Anda di halaman 1dari 45

1

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) berasal dari perairan Amerika
dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Sampai saat ini komuditas udang
Vannamei sudah menyebar keseluruh wilayah Indonesia dan telah berhasil
dikembangkan oleh para pembudidaya udang vannamei.
Sektor perikanan di Indonesia sangat potensial dan mempunyai prospek
yang besar dalam peningakatan devisa negara, salah satunya adalah usaha
budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Usaha budidaya udang
vannamei baru diperkenalkan sejak turunnya produksi udang windu. Industri
budidaya udang windu di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1980 dan
mencapai prestasi yang membanggakan pada tahun 1994 sebagai negara yang
memproduksi dan mengeksport udang windu terbesar ke dua di dunia. Udang
windu saat ini tidak berkembang lagi karena terserang berbagai macam penyakit
udang yang ganas seperti penyakit white spot atau virus bintik putih (Kharisma,
2012).
Udang merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia ke
berbagai negara, khususnya Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Kebijakan
mengenai standar keamanan pangan di negara-negara tersebut meningkat sejalan
dengan nilai impor udang beku. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa kasus
penolakan produk udang segar dari negara tujuan karena tidak memenuhi standar
dan kualifikasi yang ditetapkan.
Penolakan produk udang segar yang diekspor ke negara tujuan umumnya
disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen dan bahan-bahan berbahaya seperti
histamin dan logam berat. Beberapa jenis bakteri patogen yang sering ditemukan

pada produk udang yang ditolak oleh negara tujuan ekspor adalah Vibrio
parahaemolyticus, E. coli, dan Salmonella sp (Triwibowo et al., 2013).
Berdasarkan data dari FDA pada tahun 2013, terjadi 281 kasus penolakan
produk ekspor dari Indonesia (import refusal). Sebanyak 64,1% (180 kasus)
merupakan produk perikanan dan 35,9% (108 kasus) merupakan produk non
perikanan. Lebih kurang sebanyak 50% kasus penolakan produk perikanan di
pasar USA disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen seperti Salmonella sp.
dan Listeria monocytogenes. Berdasarkan data dari United Nations Industrial
Development Organization (UNIDO), dalam rentang waktu tahun 2002 2010
rata-rata penolakan ekspor produk perikanan Indonesia ke Jepang, Eropa, dan
Australia berturut-turut sebesar 38, 40, dan 59 kasus. Penyebab dari penolakan
tersebut didominasi oleh kontaminasi bakteri (IDE-JETRO, 2013).
Upaya

yang

dapat

dilakukan

dalam

menghadapi

kemungkinan

kontaminasi bakteri pada udang Vannamei terlebih dahulu perlu diketahui jenis
bakteri yang mengontaminasi. Untuk itu perlu mendeteksi dan identivikasi jenis
bakteri yang menyerang udang Vannamei. Berdasarkan latar blakang tersebut,
maka penulis tertarik untuk melakukan prakek magang tentang identifikasi bakteri
pada udang Vannamei di PT. Centralpertiwi Bahari.
I.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan praktek magang ini adalah mengetahui cara mengidentifikasi
bakteri dan mengetahui bakteri apa saja yang menginveksi udang Vannamei.
Manfaat dari praktek magang ini adalah untuk menambah wawasan,
pengetahuan, ketrampilan, dan mengetahui cara-cara mengidentifikasi bakteri.
II.1.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Biologi dan Morfologi Udang Vannamei (Litopanaeus vannamei)

Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa udang vannamei memiliki


nama atau sebutan yang beragam dimasing-masing negara, seperti whiteleg
shrimp (Inggris), crevette pattes blances (Perancis) dan

camaron patiblanco

(Spanyol). Udang putih pasifik atau yang dikenal dengan udang vannamei
digolongkan dalam:
Kingdom : Animalia; Sub kingdom : Metazoa; Filum : Arthropoda; Sub filum :
Crustacea; Kelas : Malacostraca; Sub kelas : Eumalacostraca; Super ordo :
Eucarida; Ordo : Decapoda; Sub ordo : Dendrobranchiata; Famili : Penaeidae;
Genus : Litopenaeus; Spesies : Litopenaeus vannamei.

Gambar 1. Morfologi udang vannamei (Litopanaeus vannamei)


Sumber :http://lanwebs.lander.edu/faculty/rsfox/invertebrates/farfantepenaeus.html
Tanda-tanda anatomi udang vannamei yang penting, yaitu pada rostrum
ada 2 gigi disisi ventral dan 9 gigi disisi atas (dorsal), pada badan tidak ada
rambut-rambut halus (setae), pada jantan petasma tumbuh dari ruas coxae kaki
renang yaitu protopodit yang menjulur kearah depan. Panjang petasma kira-kira
12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua, kiri dan kanan terletak pada dasar
coxae dari pereopoda (kaki jalan). Pada betina thelycum terbuka berupa cekungan
yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, terletak dibagian ventral

dada/thorax, antara ruas

coxae kaki jalan ke 3 dan ke 4 yang juga disebut

Fertilization chamber. Lubang pengeluaran telur terletak pada coxae kaki jalan.
Coxae ialah ruas dari kaki jalan dan kaki renang (Pusat Penyuluhan Kementrian
Kelautan Perikanan, 2011).
Ciri khas dari udang Vannamei adalah memiliki kaki yang bercapit yaitu
kaki yang paling depan hingga kaki yang ketiga dan kulit yang terbuat dari citin.
Udang jenis ini termasuk ke dalam kelas crustacea yaitu hewan yang memiliki
tubuh berua-ruas, pada setiap ruasnya terdapat sepasang kaki. Udang Vannamei
adalah salah satu hewan crustacea yang berasal dari laut (Kementrian Kelautan
dan Perikanan, 2011).
II.2. Habitat dan Penyebaran Udang Vannamei (Litopanaeus vannamei)
Udang pada umumnya hidup disemua habitat perairan, diantaranya 89 %
hidup di perairan laut, 10 % dari jenis udang yang ada hidup pada perairan tawar,
dan 1 % udang hidup pada perairan terestorial. Ada beberapa jenis dari udang
yang memiliki toleransi terhadap salinitas, sehingga udang tersebut bisa hidup di
perairan laut, payau dan tawar sesuai dengan kemampuan dari udang untuk
mentolerasi salinitas (Rusmiyati, 2010).
Menurut Kaligis (2010), bahwa pada dasarnya udang jenis ini menyukai
dasar berlumpur. Kedalaman dari garis pantai yaitu sampai sekitar 72 m. Udang
ini juga telah ditemukan di daerah mangrove yang masih alami dan belum
tersentuh. Udang jenis ini dapat beradaptasi dengan perubahan temperatur dan
tekanan yang terjadi pada alam. Udang Vannamei juga dapat beradaptasi pada
salinitas yang sangat rendah dan memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan
yang terjadi di alam.

Menurut Briggs (2006), menyatakan bahwa udang vannamei hidup di


habitat laut tropis dimana suhu air biasanya lebih dari 20C sepanjang tahun.
Udang vannamei dewasa bertelur di laut terbuka, sedangkan pada stadia postlarva
udang vannamei akan bermigrasi ke pantai sampai pada stadia juvenil.
Udang vannamei merupakan bagian dari organisme laut. Beberapa udang
laut menghabiskan siklus hidupnya di muara air payau. Perkembangan Siklus
hidup udang vannamei adalah dari pembuahan telur berkembang menjadi naupli,
mysis, post larva, juvenil, dan terakhir berkembang menjadi udang dewasa. Udang
dewasa memijah secara seksual di air laut dalam. Udang vannamei melakukan
pembuahan dengan cara memasukan sperma lebih awal ke dalam thelycum udang
betina selama memijah sampai udang jantan melakukan moulting. Masuk kestadia
larva, dari stadia naupli sampai pada stadia juvenil berpindah ke perairan yang
lebih dangkal dimana terdapat banyak vegetasi yang dapat berfungsi sebagai
tempat pemeliharaan. Setelah mencapai remaja, mereka kembali ke laut lepas
menjadi dewasa dan siklus hidup berlanjut kembali (Clay dan McNavin, 2002).
Udang Vannamei memiliki daerah penyebaran alami yaitu pantai lautan
pasifik sebelah barat Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, keadaan
suhu perairan laut di daerah tersebut adalah sekitar 20oC disepanjang tahun.
Sekarang udang Vannamei telah menyebar hingga sampai Indonesia (Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).

II.3.

Jenis Bakteri yang Menginfeksi Udang Vannamei (Litopenaeus

vannamei)

Kelompok jasad renik yang menyebabkan kerugian serius di dalam


budidaya udang Vannamei salah satunya adalah bakteri pathogen. Bakteri
pathogen yang sering menyerang udang Vannamei antara lain adalah :
2.3.1. Vibrio sp
Munculnya berbagai penyakit udang, salah satunya adalah vibriosis, yaitu
penyakit udang yang disebabkan karena serangan bakteri Vibrio sp yang
mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas lingkungan budidaya. Penyakit
karena bakteri Vibrio sp telah terdeteksi di Indonesia sejak tahun 2006, karena
menginfeksi udang jenis Litopeneaus vannamai and Peneaus monodon di
Sulawesi Selatan. Jenis bakteri ini akan berkembang melimpah jika didukung oleh
faktor pendukung utama seperti bahan organik dalam air melimpah (Agung,
2007).
Vibrio mempunyai sifat gram negatif, sel tunggal berbentuk batang pendek
yang bengkok (koma) atau lurus, berukuran panjang (1,4 5,0) m dan lebar (0,3
1,3) m, motil dan mempunyai flagella tunggal. Sifat biokimia Vibrio sp Adalah
oksidase positif, fermentatif terhadap glukosa dan sensisif terhadap uji O/129.
Bakteri Vibrio adalah jenis bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif
tinggi. Sebagian besar bakteri berpendar bersifat halofil yang tumbuh optimal
pada air laut bersalinitas 20 40 . Bakteri Vibrio yang berpendar termasuk
bakteri anaerobic fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen.
Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau
kondisi alkali dengan pH 9,0 (Herawati, 1996).
Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada
dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik

menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri Vibrio


dapat hidup dibagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan
menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan
sebagainya. Beberapa jenis Vibrio sp bersifat patogen karena mengeluarkan toksin
ganas dan seringkali mengakibatkan kematian pada manusia dan ikan (Istiqomah,
2008).
2.3.2. Salmonella sp
Kemungkinan serangan penyakit pada udang vannamei sangat besar.
Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, virus, dan jamur dapat terjadi apabila
terjadi ketidak seimbangan antara host, pathogen agent, dan environment. Yang
membahayakan dan akan menimbulkan penyakit (Adnan Kharisma, 2012).
Salmonellosis merupakan salah satu penyakit yang dapat dipindahkan
melalui makanan, terutama makanan yang mengalami kesalahan dalam
penanganan. Keadaan iniakan memberikan kesempatan pada mikroorganisme
penyebab untuk tumbuh dan berpindah ke manusia pada waktu memakannya.
Pada tahun terakhir ini, peranan bakteri Salmonella sp sebagai agen penyebab
Food Borne Disease menjadi perhatian dunia, karena peningkatan kejadian
Salmonellosis baik pada hewan maupun manusia (Hasutji, 2009).
2.3.3. Escherichia coli
Udang selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi juga mempunyai kadar
asam rendah yang memudahkan pertumbuhan bakteri sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan.Bakteri yang menjadi penyebab infeksi salah satunya
adalah Escherichia coli. Bakteri ini mudah menyebar dengan cara mencemari air
dan mengontaminasi bahan-bahan yang bersentuhan dengannya. Dalam suatu

proses pengolahan biasanya Escherichia coli ini mengontaminasi alat-alat yang


digunakan dalam industri pengolahan. Kontaminasi bakteri ini pada udang atau
alat-alat pengolahan merupakan suatu indikasi bahwa praktek sanitasi dalam suatu
industri kurang baik (Sukamto, 1999).
II.4.

Isolasi Bakteri
Isolasi suatu bakteri ialah memisahkan bakteri tersebut dari lingkungannya

di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium buatan.


Mengisolasi bakteri dengan cara menumbuhkan (menanam) dalam medium padat.
Hal ini dikarenakan dalam medium padat, sel-sel bakteri akan membentuk koloni
yang tetap pada tempatnya. Sel bakteri yang tertanam pada medium padat pada
beberapa tempat yang terpisah, maka sel atau kumpulan sel bakteri yang hidup
akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah. Teknik biakan murni untuk
suatu spesies dikenal dengan beberapa cara, yaitu ; 1) cara pengenceran, 2) cara
penuangan, 3) cara penggesekan/penggoresan (dengan beberapa teknik seperti
goresan T, goresan kuadran, goresan radian dan juga goresan sinambung), dan 4)
cara penyebaran (agar sebar) (Waluyo, 2010).
Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk mendapatkan bakteri yang
diinginkan dengan cara mengambil sampel mikroba dari lingkungan yang ingin
diteliti. Dari sampel tersebut kemudian dikultur/dibiakkan dengan menggunakan
media universal atau media selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai (Tortora,
2010).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam isolasi atau kultivasi bakteri patogen
ikan yaitu suhu inkubasi, karena sejumlah besar bakteri patogen ikan bersifat
mesofilik dan sebagian lainnya bersifat psikrofilik (Irianto, 2004).
II.5.

Identifikasi Bakteri

Identifikasi merupakan salah satu bagian dari taksonomi. Identifikasi


terdiri dari kegiatan pengamatan terhadap ciriciri spesifik organisme yang telah
diketahui namanya, dan pengamatan terhadap ciriciri organisme yang belum
diketahui namanya. Hal tersebut dilanjutkan dengan membandingkan kedua
karakter dari organisme yang berbeda tersebut untuk mencari persamaannya
(Cowan, 1974). Identifikasi dilakukan dengan pengamatan struktur makroskopis,
mikroskopis, dan uji biokimia.
2.5.1. Struktur Makroskopis
Struktur makroskopis yang diamati meliputi bentuk koloni, warna koloni,
bentuk tepi koloni. Bakteri ditumbuhkan pada medium agar TSA dan pengamatan
morfologi koloni dilakukan setelah kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 1824 jam.
2.5.2. Struktur Mikroskopis
Pengamatan bentuk sel dan formasi koloni bakteri dilakukan dengan
pengecatan Gram. Pengecatan Gram juga digunakan untuk mengetahui bakteri
tersebut termasuk Gram positif atau Gram negatif.
2.5.3. Uji Biokimia
Uji biokimia dilakukan dengan mengamati beberapa karakteristik biokimia
sel bakteri dengan melakukan beberapa pengujian, yaitu :
a

Uji O/F
Media O/F merupakan salah satu media yang digunakan untuk pengujian

fisio-metabolisme suatu bakteri yaitu untuk mengetahui kemampuan memecah


karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerobik (oksidatif) dan anaerobik
(fermentative).
b Uji Oksidase

10

Uji Oksidase dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri dapat


menguraikan enzim oksidase atau tidak. Perubahan warna yang terjadi pada test
strip tadi diamati setelah didiamkan selama 20-60 detik. Apabila terjadi perubahan
warna menjadi biru violet maka oxidase test dinyatakan positif dan menandakan
bahwa bakteri tersebut adalah bakteri non enterik, sedangkan bila tidak terjadi
perubahan warna maka oxidase test dinyatakan negatif dan menandakan bakteri
tersebut adalah bakteri enteric.
c

Uji Katalase
Uji katalase

merupakan

salah

satu

pengujian

biokimia

untuk

mengidentifikasi bakteri apakah menghasilkan enzim katalase atau tidak. Enzim


katalase dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri dalam rangka mencegah oksidasi
radikal bebas yang dapat merusak atau membunuh.
d Uji Motilitas
Media yang dipakai adalah media yang bersifat semi solid dengan kandungan
agar-agar 0,2-0,4%. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui gerak kuman, bisa
memakai media MO (Motilitas Ornitin) atau SIM (Sulfida Indol Motility). Pada media
SIM selain untuk melihat motilitas bisa juga untuk test indol dan pembentukan H2S.
Interpretasi hasil : negatif (-) : terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti
akar hanya pada bekas tusukan inokulasi. Positif (+) : terlihat adanya penyebaran yang
berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan
dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagel
(Burrows et al., 2004).

e. Uji NaCl
Tujuan dari uji NaCl ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri
tumbuh pada media NaCl. Pembuatan media menggunakan NaCl (sesuai uji) +

11

aquades 100 mL + bactotripton lalu aduk sampai homogen. Masukkan dalam


autoclave selama 15 menit pada suhu 121 0C dan tekanan 1 atm. Setelah larutan
agak dingin, tuangkan ke dalam tabung reaksi kemudian masukkan satu ose
bakteri. Hasil pengujian (+) apabila bakteri tumbuh pada media menunjukkan
bakteri tersebut memproduksi NaCl. Apabila tidak tumbuh berarti hasilnya
negatif.
Setelah dilakukan pengamatan struktur makroskopis, mikroskopis, dan uji
biokimia. Hasil pengamatan kemudian di ideentifikasi dan di cocokkan hasil yang
didapat dengan buku petunjuk identifikasi menurut Cowan (1974) dan Bergeys
(1994).

III.1.

III.
Waktu dan Tempat

METODE PRAKTEK

Praktek magang ini dilaksanakan mulai tanggal 25 Januari sampai dengan


tanggal 25 Februari 2016 yang bertempat di PT. Centralpertiwi Bahari (CPB)
Bratasena Tulang Bawang Provinsi Lampung.

12

III.2.

Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam identifikasi


Alat
Kegunaan
Autoclaf
Sterilisasi
Alat bedah
Membedah/memotong udang
Blender
Menghaluskan udang sampel
Digital analitik
Menimbang udang dan media
Cawan petri
Tempat media agar
Botol Duran
Wadah untuk media uji
Tabung Erlenmeyer
Tempat pembuatan media
Maghnetik stir
Menghomogenkan media berbentuk cair
Ruang steril untuk membuat media dan menanam
Laminer Flow
bakteri sampel
Hot plate
Memanaskan media
Mikroskop
Pengamatan pewarnaan gram
Glass rod
Meratakan sampel pada media
Lampu Bunsen
Sterilisasi
Sepidol
Memberi label atau tanda
Inkubator
Inkubasi
Lemari Agar
Tempat Penyimpanan Media Agar
Jarum ose
Inokulasi bakteri
Microtube
Mengambil sampel ke media
Micro pipet P 200
Pipet pengambilan sampel
Objek glass
Alat pengamatan bakteri
Tusuk gigi steril
Mengambil koloni bakteri
Kertas saring
Uji oksidase
Kamera
Dokumentasi

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam identifikasi


Bahan
Kegunaan
Udang Vannamei
Udang sampel
TSA
Media membiakkan bakteri
Aquades
Melarutkan bahan media
Larutan Kristal Violet
Bahan untuk uji Gram (a)
Iodine
Bahan untuk uji Gram (b)
Alcohol 70%
Bahan untuk uji Gram (c)
Safranin
Bahan untuk uji Gram (d)
Larutan HO
Bahan untuk uji Katalase

13

Indicatir oxidase
O/F
SIM
Nacl
Bacto tripto
TCBS Agar

Bahan untuk uji Oksidase


Media untuk uji O/F
Bahan untuk uji motility
Bahan untuk uji NaCl
Bahan pencampur uji NaCl
Media slektif bakteri vibrio

III.3. Metode Praktek


Metode yang digunakan dalam praktek magang adalah pengamatan
langsung terhadap objek yang akan diamati dan ikut aktif secara langsung dalam
melakukan identifikasi bakteri pada udang vannamei (Litopeneaus vannamei).
III.4. Prosedur Kerja
III.4.1.Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat perlu

dilakukan

sebagai

langkah

awal

dalam

mengidentifikasi. Hal ini dilakukan agar alat dan bahan yang akan digunakan
steril dan bebas dari organisme-organisme patogen yang masih melekat pada alatalat tersebut, sehingga kegiatan yang dilakukan tidak terhambat karena ada
kontaminasi dari organisme pathogen yang tidak berasal dari sampel yang
digunakan.

Gambar 2. Sterilisasi Alat dan Bahan pada Autoclave


Sumber : Data Primer

14

Alat berbahan kaca seperti tabung reaksi, botol duran dan cawan petri serta
yang berbahan logam dimasukkan langsung ke autoclave, sedangkan alat yang
terbuat dari plastik dibungkus dahulu menggunakan plastik bening, setelah itu
langsung disterilisasi di dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121 0C dan
tekanan 1 atm sampai alat otomatis mati, setelah proses autoclave selesai, setelah
semua cawan petri dan tabung reaksi kering dimasukkan ke dalam lemari
penyimpanan. Alat lain seperti gelas ukur dan erlenmeyer disimpan di rak
penyimpanan.
III.4.2.Pembuatan Larutan Pengencer dan Media
a. Larutan Pengencer
Timbang 8,5 g NaCl, larutkan dengan 1 L aquades steril sampai merata.
Tuang dalam Tes Tube 9 mL atau botol schoot 225 mL lalu ditutup. Sterilkan ke
dalam Autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit, setelah dingin dapat
digunakan.
b. Media TSA (Tiosulfat Soy Agar)
Timbang 40 g TSA dan tambahkan NaCl 20g, masukkan ke dalam
Erlenmeyer berisi 1 L aquades steril. Panaskan dengan Hot Plate sampai
mendidih. Sterilkan ke dalam Autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit.
Setelah di Autoclave angkat dan biarkan hangat. Tuang + 12 mL ke dalam petri
dish dan biarkan media membeku, masukkan ke dalam ingkubator (suhu 30 oC).
Catatan : Penggunaan terbaik 48 jam setelah dituang.
c. Media O/F
Pembuatan media menggunakan Peplone (2g) + NaCl (5g) + K 2HPO4
(0,3g) + agar (3g) + Bromthimol blue 0,2% kemudian dilarutkan di dalam tabung
erlenmeyer menggunakan akuades sebanyak 1000 ml dan ditambah Aqua solution
15ml. Panaskan media menggunakkan hot palet dan aduk stir hingga larutan

15

homogen. Tambahkan larutan indicator dan sterilisasi pada suhu 115 oC selama 20
menit. Tambah 1% larutan karbohidrat steril, setelah dingin tuang 1,5 ml ke dalam
tabung reaksi.
d. Media SIM (Sulphide-Indol-Motility)
Pembuatan media SIM mengunakan beberapa bahan diantaranya Meat
extract (3g) + Tryptone (30g) + Na2S2O3.5H2O (0,5g) + Cysteine hydrochloride
(0,2g) + NaCl (5g) + agar 5g kemudian dilarutkan ke dalam tabung Erlenmeyer
menggunakan akuades 1000 ml. Panaskan media menggunakkan hot palet selama
1-2 menit dan aduk stir hingga larutan homogen. Setelah dingin tuang ke dalam
tabung reaksi dan selanjutnya sterilisasi di Autoclave pada suhu 121 oC selama 15
menit. Setelah dingin media dapat digunakan atau disimpan pada ingkubator.
e. Media TCBSA (Tiosulphat-Citrat-BileSalt-Sucrosa Agar)
Timbang sebanyak 89 g TCBS dan tambahkan NaCl 10 g, kemudian
masukkan ke dalam Erlenmeyer berisi 1 L aquades steril (catatan : media TCBS
tidak boleh di Autoclave). Panaskan di atas Hot Plate kemudian stir/aduk, tunggu
sampai mendidih. Setelah mendidih angkat dan biarkan hangat. Setelah media
hangat, tuang + 12 mL ke dalam petridish dan biarkan media membeku, masukkan
ke dalam ingkubator (suhu 30 oC). Catatan : Penggunaan terbaik 48 jam setelah
dituang.
f. Media NaCl (0%, 1%, 3%, 6% dan 8%)
Pembuatan media menggunakan NaCl (sesuai uji) + aquades 100 mL +
bactotripton lalu dipanaskan menggunakan hot palet dan aduk sehingga homogen.
Setelah larutan agak dingin tuangkan ke dalam tabung reaksi. Masukkan dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121 0C dan tekanan 1 atm. Setelah larutan
dingin kemudian dapat digunakan atau dapat disimpan di ingkubator.
III.4.3. Pengambilan Sampel

16

Sampel udang vannamei yang akan digunakan adalah udang segar yang
berukuran siap panen (DOC 75-90). Udang Vannamei yang akan diidentifikasi
sampel yang diambil iyalah pada bagian hepatopankreas dan ususnya.
Hepatopankreas dan usus diambil masing-masing sebanyak 1g dan diencerkan ke
dalam 9 ml larutan pengencer. Sedangkan untuk sampel seluruh tubuh, udang
diambil sebanyak 4-5 ekor kemudian udang dihaluskan dengan cara diblender.
Setelah halus sampel ditimbang sebanyak 20g dan di encerkan ke dalam 180 ml
larutan pengencer.

Gambar 3. Pengambilan Sampel


Sumber : Data Primer
III.4.4. Isolasi Bakteri
Stelah sampel diambil kemudian sampel diisolasi agar mendapat biakan dan
koloni bakteri. Langkah-langkah dalam mengisolasi baktri diantaranya memberi
label pada cawan petri yang telah berisi media TSA dengan menggunakan spidol
permanen. Sampel 0,1 gr yang sudah digerus dimasukkan ke dalam larutan
pengencer 0,9 ml, sehingga menjadi pengenceran 101 lalu homogenkan aduk rata
dengan vortex. Ambil sampel sebanyak 0,1 ml, masukkan ke dalam media TSA.
Sampel yang telah masuk kemudian sprad menggunakan glass rod (glass rod
disterilkan terlebih dahulu dalam alcohol 96% dengan cara dibakar di atas
bunsen). Inkunbasi pada suhu 30o C, selama 18-24 jam.

17

III.4.5. Identifikasi Bakteri


III.4.5.1. Pengamatan Struktur Makroskopis
Langkah awal dalam identifikasi dilakukan dengan pengamatan struktur
makroskopis, pengamatan meliputi bentuk koloni, permukaan warna, tepian, dan
elevasi koloni bakteri. Pengamatan dilakukan langsung dengan melihat koloni
bakteri yang tumbuh pada media TSA.
III.4.5.2. Pengamatan Sruktur Mikroskopis
Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan

struktur

mikroskopis,

pengamatan bentuk sel dan formasi koloni bakteri dilakukan dengan pewarnaan
gram. Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara membuat preparat ulas dari koloni
bakteri, pembuatan preparat ulas dilakukan dengan cara meletakkan satu tetes
akuades pada kaca objek, kemudian diambil satu koloni bakteri dengan
menggunakan jarum ose steril. Selanjutnya sediaan tersebut difiksasi dengan cara
melintaskan di atas lampu bunsen beberapa kali agar sediaan melekat dan tidak
lepas saat dicuci, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan gram.
Preparat digenangi rata dengan larutan kristal violet selama 1-2 menit, lalu
dibersihkan dengan akuades dan selanjutnya preparat digenangi dengan larutan
iodin selama 1 menit, kemudian dibersihkan dengan akuades kembli dan ditetesi
dengan menggunakan alkohol sambil digoyang-goyang agar warna kristal hilang,
dan kemudian dibersihkan dengan akuades. Selanjutnya preparat digenangi
safranin 1 % selama 20 detik, cuci dan dikeringkan. Lalu preparat diamati di
bawah mikroskop dengan menambahkan larutan emersi untuk memperjelas warna
dan bentuk bakteri. Kemudian apabila hasil pewarnaan berwarna violet (ungu),
berarti bakteri tersebut adalah bakteri Gram positif (+), dan apabila preparat yang
diwarnai menjadi berwarna pink berarti bakteri tersebut adalah bakteri Gram
negatif (-).

18

2.4.5.3. Uji Biokimia


Uji biokimia adalah uji yang dilakukan terhadap bakteri sampel untuk
mengetahui sifat-sifat biokimia dari bakteri tersebut. Pengujian biokimia meliputi
uji katalase, uji oksidase, uji O/F, uji motility, uji NaCl dan Uji TCBSA.
a. Uji O/F
Media O/F merupakan salah satu media yang digunakan untuk pengujian
fisio-metabolisme suatu bakteri yaitu untuk mengetahui kemampuan memecah
karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerobik (oksidatif) dan anaerobik
(fermentative).
b. Uji Oksidase
Uji Oksidase dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri dapat
menguraikan enzim oksidase atau tidak. Perubahan warna yang terjadi pada test
strip tadi diamati setelah didiamkan selama 20-60 detik. Apabila terjadi perubahan
warna menjadi biru violet maka oxidase test dinyatakan positif dan menandakan
bahwa bakteri tersebut adalah bakteri non enterik, sedangkan bila tidak terjadi
perubahan warna maka oxidase test dinyatakan negatif dan menandakan bakteri
tersebut adalah bakteri enteric.
c. Uji Katalase
Uji katalase

merupakan

salah

satu

pengujian

biokimia

untuk

mengidentifikasi bakteri apakah menghasilkan enzim katalase atau tidak. Enzim


katalase dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri dalam rangka mencegah oksidasi
radikal bebas yang dapat merusak atau membunuh.
d. Uji Motilitas
Media yang dipakai adalah media yang bersifat semi solid dengan kandungan
agar-agar 0,2-0,4%. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui gerak kuman, bisa
memakai media MO (Motilitas Ornitin) atau SIM (Sulfida Indol Motility). Pada media
SIM selain untuk melihat motilitas bisa juga untuk test indol dan pembentukan H2S.

19

Interpretasi hasil : negatif (-) : terlihat adanya penyebaran yang berwarna putih seperti
akar hanya pada bekas tusukan inokulasi. Positif (+) : terlihat adanya penyebaran yang
berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan
dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagel
(Burrows et al., 2004).

e. Uji NaCl (0%, 1%, 3%, 6% dan 8%)


Tujuan dari uji NaCl ini adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri
tumbuh pada media NaCl. Pembuatan media menggunakan NaCl (sesuai uji) +
aquades 100 mL + bactotripton lalu aduk sampai homogen. Masukkan dalam
autoclave selama 15 menit pada suhu 121 0C dan tekanan 1 atm. Setelah larutan
agak dingin tuangkan ke dalam tabung reaksi, kemudian masukkan satu ose
bakteri. Hasil pengujian (+) apabila bakteri tumbuh pada media menunjukkan
bakteri tersebut memproduksi NaCl. Apabila tidak tumbuh berarti hasilnya
negatif.
Setelah dilakukan pengamatan struktur makroskopis, mikroskopis, dan uji
biokimia. Hasil pengamatan kemudian di ideentifikasi dan di cocokkan hasil yang
didapat dengan buku petunjuk identifikasi menurut Cowan (1974) dan Bergeys
(1994).

IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Keadaan PT. Centralpertiwi Bahari
IV.1.1. Sejarah Singkat
Tahun 1994 sebagai kawasan eks hutan register 47 Way Terusan di
Kecamatan Menggala, Kabupaten Lampung Utara (yang kemudian pada tahun

20

1997 dimekarkan menjadi Tulang Bawang) merupakan bagian kawasan hutan


yang telah dipenuhi sekitar 5000 kepala keluarga perambah tak ada harapan dan
cahaya kehidupan disini. Kawasan ini hanyalah hamparan hutan gambut,
prumpungan dan tambak-tambak udang tradisional yang membentang ribuan
hektar di tepi sungai besar Way Seputih dan berbatasan dengan apa yang sekarang
disebut Nakula Kawasan ini dibiarkan perawan dan tanpa akses sama sekali.
Sejauh mata memandang hanyalah pepohonan dan riak sungai yang besar
dan lebar. Satu-satunya jalur transportasi ke sini hanyalah melalui sungai serta
jalan setapak hutan yang terbentuk secara tak sengaja karena dilalui oleh para
perambah hutan. Adanya tanda-tanda kehidupan adalah semata karena keberadaan
para perambah hutan tersebut. Mereka dateng dari berbagai wilayah lain di luar
kawasan hutan kawasan ini memang tak memiliki penghuni, apalagi desa.
Terisolir, sunyi, gulita tanpa ada detak nadi roda perekonomian.
Dari kawasan hutan seperti inilah kemudian lahir sebuah perusahaan tambak
udang besar bernama PT Central Pertiwi Bratasena, hasil kerja sama antara PT
Bratasena Perkasa Kencana dengan PT Charoen Pokphand indonesia. Kemudian
per tanggal 13 februari 1988 PT Central Pertiwi Bratasena ini berubah nama
menjadi PT Centralpertiwi Bahari (CPB). Jejak sejarah kawasan ini masih dapat
ditilas hingga sekarang, terutama karena para perambah tersebut masih hidup
hingga saat ini. Parah perambah ini adalah saksi sejarah nyata karena mereka
sekaligus pelaku yang di kemudian hari menjadi bagian dari CPB. Mereka
merambah hutan namun secara berpindah-pindah. Kalau disatu tempat dirasa
tidak mampu lagi memberi penghidupan. Mereka berpindah ke bagian kawasan
hutan yang lain.

21

Tahun 1994 adalah tahun monumental bagi CPB. Sebuah cita-cita besar
muncul untuk memanfaatkan lahan gambut tersebut. Dengan mengusung visi dan
misi bisnis yang besar dan tegas, menciptakan perpaduan unsur kearifan lokal dan
teknologi modern. CPB mengubah kawasan ini menjadi kawasan industrial
pertambakan yang dikenal hingga penjuru dunia. Sebuah kerja yang besar dan
tidak mudah. Gagasan besar memunculkan perusahaan industri pertambakan
udang menemui wujud nyata ketika perusahaan menerima hak resmi pelepasan
sebagai kawasan register 47 dari Menteri kehutanan untuk keperluan tambak inti
rakyat (TIR), luasnya cukup besar yakni 17400 hektar.
Namun menjelajahi bisnis ini bukanlah perkara mudah, kondisi alam
memang mendukung, terutama karena berada di dekat perariran, terlebih di tepi
sungai Way Seputih yang dekat dengan sungai Tulang Bawang yang merupakan
sungai-sungai terbesar di Provinsi Lampung walau begitu infrastruktur di daerah
tersebut masih nol. Meski sulit akses, namun para perambah memanfatkan
kawasan untuk kehidupan mereka mulai dari bercocok tanam hingga tambak
udang tradisional. Mereka lakukan hal ini secara berpindah-pindah sesuai dengan
kemampuan dan daya dukung lingkungan terhadap usaha mereka. Bagi mereka,
kawasan register 47 ini adalah lahan hidup, meski bukan milik mereka.
Berangkat dari dasar pemikiran demikian, maka operasioanal lapangan
dimulai. Pengerjaan dilakukan secara bertahap dan serentak. Disatu sisi dilakukan
land clearing dan pembuatan/pencetakan tambak. Disisi lain, dilakukan pula
proses perekrutan petambak-petambak dari para perambah. Keduanya bukanlah
pekerjaan yang mudah karena semuahnya sama-sama berangkat darai titik nol.
Selama proses land clearing dan pencetakan tambak ternyata alam tak begitu saja

22

bersahabat dengan hasrat dan niat baik perusahaa, maklumlah ini lahan gambut
dan prumpung. Sementara sejak awal lahan tersebut sudah dirancang akan
menjadi tambak modern dengan infastruktur modern dan memenuhi standar
pengelolaan. Proses pembuatan tanggul tambak memakan waktu hampir setahun.
Semnatara pembangunan infrastruktur sekitar 4 tahun. Jumlah tambak yang
tercetak sebanyak 3500 tambak. Untuk tenaga pengerjaan infrastruktur ini selain
direkrut dari lampung juga didatangkan dari Pulau Jawa lantaran jumlah tenaga
yang ada di Lampung masih jauh dari kebutuhan.
Dimulai dari kelestarian lingkungan, PT CPB merasa memiliki kewajiban
dan tanggung jawab untuk memberdayakan perambah hutan menjadi petambak
plasma dan juga melakukan rehabilitasi lahan kritis. Raboisasi pertama kali
dilakukan melakui (AMR) yang dilakukan dalam beberapa tahapan rehabilitasi
lahan kritis juga mendapat sumbangan sejuta pohon dari Menteri Kehutanan
Djamaludin Soeryohadikoesoemo saat itu, yang datang ke lokasi reboisasi dan
melakukan penanaman pohon. Lahan kritis yang menghawatirkan itu berubah
menjadi sabuk hijau (green belt) yang tampak hijau dan asri di sepanjang pantai
Timur Tulang Bawang. Sayangnya hasil reboisasi di ijarah kembalai di era
reformasi. Sehingga sabuk hijau kembali menjadi lahan kritis. Sedangkan hasil
reboisasi yang masih dapat dilihat saat ini adalah yang berada di area pertambakan
udang PT CPB.
IV.1.2. Letak Geografis
PT. Centralpertiwi Bahari merupakan salah satu per usahaan yang ada di
kecamatan Gedung Meneng kabupaten Tulang Bawang. PT. Centralpertiwi Bahari
mempunyai luas wilayah 23.900 hektar yang terdiri dari 17.000 ha hutan bakau.

23

a) Sebelah utara : Sungai Way Tulang Bawang


b) Sebelah timur : Laut Jawa
c) Sebelah selatan : Sungai Way Seputih dan Laut Jawa
d) Sebelah barat : Sungai Way Terusan2
IV.1.3. Sumberdaya Manusia
Di awal berdirinya CP Bahari, pelatihan untuk menjadikan petambak
profesional menjadi program utama perusahaan. Hal ini karena para petambak
belum memiliki pengetahuan mengenai cara-cara budidaya udang modern. Yang
mereka lakukan selama ini masih menggunakan cara-cara tradisional, bahkan
mayoritas mereka bukanlah petambak udang.
Pelatihan semakin intensif dilakukan terlebih karena sebagaian besar
mereka tidak berpendidikan tinggi. Tak hanya pengetahuan tentang budidaya
udang modern, mereka juga diberi keterampilan baris berbaris untuk
menumbuhkan kedisiplinan dan latihan fisik guna membentuk stamina yang
prima dalam menyongsor tantangan dalam budidaya udang yang cukup besar.
Setelah menjalani pelatihan, mereka juga terus didampingi dan mendapat
bimbingan dari penyuluh dalam susasana yang hangat, rileks dan bersahabat.
Penyuluhan di lokasi tambak terkadang disaksikan juga oleh keluarga petambak.
Hal ini menambah wawasan, dan sangat bermakna dalam mendukung keadaan
para keluarga mereka.
Meningkatkan kualitas semua komponen di PT CPB, termasuk para
petambak plasma adalah hal penting. Semua komponen dipandang sebagai bagian
yang sama-sama penting, sama-sama bernilai, dan sama-sama memberi kontribusi
terhadap perusahaan. Berbagai upaya penngkatan kualitas yang sudah dlakukan

24

antara lain berupa seminar sehari hubungan pola kemitraan inti-plasma, lomba
asah trampil, dan pembinaan penyuluhan terhadap para petambak.
Dengan penekanan terhadap kualitas dan investasi yang berkelanjutan di
bidang peneltian dan pengembangan serta bekerjasama dengan perguruan tinggi
terkemuka dan organisasi penelitian terdepan di bidang bioteknologi dan industri
pangan, perusahaan mampu mendayagunakan teknologi dan inovasi terbaik untuk
memenuhi kebutuhan Indonesia akan produk-produk perikanan yang berkualiatas.
Sebagai hasilnya, saat ini perseroan menjadi pemimpin pasar untuk produkproduk pakan udang dan bibit-bibit udang berkualitas prima. Sebagai perintis di
bidang akuakultur udang CPB terus mengaplikasikan teknologi dan pengetahuan
akuakultur yang termutakhir, yang diharapkan menempatkan PT CPB berada di
posisi terdepan industri diberbagai aspek usaha.
IV.1.4. Keadaan Sosial
Keadaan sosial Penduduk PT CPB bisa dikatakan cukup, baik itu sarana
pendidikan, kesehatan, hunian dan juga air bersih. Hal ini trlihat dari banyaknya
jumlah anak sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan ketaraf SMU dan
kemudian malanjutkan ke perguruan tinggi (d2 dan s1) diluar wilayah PT CPB
seperti ; Kota Metro, Kota Gajah, Bandar Lampung, namun disisi lain masih ada
yang berminat melanjutkan jenjang pendidikan di luar pulau Sumatra ( sepereti
daerah jawa) yaitu penulis sendiri. Selain itu juga perawatan fasilitas keagamaan
( Islam, Kristen, Hindu, dsb).
IV.1.5. Kebijakan Sosial
Beberapa kebijakan social yang dibuat PT. Centralpertiwi Bahari
diantaranya :

25

1. Menjamin komitmen manajemen melalui penerapan social compliance secara


berkesinambungan dalam rangka mematuhi hokum dan perundang-undangan
yang berlaku, baik Nasional maupun Internasional.
2. Menjamin tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun dalam rangka peningkatan
sumberdaya manusia yang berkualitas dan secara terus menerus meningkatkan
kopetensi

dan

pengembangannya

guna

mendukung

kontribusi-nya

bagi

pencapaian tujuan perusahaan.


3. Memberikan kebebasan dan menghormati hak seluruh karyawan untuk
membentuk, bergabug dan mengatur serikat pekerja dan/atau perundingan
bersama atas nama karyawan dan perusahaan.
4. Menjdikan kryawan sebagai bagian dari asset perusahaan dengan cara
memberikan perlindungan sesuai hokum yang berlaku dan memberikan jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja serta menyediakan lingkungan kerja dan latihan
yang sehat dana man.
5. Memberikan kontribusi social bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
IV.1.6. Pola kerjasama antar plasma dengan PT. Centralpertiwi Bahari
Kerja sama Kemitraan adalah bentuk kerja sama yang dipandang lebih
kekeluargaan karena masih memandang pihak plasma sebagai mitra usaha. PT.
Centralpertiwi Bahari sebagai perusahaan yang menyediakan lahan tambak
sebagai sarana budidaya udang dan petambak plasma sendiri sebagai pelaksana
lapangannya. Dana untuk setiap kali melakukan budidaya setiap petambak diberi
pinjaman oleh pihak ketiga (perbankan) yaitu sekitar setiap kali siklus 150 juta
rupiah. Hasil setiap kali panen plasma diwajibkan menjual hasil panennya kepihak perusahaan. Bagi plasma yang dapat melunasi pinjamanya pada pihak inti,
pihak Bank dan juga memiliki saldo positif sebesar Rp 150 juta maka lahan
tambak seluas 70m persegi akan menjadi milik petambak. Lahan tambak tersebut

26

juga dapat diwariskan pada ahli waris. Selama plasma tersebut tetap memiliki
saldo positif di Bank.
Mengenai pola kerjasama PT. Centralpertiwi Bahari dalam bermitra
usahaadalah sebagai berikut: Pihak perusahaan menyediakan pakan udang, listrik,
hunian, kesehatan, tunjangan hidup perbulan baik itu natura maupun gajihan tiap
akhir bulanya. Dan kesepakatan plasma sendiri yaitu loyal pada perusahaan baik
itu melaksanakan budidaya berdasarkan arahan dari teknisi perusahaan, dan untuk
penjualanya plasma diwajibkan menjual hasil budidayanya ke perusahaan dan
tidak diperkenankan untuk menjual ke pihak luar manapun. Jika ada plasma yang
menjual hasil budidaya kepihak luar, maka pihak yang bersangkutan bisa
dipidanakan. Adapun kewajiban masing-masing pihak yaitu seabagai berikut:
1. Hak dan Kewajiban Perusahaan Perusahaan inti memiliki hak dan kewajiban
untuk:
a. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung serta teknologi budidaya
tambak, yang meliputi:
1) Penyediaan sarana dan prasarana fisik berupa penyedian lahan dan pembuatan
tambak, prasarana pendukung, sarana produksi beserta perlengkapan
budidaya.
2) Pelaksanaan riset dan pengembangan teknologi budidaya tambak untuk
meningkatkan produk tambak baik kualitas, kuantitas, dan efisiensi budidaya
tambak.
3) Penyedian tenaga ahli yang membantu memonitor dan memeberikan petunjuk
teknis kepada petambak pelasma.
4) Menentukan jenis budidaya, jadwal budidaya meliputi jadwal tebar, jadwal
panen dan pelaksaan panen.
5) Melaksanakan pembelian produk tambak dengan harga dasar, serta mengolah
dan memasarkanya.

27

6) Memberikan potongan harga kepada petambak pelasma lunas yang melakukan


pembelian sarana produksi tertentu kepada perusahaan inti secara tunai, baik
dari dana cadangan modal kerja maupun dana tunai lainya, dengan tingkat
potongan harga yang akan ditentukan oleh perusahaan inti.
b.Memberika pelayanan bidang jasa,meliputi:
1) Pelaksanaan pelatihan kepada calon petambak plasma yang ditentukan oleh
perusahaan inti.
2) Pelayanan jasa monitoring dan bimbingan baik teknis maupun manajerial
terhadap petambak plasma.
3) Pelayanan jasa penedian produksi.
4) Pelayanan jasa reparasi.
5) Pelayanan jasa pembuatan dokumen dan perizinan dari pihak yang berwenang
sehubungan dengan kegiatan budidaya tambak.
2. Hak dan Kewajiban Petambak Plasma Lunas
Petambak plasma lunas memiliki hak dan kewajiban untuk:
a. Mendatangani surat kuasa untuk membentuk dan mengelola cadangan modal
kerja.
b. Melaksanakan pembentukan cadangan modal kerja melalui perusahaan inti dan
disimpan pada pemberi pinjaman yang ditunjuk perusahaan inti yang nilainya
ditentukan dalam pedoman operasi
c. Mendapatkan potongan harga ketika melakukan pembelian sarana produksi
tertentu kepada perusahaan inti secara tunai, baik dari dana cadangan modal
kerja maupaun dari dana tunai lainnya, dengan tingkat potongan harga yang
ditentukan oleh perusahaan inti.
IV.1.7. Visi dan Misi

28

PT CPB merupakan perusahaan penyedia olahan makanan laut khususnya


udang vannamei dan ikan bandeng. Perusahaan ini memiliki visi menjadi
perusahaan inti rakyat terbaik. Adapun misi-misi PT Central Pertiwi Bahari
sebagai berikut:
Visi :
1. Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas
2. Membina hubungan kerjasama yang harmonis antara inti bersama dengan
plasma.
3. Menyediakan produk dan pelayanaan dengan mutu terbaik bagi pelanggan
yang pada akhirnya memberikan manfaat kepada investor, karyawan, mitra
kerja dan pemerintah.

Misi :
Mengentaskan kemiskinan Dalam struktur organisasi PT. Centralpertiwi
Bahari memiliki sembilan divisi yaitu: Divisi General Affairs And Community
Development, Divisi Food Prosessing Plant, Divisi Aqua Culture, Divisi
Integrated Quality Assurance, Divisi Power Plant, Divisi Contruktion And
Engineering, Divisi Electric Engineering, Divisi Farmer Service dan Divisi
Finance
IV.1.8. Struktur Perusahaan

29

Gambar 4. Struktur Perusahaan PT. Centralpertiwi Bahari


Sumber : http://www.cpp.co.id/id/investor-relations
PT Centralpertiwi Bahari adalah anak perusahaan PT. Central Proteina
Prima. CP. Bahari merupakan perusahaan yang memiliki tambak terbesar di
Indonesia dan terintegrasi vertikal mulai dari indukan udang, pembesaran benur,
budidaya udang, pabrik pakan udang, proses panen, pembekuan dan pemrosesan
udang hingga ekspor. Perusahaan juga menjamin kualitas udang yang terbaik
untuk ekspor dan memiliki teknik budidaya udang tercanggih di Indonesia.
Perusahaan memiliki otomatisasi dalam produksi pakan. Perusahaan adalah
pemimpin pasar (market leader) dalam penjualan pakan udang dan ikan di
Indonesia. Saat ini bisnis mulai merambah ke retail industry, salah satu produk
unggulan adalah Fiesta Seafood.
IV.2.

Hasil Identifikasi Bakteri Pada Udang Vannamei


Identifikasi dilakukan dengan tiga tahap, yang pertama pengamatan

struktur makroskopis yaitu pengamatan langsung bentuk koloni, permukaan,


warna, tepian dan elevasi koloni. Tahapan kedua pengamatan mikroskopis yaitu,

30

pengamatan dengan cara pewarnaan gram dan kemudian diamati di bawah


mikroskop. Tahap selanjutnya yaitu uji bio kimia.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Makroskopis
Pengamatan
Bentuk koloni
Warna
Tepian koloni
Elevasi koloni

Hasil
Bulat
Putih Keruh
Licin
Seperti Tetesan

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pewarnaan Gram


Pengamatan
Bentuk
Batang koma
Warna
Pink

Hasil

Gambar 5. Hasil Pewarnaan Gram


Sumber : Data Primer
Dari hasil pewarnaan gram menunjukkan bakteri berwarna pink, jadi dapat
diketahui bakteri menunjukkan gram negative.
Tabel 5. Hasil Uji Biokimia
Uji Biokimia

Hasil

Vibrio cholera
Uji Oksidase

Uji Katalase

Uji O/F

Uji Motility

Uji TCBSA

Kuning

Uji NaCl 0%

Uji NaCl 1%

31

Uji NaCl 3%

Uji NaCl 6%

Uji NaCl 8%

Vibrio paraheamolyticus
Uji Oksidase
Uji Katalase

+
+

Uji O/F

Uji Motility

Uji TCBSA

Hijau

Uji NaCl 0%

Uji NaCl 1%

Uji NaCl 3%

Uji NaCl 6%

Uji NaCl 8%

Tabel 6. Identifikasi Sampel pada Udang Vannamei


Sampel
Organ
Bakteri
Vibrio cholera
Usus
Vibrio paraheamolyticus
1
Vibrio cholera
Hepatopankreas
Vibrio paraheamolyticus
Vibrio cholera
2
Seluruh Tubuh
Vibrio paraheamolyticus

Gambar 6. Vibrio pada Usus dan Hepatopankreas


Sumber : Data Primer

32

Dari data dan hasil pengamatan makroskopis, pengamatan mikroskopis


dan uji biokimia didapat hasil identifikasi yaitu bakteri dari genus vibrio dan
didapat dua spesies bakteri Vibrio cholera dan Vibrio paraheamolyticus. Vibrio
cholerae tumbuh dengan baik pada agar thiosulfate-citrate-bile-sukrose ( TCBS ),
yang menghasilkan koloni berwarna kuning. Vibrio paraheamolyticus pada agar
TCBS membentuk koloni besar, smooth berwarna hijau (bedakan dari koloni
Vibrio cholerae yang berwarna kuning).

Gambar 7. Pemurnian Vibrio di Media TCBSA


Sumber : Data Primer
Vibrio biasanya memfermentasi sukrosa dan manosa tetapi tidak
arabinosa. Uji oksidase positif merupakan langkah kunci dalam identifikasi awal
dari vibrio. Spesies vibrio sensitif terhadap campuran O/129 ( 2,4 - diamino - 6,7
diisopropylpteridine phosphate ), yang membedakan mereka dari spesies
aeromonas, yang resistan terhadap O/129. Sebagian besar spesies vibrio adalah
halototerant, dan NaCl untuk pertumbuhan. Perbedaan yang lain antara vibrio
dengan aeromonas adalah bahwa vibrio dapat tumbuh pada media yang
mengandung 6 % NaCl dimana aeromonas tidak.

33

Genus Vibrio adalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang


hewan laut seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Spesies Vibrio umumnya
menyerang udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar. Bakteri
vibrio menyerang udang secara sekunder yaitu pada saat dalam keadaan stress dan
lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri ini termasuk jenis
opportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan
pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik
jika kondisi lingkungannya memungkinkan.
IV.3.

Keamanan Pangan (Food Safty) Pada Produksi Udang Vannamei


Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan konsumen.
Keamanan pangan pada produk udang Vannamei di PT. Centralpertiwi Bahari
meliputi cemaran bakteri yaitu dengan cara mendeteksi bakteri Vibrio sp,
Salmonella sp dan E. coli pada media selektif.

Tabel 7. Hasil Food Safty Produk Udang Vannamei


Jenis Bakteri

Media

Jumlah Bakteri (cfu/g sampel)


1

11700

14600

13200

19800

Vibrio sp

TCBS Agar

Salmonella sp

Salmonella Agar

E.coli

Chrom Culture Coli


Agar

Infeksi bakteri pada udang Vannamei di Tambak udang PT. CentralPertiwi


Bahari didominasi oleh bakteri Vibrio sp. Vibrio yang mendominasi masih

34

dibawah batas toleransi pencemaran. Bakteri Salmonella sp dan E. coli tidak


ditemukan dikarenakan Standar Oprasional Budidaya (SOB) yang baik.
Salmonella sp dan E. coli muncul disebabkan kotoran manusia atau pun hewan
pliharaan. Sebab dari itu sistem pembuangan dan hewan ternak berjauhan dari
tambak.
IV.4.

Pengendalian Bakteri yang Menyerang Udang Vannamei


Prosedur pengendalian bakteri dapat dilakukan dengan

metode

pencegahan, metode ini merupakan cara paling efektif, efisien dan aman untuk
dikembangkan. Beberapa cara pencegahan diantaranya adalah :
1. Penerapan biosecurity dengan menggunakan PK atau kaporit secukupnya
ditempatkan pada awal pintu masuk tambak.
2. Pengelolaan sumber lahan tambak dengan baik dan benar seesuai Standar
Oprasi Budidaya.
3. Pemberian Pondguard pada tambak udang sebagai penekan bakteri pathogen
dan meningkatkan kekebalan tubuh pada udang.
4. Sanitasi peralatan yang dilakukan sebelum dan sesudah pemakaian peralatan.
5. Peningkatan kekebalan tubuh spesifik (vaksinasi) dan non-spesifik
(imunostimulan) udang, dan perbaikan kondisi lingkungan budidaya dengan
pemberian bakteri probiotik.
6. Pengelolaan sumber air dan pergantian air budidaya secara rutin apabila
lingkungan perairan budidaya kualitasnya menurun.

35

Gambar 8. Pondguard
Sumber : Data Primer

V.1.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Identifikasi bakteri pada udang vannamei (Litopanaeus vannamei) di PT.

Centralpertiwi Bahari Tulang Bawang Provinsi Lampung dengan pengamatan


makroskopis, mikroskopis dan uji biokimia hanya didapati genus Vibrio. Vibrio

36

yang teridentifikasi diantaranya Vibrio cholera dan Vibrio paraheamolyticus.


Genus Vibrio adalah agen penyebab penyakit vibriosis yang menyerang udang.
Spesies Vibrio umumnya menyerang udang dan penyakitnya disebut penyakit
udang berpendar. Bakteri Vibrio menyerang udang secara sekunder yaitu pada
saat dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa
bakteri ini termasuk jenis opportunistic pathogen yang dalam keadaan normal ada
dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik
menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan.
Hasil dari uji keamanan pangan (Food Safty) menunjukkan Infeksi bakteri
pada udang Vannamei di Tambak udang PT. CentralPertiwi Bahari didominasi
oleh bakteri Vibrio sp. Vibrio yang mendominasi masih dibawah batas toleransi
pencemaran. Bakteri Salmonella sp dan E. coli tidak ditemukan dikarenakan
Standar Oprasional Budidaya (SOB) yang baik. Salmonella sp dan E. coli muncul
disebabkan kotoran manusia atau pun hewan pliharaan. Sebab dari itu sistem
pembuangan dan hewan ternak berjauhan dari tambak.
Pengendalian

penyakit

dapat

dilakukan

dengan

pencegahan

dan

pengobatan. Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya


adalah penerapan biosecurity, pengelolahan lahan tambak, sanitasi peralatan yang
dilakukan sebelum dan sesudah pemakaian peralatan, peningkatan kekebalan
tubuh, pembrian probiotik dan pengelolaan sumber air.
V.2.

Saran
Pengelolahan tambak udang harus lebih diperhatikan guna mencegah

terjadinya gangguan dalam usaha budidaya. Vibrio termasuk jenis bakteri


opportunistic

pathogen,

bakteri

ini

akan

menimbulkan

penyakit

dan

mengakibatkan kematian pada udang apabila kondisi lingkungan memungkinkan.

37

Kualitas air yang memburuk membuat bakteri ini bersifat patogen, oleh karena itu
menjaga kualitas perairan tambak adalah salah satu proses pencegahan.
Budidaya udang Vannamei yang mengikuti Standar Oprasional Budidaya
(SOB) yang baik akan menghasilkan panen yang baik pula. Keamanan pakan
(Food Safty) dari hasil produk udang Vannamei (udang segar ataupun udang
olahan) harus lebih diperhatikan, agar produk yang dihasilkan berbaku mutu baik
dan tetap berkualitas export.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, M.U.K. 2007. Penelusuran Efektifitas Beberapa Bahan Alam Sebagai


Kandidat Antibakteri dalam Mengetasi Penyakit Vibriosis pada Udang
Windu. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
Jatinangor.
Briggs, M, Simon Funge-Smith, Rohana Subasinghe, dan Michael Phillips. 2004.
Introductions and Movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris
in Asia and The Pacific. FAO. Bangkok
Burrows, W., J.M. Moulder, and R.M. Lewert. 2004. Texbook of Microbiology.
W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Clay, J dan Aaron A. McNevin. 2002. Farm Level Issues in Aquaculture
Certification:Shrimp.www.worldwildlife.org/.../chap8ashrimpfarmleveliss
ues.pdf
Haliman, W. R dan Adijaya, D. 2006. Udang Vannamei. Penebar Swadaya.
Jakarata.
Herawati, E. 1996. Karakterisasi Fisiologi dan Genetik Vibrio Berpendar sebagai
Penyebab Penyakit Udang Windu. Institut Pertanian Bogor.

38

IDE-JETRO. 2013. Meeting standards, winning markets. Regional Trade


Standard Compliance Report East Asia 2013. UNIDO IDE JETRO.
Irianto, A., 2004. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada Univesity Press,
Yogyakarta
Istiqomah, N. 2008. Analisis Keterkaitan Kandungan Bahan Organik Di Wilayah
Pesisir Terhadap Kelimpahan Bakteri Vibrio sp. Di Kawasan Industri
Tambak Intensif. Institut Pertanian Bogor.
Kaligis, E. Y. 2010. Laju Pertumbuhan, Efisiensi Pemanfaatan Pakan,
Kandungan Potasium Tubuh, Dan Gradien Osmotik Postlarva Vaname
(Litopenaeus Vannamei, Boone) Pada Potasium Media Berbeda. Jurnal
Perikanan dan Kelautan. VI(2), 1-6.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan. 2011. Udang Vaname. Jakarta Report.
Kharisma, A. Dan A. Manan. 2012. Kelimpahan Bakteri Vibrio Sp. Pada Air

Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sebagai Deteksi


Dini Serangan Penyakit Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
129.
Lukistyowati, I. 2005. Teknik Pemeriksaan Penyakit Ikan. Unri Press Pekanbaru.
104 hlm.
Pusat Penyuluhan Kementrian Kelautan Perikanan Indonesia. 2011. Budidaya
Udang Vaname (Littopenaeus vannamei). www.pusluh.kkp.go.id/index.php
/arsip/file/82/1-udangvaname.pdf/. Diakses pada tanggal 27 April 2016
pukul 12:37 WIB.
Rusmiyati. S. 2010. Menjala Rupiah Budidaya Vaname. Pustaka Baru Press,
Yogyakarta. 86hal.
Sutrisno, E, W. T. Prabowo dan S. Subyakto. 2010. Produksi Calon Induk Udang
Vanamei Litopenaeus vannamei dengan Sistem Resirkulasi Tertutup pada
Bak Raceway. Indoqua. BBAP Situbondo.hlm.4.
Tortora G. 2010. Microbiology : an introduction. Great Lakes Bio Systems. Inc.
Triwibowo, R., Rachmawati, N., Hermana I. 2013. Penggunaan Cetylperidinium
Chloride sebagai Anti Bakteri pada Udang. JPB Perikanan Vol. 8 No. 2.
Hal. 151160.
Waluyo, L. 2010. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Malang : UMM
Press.
Narumi HE, Zuhriansyah, Mustofa I. 2009. Deteksi Pencemaran Bakteri
Salmonella sp Pada Udang Putih Segar Di Pasar Tradisional Kotamadya
Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan KelautanVol. 1 No. 1 : hlm 87-91.
http://lanwebs.lander.edu/faculty/rsfox/invertebrates/farfantepenaeus.html
http://www.cpp.co.id/id/investor-relations

39

LAM PI R AN

40

Lampiran 1. Peta Lokasi Magang PT. Centralpertiwi Bahari

41

Lampiran 2. Alat dan Bahan yang Digunakan

Media Biakan Bakteri


Biakan Bakteri

42

Alat dan Bahan Pengambilan Sampel

Alat dan Bahan Uji Gram

Ingkubator
Autoclave

Hot Palet

Coloni Conter

43

Vortek

Microtube

Glass Rod

Alat dan Bahan uji Oksidase dan uji


Katalase

Lampiran 3. Kegiatan Magang

44

Pengambilan Sampel Air

Pembersihan Cawan Petry

Pengambilan Sampel

Pewarnaan Gram

Pengujian Oksidase dan Katalase

Perhitingan TVC

45

Lampiran 4. SK Praktek Kerja Lapangan di PT. Centralpertiwi Bahari

Anda mungkin juga menyukai