Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era globaliasi saat ini, keahlian dan keterampilan manusia sangat cepat
berkembangnya terutama pada bidang pengembangan sains dan teknologi. Aplikasi dari
penggunaan sains dan teknologi yang modern dapat diterapkan dalam berbagai bidang salah
satunya bidang hidrologi. Banyak dampak positif yang manfaatnya dapat kita peroleh dari
perkembangan sains dan teknologi di berbagai bidang tersebut. Saat ini, displin ilmu yang
sangat diberikan perhatian khusus oleh dunia internasional adalah radiokimia dan kimia inti.
Dua bidang ilmu tersebut merupakan cabang dari ilmu kimia yang mempelajari sifat
keradioaktifan unsur.
Penggunaan unsur radioaktif pada beberapa aplikasi lain seperti dalam bidang hidrologi
sangat diperkenankan oleh dunia internasional karena kegunaannya berdampak positif bagi
makhluk hidup,khususnya dalam pengukuran debit air sungai. Pemanfaatan radioisotop
semakin luas dalam berbagai bidang. Secara garis besar, penggunaan radioisotop buatan
dibagi menjadi 2 golongan utama, yaitu : sebagai perunut (tracer) dan sumber radiasi.
Penggunaan radioisotop sebagai perunut didasarkan pada pengertian bahwa isotop radioaktif
mempunyai sifat kimia yang sama dengan isotop stabil yaitu, menambahan bahan radioisotop
tersebut ke dalam suatu sistem (baik sistem fisika, kimia, maupun biologi). Jadi suatu isotop
radiaktif melangsungkan reaksi kimia yang sama seperti isotop stabilnya. Sedangkan
penggunaan radioisotop sebagai sumber radiasi didasarkan pada kenyataan bahwa radiasi
yang dihasilkan zat radioaktif dapat mempengaruhi materi maupun makhluk hidup. Radiasi
dapat digunakan untuk memberi efek fisis, efek kimia, maupun efek biologi.. Karena
radioisotop tersebut mempunyai sifat kimia yang sama dengan sistem tersebut maka
radioisotop yang telah ditambahkan dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa sehingga
perubahan senyawa pada sistem dapat dipantau.
Dengan menggunakan perunut radioisotop, berbagai masalah dalam bidang hidrologi
akan dapat dipecahkan dengan cara langsung yang jauh lebih cepat dari cara konvensional
yaitu dengan menggunakan alat ukur (current meter). Karena dalam keadaan sungai banjir
pengukuran tetap dapat dilaksanakan.Sedangkan teknik yang menggunakan cara konvensional
yaitu dengan menggunakan teknik current meter yaitu teknik yang digunakan untuk
mengukur aliran pada air rendah. Alat ini merupakan alat pengukur kecepatan yang paling
banyak digunakan karena memberikan ketelitian yang cukup tinggi, namun dalam
pelaksananaannya sangat sulit untuk dilakukan. Kecepatan aliran yang diukur adalah
kecepatan aliran titik dalam satu penampang aliran tertentu. Prinsip yang digunakan adalah
adanya kaitan antara kecepatan aliran dengan kecepatan putar baling-baling currentmeter

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang mendasari penulisan ini adalah untuk mengetahui perbandingan
metode antara perunutan radioisotop dan current meter dalam menghitung debit air
C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan yang diharapkan dari penulisan ini adalah mengetahui teknik/metode yang lebih
sederhana dalam menentukan debit air.
D. MANFAAT
Manfaat dari penulisan ini

BAB II
PENGKAJIAN
A. Radioisotop sebagai Perunut

Salah satu kegunaan radioisotop yaitu sebagai perunut, karena perpindahannya dapat diikuti
berdasarkan sinar radiasi yang dipancarkan. Sebagai perunut, radoisotop ditambahkan ke dalam
suatu sistem untuk mempelajari sistem itu, baik sistem fisika, kimia maupun sistem biologi. Oleh
karena radioisotop mempunyai sifat kimia yang sama seperti isotop stabilnya, maka radioisotop
dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa sehingga perpindahan perubahan senyawa itu
dapat dipantau.
Dasar metode perunut radioisotop adalah pengenceran perunut. Perunut radioisotop dalam
jumlah yang tidak membahayakan dilepaskan pada bagian hulu sungai, kemudian dipantau
kosentrasinya di bagian hilir. Perubahan kosentrasi yang diakibatkan oleh aliran (debit) sungai
dapat diketahui dari perubahan intensitas pancaran radioisotop yang diukur langsung di dalam
aliran air sungai itu. Salah satu radioisotop yang digunakan adalah isotop Na-24. Digunakannya
isotop Na-24 sebagai isotop perunut karena isotop tersebut dapat memenuhi syarat sabagai tracer,
yaitu :
a. Tidak berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup di sekelilingnya.
b. Jumlah radioisotop yang dilepaskan ke lingkungan dapat diperhitungkan sehingga tidak
terjadi pelepasan zat radioaktif yang berlebihan ke lingkungan.
c. Radioisotop yang digunakan harus larut dalam air.
d. Radioisotop tidak akan diserap oleh tanah, tanaman maupun organisme hidup lainnya

B.current meter
Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan
peralatan berupa alat pengukur arus (current meter). Pengukuran debit dengan menggunakan

current meter (alat ukur arus) dilakukan dengan cara merawas, dari jembatan, dengan
menggunakan perahu, dengan menggunakan winch cable way, menggunakan cable car, metode
pelampung, menggunakan metode ACDP, dan menggunakan metode bangunan hidraulik.
Alat ini terdapat dua macam yaitu, current meter dengan sumbu mendatar dan sumbu tegak.
Bagian-bagian alat ini terdiri dari :
a. Baling-baling sebagai sensor terhadap kecepatan, terbuat dari streamline styling
yang dilengkapi dengan propeler, generator, sirip pengarah dan kabel-kabel.
b. Contact box, merupakan bagian pengubah putaran menjadi signal elektrik yang
berupa suara atau gerakan jarum pada kotak monitor berskala, kadang juga dalam
bentuk digital,
c. Head phone yang digunakan untuk mengetahui jumlah putaran baling-baling (dengan
suara klik), kadang bagian ini diganti dengan monitor box yang memiliki jendela
penunjuk kecepatan aliran secara langsung
Apabila pengukuran dilakukan dengan kabel penggantung dan posisi kabel penduga tidak
tegak lurus terhadap muka air, maka kedalaman air harus dikoreksi dengan besarnya sudut
penyimpangan

Gambar pengukuran debit air dengan teknik current meter

Pengukuran debit dengan menggunakan current meter dapat dilakukan dengan beberapa
metode diantaranya:
a. Merawas

Pengukuran dengan merawas dilakukan apabila kedalaman air tidak lebih dari 1,2 m dan
kecepatan air lebih kecil dari 1 m/detik, apabila kedalaman dan kecepatan arus air lebih dari
kriteria tersebut maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu
pengukuran yang lain.
Tahapan pengukuran dengan menggunakan current meter adalah sebagai berikut:
1) Siapkan peralatan yang akan digunakan untuk pengukuran yaitu:
o (satu) set alat ukur arus atau current meter lengkap
o (dua) buah alat penduga kedalaman (stang/stick) panjang masing-masing 1 m
o Kartu Pengukuran
o Alat Tulis
o Alat pengambilan sample air
o Botol tempat sample air
o Peralatan penunjang lainnya seperti topi, sepatu lapangan dll.
2) Bentangkan kabel pada lokasi yang memenuhi persyaratan dan posisi tegak lurus dengan
arah arus air dan tidak melendut
3) Tentukan titik pengukuran dengan jarak antar vertikal 1/20 dari lebar sungai dan jarak
minimum = 0.50 m
4) Berikan tanda pada masing-masing titik
5) Baca ketinggian muka air pada pelskal
6) Tulis semua informasi / keterangan yang ada pada kartu pengukuran seperti nama sungai
dan tempat, tanggal pengukuran, nama petugas dll.
7) Catat jumlah putaran baling baling selama interval waktu yang telah ditentukan (40 70
detik), apabila arus air lambat waktu yang digunakan lebih lama (misal 70 detik), apabila
arus air cepat waktu yang digunakan lebih pendek (misal 40 detik)
8) Hitung kecepatan arus dari jumlah putaran yang didapat dengan menggunakan rumus
baling-baling tergantung dari alat bantu yang digunakan (tongkat penduga dan berat
bandul)
9) Hitung kecepatan (v) rata-rata pada setiap vertikal dengan rumus :
Apabila pengukuran dilakukan pada 1 titik (0.5 atau 0.6 d)
contoh (vertikal 2) maka v rata rata = v pada titik tersebut
Apabilapengukuran dilakukan pada 2 titik (0.2 dan 0.8 d)
contoh (vertikal 3) maka v rata rata = (v02+ v08 ) / 2
Apabilapengukuran dilakukan pada 3 titik (0.2 0.8 d dan 0.6 d)
contoh (vertikal 4) maka v rata rata = [{(v02 + v06 ) / 2} + (v05 atau v06 )] / 2
10) Hitung luas sub / bagian penampang melintang
11). Hitung debit pada setiap sub / bagian penampang melintang
12). Ulangi kegiatan pada butir 10 sampai dengan butir 12 untuk seluruh sub bagian
penampang
13) Hitung debit total (Q total)
Debit total dihitung dengan cara menjumlahkan debit dari seluruh debit pada sub/ bagian
penampang Q (total) = q1 + q2 + q3 + + qn
14) Hitung luas seluruh penampang melintang (A)
Luas seluruh penampang melintang dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh luas
pada sub/bagian penampang dengan : A = a1 + a2 + a3 + + an

15) Hitung kecepatan rata-rata seluruh penampang melintang (V)


Kecepatan rata-rata seluruh penampang melintang = debit total / luas seluruh penampang
melintang atau V= Q total / A
16) Catat waktu dan tinggi muka air pada pelskal segera setelah pengukuran selesai pada
kartu pengukuran.
17) Catat hasil perhitungan butir 14 sampai dengan 16 pada kartu pengukuran
Pengukuran debit dengan cara merawas adalah petugas pengukur langsung masuk ke dalam
badan air. Petugas pengukur minimal terdiri dari 2 orang, 1 orang petugas mengoperasikan
peralatan dan 1 orang petugas mencatat data pengukuran. Dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. dilakukan pada lokasi sebatas pengukur mampu merawas
2. posisi berdiri pengukur harus berada di hilir alat ukur arus dan tidak boleh menyebabkan
berubahnya garis aliran pada jalur vertikal yang diukur
3. letakkan tongkat penduga tegak lurus pada jarak antara 2,5 7,5 cm di hilir kabel baja
yang telah dibentangkan
4. hindari berdiri dalam air apabila akan mengakibatkan penyempitan penampang
melintang
5. apabila posisi current meter (arah aliran) tidak tegak lurus terhadap penampang
melintang sungai, maka besarnya sudut penyimpangan perlu dicatat untuk menghitung
koreksi kecepatan divertikalnya
.

Gambar metode merawas

b. Perahu
Pengukuran debit menggunakan perahu adalah petugas pengukur menggunakan sarana
perahu sebagai alat bantu pengukuran. Petugas pengukur minimal terdiri dari 3 orang, 1 orang
petugas memegang dan menggeser perahu, 1 orang petugasmengoperasikan peralatan dan 1
orang petugas mencatat data pengukuran.

Petugas pelaksanaan pengukuran dengan menggunakan perahu perlu memperhatikan hal-hal


sebagai berikut :
1. Dilakukan apabila tidak memungkinkan pengukuran dengan cara merawas
2. alat ukur arus dilengkapi dengan alat penggulung kabel (sounding reel) dan pemberat
yang disesuaikan dengan kondisi aliran (kedalaman dan kecepatan)
3. posisi alat ukur harus berada di depan perahu
4. kabel yang digunakan untuk mengukur lebar sungai (tagline) harus terpisah dari kabel
yang digunakan untuk menggantungkan perahu
5. Apabila lebar sungai lebih dari 100 m, atau sungai digunakan untuk transportasi air
maka kabel penggantung perahu tidak dapat digunakan. Pengaturan posisi perahu
diatur dengan menggunakan sextant meter agar lintasan pengukuran tetap berada pada
satu jalur sehingga lebar sungai sesuai dengan lebar sungai sesungguhnya. Metode ini
disebut metode sudut (angular method). Selain metode ini dapat juga digunakan
metode perahu bergerak.

Gambar metode perahu


gerak

c. Sisi jembatan
Pengukuran debit dari sisi jembatan adalah pengukuran dilakukan dari sisi jembatan
bagian hilir aliran dan sebaiknya jembatan yang digunakan tidak terdapat pilar. Peralatan
yang digunakan adalah bridge crane, sounding reel, tagline, dan 1 set current meter
ditambah pemberat yang beratnya tergantung dari kecepatan aliran. Petugas pengukur

minimal terdiri dari 3 orang, 2 orang petugas mengoperasikan bridge crane dan peralatan
pengukur dan 1 orang petugas mencatat data pengukuran.
Pengukuran dari sisi jembatan dilakukan apabila pada lokasi pos terdapat fasilitas
jembatan, dengan kondisi kedalaman air lebih dari 2 m dan kecepatan airnya cukup deras
sehingga tidak memungkinkan dilakukan pengukuran dengan menggunakan perahu.

d. Cable Car (Kereta Gantung)


Cable car adalah alat bantu pengukuran berupa kereta gantung yang digantungkan pada
kabel utama yang juga berfungsi sebagai alat ukur lebar sungai, dilengkapi dengan tempat
duduk petugas pengukur dan dudukan sounding reel. Peralatan yang digunakan adalah
current meter lengkap dengan ekor panjang dan pemberat yang disesuaikan dengan kondisi
kecepatan dan kedalaman aliran. Petugas pengukur terdiri dari 2 orang, 1 orang petugas
mengoperasikan peralatan dan 1 orang petugas mencatat data pengukuran.

Gambar dengan metode kereta gantung

e. Winch Cable Way


Pengukuran debit dengan menggunakan winch cable way dilakukan dari pinggir sungai
dengan menggunakan peralatan winch cable way. Petugas pengukur minimal terdiri dari 2
orang, 1 orang petugasmengoperasikan peralatan dan 1 orang petugas mencatat data
pengukuran.
Lokasi penempatan winch cable way harus memenuhi persyaratan teknis seperti halnya
tempat pengukuran dengan metode lainnya. Persyaratan tersebut antara lain pada bagian
alur sungai yang lurus, aliran laminar dan merata, dll.
Peralatan winch cable way yang terdiri dari:
1. Kabel pengukur lebar sungai
2. Kabel pengukur kedalaman air juga berfungsi sebagai kabel penghantar listrik untuk
menghitung jumlah putaran dan juga berfungsi sebagai penggantung current meter
+ pemberat yang disesuaikan dengan kondisi aliran (kedalaman dan kecepatan)
3. Kabel utama (main cable) yang berfungsi sebagai penggantung semua peralatan
yang digunakan. Kabel utama diikatkan pada dua buah tiang yang dipasang pada
kedua tebing sungai, dan salah satu tiangnya digunakan untuk menempatkan
pengerek (winch)
4. Pengerek (winch) yang berfungsi untuk menggulung kabel pengukur lebar sungai
dan kabel pengukur kedalaman air. Winch dapat terdiri dari 2 (double drum winch)
atau hanya terdiri dari 1 winch (single drum winch)

f. Dengan Menggunakan Pelampung


Pengukuran debit menggunakan alat pelampung pada prinsipnya sama dengan metode
konvensional, hanya saja kecepatan aliran diukur dengan menggunakan pelampung.
Metode pengukuran debit dengan menggunakan pelampung biasa digunakan pada saat
banjir dimana pengukuran dengan cara konvensional tidak mungkin dilaksanakan karena
faktor peralatan dan keselamatan tim pengukur.
Lokasi Pengukuran

Pengukuran debit dengan pelampung perlu memperhatikan syarat-syarat lokasi


sebagai berikut :
1. Syarat lokasi pengukuran seperti pada metode konvensional
2. Kondisi aliran sedang banjir dan tidak melimpah
3. Geometri alur dan badan sungai stabil
4. Jarak antara penampang hulu dan hilir minimal 3 kali lebar sungai pada kondisi
banjir

Peralatan Pengukuran
1. alat pengukur jarak
2. alat pelampung
3. alat pengukur waktu (stop watch)
4. alat penyipat ruang (theodolith)

Pengukuran Penampang Melintang


Pengukuran penampang basah dapat dilakukan pada saat sungai tidak sedang
banjir yaitu sesudah atau sebelum banjir. Pengukuran paling sedikit 2 penampang
melintang yaitu di hulu dan di hilir yang merupakan titik awal dan titik akhir lintasan
penampang. Luas penampang basah sungai didapat dengan cara merata-rata luas
kedua penampang basah yang telah diukur.

Tahapan Pengukuran
a. Persiapan
1. Pilih lokasi pengukuran
2. Siapkan pelampung
3. Siapkan peralatan untuk mengukur jarak antara dua penampang
4. Siapkan peralatan untuk menentukan posisi lintasan pelampung
5. Siapkan peralatan untuk memberi aba-aba
6. Siapkan alat pencatat waktu
7. Siapkan alat tulis
b. Pelaksanaan Pengukuran
1. Lakukan pembacaaan tinggi muka air pada pos duga air di awal pengukuran
2. Letakan alat penyipat ruang di tengah-tengah antara penampang hulu & hilir
3. Ukur jarak antara penampang hulu dan penampang hilir
4. Lepaskan pelampung kira-kira 10 meter di hulu penampang hulu
5. Ukur sudut azimuth posisi pelampung pada saat pelampung melalui
penampang hulu dan penampang hilir. Pada saat itu juga catat waktunya
6. Ulangi pekerjaan (d) dan (e) sampai pelampung terakhir
7. Catat tinggi muka air pada akhir pengukuran
c. Perhitungan Debit
1. Gambar penampang basah di hulu dan hilir
2. Gambar lintasan pelampung
3. Hitung panjang tiap lintasan pelampung

4. Hitung kecepatan aliran permukaan tiap pelampung, untuk mendapatkan


kecepatan aliran sebenarnya maka kecepatan aliran permukaan tiap
pelampung harus dikalikan dengan koreksi yang besarnya berkisar antara
0.7 dan 0.8 tergantung dari panjang pelampung dan proses lintasan
pelampung
5. Gambar grafik kecepatan aliran
6. Tentukan bagian penampang basah
7. Tentukan nilai kecepatan aliran pada setiap batas bagian penampang
8. Hitung kecepatan rata-rata pada setiap bagian penampang basah
9. Hitung luas bagian penampang basah
10. Hitung debit untuk setiap bagian penampang basah
11. Hitung debit total
12. Hitung tinggi muka air rata-rata

Gambar metode pelampung

g. Dengan Menggunakan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler)


ADCP adalah alat pengukur arus dimana kecepatan arus air dapat terpantau dalam 3
dimensi pada suatu penampang melintang sungai dengan menggunakan efek dari doppler
pada gelombang supersonic. Alat ini dipasang di perahu dan akan mengukur air di sungai
secara cepat bila perahu melalui suatu penampang sungai.

Gambar metode ADCP


Cara bekerjanya peralatan ADCP adalah air sungai yang mengandung larutan sedimen,
tanaman, kayu, dll. merupakan media untuk memantulkan gelombang supersonic didalam air
secara tegak lurus dalam 2 arah yang dikirim oleh peralatan ADCP. Dengan menghitung data
sistim transmisi, distribusi kecepatan arus 3 dimensi pada tampang aliran dapat diketahui. Profil
kecepatan arus digunakan untuk mengintegrasikan arah aliran vertikal dan susunan keepatan arus
terhadap tampang horizontal sungai dan digunakan untuk menghitung debit aliran

Keuntungan menggunakan peralaran ADCP ini :


Pengukuran kecepatan dapat dilakukan secara cepat
Distribusi kecepatan arus secara 3 dimensi dapat teramati
Kondisi kecepatan aliran, dan debit dapat langsung diketahui

kerugian menggunakan peralaran ADCP ini :


Pada kondisi dimana banyak kayu besar yang terbawa dapat menghantam alat ADCP
Pengukuran sulit untuk dilakukan pada malam hari dan sungai yang berkelok-kelok
Komunikasi antara perahu radio kontrol dan kontrol transmisi radio maksimum berjarak
1000 meter

h. Dengan Menggunakan Bangunan Hidraulik


Debit aliran dihitung dengan menggunakan rumus hidrolika dimana koefisiennya
dapat ditentukan dari hasil kalibrasi di laboratorium dengan model tes atau dapat
dilakukan pengukuran debit dengan current meter pada berbagai elevasi muka air untuk
mencari koefisiennya.

Gambar metode Bangunan Hidraulik

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, Stable Isotope Hydrology; Na -24 in Water Cycle, Technical Report series
no. 210, IAEA, Vienna, (1981).
2. BEDMAR, A. P. and ARAGUAS, L., Detection and Prevention of Leaks from Dams,
A.A. Balkema Publishers, Lisse, (2002).
3. ERIKSSON, E., Stable Isotopes and Tritium in Precipitation, Guide book on
Nuclear Techniques in Hydrology, Technical Report series no. 91, IAEA, Vienna,
1934(1983).
4. DAGSTAN, Studi Asal-Usul Air Rembesan/Bocoran Waduk Jatiluhur, Wlingi, dan
Ngancar dengan Teknik Isotop Alam, Laporan akhir, DAGSTAN, Jakarta, (1999).
5. DAVIS, S. N., THOMPSON, G. M., BENTLEY, H. W., STILES, G., Groundwater
Tracers A hort Review, Ground Water, v. 18, no. 1, 14 23 (1980).
6. DROST, W. AND MOSER, H., Leakage from Lakes and Reservoirs, Guide book
on Nuclear Techniques in Hydrology, Technical Report series no. 91, IAEA,
Vienna, 177-186 (1983).
7. GHOSH, P. AND BRAND, W. A., Stable Isotopes Ratio Mass Spectrometri in Global
Climate Change Research, International Journal of Mass Spectrometry, v. 228, 1
33 (2003).
8. GLEICK, P. H., Climate Change, Hydrologi, and Water Resources, Reviews of
Geophysics, v. 27, no.3, 329-344 (1989).
9. SIDAURUK, P., Pengaruh ProsesPenguapan terhadap Perbandingan Kelimpahan
Relatif Deuterium dan Oksigen-18 Dalam Air, Skripsi Sarjana, Fakultas MIPAUNAS, Jakarta, (1987).

10. Sihotang,C. Asmika dan Efawani. 2006. Penuntun Praktikum Limnologi.


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI : Pekanbaru
11. Hehanussa, P.E. 2001. Kamus Limnologi (Perairan Darat). IHP- UNESCO
Panitia Nasional Program Hidrologi Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan
Indonesia.Jakarta. 2009.
12. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
13. TEDDY SUMANTRY, Prosiding Hasil Kegiatan tahun 2010, Serpong, 2011.
14. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2012, Stasiun Klimatologi Curug.
15. RATNA DIAN SUMINAR, Identifikasi Pencemaran Air, Fak.Teknik Kimia
UGM,2010
16. http://jujubandung.com/2012/06/08/parameter-fisika-kimia-biologipenentukualitas air -2, diunduh pada tanggal 25 MEI 2016.
17. G.ALAERT dan SRI SUMESTRI S. Metoda Penelitian Air, Usaha
Nasional,Surabaya. 1984.
18. Algifari, 2000. Analisis Regresi. Teori Kasus, dan Solusi. Penerbit BPFE Yogyakarta
anggota IKAPI No.003. Edisi Kedua.
19. Haeruman, H. 1994. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Lokakarya Pengelolaan DAS
Terpadu, Cisarua. Bogor.

20. Kodoatie, R.J., dan Sugiyanto, 2002. Banjir Beberapa Penyebab dan Metode
Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Penerbit Pustaka Relajar (Anggota IKAPI).
Cetakan Pertama.
21. Manan. 1977. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
22. Manan. 1978. Kaidah dan Pengertian Dasar Manajemen Daerah Aliran Sungai. Proceeding
Pertemuan Diskusi Pengelolaan DAS, Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta.
23. Martha, J., dan Edidarma, W., 1983. Mengenal Dasar-dasar Hidrologi. Penerbit Nova.
24. Sosrodarsono, S., dan Takeda, 1987. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita,
Jakarta.
25. Soerjono, 1978. Modus Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Lembaga Penelitian Hutan
Bogor, Bogor.
26. Soeranggadjiwa, M.H., M.R. Achlil, A. Mangundikoro, dan Djumrah, 1978. Aspek Institusi
dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Proceeding Pertemuan Diskusi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai, Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta.
27. Susanto H dan Suroso. 2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna LahanTerhadap Debit Banjir
Daerah Aliran Sungai Banjaran. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol. 3 No. 2
28. Subarkah, I. 1978. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Penerbit Idea Dharma,
Bandung.
29. Paembonan, S.1982. Analisis Sistem Biofisik DAS Sadan di Sulawesi Selatan. Disertasi
Program Doktor Institut Pertanian Bogor.
30. Farida dan Meine van Noordwijk, 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan dan
Aplikasi Model Genriver pada DAS Way Besal, Sumberjaya. Jurnal ilmiah World
Agroforestry Centre ICRAFSE Asia. Agrivita Vol. 26 No. 1, ISSN :0126-0537.

Anda mungkin juga menyukai