9 April 2016

KU : CM

post kuretase a/i

-coamoxiclav

T:100/70 mmHg

mola hidatidosa

2x625mg

N: 100 x/ menit

- as.mefenamat

R: 20 x/ menit

3x500mg

S: 36,4 C

- ferofort 2x1
-metyl
ergometrin
3x0,125mg
Kontrol post

- blpl
Hasil PA dan

kontrol ke BB 49 kg

kuretase H+7

BHCg belum

poli

hari

keluar, rencana

15 April

pasien

2016

TD 120/90

kebidanan

cek BHCg serial


dan fungsi tiroid.

PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam

: ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

ANALISIS KASUS
Anamnesis
-

Teori tanda dan gejala


Pasien mengaku hamil 9 minggu
dan mengeluh perdarahan dari

a. Perdarahan uterus abnormal pada


trimester pertama

jalan lahir sejak 10 hari SMRS

b. Mual muntah

Mual muntah dirasakan lebih

c. Sebagian kecil mengalami preeclampsia

berat dan hebat dibandingkan

dan hipertiroidisme

kehamilan pertama
-

Tidak ada tanda preeclampsia dan


hipertiroid, pemeriksaan fungsi
tiroid belum dilakukan

Pasien

Faktor resiko

Jarang konsumsi buah dan sayur

a. Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun

Riwayat sosial ekonomi, abortus

b. Etnik : mongoloid > kaukasus


c. Genetik
d. Malnutrisi : intake karoten yang rendah,
defisiensi vitamin A, kekurangan protein
e. Riwayat mola hidatidosa sebelumnya
f. Riwayat sosialekonomi
g. Paritas
h. abortus

Fundus uteri teraba 3 jari dibawah


pusat

Ukuran uterus lebih besar daripada


usia gestasi

BHCg belum keluar hasil

Pemeriksaan penunjang

USG: seperti sarang tawon, kedua

a. Bhcg meningkat

adnexa dalam batas normal

b. USG: snowflakes atau honeycomb, tidak


adanya kantung gestasi ataupun fetus
c. Pembesaran satu atau kedua ovarium
karena lista teka lutein (15-30%)
10

Tata laksana pasien

Tata laksana teori

Kuret+PA

Hasil follow up Bhcg+ PA belum seperti preeclampsia dan tirotoksikosis


keluar hasil

Atasi syok dan anemia, hilangkan penyulit


a. Vakum kuretase
b. Histerektomi
c. hCg harus normal

8 minggu post

evakuasi, lama pengawasan berkisar 1


tahun, pasien dianjurkan tidak hamil
dahulu dengan menggunakan kondom,
diafragma, pantang berkala

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 MOLA HIDATIDOSA
Penyakit gestasional trofoblastik merupakan penyakit yang berhubungan dengan tumor plasenta
dan dibagi menjadi molar dan nonmolar tumor. Nonmolar dikelompokkan sebagai gestasional
trofoblastik neoplasia atau malignan.1 Klasifikasi dari kelompok penyakit ini dibagi sebagai
berikut;

Mola hidatidosa suatu kehamilan abnormal dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik dan memiliki karakter seperti buah
anggur serta distensi uterus, pada keadaan ini, dapat terjadi secara klasik atau parsialis. Secara
histologis, terdapar proliferasi yang abnormal dari vili korialis dan terdapat edema pada stroma
vili. Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 berdasarkan derajat perubahan jaringan dan ada atau
tidaknya sel embrio, yakni klasik dan parsialis dimana masih terdapat sel embrionik.

12

Pada mola hidatidosa klasik, sel sel tidak kompatibel terhadap embriogenesis sehingga tidak
mengandung bagian bagian fetus, seleuruh vili korialis adalah abnormal dan sel epitelialnya
mengandung materi genetik yang diploid (46, XX atau XY). Pada keadaan yang parsial, kelainan
tidak terjadi keseluruhan, masih ada bagian bagian fetus, vili korion yang normal, dan
mengandung materi genetik triploid (69, XXY).
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan yang benigna, namun bisa berubah menjadi malignan
ketika adanya invasi yang destruktif pada miometriom atau ketika serum -hCG plateau atau
meningkat meskipun mola telah dievakuasi. 80% kasus mola hidatidosa adalah benigna dan 23% kasus berubah menjadi koriokarsinoma.1
Angka kasus mola hidatidosa yang dilaporkan di beberapa negara berbeda, di Indonesia, terjadi 1
: 100 kehamilan, di Meksiko, terjadi 1 : 200 kehamilan dan di Paraguay terjadi 1 : 5000
kehamilan, di Amerika Serikat terjadi 1 : 2000 kehamilan.2 Keadaan ini dapat juga terjadi pada
kehamilan gemelli yang disebut juga twin molar pregnancy, 5 % dari kasus mola hidatidosa
merupakan kasus ini
Penyebab dari mola hidatidosa ini belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor risiko;1

Riwayat mola hidatidosa (kehamilan mola yang repetitif terjadi pada 2 dari 100

perempuan)
Perempuan dengan usia reproduktif yang ekstrim (usia wanita >35 tahun memiliki risiko

yang meningkat 2 kali lipat, >45 tahun meningkat 5-10 kali


Riwayat abortus

13

3.2 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Walaupun molahidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih
belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Molahidatidosa dapat terjadi pada semua
wanita dalam masa reproduksi.
Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. Acosta
Sison, menganggap bahwa MH adalah suatu kehamilan patologis, sedangkan faktor yang
menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein).
Acosta Sison mengaitkan dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan MH,
yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang
mengkonsumsi protein.
Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13 dan ke-21,
mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang
merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan
kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami
perubahan hidropik.
WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri
juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian MH dan kehamilan kembar tetapi multiparitas
tidak merupakan faktor resiko.
Laporan dari Amerika Serikat (1970 1977) mengatakan bahwa insidensi MH pada kulit
hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya. Menurut Teoh, di Singapura, insidensi MH
pada wanita Euroasian, dua kali lebih tinggi dari China, Melayu dan India. Di Indonesia yang
terdiri dari berpuluh-puluh etnis, sampai sekarang belum ada yang melaporkan adanya
perbedaan insidensi antar suku bangsa. Yang ada hanya laporan dari pusat pendidikan.
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian Kajii et al
dan Lawler et al, menunjukan bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan
Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada
kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami
gangguan proses meiosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang
kosong atau yang intinya tidak aktif.
14

Dapat disimpulkan:
a.

Umur : < 20 tahun dan > 35 tahun8-10

b.

Etnik : mongoloid > kaukasus

c.

Genetik

d.

Malnutrisi : intake karoten yang rendah, defisiensi vitamin A, kekurangan protein

e.

Riwayat mola hidatidosa sebelumnya

f.

Riwayat sosialekonomi

g.

Paritas

3.3 PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti terjadinya mola hidatidosa. Ada beberapa
teori yang muncul untuk menjelaskan terjadinya kondisi ini;3

Missed Abortion janin yang terbentuk mati pada minggu ke 3 -5 kehamilan, sehingga

terjadi gangguan peredaran darah, dan cairan tertimbun dalam jaringan vili
Neoplasma abnormalitas sel trofoblas dan fungsinya sehingga terjadi resorbsi cairan
dalam jumlah belebihan kedalam vili yang berakibat munculnya gelembung
gelembung yang mengganggu peredaran darah dan terjadi kematian janin.

Dengan karyotype, pada mola hidatidosa yang klasik terdapat 46 XX atau 46 XY yang murni
berasal dari DNA paternal, ini akibat dari fertilisasi antar ovum yang kosong dan sel sperma yang
haploid yang kemudian akan menduplikasikan materi genetik yang ada.
Pada keadaan yang parsial, materi genetik yang terkandung adalah 69 XXX atau 69 XXY yang
dimana mengandung materi genetik dari maternal dan paternal. Ini terjadi karena fertilisasi antar
sel ovum yang haploid dengan sel sperma yang awalnya haploid kemudian menduplikasi. 4
Sehingga, pada kehamilan ini, masih dapat ditemukan jaringan fetus. Pada kedua macam mola
ini terdapat vili korialis yang hidropik, namun pada keadaan yang klasik, tampak vili korialis
yang tampak lebih oedematous, lebih menyeluruh atau diffuse dan memproduksi lebih banyak hCG.

15

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein dan bisa terjadi unilateral maupun bilateral,
keadaan ini bisa ditemukan dengan USG. Pada kebanyakan kasus, setelah mola dievakuasi, kista
lutein juga menyusut. Kista ini timbul karena stimulasi yang berlebihan dari -hCG yang
diproduksi jauh lebih banyak oleh sel trofoblas yang berproliferasi secara abnormal.

3.4 DIAGNOSIS
Pada permulaannya, gejala mola hidatidosa mirip seperti gejala kehamilan biasa yaitu
mual, muntah, pusing, hanya saja derajat daripada gejala mola hidatidosa lebih hebat. Ketika
umur kehamilan bertambah, ukutan uterus lebih besar dari seharusnya. Perdarahan merupakan
gejala utama dan pada umumnya, gejala perdarahan inilah yang menyebabkan pasien datang ke
pelayanan kesehatan. Perdarahan biasanya terjadi pada trimester pertama dan sifat perdarahan
bisa bervariasi (intermitten, sedikit atau banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian),
dengan alasan ini pasien dengan mola hidatidosa biasanya mengalami anemia. Karena pasien
dengan kehamilan mola mengaami perdarahan, pemeriksaan yang darah rutin seperti hemoglobin
dan hematokrit penting dilakukan.
Pada kehamilan mola yang tidak diatasi, pre-eklamsia/eklamsia bisa terjadi pada trimester kedua
tapi ini jarang ditemukan karena mola biasanya terdeteksi lebih dini. Pre-eklamsia biasanya
terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, sehingga, apabila ada kasus pre-eklamsia yang
ditemukan pada kehamilan dibawah 20 minggu, kehamilan mola harus dipertimbangkan.3
16

Sebagian pasien yang mengalami kehamilan mola juga mengalami hipertiroidisme sampai
tirotiksikosis dan kematian terjadi karena krisis tiroid. Gejala pada hipertiroid seperti; insomnia,
takikardi, palpitasi, berat badan menurun, exertional dyspnea. Krisis tiroid adalah gejala
tirotoksikosis yang bertambah berat secara tiba tiba, frekuensi jantung bisa meningkat sampai
200x/menit.

Selain gejala dan tanda yang sudah disebutkan sebelumnya, diagnosis mola hidatidosa juga dapat
ditegakkan dengan cara sebagai berikut;

Kadar serum -hCG yang meningkat pada keadaan mola hidatidosa yang tipe klasik,

terjadi peningkatan yang lebih dibanding tipe parsial.


Pemeriksaan USG menunjukkan gambaran khas yaitu honey comb atau snow flakes
pattern.

17

3.5 PENATALAKSANAAN
Setelah mola hidatidosa terdeteksi, tindakan utama yang harus dilakukan adalah evakuasi
jaringan abnormal. Dengan dasar ini, prinsip dari penatalaksanaan pada keadaan mola hidatidosa
adalah; evakuasi dan follow-up secara reguler.6,7
Untuk evakuasi jaringan, bisa dilakukan dengan aspirasi vakum atau kuretase. Setelah
pengevakuasian, oksitosin diberikan secara intravena sampai 24 jam setelah evakuasi. Pada mola
hidatidosa dengan ukuran besar (>12 minggu kehamilan), harus dipersiapkan untuk tindakan
laparatomi untuk melakukan histerektomi. Pada tindakan histerektomi, usia dan keinginan pasien
untuk hamil harus dipertimbangkan.
Paska evakuasi, follow-up pasien dengan riwayat mola hidatidosa harus dilakukan dengan
cara;X

Pasien disarankan untuk tidak hamil selama 6 bulan pertama


Kadar -hCG 48 jam setelah evakuasi
Monitor kadar -hCG 1-2 minggu pertama
Setelah kadar -hCG kembali normal, tetap harus dievaluasi tiap bulan sampai 6 bulan

kedepan, jika tidak terdeteksi, pemantauan bisa dihentikan dan pasien boleh hamil
Apabila terjadi peningkatan atau kadar menjadi plateau menandakan adanya proliferasi
dari trofoblas dan malignansi harus dipertimbangkan.

Apabila malignansi terdeteksi, pasien dapat disarankan untuk pengobatan kemoterapi.


Metotrexat adalah first-line therapy dan diikuti oleh aktonimisin.

18

3.6 PROGNOSIS
Wanita dengan riwayat kehamilan mola hidatidosa memiliki risiko terbesar untuk terulangnya
mola hidatidosa.
Five-year survival rate setelah kemoterapi, walaupun sudah bermetastasis, tercatat 85% dari
kasus koriokarsinoma.5
Pada pelayanan kesehatan seperti puskemas, waktu untuk merujuk pasien diperlukan ketika
ditemukan tanda tanda seperti; ukuran uterus yang melebihi usia kehamilan, perdarahan
pervaginam dan pasien dengan riwayat kehamilan mola.

BAB IV
19

KESIMPULAN
Mola hidatidosa suatu kehamilan abnormal dimana tidak ditemukan janin dan hampir
seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik dan memiliki karakter
seperti buah anggur serta distensi uterus, pada keadaan ini, dapat terjadi secara klasik atau
parsialis. Walaupun molahidatidosa sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih
belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Molahidatidosa dapat terjadi pada semua
wanita dalam masa reproduksi.
Pada permulaannya, gejala mola hidatidosa mirip seperti gejala kehamilan biasa yaitu
mual, muntah, pusing, hanya saja derajat daripada gejala mola hidatidosa lebih hebat. Ketika
umur kehamilan bertambah, ukutan uterus lebih besar dari seharusnya. Perdarahan merupakan
gejala utama dan pada umumnya, gejala perdarahan inilah yang menyebabkan pasien datang ke
pelayanan kesehatan
Setelah mola hidatidosa terdeteksi, tindakan utama yang harus dilakukan adalah perbaiki
keadaan umum, atasi syok dan anemia kemudian evakuasi jaringan abnormal. Dengan dasar ini,
prinsip dari penatalaksanaan pada keadaan mola hidatidosa adalah; evakuasi dan follow-up
secara reguler

DAFTAR PUSTAKA
20

1. Lurain JR. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology, clinical


presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and management of
hydatidiform mole. Am J Obstet Gynecol. 2010 Dec;203(6):5319.
2. Seckl MJ et al. Gestational trophoblastic disease. Lancet. 2010 Aug 28;376(9742):717
29.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams
Obstetrics. McGraw Hill, 2010;258-261.
4. Papadakis AM, McPhee SJ, Rabow MW. Current Medical Diagnosis and Treatment.
McGraw Hill Education,2014;769-770.
5. Muminhodzic L, Bogdanovix G, Ljuca D, Babovic A. Epidemiological factors and
pathomorphologic characteristics of hydatidiform mole. Journal of Health Sciences,
2013;3(2):129-137.
6. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Patologi Edisi 2:
Kelainan telur, plasenta, air ketuban, cacat dan gangguan janin. Penerbit buku
kedokteran EGC: Bandung, 3: 28-33. 2005
7. Goldstein DP, Berkowitz RS. Current management of gestational trophoblastic neoplasia.
Hematol Oncol Clin North Am. 2012 Feb;26(1):111-31
8. Martonffy Al, Rindfleisch K, Lozeau AM, Potter B. First trimester complications. Prim
Care. 2012 Mar;39(1):71-82
9. Porter TF, Branch DW, Scott JR. Early pregnancy lost. Dalam: Gibbs RS, Karlan BY,
Haney AF, Nygaard IE, penyunting. Danforths obstetrics and gynecology. Edisi ke-10.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
10. Surette AM, Dunham SM. Early pregnancy risk. Singapura: Mc Graw Hill;2013.

21

Anda mungkin juga menyukai