Anda di halaman 1dari 11

ada penderita cedera kepala akut, penyebab utama rusaknya otak adalah cedera

mekanik, odem, perdarahan dan iskemik otak.


Odem dan iskemik otak merupakan tanggung jawab ahli anestesi.
Kerusakan otak akibat cedera kepala akut dibagi atas cedera primer dan sekunder.
Cedera primer terjadi pada saat peristiwa hingga tidak bisa diminimalisir sementara
cedera sekunder bisa, oleh sebab faktor intrakranial (hematom odem) dan faktor
sistemik (hipoksia, hiperkalemia, hipotensi, hipertensi dll) masih mungkin
diminimalisir.
Pasien yang semula sesudah kejadian trauma sadar dan bisa bicara dengan baik
kemudian memburuk dan meninggal sudah dapat diduga akibat cedera sekunder.
Intervensi aktif dalam mengelola penderita sangat dibutuhkan dalam mencari dan
mengkoreksi kedua faktor tersebut. Oleh sebab itu kehadiran ahli anestesi bukan
hanya dibutuhkan dalam rangkaian pembedahan tetapi juga pada cedera kepala akut
yang tak memerlukan pembedahan mulai ditempat kejadian transportasi, unit gawat
darurat & ICU.
Dalam rangka pembedahan untuk mengevakuasi hematom intrakranial, seorang ahli
anestesi selalu berhati-hati mengendalikan ICP dengan segala cara mencegah dengan
mengatasinya agar otak penderita cukup relaks dengan demikian ahli bedah tak
membuat trauma yang banyak dengan retraktornya.
Bayangkan bila otak yang membengkak keluar dari sarangnya teriris oleh pinggiran
tulang tengkorak dan tak bisa direposisi lagi. Tetapi dalam pembedahan non
craniotomi (laparatomi, adanya ruptur lien atau hepar) pada penderita cedera kepala
akut dengan odem otak yang difus diperlakukan dengan prosedur anestesi biasa
memang otak tidak akan keluar dari sangkarnya tetapi tidak terbayangkan nyawa
penderita
akan
terancam
akibat ICP tidak terkontrol.
Demi keselamatan penderita dengan cedera kepala akut seorang ahli anestesi harus
mampu memberi proteksi otak penderita dengan mengendalikan ICP, volume otak,
mencegah iskemik dan mengurangi perdarahan baik dalam pembedahan maupun
diluar pembedahan.
EVALUASI DAN PERSIAPAN PRA OPERATIP

Ini adalah bagian yang


sangat mendukung keberhasilan proses anestesi selanjutnya. Penderita dengan GCS <
8, ICP > 20, mmHg tekanan darah sistolik < 80 mmHg, internal kejadian dan tindakan
> 8 jam adalah gambaran prognosa yang jelek.
Langkah pertama harus cepat mendeteksi dan mengkoreksi adanya hipoksia dan
hipotensi oleh karena kedua faktor ini paling sering sebagai penyebab berkembangnya
cedera sekunder yang pada akhirnya menimbulkan iskemik dan kerusakan otak.
Hampir 65% penderita CKB dengan bernapas spontan dalam keadaan hipoksemia.
Penyebab sentral yang paling sering adalah kenaikan yang masif dari ICP, atau
kerusakan lokal dipusat pernafasan pada brainstem. Kenaikan ICP bisa oleh karena
odem otak yang difus atau desakan hematom yang meluas.
Obstruksi jalan napas oleh sebab jatuhnya lidah kebelakang, bekuan darah maupun
muntah-muntah yang teraspirasi merupakan penyebab tersering.
Menarik mandibula kebelakang memasang pipa oroparing yang sesuai, membersihkan
muntahan/debris dapat memperbaiki kebebasan jalan napas.
Trauma pada dinding dada/abdomen cukup riskan menyebabkan pneumo torak,
himatotorak maupun fraktur iga yang membuat penderita sulit/sakit bernapas dalam
hal ini foto torak suatu keharusan. Pengendalian jalan napas dengan ventilasi dapat
dicapai melalui intubasi endotrakeal, kritotirotomi atau trakeostomi.
Intubasi sendiri punya resiko untuk menaikkan ICP dan memperburuk cedera leher
(kurang lebih 20% pada CKB).

Namun dalam kondisi hipoksia dan hiperkarbia yang mengancam, intubasi merupakan
suatu keharusan cuma harus hati-hati.
Penderita dengan GCS < 8 pernapasan irregular merupakan indikasi untuk intubasi.
Perlu diperhatikan jangan melakukan intubasi nasotrakeal pada penderita fraktur basis
cranii.
Hipotensi pada umumnya oleh karena hipovolemia, jarang oleh karena cedera kepala
akut semata kemungkinan ada multiple trauma pada torak (hemotorak), abdomen
(ruptur lien/hepar) atau pelvis.
Dalam hal tak ditemukan trauma diluar kepala kemungkinan ada cedera batang otak,
bagi bayi dengan SDH yang luas atau stadium terminal.
Penurunan tekanan darah dengan kenaikan ICP akan memperburuk perfusi otak oleh
karena kita ketahui CPP = MAP ICP. Semakin turun MAP semakin tinggi ICP
semakin jelek perfusi (CPP).
Dalam hal etiologi hipotensi meragukan anggap saja sebagai hipovolemia dan segera
koreksi dengan kristaloid, koloid dan jangan dengan dextrose.
Oleh karena akan menyebabkan serebral odem, laktat asidosis. Pada trauma kepala
akut diusahakan dehidrasi tapi CVP normal, hematokrit antara (30-35%), produksi
urin 1-2 ml/ kg BB/jam.
Hipertensi yang ringan tak perlu dikoreksi karena merupakan kompensasi untuk
mempertahankan CBF karena CBF menurun kurang lebih 50% dalam 24 jam pertama
cedera kepala akut.
Hipertensi dengan MAP > 130 140 mmHg harus diterapi, karena akan
meningkatkan ICP dan odem otak. Lebih terpilih alpha bloker karena penyebabnya
hiper aktivitas syaraf simpatis dan efek serebral minimal.
Pengendalian ICP adalah mutlak karena meningkatnya ICP akan memperburuk perfusi
otak.
Trias cushing (hipertensi, bradikardi & melambatnya respirasi) merupakan gejala
spesifik kenaikan ICP.

Penderita dengan GCS < 8, atau GCS 8 12 yang memerlukan terapi cairan yang
banyak perlu monitoring ICP.
Teknik hiperventilasi adalah jalan tercepat dan sangat efektif menurunkan ICP
merupakan tindakan life saving pada hipertensi intrakranial akut. Perlu diketahui pada
periode 24 jam pertama cedera kepala akut, selalu disertai kurang lebih 50%
penurunan CBF untuk ini diusahakan PaCO2 tak lebih rendah dari 35 mmHg
mencegah iskemik cerebri.
Pemberian osmotik diuretik dan loop diuretik diharapkan dapat mengurangi air
jaringan otak. Pemberian manitol 20% ( 0,25 1) g/kg BB selama 15-25 menit bila
perlu diulangi setiap 4 jam pada kenaikan ICP yang persistent.
Manitol bisa mengurangi viskositas darah yang menyebabkan vasokonstriksi
vasocerebral sehingga bisa menurunkanICP.
Dengan viskositas darah yang rendah memudahkan transport O2 dan pengeluaran
CO2. Usahakan osmolaritas sekitar (300-215) mosm/1, sebab dibawah 300 mosm/1
tidak efektif sementara lebih besar dari 350 mosm/1 menyebabkan disfungsi renalis
dan neurologis.
Jangan berikan manitol bila ada hipotensi/hipovolemik. Pemberian furesemid
intravena 15 menit setelah manitol akan memperkuat efek manitol dan dapat
mencegah rebound pnphenomen (peningkatan ICP dan CBV) serta punya efek
mengurangi kecepatan produksi CSF dengan memblokkir karbonik anhidrase.
Mobilisasi penderita harus hati-hati, setiap perubahan posisi (hiperekstensi,
hiperfleksi, rotasi kepala) serta posisi tredelenburg akan mengganggu drainage
serebral dengan meningkatnya ICP.
PENGELOLAAN ANESTESI
Prinsip dasar/pengelolaan anestesi pada cedera kepala akut:
a.
Optimalisasi
perfusi
b.
Mencegah
iskemik
c. Menghindari teknik dan obat-obat yang bisa menaikkan ICP.
Ini bisa dicapai dengan jalan Menjaga stabilisasi hemodinamik yang optimal.

otak
otak

Bebasnya jalan napas dan ventilasi kendali untuk menjamin oksigenasi yang adekwat
dan hiporkarbia.
Menghindari faktor-faktor yang meningkatkan tekanan vena serebral antara lain :
a. Batuk dan mengejan.
b. Posisi kepala yang ekstrim, yang menimbulkan obstruksi vena besar dileher
(hyperfleksi,hyperekstensi,rotasi dan posisi kepala lebih rendah).
c. Tekanan pada abdomen atau tahanan pengembangan torak.
d. Kanulasi vena jugularis interna untuk pemasangan CVP.
e. Obat-obat yang meningkatkan ICP.
PREMEDIKASI
Cukup memberikan anti kolinergik untuk mencegah sekresi yang berlebihan tidak
perlu memberikan sedasi yang mungkin membuat depresi respirasi yang akan
meningkatkan PaCO2 apalagi obat-obat narkotik.
Glicopirolate tampaknya terpilih sebagai anti sekresi oleh karena sedikit pengaruhnya
pada jantung.
INDUKSI
Induksi yang ideal adalah menghindari kenaikan tekanan darah maupun kenaikan ICP.
Untuk itu hindari hal-hal yang menimbulkan rasa nyeri (pemasangan infus,
pengisapan lendir, manipulasi daerah trauma).
Batuk dan mengejan harus dicegah karena dapat merangsang simpatis menaikkan
tekanan darah, ICP, udem, dan herniasi otak. Posisi harus telentang netral, kepala head
up setinggi 20-30% mencegah obstruksi vena besar di leher.
Pre
oksigenasi
100%
untuk
mencapai
SaO2
100%
Narkotik (terpilih fentanil 1-4 ug/kg BB iv sebelum pentotal untuk menjaga stabilisasi
kardiovaskuler).
Narkotik yang lain menimbulkan vasodilatasi serebral.

Pentothal obat induksi pilihan asal tidak ada kontra indikasi karena mampu
menurunkan CBF dan ICP.
Lidocain 1,5 mg/kg BB iv 1-3 menit sebelum intubasi dapat mencegah kenaikan
tekanan darah dan ICP.
Dalam hal penthotal ada kontra indikasi, pilihan etomidate maupun propofol
merupakan alternatif yang baik.
Vecuronium & recuronium merupakan relaxant pilihan oleh karena effek
pada kardiovaskular stabil dan efek pada ICP minimal.
Succinilkholine bisa menaikkan CBF dan ICP, kemungkinan hiperkalemia, jangan
diberikan pada cedera kepala akut 6-12 jam setelah kejadian, recuronium merupakan
alternatif.
Pancuronium tidak dianjurkan karena efek hipertensinya dapat menaikkan CBF dan
ICP dimana penderita cedera kepala akut ada gangguan auto regulasi.
Atracurium bila mungkin dihindari karena melepaskan histamin dan metabolit
laudanosin yang dimilikinya dapat menimbulkan kejang-kejang pada binatang
percobaan.
PEMELIHARAAN ANESTESI
Penggunaan inhalasi isoflurane and sevoflurane cukup terpilih berdasarkan
autoregulasi tetap baik sampai 1,5 MAC dan respon terhadap CO2 tetap baik sampai
2,8
MAC.
Menurunkan CMR 02 sampai 50% sehingga punya efek proteksi otak.
Kenaikan ICP oleh isoflurane 1% mudah dilawan dengan hipokapnia dan barbiturat.
Sevoflurane, efek neuro hemodinamiknya seimbang dengan isoflurane hanya induksi
dengan pemulihannya lebih cepat.
Halothan kontra indikasi absolut pada CKB karena mensensititasi myokard gampang
aritmia padahal penderita CKB akut, kadar katekolanin meningkat.
Disamping itu kenaikan ICP oleh karena halothan tidak bisa dikounter dengan
hiperventilasi
walaupun
sudah
hipokarbi.
Tambahan lagi antoregulasi hilang pada => I MAC halothan dan menetap sampai

periode pasca bedah. Odem otak akan diperburuk oleh halothan karena merusak BBB
dan Blood-CSF Barriere.
Enflurane tidak dianjurkan dalam bedah syaraf oleh karena autoregulasi hilang pada
1MAC, dapat menimbulkan kejang EEG pada dosis moderat (1,5-2) MAC dimana
CMRO2 akan meningkat berapa ratus persen dan akan meningkatkan CBF dimana
kenaikan ICP akan berakhir 3 jam setelah obat dihentikan.
N20 harus dipertimbangkan untung ruginya oleh karena 60% N2O dapat
meningkatkan CBF krg lebih 100% dengan meningkatkan CMRO2 krg lebih 20% dan
hindari pemakaiannya bila ada aerocele atau resiko emboli udara terutama bila disertai
kerusakan sinus nervosa atau bila sinus tulang kontak dengan udara.
Penggunaan relaxant secara kontinu tampaknya lebih baik dari pada intermittent untuk
mencegah gerakan tiba-tiba penderita selama berlangsungnya operasi bisa menaikkan
ICP drastis dapat digunakan vecuronium 0,1 mg/ kgBB/jam.
Hipertensi ringan tak perlu diterapi kecuali MAP>130 mmHg dicoba dengan
isoflurane dosis rendah bila kurang respons berikan esmolol, propanolol atau
labetalol.
Penggunaan nitroglizerin maupun nitroporuside tak dianjurkan karena merupakan
vasodilator serebral dapat menaikkan ICP.
Kejadian aritmia intraoperatif terutama disebabkan hiper adrenegik sentral, bolus
lidocain (1-1.5) mg/kg BB iv dan titrasi (1-4) mg/menit mungkin bisa menetralisir.
Namun demikian setiap mengkoreksi hipertensi atau aritmia sebaiknya faktor
hipoksia/hiperkarbia perlu dipikirkan lebih dahulu.
Hipotensi intra operatif segera terapi dengan cairan bila kurang respon baru diberi
vasopressor.
Penggunaan cairan pada dasarnya mencegah hipovolemia, hipervolemia, hipoosmoler,
hiperglikemia.
NaCl 0.9 % merupakan cairan terpilih dimana osmolaritasnya 300 mosm/1 sementara
ringer laktat hipo osmolar (273 mosm/1) sebaiknya dibatasi untuk mencegah hipo
osmoler yang akan meningkatkan udem serebri.

Untuk mempertahankan volume intravaskular koloid adalah alternatif karena dapat


menyerap air mengekspansi volume kardiovaskular.
Tampaknya hetastarch cukup baik, harganya murah, satu liternya dapat meningkatkan
750cc volume intravaskular tetapi dibatasi maksimal 20ml/kg BB/ hari untuk
mencegah gangguan koagulasi mempengaruhi fungsi faktor VIII.
POST OPERATIF
Bila penderita sadar dan bernapas spontan adekwat, bisa dilakukan extubasi.
Pengisapan lendir dan extubasi sendiri akan menyebabkan penderita batuk, mengejan
dan merejan cukup potensial menaikkan ICP & memperburuk udem serebri yang ada.
Hal ini bisa dikurangi dengan pemberian likodain (1-1.5) mg/kg BB intravena tiga
menit
sebelum
extubasi.
Bila CGS < 8 atau adanya trauma leher dan dada mungkin intubasi tetap
dipertahankan untuk diventilasi di ICU untuk menjaga & proteksi jalan napas.
Perlu diberi sedasi atau narkotik dosis kecil mengurangi iritasi endotrakeal pada jalan
napas.
Posisi heard up 20-30% agar drainase vena serebral lancar terutama penderita dengan
ventilasi tekanan positif atau PEEP atau pasien dengan CVP yang tinggi.
Hindari posisi Tredelenburg, kepala hiperfleksi, hiperektensi atau rotasi akan
membendung vena besar leher dapat menaikkan ICP.
Hiperventilasi kadang diperlukan untuk mengendalikan ICP tetapi harus hati-hati bisa
menyebabkan vasokonstriksi serebral dengan akibat menurunnya perfusi otak.
Bila diperlakukan lama maka hipokapnik ventilasi digunakan tidak lebih dari 24 jam
selanjutnya digunakan normokapnik ventilasi untuk mencegah kronik hipokarbi.
Penggunaan hipokapnik lebih dari 24 jam menimbulkan gangguan asam basa,
kemampuan menurunkan ICP dalam keadaan darurat akan hilang.
Hipertensi pasca bedah dapat menimbulkan perdarahan kembali akibat bekuan darah
belum kuat.

Bila tekanan darah melampaui batas autoregulasi (MAP > 150mmHg) akan
menyebabkan rusaknya BBB, odem interstitiel dan meningkatnya ICP.
Tetapi harus dilakukan terapi bila MAP > 130-140 mmHg dan semua penyebabnya
seperti hipopksia, hiperkarbi, hiportermi dan ovelood cairan, serta nyeri dikoreksi
baru diberikan anti hipertensi.
Naiknya tekanan darah karena PaCo2 meningkat, diperlukan untuk mempertahankan
CPP bila diberi anti hipertensi akan memperburuk perfusi otak.
Prinsip pemberian cairan harus dipertahankan dry untuk mencegah exaserbasi odem
serebri, tetapi punya resiko bila CPP tak adekwat akan memperluas kerusakan otak.
Untuk itu cegah terjadi overhidrasi namun tak perlu takut pemberian cairan.
Kontrol elektrolit(K,Na) akibat diuretik harus segera dikoreksi.
Kadar gula darah dikendalikan tak lebih dari 150mg% bila lebih dari 200mg% harus
diterapi dengan insulin.
Hiperglikemia
akan
menambah
asidosis
otak
karena
asam laktat.Glukosa hanya diberikan bila ada hipoglikemia.

meningkatnya

Kadang-kadang sesudah 48 jam ICP tetap meninggi kemungkinan besar disebabkan


odema serebri yang luas.
Retriksi cairan, loop dan osmotik diuretik merupakan tindakan awal, bila tak respon
baru lakukan ventilasi kendali dan barbiturat.
Pasien yang dirawat di ICU diperlukan
bronkial toilet,pengendalian kejang dan proteksi otak.

pengaturan

suhu

tubuh,

Cegah hipertermia karena setiap kenaikan suhu,akan menaikkan konsumsi oksigen.


Hipotermia dianjurkan untuk untuk mengurangi kebutuhan oksigen dan melindungi
otak namun hanya cukup sampai 35 derajat celcius dengan mengatur suhu ruangan
oleh karena ditakuti penyulit menggigil, gangguan elektrolit, perubahan
kardiovaskular dan renal.
Menggigil akan menaikkan konsumsi oksigen lebih kurang 400%.

Bronkial toilet seharusnya dilakukan dalam keadaan tersedasi untuk megurangi iritasi
jalan nafas yang dapat menaikkan ICP.
Untuk
pengendalian
kejang
dapat
phenitoin(dilantin),benzodiazepin/barbiturat atau lidokain.

digunakan

Ini penting diatasi karena kejang dapat menaikkan ICP, hipertensi sampai perdarahan
otak, hipoksia dan rusaknya sel otak.
Dosis permulaan phenitoin 5-20 mg/kg intravena,dengan kecepatan maksimal
pemberian 50 mg/menit, untuk mencegah efek samping kardiovaskular seperti
hipotensi,aritmia sampai henti jantung.
Diazepam diberikan dengan dosis 5- 10 mg intravena(0,3 mg/kg) sementara thiopental
dengan dosis (1-4)mg/kg intravena.
Proteksi otak dengan jalan mempertahankan supply oksigen, hemodinamik yang baik
dan stabil, ICP yang rendah dan kimia darah berimbang.
Kebutuhan oksigen dengan menurunkan suhu tubuh, pemberian obat-obatan yang
menurunkan CMRO2 seperti barbiturat atau etomidat.
Kesimpulan :
Intervensi yang cepat dan tepat baik prabedah maupun selama dan sesudah
pembedahan dalam mencegah terjadinya cedera otak sekunder sangat menentukan
morbiditas dan mortalitas pasien cedera kepala akut.
Hipoksia dan hipotensi hipovolemia harus segera dideteksi dan dikoreksi karena
sebagai penyebab berkembangnya cedera otak sekunder.
Mobilisasi penderita harus extra hati hati karena CKB disertai cedera leher kurang
lebih 20%.
Hindarkan posisi tredelenburg,hiperfleksi,hiperekstensi
cenderung memperburuk cedera leher dan menaikkan ICP.
Bila ICP > 20 mmHg harus segera diterapi.

maupun

rotasi kepala

Hiperventilasi untuk menurunkan ICP dalam 24 jam pertama jaga jangan sampai
PaCO2 <35 mmHg,karena telah terjadi penurunan CBF sebesar 50% akan
memperburuk perfusi otak.
Hipertensi hanya diterapi kalau MAP>130 mmHg karena hipertensi ringan merupakan
kompensasi untuk mempertahankan CBF.
Prinsip pemberian
hiperglikemia.

cairan

cegah

hipovolemia,hipervolemia,hipoosmolar dan

Kadar gula darah sebaiknya jangan melebihi 150mg% kalau >200mg% segera
dikoreksi dengan insulin.
Larutan glukose hanya diberikan kalau ada hipoglikemia.
Keterangan singkatan yang terlampir :
ICP
=
Intra Cranial Pressure
CBF= Cerebral Blood Flow
CBV = Cerebral Blood Volume CPP =Cerebral Perfusion Pressure
MAP
=
Mean Arterial
Pressure
CKB
=Cedera
Kepala
Berat
GCS =
Glasgow Coma Scale
SDH = Subdural Hematom
CMRO2 = Cerebral Metabolic Rate for 02.
Rujukan :
1. Braumann: Acute Management of Head Injury;Balliere s Clinical Anesthesiology
International Practice and Research, Baliere Tindall,Philldelphia,Toronto.
2. Bisri T, Himendra W : Neuroanestesia,edisi 2,Bandung 1997.
3. Bisri T :Pengelolaan Perioperatif Cedera Kepala Akut,edisi 2, Bandung,1999.
4. Duriex ME : Anesthesia for head trauma;Stone JD,Sperry JR; The Neuroanesthesia
Handbook,Mosby,St
Louis,1996.
5. Marshall M : Neurosurgical and Neurological Emergencies in Neuro Anesthesia,
Edward Arnold Publisher 1st edit,London,1974.

Anda mungkin juga menyukai