Anda di halaman 1dari 15

UJIAN KASUS

MORBUS HANSEN

oleh :
PERMANA RISWAR
11310280

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
TAHUN 2016

UJIAN KASUS
I.

Identitas

Nama

: Nn. A

Umur

: 20 Tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Alamat

: tanjung karang

Agama

: Islam

Status

: belum menikah

II.

Anamnesis

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan
: semakin lama semakin melebar dan muncul seperti melepuh
pada ibu jari kaki kanan

Riwayat penyakit sebelumnya

: timbul bercak kemerahan di punggung

Penderita datang ke poli kulit RS dengan keluhan timbul bercak kemerahan di


punggung sejak 6 bulan yang lalu . Selain mengeluhkan di punggung muncul juga keluhan
yang sama di paha, awalnya timbul hanya di bangian punggung yang tadi nya kecil lama
kelamaan membesar, 3 hari yang lalu muncul seperti melupuh pada ibu jari kaki kanan, yang
awalnya berisi cairan kemudian pecah . Pada daerah lesi terasa seperti mati rasa dan tidak
gatal .

Riwayat penyakit dahulu


Os tidak pernah ada sakit lama dan harus memerlukan perawatan/pengobatan khusus.

Riwayat pengobatan
Os belum pernah berobat

Riwwayat Penyakit Keluarga


Ibu dan adik os terkena penyakit kusta .

Riwayat Psikososial
Mandi 2 kali sehari dengan air PDAM

Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaraan

: Compos Mentis

Kepala

: Dalam Batas Normal

Leher

: Dalam Batas Normal

Thorax

: Dalam Batas Normal

Abdomen

: Dalam Batas Normal

Ekstermitas

: Lihat Status Dermatologis

Status Dermatologi
Pada regio vertebrae terlihat makula eritema dengan tepi hipopigmentasi
Pada regio ibu jari kaki kanan : tampak erosi
Foto kasus

Resume
Penderita datang ke poli kulit RS dengan keluhan timbul bercak kemerahan di
punggung sejak 6 bulan yang lalu . Selain mengeluhkan di punggung muncul juga keluhan
yang sama di paha, awalnya timbul hanya di bangian punggung yang tadi nya kecil lama
kelamaan membesar, 3 hari yang lalu muncul seperti melupuh pada ibu jari kaki kanan, yang
awalnya berisi cairan kemudian pecah . Pada daerah lesi terasa seperti mati rasa dan tidak
gatal .os tidak pernah ada sakit lama dan harus memerlukan perawatan/pengobatan khusus.
Ibu dan adik os terkena penyakit kusta. sebelumnya os belum pernah berobat

Diagnosis Banding

MH

Tinea cruris

Diagnosis kerja

MH

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Oral

: Rimpafisin 600 mg setiap bulan selama 12 bulan


DDS 100 mg/hari
klofazamin 300 mg setiap bulan dan di teruskan 50 mg setiap hari
(semua obat dalam pengawasan dan tidak boleh lupa meminum,
untuk obat pertama di minum langsung di depan petugas medis )

TINJAUAN PUSTAKA
I.

PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta berasal dari bahasa

India Kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum Masehi.Disebut juga Lepra, kata Lepra
disebut-sebut dalam kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew Zaraath, yang sebenarnya
mencakup beberapa penyakit kulit lainnya.
II.

DEFINISI
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae

yang intraselular obligat.Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
III.

EPIDEMIOLOGI
Cara penularannya belum diketahui pasti, berdasarkan anggapan klasik ialah melalui

kontak langsung antar kulit yang lama dan erat, serta inhalasi, sebab M. leprae masih dapat
hidup beberapa hari dalam droplet.Masa tunasnya sangat bervariasi, umumnya beberapa
tahun,

ada

yang

mengatakan

antara

40

hari

sampai

40

tahun.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas kuman penyebab, cara


penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan
kerentanan, perubahan-perubahan imunitas, dan kemungkinan-kemungkinan adanya reservoir
di luar manusia.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung

M.

leprae

yang

berasal

dari

traktus

respiratorius

atas.

Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi
tertinggi

pada

kelompok

umur

antara

25

35

tahun.

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan, dan ditakuti oleh karena adanya ulserasi,
mutilasi dan deformitas yang disebabkannya, sehingga menimbulkan masalah sosial,
psikologis dan ekonomis.
IV.

ETIOLOGI

Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. A.


Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. M. leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5
Um, tahan asam dan alkohol, serta positif Gram.

V.

PATOGENESIS
Tipe

(Indeterminate)

tidak

termasuk

dalam

spektrum.

M. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin. Ketidakseimbangan


antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang
menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh
sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit
imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada
intensitas infeksinya
V.

GEJALA KLINIS
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan

histopatologis. Namun diagnosis secara klinislah yang terpenting dan sederhana. Tidak cukup
hanya sampai diagnosis saja, tetapi perlu ditentukan tipenya, sebab penting untuk terapinya.
Diagnosis

lepra

ditegakkan

bila

ada

atau

lebih

Tanda

Cardinal,

yaitu

Lesi kulit pada tipe karakteristik lepra, dengan penurunan atau kehilangan sensasi (anestesia)
Penebalan saraf perifer Ditemukannya M. Leprae, biasanya pada kulit.
Setelah basil M. leprae masuk ke dalam tubuh, bergantung kepada kerentanan orang
tersebut, kalau tidak rentan tidak akan sakit dan sebaliknya jika rentan setelah masa tunas
terlampaui akan timbul gejala penyakitnya. Untuk selanjutnya tipe apa yang akan terjadi
bergantung kepada derajat C.M..I (Cell Mediated Immunity) penderita terhadap M. leprae
yang intraselular obligat itu. Kalau C.M.I tinggi ke arah tuberkuloid dan sebaliknya kalau
rendah kearah lepromatosa.
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit kusta
yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu :
TT : Tuberkuloid polar (100%), bentuk stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite (borderline, lebih banyak tuberkuloid), bentuk labil
BT : Borderline tuberkuloid (borderline, lebih banyak tuberkuloid), bentuk labil
BB : Mid Borderline (50 % tuberkuloid, 50 % lepromatosa), bentuk labil
BL : Borderline lepromatous (borderline, lebih banyak lepromatosa), bentuk labil

Li : Lepromatosa indefinite (borderline, lebih banyak lepromatosa), bentuk labil


LL : Lepromatosa polar (100 %), bentuk stabil
Untuk kepentingan program pengobatan, tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang
dimaksud kusta PB adalah kusta dengan BTA negative pada pemeriksaan kerokan kulit, yaitu
tipe-tipe I, TT dan BT menurut klasifikasi Ridley & Jopling. Bila pada tipe-tipe tersebut
disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan kusta MB
adalah semua penderita kusta tipe BB, BL dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan
BTA positif, harus diobati dengan regimen MDT-MB.
Pemeriksaan anaestesi yang menggunakan alat sederhana, yaitu : jarum untuk rasa
nyeri, kapas untuk rasa raba, tabung reaksi masing-masing dengan air panas dan es, pensil
tinta (tanda Gunawan) untuk melihat ada tidaknya dehidrasi di daerah lesi yang dapat jelas
dan dapat pula tidak dan sebagainya.
Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesarannya, konsistensinya,
dan nyeri atau tidak. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan perlu diperiksa, yaitu
N. fasialis, N. auricularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis
dan N. tibialis posterior.
Ada pula yang disebut Kusta tipe neural murni dengan tanda sebagai berikut :
- Tidak ada dan tidak pernah ada lesi kulit
- Ada satu atau lebih pembesaran saraf
- Ada anesthesia dan atau paralysis serta atrofi otot pada daerah yang dipersarafinya
- Bakterioskopik negative
- Tes Mitsuda umumnya positi
- Untuk menentukan diagnosis sampai tipenya, yang biasanya tipe tuberkuloid, borderline
atau nonspesifik, harus dilakukan pemeriksaan histopatologis.
Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dibagi dalam deformitas
primer dan sekunder. Yang primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk
sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu
kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari dan muka. Yang sekunder sebagai
akibat kerusakan saraf. Umumnya deformitas oleh karena keduanya, tetapi terutama oleh
yang sekunder.
Gejala-gejala kerusakan saraf :
N. fasialis :
- Cabang temporal dan zigomatik meyebabkan lagoftalmus

- Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan
kegagalan mengatupkan bibir
N. ulnaris :
-Anesthesia

pada

ujung

jari

bagian

anterior

kelingking

dan

jari

manis

- Clawing kelingking dan jari manis


- Atrofi hipothenar dan otot interosseus serta kedua otot lumbrikalis medialis
N. medianus :
- Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah
- Tidak mampu aduksi ibu jari
- Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
- Ibu jari kontraktur
- Atropi otot thenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
N. radialis :
- Aestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
- Tangan gantung (wrist drop)
- Tak mampu extensi jari-jari atau pergelangan tangan
N. poplitea lateralis :
- Kaki gantung (foot drop)
- Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
- Kelemahan otot peroneus
N. tibialis posterior :
- Anestesia telapak kaki
- Claw toes
- Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
N. trigeminus :
- Anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata
Kerusakan mata pada kusta juga dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan
alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder
disebabkan oleh rusaknya N. fasialis yang dapat membuat paralysis N. orbicularis
palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya. Secara sendiri-sendiri atau bergabung
akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.

Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat,
kelenjar palit dan folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia.
Pada tipe Lepromatosa dapat timbul Ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal
dan oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis.

Kusta Histoid
Kusta macam ini merupakan variasi lesi pada tipe lepromatosa yang pertama
ditemukan oleh WADE pada tahun 1963. Secara klinis berbentuk nodus yang berbatas tegas,
dapat juga plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya timbul sebagai kasus relapse
sensitive atau relapse resisten. Dapat juga timbul pada yang belum dan yang sedang dalam
pengobatan.
PENUNJANG DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Sediaaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan
pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan ZIEHL NEELSEN. Bakterioskopik
negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae.
Untuk riset diperiksa 10 tempat dan untuk rutin minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping
telinga bagian bawah tanpa melihat ada tidaknya lesi di tempat tersebut, dan 2-4 tempat lain
yang paling aktif, yang paling eritomatosa dan paling infiltratif.
M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan.
Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular).
Bentuk solid adalah basil hidup, sedang fragmented dan granular bentuk mati. Bentuk hidup
lebih berbahaya karena dapat berkembangbiak dan dapat menularkan ke orang lain.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan Indeks Bakteri (I.B) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada
BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
1+ Bila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ Bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ Bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ Bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ Bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Indeks Morfologi (IM) adalah presentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah
solid dan nonsolid.
2. Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik Tipe Tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang
lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Pada Tipe Lepromatosa terdapat
kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah
epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel virchow dengan banyak basil. Pada
Tipe Borderline terdapat campuran unsur-unsur tersebut.
3. Tes Lepromin
Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra, tapi tidak
untuk diagnosis, berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M. leprae.
0,1 ml lepromin, dipersiapkan dari extraks basil organisme, disuntikkan intradermal.
Kemudian dibaca pada setelah 48 jam / 2 hari (Reaksi Fernandez), atau 3-4 minggu (Reaksi
Mitsuda).
Reaksi Fernandez positif, bila terdapat indurasi dan erytema, yang menunjukkan kalau
penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon imun tipe lambat, ini seperti Mantoux test
(PPD) pada M. tuberculosis.
Sedangkan Reaksi Mitsuda bernilai :
0 : Papul berdiameter 3 mm atau kurang
+1 : Papul berdiameter 4-6 mm
+2 : Papul berdiameter 7-10 mm
+3 : Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi.
Reaksi Mitsuda berkorelasi baik dengan respon imun penderita yang bernilai
prognosis. Klasifikasi histologi pada biopsi jaringan dari reaksi mitsuda memiliki
kemungkinan klinis lebih baik daripada histologi dari lesi kulit lepra itu sendiri.
3. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibody pada tubuh
seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Macam-macam pemeriksaannya adalah :
Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
Uji ELISA ( Enzymed Linked Immuno-Sorbent Assay)
ML dipstick
REAKSI KUSTA

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik. Reaksi kusta termasuk dalam reaksi imun patologik (merugikan).
Dalam klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut akhirakhir ini yaitu :
Reaksi reversal atau reaksi upgrading = Reaksi Lepra non nodular = Reaksi Tipe I = Tipe IV
Reaksi hipersensitivitas tipe lambat
E.N.L = Erytema Nodusum Leprosum = Reaksi Lepra nodular = Reaksi Tipe II = Tipe III
Reaksi imun humoral
Fenomena Lucio
Merupakan reaksi kusta yang sangat berat, terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular
difus. Terutama ditemukan di Meksiko dan Amerika tengah.Klinis berupa plak atau infiltrat
difus, merah muda, bentuk tak teratur dan nyeri. Lesi lebih berat tampak lebih eritematosa,
purpura, bula, terjadi nekrosis dan ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan terbentuk
jaringan parut.Histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik, edema, proliferasi
endotelial pembuluh darah dan banyak basil M. Leprae di endotel kapiler.
DIAGNOSIS BANDING
Lesi makula : Vitiligo, Pitiriasis alba, Pitiriasis versikolor, Tinea corporis, dll
Lesi Papula : Granuloma anulare, Liken planus, dll
Lesi plak : Tinea korporis, Pitiriasis rosea, psoriasis, dll
Lesi Nodul : Acne vulgaris, neurofibromatosis, dll
Lesi pada saraf : Amyloidosis, diabetes, trachoma, dll
PENGOBATAN
Prinsip terapi lepra, yaitu :
Menghentikan infeksi, dengan obat antikusta
Mencegah dan mengobati reaksi dan mengurangi resiko kerusakan saraf
Mengobati komplikasi kerusakan saraf (anestesia, trauma, kelumpuhan)
Rehabilitasi pasien dari segi sosial dan psikologis
Obat anti kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah DDS (Diaminodifenil Sulfon),
Klofazimin dan Rifampisin. Pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotika lain
untuk pengobatan alternative, yaitu Ofloksasin, Minosiklin dan Klaritromisin. Untuk
mencegah kemungkinan timbulnya resistensi, pada tahun 1971 dimulai pengobatan
kombinasi atau Multi Drug Treatment (MDT), sebagai usaha untuk :
Mencegah dan mengobati resistensi, Memperpendek masa pengobatan, Mempercepat
pemutusan mata rantai penularan

Pengobatan Kusta MDT PB, Dosis lengkap 6 kemasan blister dalam 6-9 bulan :
- Dewasa :Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 100 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (100 mg)
- Anak-anak umur (10-14 tahun) :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (450 mg = 300 mg + 150 mg)
- 1 tablet DDS ( 50 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (50 mg)
- Anak-anak < 10 tahun :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 1 kapsul Rifampisin (10-20 mg/kgBB atau 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 1-2 mg/kg BB/hari atau 25 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (1-2 mg/kgBB/hari atau 25 mg)
Pengobatan Kusta MDT MB, Dosis lengkap 12 kemasan blister dalam 12-18 bulan :
- Dewasa :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (600 mg = 300 mg + 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 100 mg)
- 3 kapsul Klofazimin (3x100 mg)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (100 mg)
- 1 kapsul Klofazimin (50 mg/hari), atau 2 kapsul selang sehari (100 mg selang sehari)
- Anak-anak umur (10-14 tahun) :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 2 kapsul Rifampisin (450 mg = 300 mg + 150 mg)
- 1 tablet DDS ( 50 mg)
- 2 kapsul Klofazimin (150 mg = 100 mg + 50 mg)

Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :


- 1 tablet DDS (50 mg)
- 1 kapsul Klofazimin (50 mg)
- Anak-anak < 10 tahun :
Sebulan sekali (Hari pertama) :
- 1 kapsul Rifampisin (10 mg/kgBB atau 300 mg)
- 1 tablet DDS ( 1-2 mg/kg BB/hari atau 25 mg)
- 1 kapsul Klofazimin (100 mg disesuaikan dengan berat badan)
Setiap hari (Hari ke-2 sampai hari ke-28) :
- 1 tablet DDS (25 mg)
- Klofazimin (50 mg 2x seminggu disesuaikan dengan berat badan)
EFEK SAMPING
Rifampisin
Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala GI, flu-like syndrom, erupsi kulit
DDS (Diaminodifenil Sulfon
Nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom
DDS, NET, hepatitis, hipoalbuminemia, methemoglobinemia
Klofazimin
Warna kecoklatan pada kulit, kekuningan pada sklera, gangguan GI, penurunan berat badan
Ofloksasin
Gangguan GI, Gangguan SSP, insomnia, dizziness, nyeri kepala, nervousness dan halusinasi.
Pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati
Minosiklin
Pewarnaan gigi pada bayi dan anak-anak, hiperpigmentasi kulit dan mukosa, gangguan GI
dan SSP. Tidak dianjurkan untuk anak-anak dan selama kehamilan
Klaritromisin
Gangguan GI
Prednison
Hiperglikemia, edema, myopathy, ulkus peptik, hipokalemi, osteoporosis, euphoria, psikosis,
myastenia gravis, gangguan pertumbuhan, dll
Thalidomid
Pada wanita hamil efek teratogenik, leukopenia, hipotensi ortostatik, kejang, demam, drug

eruption, dll

Klasifikasi cacat berdasarkan WHO Expert Committee on Leprosy


Cacat pada tangan dan kaki :
Tingkat 0 : Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas yang
terlihat.
Tingkat 1 : Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat.
Tingkat 2 : Terdapat kerusakan atau deformitas.
Cacat pada mata :
Tingkat 0 : Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan penglihatan.
Tingkat 1 : Ada gangguan pada mata akibat kusta, tidak ada gangguan yang berat
pada penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6 meter).
Tingkat 2 : Gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60, tidak dapat menghitung jari
pada jarak 6 meter).
Rehabilitasi
Usaha rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk cacat tubuhnya ialah antara lain medis,
yaitu dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke
asal, tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki.
Jalan lain ialah secara kekaryaan, yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat
tubuhnya, sehingga dapat berprestasi dan dapat meningkatkan rasa harga dirinya. Jalan lain
lagi ialah melalui kejiwaan.

Anda mungkin juga menyukai