Anda di halaman 1dari 2

1.

Sifat dasar obat


A. Sifat Fisik Obat
Obat mungkin berbentuk padat pada suhu kamar ( mis., aspirin, atropin ), cairan
( mis., nikotin, etanol ), atau gas ( mis., nitrat oksida ). Faktor-faktor ini sering
menentukan rute pemberian terbaik. Berbagai kelas senyawa organik-karbohidrat,
protein, lemak, dan konstituen-konstituen mereka- semua direpresentasikan dalam
farmakologi.
Sejumlah obat yang berguna atau berbahaya adalah unsur inorganik, mis.
Litium, besi, dan logam berat. Banyak obat organik adalah asam atau basa lemah.
Kenyataan ini memiliki dampak penting terhadapa cara obat ditangani oleh tubuh,
karena perbedaan pH di berbagai komponen tubuh dapa mengubah derajat ionisasi
obat-obat tersebut. (katzung, 2013)
B. Ukuran Obat
Ukuran molekular obat berbeda dari sangat kecil (ion litium, BM 7) hingga sangat
besar ( mis., alteplase [t-PA], suatu protein dengan BM 59.050). Namun, sebagian
obat memiliki berat molekul antara 100 dan 1000. Batas bawah dari kisaran
sempit ini mungkin ditentukan oleh kebutuhan akan spesifitas kerja. Agar benarbenar pas ke salah satu reseptor, molekul obat harus memiliki bentuk, muatan,
dan sifat lain yang unik, untuk mencegahnya berikatan dengan reseptor lain.
Untuk mencapai pengikatan yang selektif tersebut, tampaknya suatu molekul
umunya harus memiliki ukuran paling sedikit 10 satuan BM. Batas atas berat
molekul terutama ditentukan oleh kebutuhan bahwa obat harus mampu berpindah
di dalam tubuh ( mis., dari tempat pemberian ke tempat kerja). Obat yang jauh
lebih besar dari 1000 BM tidak mudah berdifusi antara kompratemenkompartemen tubuh. Karena itu, obat yang sangat besar (biasanya protein) sering
harus diberikan secara langsung ke dalam kompartemen temat mereka berefek.
Pada kasu alteplase, suatu enzim pelarut bekuan, obat diberikan secara langsung
ke dalam kompartemen vaskular melalui infus intra-arteri atau intra vena.
(katzung, 2013)
C. Reaktivitas Obat dan Ikatan Obat-Reseptor
Obat berinteraksi dengan reseptornya melalui gaya atau ikatan kimia.
Ikatan ini terdiri dari tiga tipe utama: kovalen, elektrostatik, dan hidrofobik. Ikatan
kovalen sangat kuat, terbentuk antara gugus asetil asam asetilslisilat (aspirin) dan
siklo-oksigenase, enzim sasarannya di trombosit, tidak mudah dilepaskan. Efek
aspirin yang menghambat agregasi trombosit bertahan lama setelas asam
asetilsalisilat bebas telah lenyap dari aliran darah ( sekitar 15 menit)dan
dikembalikan hanya oleh sintesis enzim baru di trombosit baru, suatu proses yang
memerlukan waktu beberapa hari.

Dalam interaksi obat-resepror, ikatan elektostatik jauh lebih sering terjadi


daripada ikatan kovalen. Ikatan elektrostatik bervariasi dari ikatan kuat antara
molekul-molekul ionik yang bermuatan permanen hingga ikatan hidrogen yang
lebih lemah dan interaksi dipol yang sangat lemah, misalnya gaya van der waals
dan fenomena-fenomena serupa. Iktan elektrostatik lenih lemah daripada ikatan
kovalen.
Ikatan hidrofobik biasanya cukup lemah dan mungkin penting dalam
interaksi obat-obat yang sangat larut lemak dengan lemak membran sel dan
mungkin dalam interaksi obat dengan dinding internal kantung reseptor.
Sifat spesifik suatu ikatan obat-reseptor relatif kurang penting
dibandingkan dengan kenyataan bahwa obat yang berikatan mealui ikatan lemah
ke reseptornya umunya lebih selektif dibanding dengan obat yang berikatan
melalui ikatan yang sangat kuat. Hal ini karena ikatan lemah memerlukan derajat
kecocokan obat yang tinggi dengan reseptornya agar dapat terjadi interaksi.
(katzung, 2013)

D. Bentuk Obat
Bentuk molekul suatu obat harus sedemikian sehingga memungkinkannya
berikatan dengan reseptornya. Secara optimal, bentuk obat bersifat komplementer
dengan bentuk reseptor seperti kunci dan gemboknya. Selain itu, fenomena
chirality ( stereosomerisme ) sedemikian sering terjadi dalam biologi sehingga
lebih dari separuh obat yang bermanfaat adalah molekul chiral; yaitu mereka
dapat berada sebagai pasangan enantiomerik. Obat dengan dua pusat asimetrik
memiliki 4 diastereomer. (katzung, 2013)

Anda mungkin juga menyukai