Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATERI KEPERAWATAN KOMUNITAS

MATERI PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA DAN HEWAN

OLEH
MARLINA TAMPANG
KHOIRUL UMAR
METI ANDANI
MULIANA
D III KEPERAWATAN KELAS III B
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2015-2016

Pembuangan Kotoran Manusia dan Hewan


A. Pengertian Feses
Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Tinja (faeces) merupakansalah satu sumber
penyebaran penyakit yang multikompleks. Orang yang terkena diare, kolera dan infeksi
cacing biasanya mendapatkan infeksi ini melalui tinja (faeces). Seperti halnya sampah,
tinja juga mengundang kedatangan lalat dan hewan-hewan lainnya. Lalat yang hinggap di
atas tinja (faeces) yang mengandung kuman-kuman dapat menularkan kuman-kumanitu
lewat makanan yang dihinggapinya, dan manusia lalu memakan makanan tersebut
sehingga berakibat sakit. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan akibat tinja manusia
antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang,
pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
Pengerasan tinja atau feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan
menurunnya frekuensi buang air besar antara pengeluarannya atau pembuangannya
disebut dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau feses
terganggu, menyebabkan menurunnya waktu dan meningkatnya frekuensi buang air
besar disebut dengan diare atau mencret.
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil
sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris,
celulosa gas indol, skatol, sterkobilinogen dan bahan patologis. Normal : 100 200 gram
/ hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari 3x / minggu.
B. Karasteristik Pembuangan Kotoran Manusia
Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata
sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran
manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja
dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan
sebagainya. Perkiraan komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut (Soeparman, 2002):
Perkiraan komposisi tinja tanpa air seni
Komponen Kandungan (%):

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

Air 66-80 %
Bahan organik (dari berat kering) 88-97 %
Nitrogen (dari berat kering) 5,7-7,0
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering) 3,5-5,4
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55 %
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10
Kuantitas tinja dan air seni
Tinja/air seni Gram/orang/hari
Berat basah Berat kering
Tinja
Air seni 135-270
1.000-1.300 35-70
50-70
Jumlah 1.135-1.570 85-140

Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung
berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak
menyebabkan penyakit (Soeparman, 2002)).
C. Metode Pembuangan Kotoran Manusia
Metode pembuangan kotoran manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua, unsewered
area dan sewered area.
1. Unsewered Areas
Metode unsewered area merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak
menggunakan saluran air dan tempat pengolahan air kotor.
2. Sumur gali jamban (Dug well latrine)
Dug well latrine merupakan pengembangan dari bore hole latrine. Metode ini
dilakukan dengan cara membuat lubang berdiameter sekitar 75 cm dengan kedalaman
3-3,5 m. Di daerah dengan tanah berpasir, kedalamannya 1,5-2 m. Lubang dapat
dilapisi dengan bambu untuk mencegah runtuhnya tanah. Setelah plat dipasang di atas
lubang, lubang ditutup dengan super structure (rumah-rumahan), manfaat tipe ini,
antara lain :
Mudah dibuat dan tidak membutuhkan alat khusus seperti auger.
Bisa digunakan lebih lama karena kapasitasnya lebih besar yaitu selama 5 tahun
untuk 4-5 orang.

Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat. Kerja dug well latrine ini sama
dengan bore hole latrine, yaitu secara anaerob digestion.
3. Sumur gali atau lubang jamban (Water Seal Type of Latrine)
Water seal ini dibuat untuk dua fungsi penting, yaitu mencegah kontak dengan lalat
dan mencegah bau busuk. Sistem ini lebih bisa diterima oleh masyarakat desa
daripada sistem bore hole latrine.
Keuntungan kakus jenis ini, antara lain :

Memenuhi syarat estetika.


Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya

lebih praktis.
Aman untuk anak-anak.

Adapun persyaratan di dalam penerapan sistem water seal latrine, antara lain :

Lokasinya sekitar 15 m dari sumber air dan sebaiknya berada pada daerah yang
lebih rendah dari sumber air untuk mencegah kontaminasi bakteri pada sumber

air.
Memiliki plat untuk jongkok dibuat dari bahan yang mudah dicuci, cepat bersih,
dan kering. Plat ini terbuat dari beton/semendengan ukuran 90 x 90 x 5 cm. Ada

kemiringan 0,5 inci pada wadahnya untuk memudahkan aliran ke dalam kakus.
Memiliki wadah (pan) yang ditujukan untuk menampung tinja, urine dan air.
Panjangnya 42,5 cm, lebar bagian depan 12,5 cm dan bagian yang terlebar adalah

20 cm.
Memilik perangkap (trap) yang terbuat dari pipa dengan diameter 7,5 cm yang
dihubungkan dengan pas di atas dan menyimpan air yang penting untuk water
seal. Water seal adalah jarak antara titik tertinggi air didalam perangkap dan titik
terbawah air ada pada permukaan atas perangkap. Kedalaman water seal pada

RCA latrine adalah 2 cm. Water seal dapat mencegah bau dan masuknya lalat.
Di dalam pemeliharaannya, kakus ini hanya digunakan untuk kepentingan yang
dimaksudkan dan tidak untuk pembuangan bahan-bahan lain. Platnya harus sering
dibersihkan dan dijaga agar selalu kering dan bersih.

4. Septic Tank

Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan ekskreta untuk
sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air yang
mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran limbah
masyarakat.
5. Aqua Privy (Cubluk Berair)
Fungsi aqua privy sama dengan septic tank dan telah banyak digunakan di berbagai
negara. Kakus ini memiliki bak yang kedap air. Bentuk tangkinya sirkuler atau
rektanguler. Pembuatan kakus ini dilakukan dengan cara membuat lubang pada tanah
dengan diameter 80-120 cm dan dalam 2,5-8 m. Dindingnya diperkuat dengan batu
atau bata dan dapat ditembok agar tidak mudah runtuh. Lama pemakaian dapat
mencapai 5-15 tahun. Jika tinja sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah, cubluk
dipandang sudah penuh. Cubluk yang sudah pernuh ditimbun dengan tanah dan
dibiarkan selama 9-12 bulan. Setelah itu, isi cubluk dapat diambil untuk digunakan
sebagai pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan kembali. Jika cubluk yang
satu sudah penuh dan ditimbun, cubluk yang baru dapat dibuat.
Tinja mengalami proses perifikasi berupa anaerobik digestion yang akan
menghasillkan gas

kotor. Dengan demikian perlu dibuat ventilasi untuk

mengeluarkannya. Air yang keluar dari saluran pengeluaran berbahaya karena


mengandung bahan-bahan tinja berbentuk suspensi yang dapat berisi agens parasit
atau infeksi. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kakus
semacam ini :

Jangan pernah memasukkan desinfektan ke dalam kakus karena dapat

mengganggu proses pembusukan yang emngakibatkan cubluk cepat penuh.


Setiap minggu, kakus sebaiknya diberi minyak tanah untuk mencegah nyamuk

bertelur di dalamnya.
Agar tidak terlalu bau, kakus dapat diberi kapur barus.

Kakus ini hanya baik dibangun di tempat yang banyak mengandung air.
6. Closet kimia (Chemical Closet)
Kloset ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik soda) yang
juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk diletakkan langsung
diatas tanki. Tidak ada yang boleh dimasukkan ke dalam kloset kecuali kertas toilet.

Jika air dimasukkan ke dalam kloset, cairan kimia yang ada di dalamnya akan
mengalami pengenceran sehingga kloset tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tinja
dapat dicairkan dan disterilisasi dengan bahan kimia. Setelah beberapa bulan
penggunaan kloset kimia, isi kloset harus dibuang. Chemical closet ini banyak
digunakan dalam sarana transportasi, misalnya kereta api dan pesawat terbang.
7. Jamban Cocok untuk Camps dan Penggunaan Sementara (Latrines Suitable for
Camps and Temporary Use)
Kakus ini dipakai untuk kebutuhan sementara (perkemahan dan tempat
pengungsian). Ada beberapa jenis kakus semacam ini, di antaranya :
a. Jamban Dangkal (Shallow trench latrine)
b. Jamban Dalam (Deep trench latrine)
Kakus ini digunakan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Ukuran kedalamannya mencapai 1,8-2,5 m, sedangkan
lebarnya 75-90 cm. Penyediaan tempat berjongkok akan bergantung pada
kebiasaan setempat. Kakus ini dilengkapi dengan rumah kakus untuk privasi dan
perlindungan.
D. PEMANFAATAN KOTORAN MANUSIA
1. Pemanfaatan kotoran manusia sebagai pupuk tanaman
Kotoran manusia bukanlah limbah tak berguna. Sebuah lembaga organik Inggris
menyatakan kotoran manusia dapat memainkan peran penting dalam mengamankan
ketahanan pangan masa depan, misalnya membantu mencegah menurunnya hasil panen
tanaman pangan, seperti gandum, yang sangat membutuhkan pupuk fosfor. "Diperkirakan
hanya 10 persen dari 3 juta ton fosfor yang dikeluarkan oleh populasi manusia di dunia
setiap tahun yang kembali ke tanah pertanian,* kata Asosiasi Pertanahan,badan sertifikasi
organik terbesar di Inggris.
Suplai fosfor yang cukup sangat penting bagi pembentukan biji, perkembangan akar, dan
pematangan tanaman. Dulu, penduduk Eropa mengembalikan fosfor ke lahan pertanian
melalui pemupukan menggunakan kotoran ternak dan manusia. Laporan Asosiasi
Pertanahan meminta dilakukannya perubahan regulasi Uni Eropa agar mengizinkan
penggunaan endapan pengolahan limbah, atau blosolid, pada lahan pertanian organik

bersertiflkasi. Regulasi ini melarang penggunaan biosolid pada lahan pertanian organik
karena dikhawatirkan ada efek racun dari logam berat yang disebabkan oleh kombinasi
limbah kotoran manusia dengan produk limbah lain, semisal sampah pabrik.
2. Pemanfaatan kotoran manusia menjadi biogas
Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi
bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau anaerobik (Sahidu, 1983).
Biogas adalah gas yang dapat terbakar dari hasil fermentasi bahan organik yang berasal
dari daun-daunan, kotoran hewan/manusia, dan lain-lain limbah organik yang berasal dari
buangan industri oleh bakteri anaerob (Wijayanti, 1993).Biogas adalah bahan bakar
berguna yang dapat diperoleh dengan memproses limbah (sisa) pertanian yang basah,
kotoran hewan dan manusia atau campurannya, di dalam alat yang dinamakan penghasil
biogas (Harahap dkk, 1980). Menurut Polprasert (1985), kandungan biogas tergantung
dari beberapa faktor seperti komposisi limbah yang dipakai sebagai bahan baku, beban
organik dari digester, dan waktu serta temperatur dari penguraian secara anaerobik.
Walaupun terdapat variasi dalam kandungan biogas,Kandungan bahan organik di dalam
limbah pertanian cukup besar, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan dan estetika. Bahan organik terdiri dari senyawa-senyawa
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, kadang senyawa sulfur, fosfor dan lainlain.Kadar dan jenis bahan yang dapat menurunkan kualitas atau mencemarkan
lingkungan sangat bervariasi tergantung dari jenis hasil pertanian itu sendiri namun
secara garis besar, dapat dinyatakan bahwa limbah hasil pertanian mudah terurai secara
biologis di alam (biodegradable) (Tugaswati dan Nugroho 1985).Tinja dan urin manusia
tergolong bahan organik merupakan hasil sisa perombakkan dan penyerapan dari sistem
pencernaan. Berdasarkan kapasitas manusia dewasa rataan hasil tinja 0,20 kg/hari/jiwa
(Sugiharto 1987). Sama halnya dengan limbah organik lain, limbah manusia dapat
digunakan sebagai sumberdaya yang masih jarang diungkapkan. Nutrisi kotoran manusia
tidak jauh berbeda dibanding kotoran ternak.Kalaupun berbeda tentu akibat pola makan
dan sistem pencernaan yang berbeda.Pola makan manusia lebih banyak memilih bahan
makanan kurang berserat, protein lebih tinggi dan umumnya dimasak sebelum
dikonsumsi, sedangkan ternak sebaliknya. Kotoran manusia memiliki keunggulan dari

segi nutrisi, dimana nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) jauh lebih rendah dari kotoran
ternak (C/N rasio 6-10:18-30) (Sihombing 1988)
Tinja berasal dari sisa metabolisme tubuh manusia yang harus dikeluarkan agar
tidak meracuni tubuh. Keluaran berupa feses bersama urin biasanya dibuang ke dalam
tangki septik. Lumpur tinja/night soil yang telah memenuhi tangki septik dapat dibawa ke
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.Komposisi dan volume lumpur tangki septik
tergantung dari faktor diet, iklim dan kesehatan manusia.
Akibat Buruknya Pembuangan Feses
Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat buruknya
penanganan buangan tinja :
Mikroba
Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-tinja.
Sebagian

diantaranya

tergolong

sebagai

mikroba

patogen,

seperti

bakteri Salmonela

typhi penyebab demam tifus, bakteriVibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis
A, dan virus penyebab polio. Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia
sangat tinggi. BAPPENAS menyebutkan, tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk.
Sedangkan polio masih dijumpai, walaupun dinegara lain sudah sangat jarang.
Materi Organik
Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tidak tercerna. Ia dapat
berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak, mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja
mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).
Sekitar 75 persen sungai di Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi tercemar berat oleh materi
organik dari buangan rumah penduduk. Air sungai ciliwung memiliki BODS hampir 40 mg/L
(empat kali lipat dari batas maksimum 10 mg/L). Kandungan BOD yang tinggi itu
mengakibatkan air mengeluarkan bau tak sedap dan berwarna kehitaman.
Telur Cacing
Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telu-telur cacing.
Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, cacing
tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak
diperut orang lain. Anak cacingan adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini

kebanyakan diakibatkan cacing cambuk dan cacing gelang. Prevalensinya bisa mencapai 70
persen dari balita.
Nutrien
Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa sisasisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor
dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat
seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air
menjadi hijau. Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan lainnya
mati.
Limbah peternakan menghasilkan gas-gas yang cepat menguap dan menimbulkan bau yang tidak
sedap. Dari berbagai hasil penelitian terungkap bahwa beberapa jenis gas yang dihasilkan antara
lain CO, CO2, CH4, NO2, NO, NH3, H2S, SO, SO2 konsentrasinya bervariasi menurut jumlah
dan species ternaknya. Pada usaha peternakan yang intensif, sejumlah besar limbah bahkan
melebihi kapasitas memberikan kontribusi terhadap meningkatnya nitrogen dan fosfor.
Sebaliknya nitrogen dan fosfor dikenal sebagai pemicu utama terjadinya penurunan kualitas
aliran air permukaan dan air bawah tanah yang merupakan sumber air alami, bahkan hasil studi
terakhir di bebarapa negara industri berbasis peternakan menunjukkan dampak serius limbah
peternakan terhadap perubahan iklim (climate change) di era sekarang ini yang lebih popular
dengan istilah pemanasan global (global warming).
Solusi

penanganan

limbah

Sudah sejak dahulu diketahui bahwa kotoran ternak memainkan peranan yang tidak kalah
penting bagi lahan pertanian. Hal ini cukup menggembirakan karena ekses dari produksi limbah
yang dihasilkan usaha peternakan merupakan input yang bermanfaat bagi petani untuk
mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau serta kualitas yang cukup baik. Dihapusnya
subsisi pupuk oleh pemerintah pada bulan Oktober 1994 terasa sangat memberatkan para petani
apalagi dengan kenyataan yang dihadapi harga pupuk selalu mengalami kenaikan harga. Secara
tidak langsung kondisi ini memacu motivasi petani untuk memanfaatkan sumber daya yang
selalu tersedia dan mudah ditemukan di lahan pertanian mereka yaitu pupuk kandang. Tidak
dapat dipungkiri bahwa ternak merupakan salah satu komponen pendukung usaha tani yakni
sebagai penghasil pupuk kandang. Beberapa kelebihan pupuk kandang yang merupakan

campuran dari kotoran ternak (feces dan urin + sisa pakan dan alas kandang) mengandung unsur
hara yang lengkap dan sangat dibutuhkan oleh tanah dan tanaman, memperbaiki aerasi dan
drainase tanah, meningkatkan daya ikat air serta mampu meningkatkan aktivitas jasad renik.
Selain itu juga kotoran ternak dapat dibuat menjadi kompos yaitu kombinasi bahan-bahan
organik yang telah lapuk. Bahan organik bisa berasal dari daun-daunan, jerami, batang dan
tongkol jagung serta kotoran ternak. Pembuatan kompos tergolong sederhana dan dapat
dikerjakan petani/peternak di desa. Dengan mencari tempat yang baik (letak lebih tinggi)
sehingga tidak mudah tergenang, kemudian dibuat lubang yang di atasnya diberi pelindung atap
sebagai

pelindung

pada

waktu

hujan.

Bahan asal tanaman (daun, jerami, dll) dipotong dengan ukruan 30 cm atau semakin pendek
semakin baik dan dicampur dengan kotoran ternak dan air dengan perbandingan jerami: kotoran
ternak: air 5: 1: 15. Campuran ketiga bahan ini diaduk dan dimasukkan ke dalam lubang secara
berlapis, disesuaikan denan kondisi tempatnya. Jika perlu dapat ditambahkan kapur atau abu
dapur secukupnya. Setelah semua campuran sudah dimasukkan, lubang tadi dapat ditutup
dengan anyaman bambu (gedek) dan dibiarkan selama 1-2 bulan. Setelah jangka waktu tersebut,
tumpukan dapat dibongkar, diaduk dan ditumpuk kembali dan dibiarkan selama sebulan hingga
kompos betul-betul dapat digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Cet. ke-2,
Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

Panduan dan Modul Pelatihan SANIMAS untuk Promosi Kesehatan Lingkungan, Juni 21, 2002
Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. EGC : Jakarta.
Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung. PT. Tarsito.Hindarko,S. 2003. Mengolah
Limbah Sungai Tidak Mencemari Orang Lain. Jakarta.
ESHA.Yandang. 2010. Pembuangan Kotoran Manusia.
www.yandang.blogspot.com.Tanggal Akses 14 Maret 2010.

Air

Anda mungkin juga menyukai