Anda di halaman 1dari 13

A.

KONSEP DASAR

1.

PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian mengenai Hisprung atau Mega Colon, namun
pada intinya sama yaitu,penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada
evakuasi

usus

spontan

dan

tidak

mampunya

spinkter

rectum

berelaksasi.Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya


sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Betz,Cecily&Sowden:2000)
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada
bayi aterm dengan berat lahir 3Kg, lebih banyak laki laki dari pada
perempuan. ( Arief Mansjoeer,2000)
2.

ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down
Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

3.

PATOFISIOLOGI
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya
evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi,
mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakit hirscprungdiduga
terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologi
sebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada sembarang
usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.

Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada


Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital
bagian bawah
Hipertrofi
Distensi kolon bagian proksimal
Distensi abdomen
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi
total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi
mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi,
muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis
dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot
pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah ( Nelson, 2002 ).
4.

MANIFESTASI KLINIS

1. Masa neonatal
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum
d. Distensi abdomen
2. Masa bayi dan kanak-kanak
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita, berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Gagal tumbuh
5.

PENERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

1. Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas
dan tinja)
2. Barium enema
3. Manometri anus (pengukuran

tekanan sfingter

anus dengan

cara

mengembangkan balon di dalam rektum)


4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf)
b. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi
a. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal
dan dilatasi kolon proksimal.
b. Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai
dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada
bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal.
Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung
ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena
gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi,
misal : enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak.Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.
4. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
6. Penatalaksanaan Hirschprung
a. Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop ataudoublebarrel sehingga tonus dan ukuran usus
yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3

sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9
dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong
usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum
dengan jarak 1 cm dari anus.
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1
tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding
ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal
yang ditarik tersebut.
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian
dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal
yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan
prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung.
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
b. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium
dan udara.
c. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
7.Perawatan
Perawatan yang terjadi :
a. a.Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud feses adalah efektif.
b. Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon
toksik-Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
anorektal dan nasogastric.

B.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

Sedangkan

kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare
berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada
anaknya.
e. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi khusus untuk bayi atau anak dengan penyakit
Hirschsprung.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
g. Nutrisi.
h. Nutrisi kurang dari kebutuhan karena anak malas makan, mual dan
f.

muntah
3. Pemeriksaan fisik.

a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna
hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus
jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan
keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
e. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.kelemahan, kekuatan otot menurun.
f. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
g. Sistem integumen.
Gangguan integritas, karena luka terutama pada pasien dengan post op.
h. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
C.

Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung


Pre Operatif
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status
kesehatan anak.
Post Operatif
1. Ganggau rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan berhungungan dengan luka post op
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
3. Resiko komplikasi pascapembedahan

D.

Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung


Pre Operatif
1.

Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis

usus dan tidak adanya daya dorong.


Tujuan

klien

tidak

mengalami

ganggguan eliminasi dengan kriteria


defekasi

normal,

tidak

distensi

abdomen
Intervensi :
Lakukan Wash out
Monitor

cairan

Untuk mengencerkan feses sehingga


yang

keluar

dari

kolostomi.

feses dapat keluar


Rasional : Mengetahui warna dan
konsistensi feses dan menentukan
rencana selanjutnya

Pantau jumlah cairan kolostomi.

Rasional : Jumlah cairan yang keluar

Pantau pengaruh diet terhadap pola dapatdipertimbangkan


defekasi.

untuk

penggantian cairan
Rasional : Untuk mengetahui diet
yang mempengaruhi pola defekasi
terganggu.

2.

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang inadekuat.


Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
dengan kriteria dapat mentoleransi diet
sesuai kebutuhan secara parenteal
atau per oral.

Intervensi :
Berikan

nutrisi

kebutuhan.

parenteral

sesuai Rasional

Memenuhi

nutrisi dan cairan

kebutuhan

Pantau pemasukan makanan selama Rasional : Mengetahui keseimbangan


perawatan.

nutrisi sesuai kebutuhan

Pantau atau timbang berat badan.

Rasional

Untuk

mengetahui

perubahan berat badan

3.Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


Tujuan

terpenuhi
mengalami

Kebutuhan
dengan
dehidrasi,

cairan

tubuh

kriteria

tidak

turgor

kulit

normal
Intervensi :
Monitor tanda-tanda dehidrasi.
Monitor cairan yang masuk dan keluar.

Rasional : Mengetahui kondisi dan


menentukan langkah selanjutnya
Rasional

Untuk

mengetahui

keseimbangan cairan tubuh


Rasional
dehidra

Mencegah

terjadinya

Tujuan

Kebutuhan

rasa

nyaman

terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak


menangis, tidak mengalami gangguan
pola tidur.

Intervensi :
Kaji terhadap tanda nyeri.
Berikan

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan

tindakan

kenyamanan

langkah selanjutnya

: Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi

menggendong,

suara rasa nyeri

halus, ketenangan.
Berikan obat analgesik

Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg


kerjanya pada sistem saraf pusat

sesuai program.

Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan


yang diprograrmkan. si

4.

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

5.

Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan


anak
Tujuan : koping keluarga efektif dengan
criteria keluarga mengetahu kondisi
klien

dan

program serta

informasi

penngobatan dan perawatan klien.

Intervensi :
Kaji

tingkat

pengetahuan

keluarga Rasional

tentang status kesehatan klien.

Mengetahui

tingkat

pengetahuandan menentukan langkah


selanjutnya

Berikan informasi yang tepat tentang


konsisi serta program pengobatan dan Rasional : memberikan koping yang
perawatan klien
Berikan

kua
motivasi

pada

keluarga.

Rasional : meningkatkan koping klien

Post Operatif
1.

Gangguan rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan terputusnya


kontinuitas jaringan berhungungan dengan luka post op
Tujuan

Kebutuhan

rasa

nyaman

terpenuhi dengan kriteria tidak nyeri,


tanda vital dalam batas normal

Intervensi :
1.

Lakukan observasi atau monitoring Rasional : Mengetahui tingkat nyeri


tanda skala nyeri.

2.

3.

Lakukan teknik pengurangan nyeri

menentukan

langkah

selanjutnya

seperti teknik pijat punggung (back rub),

Rasional : Upaya dengan distraksi

sentuhan.

dapat mengurangi rasa nyeri

Pertahankan posisi yang nyaman bagi Rasional


pasien.

4.

dan

Kolaborasi dalam pemberian analgesik

memberikan
pasien

Mengurangi
kenyamanan

nyeri

pada

apabila dimungkinkan.

2.

Rasional : Mengurangi nyeri

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op


Tujuan : Tidak terjadi infeksi dengan
criteria tidak terdapat tanda tanda
infeksi

Intervensi :
1.

Monitor tempat insisi.

Rasional : untuk mengetahui ada


atau tidaknya tanda tanda infeksi

2.

Ganti

popok

yang

kering

untuk

menghindari konstaminasi feses.

Rasional

mencegah

terjadinya

iritasi akibat dari feses


Rasional

Mencegah

terjadiya

infeksi
3.

Lakukan keperawatan pada kolostomi


atau perianal.
Rasional
infeksi

mencegah
dengan

mikroorganisme
4. Kolaborasi pemberian antibiotik dalam
penatalaksanaan pengobatan terhadap
mikroorganisme.
.

3.

Resiko komplikasi pasca pembedahan


Tujuan

tidak

terjadi

komplikasi

pembedahan dengan kriteria tidak terjadi


striktur ani, adanya perforasi, obstruksi

terjadinya
membunuh

usus,
kebocoran,denganmempertahankan
status pascapembedahan agar lebih
baik dan tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut.
Intervensi
1.

Monitor
seperti:

tanda

adanya

obstruksi

komplikasi Rasional

usus

:Mengetahui

adanya

karena komplikasi

perlengketan, volvulus, kebocoran pada


anastomosis,

sepsis,

fistula,

enterokolitis,

frekuensi

defekasi,

konstipasi, pendarahan dan lain-lain.


2.

Monitor peristaltik usus.


Rasional

peristaltic

yang

baik

menunjukan tidak adanya komplikasi


3.

Monitor
distensi

tanda

vital

abdomen

mempertahankan
pemasangan naso gastrik.

dan

adanya
untuk

kepatenan

Rasional : perubahan TTv akan


menujnukan

adanya

proses

peradangan sebagai respon dari


komplikasi tyang terjadi

DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2005. Pengantar Keperawatan Anak II Edisi I. Salemba
Medika. Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Jakarta
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak: Ilmu Pediatric Perkembangan edisi
kedua. EGC. Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai