Anda di halaman 1dari 11

Metode Pendidikan Rosulullah

05 May 2008 in Opini 5 Comments


Oleh : Arif Firmansyah
Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap
sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki
setiap negara beserta individunya harus mampu bersaing satu sama lain
baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang menjadi
esensi dari globalisasi tak jarang memiliki pengaruh dan dampak yang
negatif pula jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari
globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang
ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak multidimensi. Globalisasi memang
menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan menarik gerbonggerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.Bidang pendidikan pun juga
tidak luput dari efek yang ditimbulkan dari globalisasi. Isu yang digulirkan untuk
pendidikan adalah kompetensi bagi setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan
maupun keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh institusi pendidikan. Jika dilihat
sekilas, muatan nilai yang terdapat dalam agenda globalisasi nampak universal dan tidak
memiliki dampak negatif. Namun jika ditelaah standard kompetensi dan keunggulan
kompetitif yang seperti apa inilah yang perlu dicermati dengan seksama.
Faktanya, standard tersebut tampak di permukaan ditentukan oleh dunia internasional
melalui lembaga internasional semacam UNESCO atau yang sejenis dan menjadi sebuah
kesepakatan dunia, akan tetapi ada sisi gelap yang belum terkuak yaitu pihak perumus
standard tersebut adalah negara Eropa dan Amerika. Bagi kalangan masyarakat awam,
kedua kawasan (Eropa dan Amerika) tersebut masih relevan menjadi kiblat peradaban
modern dan mapan. Dikatakan demikian karena penampakan yang ada dan diopinikan
dengan sistematis bahwa Amerika dan Eropa telah berhasil menjadi negara yang unggul
dibandingkan negara lainnya dan menampakkan gambaran kesejahteran dan
kemakmuran yang dirasakan oleh setiap orang yang berada di kawasan tersebut.
Pandangan akan kemilau keberhasilan Amerika dan Eropa membangun peradaban
modernnya yang didalamnya juga terdapat pola pendidikan diasumsikan terbaik tidak
hanya bagi masyarakat awam. Negara-negara di dunia ketiga yang notabene banyak
diantaranya adalah negeri-negeri muslim silau dengan keberhasilan pendidikan di kedua
kawasan tersebut dan menjadikannya benchmark / patokan untuk pengembangan
pendidikan di negaranya masing-masing.
Perlu diketahui bersama, sisi gelap dalam pola pendidikan yang dirumuskan oleh
Amerika dan Eropa yaitu tidak adanya muatan nilai ruhiyah, dan lebih mengedepankan
logika materialisme serta memisahkan antara agama dengan kehidupan yang dalam hal
ini sering disebut paham Sekulerisme. Implikasi yang bisa dirasakan namun jarang
disadari adalah adanya degradasi moral yang dialami oleh anak bangsa. Banyak kasus
buruk dunia pendidikan yang mencuat di permukaan dimuat oleh beberapa media massa
cukup meresahkan semua pihak yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa
yang lebih baik.
Ambillah contoh, baru-baru ini seluruh pelajar SMA di Indonesia melangsungkan Ujian
Akhir Nasional. Standard kelulusan yang ditetapkan Mendiknas tiap tahunnya dinaikkan
mulai dari 3,00 pada tahun 2003 hingga 5,25 pada 2008 ini. Penetapan standard ini
sebagai implementasi penyetaraan kompetensi pelajar Indonesia dengan pelajar

Internasional. Tapi di tataran praktik, banyak terjadi fenomena paradoks dan fakta yang
ironis. Seperti anak yang dikenal pintar ternyata tidak lulus UAN dengan berbagai alasan,
belum lagi variasi kecurangan selama UAN berlangsung yang ternyata tidak dominasi
pelajar tapi juga sampai pada jajaran guru dan sekolah untuk mengelabui dan mengejar
standard kelulusan.(JawaPos, 23/04/2008)
Juga, Indonesia diketahui sebagai negara pada urutan ketujuh dunia sebagai negara
pengakses situs-situs porno. Lebih jauh lagi, dibahas didalamnya ternyata sebagai
pengakses situs porno dari Indonesia dari kalangan pelajar. Prosentase terbesar diduduki
oleh pelajar SMA sejumlah 38% diikuti oleh mahasiswa sebesar 33,6% dan ternyata dari
kalangan siswa SMP juga menjadi pengakses situs porno17,3% sisanya sebesar 11%
ditempati oleh masyarakat non pelajar.
Kasus parah lainnya yang tampak sebagai indikator degradasi moral dalam pandangan
umum adalah tawuran yang sering dilakukan di kalangan pelajar ternyata juga
merambah di kalangan mahasiswa. Padahal jika memandang secara idealnya,
seharusnya semakin tinggi jenjang pendidikan yang dilalui oleh anak didik semestinya
yang bersangkutan mengedepankan etika dan logika-rasional akademisi. Maksudnya
mahasiswa sebagai insan pendidikan yang menjalani jenjang tertinggi tidak seharusnya
terbawa emosi sehingga berujung pada tawuran. Peristiwa yang sering terjadi di kota
Jakarta, maupun Makassar, Medan, Palu itu yang tampak, mungkin akan banyak lagi
yang belum terjangkau liputan media massa sehingga tidak tampak di permukaan.
Beberapa contoh kasus diatas merupakan efek negatif dari pola pendidikan yang
diadopsi Indonesia dari negara acuannya yaitu Eropa dan Amerika. Dikatakan berefek
negatif karena ditinjau secara kebijakan makro, pendidikan Barat tidak lepas dari
kerangka berpikir pada ideologi kapitalisme. Padahal sudah banyak dikupas habis
banyaknya kelemahan dan keburukan pada ideology kapitalisme sebagai buah tangan
manusia. Sedangkan jika ditinjau secara mikro, permasalahan tidak adanya link and
match antara materi yang didapatkan di bangku sekolah dengan realitas yang ada di
lapangan. Sehingga anak didik sering mengalami kebingungan sesuai menyelesaikan
masa studi dan mulai memasuki masyarakat. Lulusan institusi pendidikan belum sempat
menentukan langkah sudah tenggelam dengan hiruk pikuknya tata kehidupan
materialistik.
Selain itu, esensi materi pendidikan yang distandardisasi (baca : ditiru) dari Barat
bermuatan budaya dan pemikiran yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Indikasi yang
bisa dijumpai, masih diajarkannya teori evolusi Darwin tanpa diimbangi dengan
pemahaman Islam terhadapnya. Hukum kekekalan massa pada fisika yang juga
semestinya dinilai secara kritis dalam pandangan Islam oleh gurunya. Belum lagi
pelajaran yang berkaitan dengan sosial-ekonomi yang bisa dikatakan sekitar 85% tidak
sesuai dengan Syariat Islam. Ditambah lagi mata pelajaran agama yang diajarkan di
sekolah maupun pendidikan tinggi cuma +2 jam dalam seminggu. Itupun materi ajarnya
menjenuhkan artinya dari mulai Sekolah Dasar hingga Pendidikan Tinggi
pembahasannya berputar permasalahan ibadah mahdloh seputar thoharoh, sholat dan
shuam. Sedangkan permasalahan interaksi manusia (muamalat) hampir tidak ada sama
sekali.
Derasnya serangan tsaqofah Barat seperti sikap hedonistik dengan implikasinya berupa
gaya hidup hura-hura, konsumeristik, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas,
individualistik, kebebasan yang salah arah dan lepas kendali serta tampilan pada anak
didik sebagai generasi permisif dan anarkis yang telah disebutkan diatas secara eksplisit
wujudnya. Serangan tersebut berakibat pada pengaruh dan peran pendidik umat (guru)
menurun drastic sehingga pendidik umat secara perlahan-lahan kehilangan kewibawaan
dan keteladanan di tengah-tengah anak didik.

Akhirnya kita dihadapkan pada perkara inti yaitu bagaimana gambaran pola pendidikan
Islam ? bagaimana pula sosok pendidik umat yang dibutuhkan untuk membangun
kepribadian Islam pada anak didik kaum muslimin?. Pertanyaan ini akan mudah untuk
dijawab jika kita memiliki pedoman yang jelas dan kembali pada Al-Quran dan Sunnah
serta ber-azzam (bertekad kuat) untuk menggali dan mengeksplorasi khazanah Islam
sebagai fundamendal pendidikan generasi muda yang handal. Karena sungguh didalam
Al-Quran Sunnah telah dijelaskan dengan mendalam segala aspek kehidupan termasuk
aspek pendidikan. Maka dari itu penulis mencoba akan menguraikan pada penjelasan
berikut ini.
ARAH DAN PILAR PENDIDIKAN ISLAM
Kerusakan yang lama ada pada pola pendidikan di negara Barat sepatutnya ditinggalkan
oleh kaum muslimin. Kerusakan tersebut timbul dikarenakan tidak adanya muatan
ruhiyah dalam penelitian dan pengembangan sains dan teknologinya. Sehingga dampak
yang bisa dirasakan, pola pendidikan tersebut menghasilkan output berpikir dan bersikap
berdasarkan pada prinsip materialisme dengan menanggalkan prinsip syariat Islam. Dari
sinilah problem sosial kemasyarakatan muncul dan kerusakan tatanan kehidupan.
sebagaimana telah disitir dalam ayat berikut ini
Telah nyata kerusakan didaratan dan dilautan oleh karena tangan tangan manusia .
(Ar- Rum : 41).
Segala urusan dunia jika solusinya diserahkan pada hasil pemikiran manusia tanpa
melibatkan hukum-hukum Allah didalamnya, maka solusi tersebut tidak bisa
menuntaskan masalah. Sehingga yang terjadi adalah fenomena tambal sulam ataupun
gali lubang, tutup lubang atas masalah yang ada. Maka dari itu jika ingin menyelesaikan
masalah tanpa masalah termasuk pendidikan harus berujung pangkal pada Islam.
Islam diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad tidak sekadar melakukan
perbaikan akhlaq. Namun lebih jauh lagi, turunnya Islam menjadi penyempurna dari
semua agama yang ada dan memuat semua tata aturan kehidupan secara paripurna.
Islam menjelaskan aturan mulai dari masuk kamar mandi hingga masuk parlemen, mulai
dari menegakkan sholat hingga menegakkan Negara Islam. Demikian pula, Islam
menjelaskan secara total bagaimana kaidah pendidikan sesuai dengan Khitab As-Syaari.
Jadi sangat disayangkan jika kaum muslimin berpaling dari Islam malah meniru total
pendidikan ala Barat karena silau dengan kemajuannya.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang
nyata bagimu. (Al-Baqoroh : 208)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata(QS.Al-Ahzab : 36)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)? (QS.An-Nisa: )
Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti mampu membangun peradaban manusia
yang khas dan mampu menjadi pencerah serta penerang hampir seluruh dunia dari
masa-masa kegelapan dan kejayaannya +13 abad lamanya. Factor paling menentukan
atas kegemilangan Islam membangun peradaban dunia adalah keimanan dan
keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun dikotomi atas kedua factor tersebut dalam

pola pendidikan yang diterapkan. Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak
diragukan kehandalannya hingga kini.
Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran
dunia namun beliau juga faqih ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokohtokoh dunia dengan perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan
sains dan teknologi berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi),
Ibnu Khawarizm (bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan AlBiruni (Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia),
Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka dikenal
tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui kepakarannya pula di
bidang ilmu diniyyah.
Kalau begitu pola pendidikan seperti apa yang mampu mencetak generasi islam
berkualitas sekaliber tokoh-tokoh dunia tersebut? Penting kiranya menyatukan persepsi
tentang pendidikan sesuai kaidah Syara. Hakekat pendidikan adalah proses manusia
untuk menjadi sempurna yang diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan
pendidikan sebagai proses menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan,
sebab puncak kesempurnaan itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah
SAW. Karena itu, keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian
kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal. Setelah diketahui hakikat
pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan tujuan dari pendidikan Islam yang
diinginkan yaitu :
Membangun kepribadian islami yang terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat yaitu
dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami
kedalam akal dan jiwa anak didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum
oleh Negara.
Mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang alim dan faqih di setiap aspek
kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari
sains dan teknologi (kimia, fisika, kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan
mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang
berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
Kedua tujuan dari pola pendidikan Islam bisa terlaksana jika ditopang dengan pilar yang
akan menjaga keberlangsungan dari pendidikan Islam tersebut. Pilar penopang
pendidikan Islam yang dibutuhkan untuk bekerja sinergis terdiri dari :
Keluarga
Dalam pandangan Islam, keluarga merupakan gerbang utama dan pertama yang
membukakan pengetahuan atas segala sesuatu yang dipahami oleh anak-anak.
Keluarga-lah yang memiliki andil besar dalam menanamkan prinsip-prinsip keimanan
yang kokoh sebagai dasar bagi si anak untuk menjalani aktivitas hidupnya. Berikutnya,
mengantarkan dan mendampingi anak meraih dan mengamalkan ilmu setingggitingginya dalam koridor taqwa. Jadi keluarga harus menyadari memiliki beban tanggung
jawab yang pertama untuk membentuk pola akal dan jiwa yang Islami bagi anak.
Singkatnya, keluarga sebagai cermin keteladanan bagi generasi baru. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda :

Setiap anak dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak
itu beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhari)


Ridho Tuhan terletak pada ridho orang tua, demikian juga kemurkaan Tuhan terletak
pada kemurkaan orang tua. (HR.Al-Bukhori no.6521)
Masyarakat
Pendidikan generasi merupakan aktivitas yang berkelanjutan tanpa akhir dan sepanjang
hayat manusia. Oleh karena itu, pola pendidikan Islam tidak berhenti dan terbatas pada
pendidikan formal (sekolah), namun justru pendidikan generasi Islami yang bersifat non
formal di tengah masyarakat harus beratmosfer Islam pula. Kajian tsaqofah islam serta
ilmu pengetahuan dan sarana penunjangnya menuntut peran aktif dari masyarakat pula.
Ada beberapa peran yang bisa dimainkan masyarakat sebagai pilar penopang pendidikan
generasi islami yaitu sebagai control penyelenggaraan pendidikan oleh negara dan
laboratorium permasalahan kehidupan yang kompleks.


Ambillah hikmah yang kamu dengan dari siapa saja, sebab hikmah itu kadang-kadang
diucapkan oleh seseorang yang bukan ahli hikmah. Bukankah ada lemparan yang
mengenai sasaran tanpa disengaja? (HR. Al-Askari dari Anas ra dalam kitab Kashful
Khafa Jilid II, h.62))


Hikmah laksana hak milik seorag mukmin yang hilang. Dimanapun ia mejumpainya,
disana ia mengambilnya (HR. Al-Askari dari Anas ra)
Madrasah
Tempat untuk mengkaji keilmuan lebih intensif dan sistematis terletak pada Madrasah.
Semasa Rasulullah SAW, masjid-masjid yang didirikan kaum muslimin menjadi lembaga
pendidikan formal bagi semua manusia. Didalamnya tidak semata-mata membahas ilmu
diniyah, namun juga ilmu terapan. Rasulullah menjadikan masjid untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Islam, tapi penyusunan strategi perang pun juga seringkali dilakukan oleh
Rasulullah SAW bersama para sahabat didalam masjid. Sedangkan dimasa modern saat
ini pendidikan bisa dialihkan yang semula masjid ke tempat dengan fasilitas yang
menunjang dalam proses pembelajaran lebih efektif baik itu sekolah maupun perguruan
tinggi. Hal ini sah-sah saja dan tidak bisa dianggap sebagai upaya memisahkan anak
didik dari masjid.
Peradaban Islam mengalami puncak kegemilangan pada saat Bani Abbasiyah
memegang tampuk kekuasaan dalam system pemerintah Khilafah Islamiyah. Sepanjang
pemerintahan Khilafah Abbasiyah, perhatian sangat besar diberikan pada pengembangan
ilmu pengetahuan dengan pola pendidikan islami. Sejarah mencatat berdirinya Bait AlHikmah sebagai madrasah dengan jenjang pendidikannya yang sistematis. Bait AlHikmah dibangun oleh Khalifah Al-Mamun yang dikenal sebagai khalifah pencinta ilmu
pengetahuan. Dari Bait Al-Hikmah inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang telah
disebutkan sebelumnya. Juga Bait Al-Hikmah lah menjadi mercusuar ilmu pengetahuan
yang didatangi oleh semua orang dari segala penjuru dunia termasuk Barat. Dan
munculnya Renaissance di Eropa terjadi setelah banyak orang Eropa menggali ilmu
pengetahuan dari bait Al-Hikmah.

Sistematika pendidikan islam yang bisa diterapkan dalam madrasah dikelompokkan


secara berjenjang (marhalah) yang harus memperhatikan fakta anak didik di setiap
tingkatan. Tentunya bobot yang diberikan disetiap tingkatan memiliki komposisi yang
berbeda namun proporsional. Sedangkan keberhasilan sistematika pendidikan islami
yang ada pada madrasah tergantung pada para tenaga pendidiknya. Perkembangan
sikap dan pemahaman yang terdapat pada anak didik merupakan tanggung jawab
terbesar pada para tenaga pendidik. Lebih dari itu, syakhsiyah Islamiyah yang dicitacitakan pada anak didik menjadi sempurna apabila para tenaga pendidiknya lebih dahulu
memiliki syakhsiyah islamiyah tersebut dan mampu meningkatkan secara berkelanjutan.
Madrasah meletakkan harapan besar kepada para tenaga pendidik untuk memberikan
proses yang tidak sekadar transfer of knowledge tapi juga cultivate of spirit and value.
Maka dari itu arti guru yaitu digugu dan ditiru benar-benar bisa terlaksana dan terjaga
dengan baik.
Negara
Negara sebagai pilar penopang bisa mewujudkan pola pendidikan Islami akan lebih
optimal, efektif dan sempurna jika didukung dengan semua kebijakan yang dikeluarkan
terhadap aspek kehidupan ini berlandaskan syariat Islam. Peran yang bisa diambil oleh
Negara dalam mewujudkan pola pendidikan Islami diantaranya :
Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan
(sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap paham-paham sesat dan
menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya
tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat
liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam.
Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa
ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga
pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para
tenaga pendidik agar mereka bisa focus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi
anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Menyajikan content pendidikan dengan prinsip al Fikru lil Amal (Link and Match / ilmu
yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi
(tidak bisa diterapkan) sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin
untuk mendalaminya.
Tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar. Karena
hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh Negara. Allah
mengamanahkan penguasa negara untuk benar-benar memenuhi kebutuhan umat tanpa
syarat termasuk pendidikan.


Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan diminta
pertanggungjawaban atas gembalaannya. (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud,
dari Ibnu Umar)

PERAN PENDIDIK DALAM ISLAMIC CHARACTER BUILDING


Rasulullah SAW selaku penyampai risala Islam yang mulia merupakan cerminan yang
komprehensif untuk mencapai kesempurnaan sikap, prilaku, dan pola pikir. Bahkan
sayyidah Aisyah tatkala ditanya oleh beberapa sahabat mengenai pribadi Rasulullah SAW

menyebutkan bahwa Rasulullah itu adalah Al-Quran berjalan. Artinya semua kaidah
kehidupan yang ditetapkan islam melalui Al-Quran semuanya contoh sudah terdapat
dan dijumpai dalam diri Rasulullah SAW. Beliau bukan hanya menjadi seorang nabi, tapi
juga kepala negara. Beliau tidak cuma sekadar bapak tapi juga guru dengan teladan
yang baik. Allah SWT sendiri telah memuji keluhuran pribadi Rasulullah SAW dalam ayatNyA: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah. (QS.Al-Ahzab : 21)
Jaminan mardhatillah akan didapatkan oleh setiap orang yang bersungguh-sungguh
menggali dan meneladani kepribadian Rasulullah. Selain itu jaminan keselamatan dan
syafaat saat hari kiamat akan diberikan Rasulullah. Jadi tidak ada keraguan lagi dan
tidak akan memilih cara lain termasuk dalam menerapkan pola pendidikan selain yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Sosok Rasulullah SAW yang menjadi pendidik sukses bisa diakui tidak cuma kalangan
dunia Islam namun juga dari komentar yang diberikan oleh kalangan Barat seperti
Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan: Muhammad
merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan
kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh
telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu
revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang
Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan
meletakkan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena -dari
sudut pragmatis- seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran
di antara pendidik. Selain itu Michael Hart dalam bukunya 100 tokoh dunia meletakkan
Rasulullah Muhammad di posisi pertama sebagai sosok paling berhasil dan tak
tergantikan oleh sosok lainnya berkaitan dengan memimpin dan mendidik umat dalam
kurun waktu singkat sehingga terwujud kehidupan yang mulia.
Wujud pendidik umat yang mampu membangun generasi islami dengan ciri yang
melekat padanya berupa pola pikir dan pola jiwa yang islami sebagaimana dicontohkan
oleh Rasulullah bisa ditinjau dari sifat seorang pendidik serta strategi pendidikan yang
dimiliki pendidik. Jika kedua hal ini dipahami dengan benar dan diimplementasikan
dengan istiqomah, niscaya generasi islami akan terwujud. Sifat Rasulullah memang yang
paling khas adalah Shiddiq, Fathonah, Tabligh, dan Amanah. Namun secara spesifik
untuk seorang pendidik, bisa dijumpai sifat yang dicontohkan Rasulullah SAW berikut
ini :
Kasih Sayang. Wajib dimiliki oleh setiap pendidik sehingga proses pembelajaran yang
diberikan menyentuh hingga ke relung kalbu. Implikasi dari sifat ini adalah pendidik
menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang dididik.
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka (QS.AlFath : 29)
Sabar. Bekal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pendidik yang sukses. Keragaman
sikap dan kemampuan memahami yang dimiliki oleh anak didik menjadi tantangan bagi
pendidik. Terutama bagi anak didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan
kesabaran yang lebih dari pendidik untuk terus mencari cara agar si anak didik bisa
setara pemahamannya dengan yang lainnya.
Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS.Al-Baqoroh : 153).

Cerdas. Seorang pendidik harus mampu menganalisis setiap masalah yang muncul dan
memberikan solusi yang tepat untuk mengembangkan anak didiknya merupakan wujud
dari sifat cerdas. Kecerdasan yang dibutuhkan tidak cuma intelektual namun juga
emosional dan spiritual.
Tawadhu. Pantang bagi seorang pendidik memiliki sifat arogan (sombong) meski itu
kepada anak didiknya. Rasulullah mencontohkan sifat tawadhu kepada siapa saja baik
kepada yang tua maupun yang lebih muda dari beliau. Sehingga tidak ada jarang yang
renggang antara pendidik dengan anak didik dan akan memudahkan pembelajaran dan
memperkuat pengaruh baik pendidik kepada anak didik karena penghormatan.29.
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat
mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.
)


(HR.Bukhori

Bijaksana. Seorang pendidik umat tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan
bahkan oleh keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada sehingga
akan mempermudah baginya memecahkan sebab-sebab permasalahan tersebut
Pemberi Maaf. Anak didik yang ditangani oleh pendidik umat tentunya tidak luput dari
kesalahan maupun sikap-sikap yang tidak terpuji lainnya. Maka dari itu pendidik umat
dituntut untuk mudah memberikan maaf meskipun ada sanksi yang diberikan kepada
anak didik yang menjadi pelaku kesalahan sebagai bagian dari edukasi.
Kepribadian yang Kuat. Sanksi bisa jadi tidak diperlukan dalam mengedukasi anak
didik jika seorang pendidik umat memiliki kepribadian yang kuat (kewibawaan, tidak
cacat moral, dan tidak diragukan kemampuannya) sehingga memunculkan apresiasi dari
anak didik, bukannya apriori. Sehingga secara otomatis bisa mencegah terjadinya
banyak kesalahan dan mampu menanamkan keyakinan dalam diri anak
Yakin terhadap Tugas Pendidikan. Rasulullah dalam menjalankan tugas mengedukasi
umat selalu optimis dan penuh keyakinan terhadap tugas yang diembannya. Patutlah
jika pendidik umat juga memiliki sifat ini yaitu yakin usaha sampai, karena Allah SWT
akan mempercepat pemberian terhadap manusia yang memiilki keyakinan tinggi
terhadap keberhasilan setiap tugas yang dilakukan. Sesuai dengan hadits Qudsi bahwa
Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.
Sifat-sifat diatas menjadi bekal dan support bagi pendidik umat untuk berhasil dalam
mengimplementasikan strategi yang disusunnya. Rasulullah sebagai pendidik memiliki
strategi pendidikan yang penting diketahui. Strategi tersebut terdiri dari metode, aksi,
dan teknik yang diperlukan dalam mendapatkan hasil yang maksimal untuk pendidikan
islami. Metode yang dilakukan Rasulullah meliputi :
Spiritual-Mentality Building. Rasulullah meletakkan pondasi mental berlandaskan
aqidah yang kuat terhadap kaum muslimin semasa itu. Karena jika pendidikan tidak

dimulai dari dalam diri, maka apapun manifestasi pendidikan tersebut hanyalah
manipulatiif. Pembentukan mental islam yang kuat akan menghindarkan anak didik dari
penyakit hati seperti benci, dengki, buruk sangka, sombong, bohong, pesimis, dsb. Jika
seseorang telah mampu mengeliminasi penyakit hati, maka orang tersebut berpotensi
besar untuk sukses.
Applicable. Allah SWT tidak pernah memerintahkan keimanan kecuali disertai dengan
tindakan nyata. Maka berawal dari kenyataan ini, Rasulullah SWT melakukan penguatan
pengetahuan teoritis dengan aplikasi praktis. Sebab akan bisa didapatkan manfaat hakiki
yang lahir dari aplikasi praktis terhadap pengetahuan teoritis tersebut.
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat
kembali yang baik (QS.Ar-Rad : 29)
Balance in Capacity. Artinya sebagai seorang pendidik yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW adalah memberikan penugasan dan menjelaskan sesuatu sesuai dengan
kemampuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anak didik. Karena, tugas yang
berlebihan akan menyebabkan seorang pendidik tersebut dijauhi dan tugasnya pun akan
ditinggalkan. Metode ini sesuai dengan hadits Rasulullah


jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka tunaikanlah sesuai dengan
kemampuan kalian (yang paling maksimal). (HR.Muslim no. 1307)

Kamu sekali-kali janganlah memberi penjelasan kepada suatu kaum, penjelasan yang
tidak bisa dijangkau oleh akan mereka, kecuali ia akan menjadi fitnah bagi sebagian
diantara mereka.(HR.Muslim)
Right Treatment for Diversity. Pendidikan Islami memerlukan tindakan tepat
terhadap keragaman anak didik. Keragaman tersebut bisa diklasifikasi berdasarkan
demografi. Rasulullah memberi perlakuan berbeda dalam mendidik antara pria dengan
wanita, antara orang badui dengan orang kota, antara orang yang baru masuk islam
dengan yang sudah lama memeluk islam. Sehingga jika tepat dalam memberi perlakuan
terhadap keragaman anak didik, apa yang disebut adil akan terwujud dari pendidik
kepada anak didik.
Priority & Thing First Thing. Kemampuan untuk membuat prioritas dan memilah yang
terpenting daripada yang penting sangat diperlukan untuk dimiliki oleh pendidik.
Prioritas dan mendahulukan hal terpenting dalam proses pendidikan islami berarti
menanamkan kebiasaan kepada anak didik bertindak efektif dan efisien. Efektif artinya
melakukan sesuatu yang benar sedangkan efisien berarti melakukan sesuatu dengan
benar.



Manfaatkan lima perkara sebelum (datang) lima perkara : masa hidupmu sebelum
(datang) matimu, masa sehatmu sebelum (datang) masa sakitmu, masa senggangmu

sebelum (datang) masa sempitmu, masa mudamu sebelum (datang) masa tuamu, dan
masa kayamu sebelum (datang) masa miskinmu. (GR. Tirmidzi)
Good Advice for Good Time. Pendidik umat harus mampu memberikan konseling
kepada anak didik yang sedang dilanda masalah ataupun berbuat kesalahan fatal tanpa
disadarinya. Ada yang perlu diperhatikan dalam pemberian nasehat/advice kepada anak
didik yaitu kuantitas dan timing. Kuantitas maksudnya nasihat yang diberikan tidak
banyak namun terkontrol dalam pelaksanaan pada anak didiknya. Jika terjadi
pengabaian pada nasihat pertama, maka bisa kemudian diberi nasehat yang selanjutnya
dan lebih berbobot. Lantas, mengenai waktu/timing penyampaian nasihat harus tepat.
Pemilihan waktu yang tepat saat memberikan nasehat akan memberikan dampak
perubahan yang luar biasa kepada anak didik.
Achievement Motivation.Motivasi berprestasi penting artinya dimasukkan dalam
proses pendidikan islami karena mengandung dorongan positif yang kuat dari dalam diri
manusia berefek pada sikap dan tindakannya mengarah pada hal yang positif pula.
Sehingga kebajikan lebih dominan dan mampu melenyapkan keburukan sesuai dengan
ayat Al-Quran :
.Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatanperbuatan yang buruk...(QS.Huud:114)
Coercive and Reward.Sanksi dan Penghargaan bisa dianggap sebagai upaya
memotivasi anak didik. Ada kalanya anak didik berbuat baik karena takut dihukum dan
ada yang memang menginginkan mendapat pujian dari gurunya. Sedangkan Rasulullah
SAW mencontohkan mengedepankan penghargaan ketimbang sanksi karena Allah SWT
mengutamakan menerima karena suka daripada karena takut. Menerima karena suka
akan memunculkan kerinduan untuk melakukan apa yang diperintahkan dengan lapang
dada.
Self-Evaluation. Rasulullah mengajarkan kepada kaum muslimin waktu itu dalam
metode pendidikan yang beliau jalankan adalah evaluasi diri (muhasabah). Anak didik
yang selalu diajak untuk melakukan evaluasi diri dalam keterlibatannya pada proses
pendidikan islami akan memacu diri anak didik untuk melakukan perbaikan sehingga
akan didapatkan peningkatan performance (kinerja) yang lebih baik lagi.
Sustainable Transfer.Pendidikan islami merupakan pembentukan diri dan prilaku yang
tidak bisa didapatkan dalam waktu sekejap. Butuh kesinambungan proses baik transfer
maupun control terhadap hasilnya. Proses pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah
juga berjalan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Waktu 13 tahun dihabiskan
selama di Makkah dan dilanjutkan di Madinah di sisa usia beliau hingga kembali ke
haribaan tidak pernah berhenti untuk terus dan terus mendidik umat.
Penjelasan singkat mengenai keteladanan Rasulullah SAW bagi pendidik umat bisa
menjadi bekal untuk melakukan perbaikan mutu sikap dan pikir anak didik sesuai
dengan syariat Islam. Sebenarnya masih sangat luas sekali-hingga tak terhitung
jumlahnya-,keteladanan yang diberikan Rasulullah SAW. Tapi sekali lagi, jika kita mau
dan bertekad keras untuk memulai dari yang sedikit dulu namun istiqomah dan ada
peningkatan bertahap kelak kemudian hari dari apa-apa yang telah dicontohkan
Rasulullah, insya Allah akan menghasilkan kualitas anak didik yang tidak diragukan lagi
kehandalannya.
KHATIMAH
Pembangunan dan pembentukan generasi islam berkualitas sebagaimana para sahabat,
tabiin, tabiin-tabiat dan ulama-ulama kenamaan merupakan bukti keberhasilan pola

pendidikan islami. Generasi islam dinilai berkualitas apabila terbentuk pola pikir dan pola
jiwa berlandaskan pada aqidah Islam yang kuat sehingga mampu mengintegrasikan
keimanan dan kompetensi pada diri anak didik. Pola pendidikan islami sudah ada
semenjak Rasulullah SAW hidup dan beliaulah yang meletakkan pondasinya dengan
banyak keteladanan yang bisa diambil. Dengan dihasilkannya generasi islami juga akan
didapati peradaban mulia seperti yang sudah tercatat dalam sejarah dunia tentang
kegemilangan peradaban islam mengubah dunia dari kegelapan menuju pencerahan
hakiki. Pendidikan islami mampu membuktikan janji Allah SWT dengan munculnya umat
terbaik sesuai dengan ayat al-Quran :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS. Ali Imron : 110)


Sesungguhnya yang terbaik dari kalangan kamu ialah sezaman denganku, kemudian
orang yang hidup selepas zaman aku, setelah itu orang yang hidup selepas mereka.
(HR. Al-Bukhori no. 1496)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Hafidz., Membangun Kepribadian Pendidik Umat, WADI Press,
2008Ahmed, Shabir., Anas Abdul Muntaqim., Abdul Satar., Islam dan Ilmu Pengetahuan,
Penerbit Al-Izzah, 1999
Al-Baghdadi, Abdurrahman., Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Penerbit AlIzzah, 1996
Asari, Hasan., Menyingkap Zaman Keemasan Islam : Kajian Atas Lembaga-Lembaga
Pendidikan, Mizan, 1994
Hizbut Tahrir Indonesia, Membangun Generasi Berkualitas Dengan Perspektif Islam,
2003
Hizbut Tahrir Indonesia, Generasi Cerdas, Generasi Peduli Bangsa : Solusi Tuntas Krisis
Kepemimpinan, Proceedings Lokakarya Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004
Lukman, H. Fahmy. Syariat Islam dalam Kebijakan Pendidikan, www.icmimuda.org, 2006
Yasin, Abu., Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Pustaka Thariqul Izzah, 2004

Anda mungkin juga menyukai