Anda di halaman 1dari 12

A.

PENGERTIAN MUTHLAQ DAN MUQAYYAD


1. Pengertian Muthlaq
Menurut ulama Ushul Muthlaq adalah;1

Lafadh yang menunjukkan kepada obyeknya tanpa
memperhatikan kepada satuan, jumlah atau sifatnya.
Akan tetapi menunjukkan kepada hakekatnya.
Apabila kita selidiki secara seksama tentang keadaan tiaptiap lafal yang dipandang dari segi dibatasinya atau
tidaknya lafal itu, maka ada yang keadaannya bebas dan
tidak dibatasi penggunaanya oleh hal lain (muqayyad).
Hal-hal yang membatasi lafal ini disebut Al-Qaid. Oleh
karena itu, berbicara tentang muthlaq terkait pula masalah
Muqayyad dan Al-Qaid.2
Dalam buku lain disebutkan bahwa yang di maksud Mutlaq
ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tidak dibatasi
oleh suatu batasan yang akan mengurangi jangkauan
maknanya secara keseluruhan. Contohnya .
Kata

yang

digaris

bawahi

adalah

mutlak.

Artinya

mencakup budak secara mutlaq. Tidak terbatas satu atau


lebih dan tidak dibatasi apakah budak mukmin ataupun
bukan mukmin.3
2. Pengertian Muqayyad
Menurut ulama Ushul Muqayyad adalah:4
1 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah Penetapan Hukum Islam ,
Surabaya : CV. Citra Media, 1997, hlm. 225
2 Khairul Umum, Ushul Fiqih II, Bandung : CV Pustaka Setia, 1998, hlm.
95
3 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana, 2011, hlm. 186
4 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah............., hlm. 226

Lafadh yang menunjukkan kepada hakekat sesuatu yang


dibatasi dengan sifat, keadaan, maksimalatis, syarat atau
ungkapan umum yang dibatasi dengan batasan apa saja
tanpa dihubungkan dengan bilangan.
Dalam buku lain disebutkan:5
Muqayyad

atau

Al-Muqayyad

ialah

lafal

yang

menunjukkan arti yang sebenarnya, dengan dibatasi oleh


suatu hal dari batas-batas tertentu6.
Jadi dapat diketahui pengertian Muqayyad adalah
lafaz yang menunjukkan sesuatu yang sudah dibatasi baik
oleh sifat, syarat, dan ghayah. Contoh .
kata budak dalam ayat tersebut tidak lagi bersifat mutlak
karena sudah dibatasi oleh kata mukmin.7
B. HUKUM MUTLAQ DAN MUQAYAD
1. Hukum Mutlaq yang Sudah Dibatasi8
Lafaz mutlaq tidak boleh dinyatakan mutlaq jika telah
ada yang membatasinya.
Lafaz mutlaq jika telah ditentukan batasnya maka ia
menjadi

muqoyyad.

Contohnya

ketentuan

wasiat

terdapat dalam QS. An-Nisa: 11


.................. ..................

5 Khairul Umum, Ushul Fiqih II......., hlm. 97


6 Batas-batas tertentu atau disebut Al-Qaid
7 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh.........., hlm. 187
8 Ibid., hlm. 188-189

..............sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau


(dan) sesudah dibayar hutangnya........
Kata wasiat pada ayat diatas masih bersifat mutlaq
tidak

ada

batasan

berapa

jumlah

yang

harus

dikeluarkan. Kemudian ayat ini dibatasi ketentuannya


oleh hadis yang menyatakan wasiat paling banyak
sepertiga harta yang ada. Sebagaimana hadis nabi:
Wasiat itu sepertiga dan sepertiga itu sudah banyak.
(H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Hukum Muqoyyad yang Dihapus Batasannya9
Lafaz muqoyyad jika dihadapkan oleh dalil lain yang
menghapus

ke-muqoyyadan-nya

maka

ia

menjadi

mutlaq:
Muqoyyad tidak akan tetap dikatakan muqoyyad jika
ada dalil lain yang menunjukkan kemutlakannya.
Contohnya haram menikahi anak tiri. Karena, pertama,
anak tiri dalam pemeliharaan bapak tirinya dan kedua
ibu yang dikawininya telah dicampuri. Alasan kedua,
dipandang sebagai hal yang membatasi. Adapun alsn
pertama hanya mengikuti saja. Jadi, bila ayah tiri belum
mencampuri ibunya maka anak tiri boleh dinikahi. Maka
hukum

mengawini

anak

tiri

yang

semula

haram

(muqoyyad) menjadi hal (karena batasan muqoyyad


telah dihapus).
3. Hukum Mutlaq yang Tidak Dibatasi10
Lafadh mutlaq yang harus diamalkan sesuai dengan
kemutlaqannya,

karena

tidak

ada

dalil

lain

9 Ibid., hlm. 189


10 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah............., hlm. 227

yang

memalingkan artinya kepada muqayyad, seperti firman


Allah :
......
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu 11 (QS.
An-Nisa : 23)
Lafadh adalah muthlaq yang memberi
peringatan haram mengawini ibu, baik ibu kandung, ibu
tiri, ibu mertua ataupun ibu yang pernah menyusuinya.
4. Hukum
Muqoyyad
yang
Tidak
Dihapus
Batasannya12
Lafadh muqayyad yang tetap dalam kemuqayyadannya
karena tidak ada dalil yang menghapuskan batasannya,
seperti firman Allah :
.......

.......
Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman serta membayar diat 13 yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah 14.
(QS. An-Nisa : 92)
Ayat ini menjelaskan bahwa hamba sahaya yang harus
dimerdekan adalah hamba sahaya yang beriman. Jadi
terbatas kepada yang beriman, tidak boleh secara
muthlaq.
11 Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas.
12 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah............., hlm. 228-229
13 Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana
terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.
14 Bersedekah di sini Maksudnya: membebaskan si pembunuh dari
pembayaran diat.

C. HUBUNGAN ANTARA MUTLAQ DAN MUQAYYAD


Apabila ada suatu lafal, disatu tempat berbentuk
mutlaq, sedangkan pada tempat lain berbentuk miqayyad,
maka ada empat kemungkinan dari ketentuannya. 15 Dalam
dalil syara sering ditemukan dalil syara yang memiliki
hukum ganda, di satu tempat ia menunjukkan arti mutlaq
sedang ditempat lain ia bermakna muqoyyad atau masingmasing berdiri sendiri. Maka untuk mengatasinya ada
empat alternatif sebagai solusinya:
1. Persamaan Sebab dan Hukum
mutlaq itu dibawa ke muqoyyad jika sebab dan
hukumnya sama.
Apabila kedua lafal itu bersamaan dalam sebab dan
hukumnya, maka salah satunya harus diikutkan pada
yang lain, yakni yang muqayyad. Artinya lafal mutlaq
tadi jiwanya sudah tidak mutlaq lagi, dan harus
diartikan secara muqayyad. Jadi, kedua lafal tadi
sekalipun berbeda dalam bentuknya namun sama saja
dalam

mengartikannya.

Oleh

karena

itu

yang

muqayyad merupakan penjelasan yang mutlaq.


Contoh lafal : yang artinya tiga hari, bentunya
mutlaq, sebagaimana yang terdapat dalam ayat,
...........
.......
.......Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari......
Menurut ulama mutawir, lafal diatas bentuknya mutlaq.
Tetapi menurut bacaan syadzah lafal tersebut diatas
bentuknya muqayyad (bacaan Ubbaid bin Kaab dan
Ibnu Masud) ayat itu berbunyi,

Hendaklah puasa tiga hari berturut-turut.
15 Khairul Umum, Ushul Fiqih II......., hlm. 99

Jadi,

dibatasi

dengan

kata-kata

berturut-turut

(mutatabiat).
Karena kedua bacaan tadi bersamaan sebab dan
hukumnya, maka qirat mutawir di atas harus diikutkan
(disesuaikan)

dengan

qiraat

syadzah.

Jadi,

cara

mengartikannya disamakan dengan qiraat mutawatir


harus juga dibatasi dengan berturut-turut. Jadi karena
keduanya sama hukumnya, yaitu wajib puasa dan sama
sebabnya karena kafarat sumpah . Jelasnya,
walaupun didalam mushaf tidak disebutkan
tetapi cara mengartikannya haruslah berpuasa tiga
hari berturut-turut (dengan memakai qaid mutatabiat)
berturut-turut yang sesuai dengan qiraat syadz.16
Contoh berikutnya terdapat dalam;
............
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah.... (QS.
Al-Maidah:3)

Di surat lain terdapat firman Allah :




..................
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir.........
(QS. Al-Anam : 145)
Lafadh pada ayat pertama adalah muthlaq dan
lafadh

pada

ayat

yang

kedua

adalah

muqayyad. Hukum disini ialah haramnya darah dan


sebabnya ialah ingin makan. Karena kedua-duanya
16 Ibid., hlm. 99-100

sama, maka yang muthlaq dibawa kepada muqayyad.


Jadi yang diharamkan adalah darah yang mengalir.
Sedangkan hati dan limpa tidak haram dimakan.17
2. Sebabnya Berbeda tetapi Hukumnya Sama
Mutlaq

itu

dibawa

ke

muqoyyad

jika

sebabnya

berbeda.
Apabila dua lafal itu berbeda dalam sebab, tetapi tidak
berbeda

dalam

hukum

(persamaan

hukum)

maka

bagian ini dipersilisihkan anatara ulama ushul. Menurut


sebagian ulama, yang mutlaq harus diikutkan kepada
yang

muqayyad,

mengatakan

sedangkan

bahwa

yang

ulama
mutlaq

yang
tetap

lain
pada

kemutlaqannya. Contohnya pada perkataan yang


artinya budak. Lafal ini bentuknya mutlaq dalam ayat:
................ ...........
........Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak....... (QS. Al-Mujadilah : 3)

Pada ayat lain dalam surat An-Nisa disebabkan dengan


bentuk
....... ........
........(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman ....... (QS. An-Nisa : 92)
Dalam ayat pertama, yang menjadi sebab seorang
harus memerdekakan budak ialah karena bersumpah
zhihar, sedangkan pada ayat kedua karena membunuh
dengan tidak sengaja. Jadi berbeda dalam sebabnya.
Meskipun berlainan sebabnya, tetapi hukumnya
bersamaan, yaitu sama-sama harus memerdekakan
budak. Dalam ayat yang pertama bentuknya mutlaq
karena hanya disebut ( budak) sedangkan dalam
17 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah............., hlm. 230-231

ayat kedua bentuknya muqayyad karena disebut


, yakni budak yang mukmin. Jadi, kalau yang
mutlaq diikutkan kepada yang muqayyad, maka yang
dimaksud budak dalam ayat pertama itu ialah budakbudak yang mukmin (harus yang mukmin). Namun, jika
tidak

diikutkan,

berarti

yang

mutlaq

tetap

pada

kemutlaqannya, maka dalam sumpah zhihar, budak


yang dimerdekakan tidak harus mukmin, sedangkan
dalam soal membunuh dengan tidak sengaja maka
budak yang dimerdekakan harus yang mukmin.18
Menurut Abu Hanifah dan kawan-kawannya

yang

mutlaq tidak dapat dibawa kepada yang muqayyad.


Begitu juga pendapat dari mayoritas Malikiyah dan
sebagian

Syafiiyah.

Akan

tetapi

Jumhur

ulama

Syafiiyah tidak setuju dengan pendapat Abu Hanifah


dan Kawan-kawan.19
3. Sebabnya Sama tetapi Hukumnya Berbeda
Mutlaq itu tidak dibawa ke muqoyyad jika yang
berbeda hanya hukumnya.
Jika berbeda hukum, tapi sebabnya sama. Dalam hal
seperti ini menurut Hanafiyah, Malikiyah dan Syafiiyah,
yang

mutlaq

tidak

dapat

dibawa

kepada

yang

muqayyad, kecuali ada dalil yang lain.20 Jika antara


mutlaq dan muqoyyad berbeda dalam hukum tetapi
sama dalam sebab maka mutlaq tidak dapat dibawa
kepada

muqoyyad.

Contohnya

hukum wudhu

18 Khairul Umum, Ushul Fiqih II......., hlm. 100-101


19 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah.............,hlm. 232
20 Ibid

dan

tayamum. Dalam wudhu diwajibkan membasuh tangan


sampai mata siku sebagaimana ditegaskan dalam alQuran:

........
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku........ (QS. Al-Maidah :
6)
Adapun pada tayamum tidak dijelaskan sampai ke siku.
......

.............
....... Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu......... (QS.
An-Nisa :43)
Sebab yang dikandung oleh dua ayat di atas sama yaitu
membasuh tangan, tetapi hukumnya berbeda yaitu
membasuh tangan sampai mata siku dalam wudhu dan
menyapu tangan pada tayamum. Dengan demikian,
harus diamalkan secara masing-masing karena tidak
saling membatasi.21 Golongan Malikiyah, Hanifiyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa masing-masing pada
tempatnya,
menyapu

bahkan
tangan

mereka

pada

mengatakan

tayamum

cukup

bahwa
sampai

pergelangan saja, sesuai dengan hadits Nabi yang


diriwayatkan oleh Ammar bin Yasir :22

21 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh.........., hlm. 191


22 Miftahul Arifin, Ushul Fiqh : Kaidah-kaidah.............,hlm. 233

Sesungguhnya
kedua

cukup

tanganmu

bagimu

seperti

melakukan

ini,

dengan

kemudian

beliau

memukulkan kedua tangannya ke bumi dengan sekali


pukulan, lalu menyapu tangan kiri di atas tangan kanan
dan bagian luar pergelangan tangan serta wajahnya.
(Hadits muttafaq alaih)
Golongan Syafiiyah berpendapat

bahwa

menyapu

tangan pada tayammum juga sampai kesiku, karena


ada dalil lain, yaitu hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Ibnu Umar:23
Tayammum itu dua kali pukulan, sekali untuk wajah
dan sekali lagi untuk dua tangan sampai siku. (HR.
Ad-Daruquthni).
4. Perbedaan Sebab dan Hukumnya
Mutlaq tidak dibawa ke muqoyyad jika sebab dan
hukumnya berbeda.
Berbeda sebab dan hukumnya. Maka mutlaq tidak
dapat disandarkan kepada muqoyyad, masing-masing
berdiri sendiri. Seperti firman Allah:

.......
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya .......(QS. Al-Maidah : 38)
Dan firman Allah :

........
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku,..........(QS. Al-Maidah :
6)

23 Ibid., hlm. 234

Lafadh pada ayat pertama adalah


mutlaq dan lafadh

kedua

adalah

muqayyad.

Ayat

pada

yang

ayat

pertama

menerangkan hukum potong tangan karena mencuri,


sedangkan ayat kedua menerangkan hukum membasuh
tangan karena berwudhu. Jadi dalam hal ini masingmasing tetap pada tempatnya, yang mutlaq tetap
mutlaq dan yang muqayyad tetap muqayyad.24
D. PENGGUNAAN LAFAL MUTLAQ DAN MUQAYYAD
1. Jika terdapat suatu tuntunan yang mutlaq dalam suatu
lafal dan muqoyyad pada lafal yang lain, digabungkan
mutlaq kepada muqoyyad, jika keduanya bersesuaian
menurut sebab dan hukumnya. Seperti hadis tentang
kafarat puasa.
Puasalah kamu dua bulan berturut-turut. (Mutafaqun
alaihi)
Di gabungkan dengan hadis:
Puasalah kamu dua bulan
Hadis pertama ditentukan
sedangkan

hadis

kedua

waktunya

tidak

ada

(muqayyad),
ketentuannya

(mutlaq), maka dikompromikan antara hadis kedua


dengan hadis pertama, karena bersesuaian menurut
sebab dan hukumnya.
Mutlaq

digabungkan

kepada

muqayyad

bila

bersesuaian menurut sebab dan hukumnya.


2. Jika tidak bersesuaian menurut sebab, mutlaq tidak
digabungkan pada Muqoyyad. seperti antara kafarat
zhihar dengan kafarat membunuh.
24 Ibid., hlm. 231

Firman Allah SWT.:




.......
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian
mereka hendak menarik kembali apa yang mereka
ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur........
(QS. Al-Mujadalah : 3)
Firman Allah SWT:
.......
......
.....Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman .....(QS. An-Nisa : 92)
Kalau ayat ini berisikan hukum yang sama (sama-sama
membebaskan budak), sedangkan sebabnya berlainan,
yang pertama karena Zhihar dan yang kedua karena
membunuh dengan tak sengaja, maka mutlaq tidak
dapat digabungkan dengan muqayyad.
Mutlaq tidak digabungkan dengan muqayyad apabila
tidak bersesuaian pada sebab.

Anda mungkin juga menyukai