Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tingkat Pengetahuan
2.1.1

Definisi
Ilmu pengetahuan merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang

berperilaku ilmiah, sedangkan tingkatannya bergantung dari ilmu pengetahuan


atau dasar pendidikan orang tersebut. Melalui pengetahuan yang didapat akan
mendasari seseorang dalam mengambil keputusan rasional dan efektif, sehingga
semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang untuk mengadaptasikan dirinya
dalam lingkungan yang baru (Nursalam, 2001).
Dalam hal ini dengan pengetahuan yang memadai, para santri lebih
mudah menerima informasi tentang penyakit Skabies serta upaya pencegahan.
Ada juga yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. (Anymous, 2011).
Pengetahuan lebih menekankan pada pengamatan dan pengalaman
indrawi yang lebih dikenal sebagai pengetahuan empiris.Pengetahuan ini
didapatkan melalui pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan
rasional. Pengetahuan empiris tersebut dapat berkembang menjadi pengetahuan
diskriptif bila seseorang dapat menggambarkan segala ciri, sifat dan gejala yang
ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga didapatkan dari
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulang kali.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan
melalui akal budi kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih

menekankan pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan pada


pengalaman.
Pengetahuan tetang sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang
tentang keadaan sehat dan sakit seseorang yang menyebabkan seseorang untuk
bertindak

untuk

mengatasi

mempertahankan kesehatannya.
2.1.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan

masalah

domain

sakitnya

yang

dan

sangat

bertindak

penting

untuk

terhadap

terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman akan lebih langgeng


daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Sunaryo, 2000:25)
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni :
1. Awarenes (kesadaran), dimana seseorang tersebut menyadari dalam

arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap objek (stimulus)


2. Interest (merasa tertarik terhadap objek/stimulus tersebut). Disini sikap subjek
mulai timbul.
3. Evaluation (menimbangnimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden lebih baik lagi.
4. Trial dimana objek melakukan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
stimulus.
5. Adoption dimana objek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian Rogers (dikutip dari Notoatmodjo,
2003:128) menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melalui tahap tahaptahap
tersebut di atas. Apabila penerimaan perilaku melalui proses seperti ini, dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu
a. Tahu (know)

Artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari


sebelumnya, termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap sesuatau yang
spesifik dan seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang diterima .
b. Memahami (comprehension)
Artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan benar.
c.

Aplikasi (application)
Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi yang riil sebenarnya yaitu penggunaan hukumhukum,

rumusrumus, metode, prinsip dan sebagainya.


d. Analisis (analysis)
Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponenkomponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih
ada kaitan satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagianbagian kedalam
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan
untuk membentuk formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaianpenilaian
terhadap suatu objek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan materimateri yang telah ada.
(Sunaryo, 2004 ).
2.1.3 Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu :
hal tersebut baik atau buruk. Status ekonomi seseorang akan menetukan
tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu. Sehingga sosial ini
berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. (Azwar, 2002).
1. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar,makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan
8

pendidikan tinggi maka seseorang akan mudah menerima informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa. (Notoatmodjo, 2007 : 149)
2. Mass media / informasi.
Informasi tersebut baik yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)
sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan.
(Meliono, 2007)
3. Sosial budaya dan ekonomi.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orangorang tanpa melakukan penalaran
apakah hal tersebut baik atau buruk. Status ekonomi seseorang akan
menetukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu.
Sehingga sosial ini berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang.
(Azwar, 2002).
4. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan kepada individu yang berada pada lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena terjadi interaksi timbal balik antara individu
dengan lingkungan, baik direspon oleh individu sebagai pengetahuan.
(Meliono, 2007)
5. Pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam menghadapi pemecahan masalah di masa
lalu.(Anymous, 2011)
6. Usia.
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia maka semakin tinggi daya tangkap seseorang terhadap
informasi yang diterimanya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin
baik.(Meliono, 2007)
7. Pekerjaan
Pekerjaan memiliki pengaruh terhadap seseorang, bagaimana memperoleh
pengetahuan. Ini tergantung pada situasi pekerjaan yang dijalani. Seorang

yang bekerja di bidang akademik tentu memiliki ilmu pengetahuan yang lebih
baik dibandingkan dengan orang tidak bekerja di bidang akademik.
2.2 Kejadian Skabies
2.2.1
Pengertian Skabies
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
Scabiei, yang termasuk dalam kelas Arachnidae. Tungau ini berukuran sangat
kecil dan hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop atau bersifat
mikroskopis. Penyakit ini sering disebut dengan kutu badan. Penyakit ini mudah
menular dari orang satu ke orang lain, atau dari hewan ke manusia atau
sebaliknya. Skabies mudah menular melalui kontak langsung maupun tidak
langsung melalui baju, handuk, sprei, bantal, air atau sisir yang belum sempat
dibersihkan dan terdapat kuman Sarcoptes. (Harahap, 2000)
Skabies identik dengan penyakit santri pondok pesantren. Penyebabnya
adalah kondisi kebersihan lingkungan dan perorangan yang kurang terjaga,
sanitasi yang buruk, gizi yang kurang, kondisi ruangan yang lembab, cahaya
matahari yang tidak dapat masuk keruangan secara langsung, serta padatnya
populasi penghuni ruangan. Sehingga penularan Skabies di kalangan para santri
mudah terjadi. Penyakit Skabies menular secara cepat pada suatu komunitas
yang tinggal bersama sehingga pengobatannya harus dilakukan secara serempak
dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan komunitas yang terserang
Skabies. (Bitstream, 2010).
2.2.2
Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemi pada masyarakat. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia.

Penyakit ini sering

menyerang anakanak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur,
insiden pada pria dan wanita sama.

10

Insiden Skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang


sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval akhir dari suatu epidemi dan
permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 1015 tahun. (Harahap, 2000).
2.2.3
Etiologi
Erupsi yang terjadi bervariasi tergantung pada pengobatan sebelumnya,
iklim, dan status imunologi penderita. Kelainan kulit menyerupai dermatitis,
dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lainlain. Dengan garukan akan
menimbulkan erosi, krusta , dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap
kasus

Skabies

terinfeksi

Stapphilococcus Pyogenis.

sekunder

oleh

Streptococcus

Aerius

atau

Untuk menemukan Skabies maka dapat dilakukan

dengan cara mencari terowongan berbentuk garis lurus atau berkelok, panjangnya
beberapa milimeter sampai 1 cm dan pada ujungnya terdapat vesikula, papula,
atau pustula. Tempat predileksi yang khas adalah pada sela jari, pergelangan
tangan bagian volar, siku, lipat ketiak bagian depan, areola mamae, sekitar
umbilikus, abdomen bagian bawah, genetalia eksterna pria. Pada orang dewasa
jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,
sedangkan pada bayi, lesi terdapat di seluruh permukaan kulit. Penyembuhan
cepat setelah pemberian obat anti Skabies topikal yang efektif.
Adanya gatal yang hebat pada malam hari merupakan salah satu tanda
gejala yang harus diwaspadai. Bila terdapat salah satu santri yang menderita
gatal, harus dicurigai sebagai

Skabies, karena Skabies lebih dikenal sebagai

salah satu penyakit dengan katagori the great emitator dengan penyakit dermatitis
lain. Gatal pada malam hari disebabkan oleh meningkatnya suhu tubuh, sehingga
aktivitas kuman Sarkoptes meningkat.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan kutu dewasa, telur, larva, atau skibala
dalam terowongan. Cara mendapatkannya adalah dengan membuka terowongan
dan mengambil parasit dengan menggunakan pisau bedah atau jarum steril. Kutu
betina akan tampak seperti bintil merah gelap atau keabuan di bawah vesikula. Di
11

bawah mikroskop akan terlihat bintil merah mengkilap dengan pinggiran hitam.
Cara lain adalah dengan meneteskan minyak imersi (gliserin) pada lesi, dan
epidermis di atasnya dikerok secara perlahan. Woodly. dkk menganjurkan untuk
menggunakan tinta hitam pada terowongan. Tangan dan pergelangan tangan
merupakan tempat terbanyak ditemukan kutu, kemudian berturutturut siku,
genital, pantat, dan akhirnya aksila.
2.2.4
Patogenesis
Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau Skabies, tetapi akibat
garukan oleh penderita sendiri. Dan karena bersalaman atau bergandengan
tangan sehingga terjadi kontak kulit langsung. Gatal yang terjadi oleh karena
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kirakira satu bulan setelah
invasi kuman. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukan papul, vesikel, dll.
2.2.5
Cara penularan
Penyakti Skabies ditularkan secara langsung maupun tidak langsung, yang
paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan atau dapat pula
melalui alatalat seperti tempat tidur, sprei, selimut, bantal, dan pakaian.
Penyakit ini erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan, atau banyak orang tinggal secara bersamasama di satu tempat yang
relatif sempit. Apabila kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat rendah, derajat
keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan penyakit ini juga masih rendah,
kurangnya pemantauan oleh petugas wilayah setempat, faktor lingkungan
utamanya dalam penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program
kesehatan yang sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan
lingkungan yang ada.
Penularan penyakit ini terjadi ketika orangorang tidur secara bersamasama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah, yang
menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitasfasilitas kesehatan

12

yang dipakai oleh masyarakat luas. Sehingga pengobatan Skabies dipesantren


harus dilakukan serempak, di lingkungan tersebut.
2.3 Faktor Predisposisi yang mempengaruhi kejadian Skabies
2.3.1 Tingkat Pengetahuan santri tentang Skabies
Pengetahuan santri yang berhubungan dengan penyakit Skabies perlu
dikaji. Karena dengan bekal informasi yang memadai tentang Skabies, cara
penyebaran, cara penularan, penyebab Skabies, serta upaya untuk mencegah
Skabies dapat diaplikasikan di lingkungan pondok pesantren.
Berhubungan dengan upaya pencegahan dini penularan Skabies maka
informasi penting lainnya yang perlu disampaikan antara lain :
1. Kebersihan diri
Pemeliharaaan kebersihan berarti tindakan kebersihan dan kesehatan diri
untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki
kebersihan diri yang baik apabila orang tersebut menjaga kebersihan tubuhnya
meliputi kebersihan kulit, kuku, kaki dan kebersihan genetalia. Banyak manfaat
yang dapat dipetik dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan
diri, mencegah penyakit Skabies, serta meningkatkan kepercayaan diri dan
menciptakan keindahan.
a. Kebersihan kulit
Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan
berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering di
alami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit.
(Beatstream, 2011). Kulit yang pertama kali mengalami menerima rangsangan
seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit. Maupun pengaruh buruk dari luar.
Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu
tubuh, dan mengeluarkan kotorankotoran tertentu. Kulit juga penting bagi
produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari sinar ultra violet.mengingat
pentingnya kulit sebagai pelindung organorgan tubuh di dalamnya, maka kulit

13

perlu di jaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkanoleh jamur, virus,


kuman, parasit hewani dan lainlain.
Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan
kulit. Mandi yang baik adalah mandi 2 kali sehari, bagi orang yang sering
berolah raga sebaiknya segera mandi setelah kegiatan tersebut, bersihkan
area anus dan genetalia dengan baik karena sekresi anus dan genetal dapat
menyebabkan iritasi dan infeksi, serta bersihkan dengan handuk.
(Webhealthcenter, 2010)
b. Kebersihan tangan dan kuku
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya menggunakan tangan untuk
makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain lain. Bagi penderita
Skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke area tubuh yang lain
melalui tangan. Oleh karena itu butuh perhatian ekstra untuk kebersihan
tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas dengan cara cuci tangan
sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi, maupun setelah
berkativitas. Menyabuni dan mencuci meliputi area antara jari tangan, kuku dan
punggung tangan, dan handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan
sebaiknya diganti dan dicuci tiap hari. Jangan menggaruk dan menyentuh
bagian tubuh telinga,

hidung menggunakan tangan secara langsung, tapi

gunakan alat yang bersih seperti cotton bud. Pelihara kuku agar tetap pendek.
(Depkes RI, 2006)
c. Kebersihan kaki
Para santri selalu memakai sepatu setiap hari. Sehingga kaki yang selalu
tertutup dan kurang mendapat sirkulasi udara sering lembab dan menimbulkan
bau tidak sedap. Sehingga dianjurkan agar para santri menggunakan sepatu
dan kaos kaki yang kering agar terhindar dari penyakit Skabies, karena
sarkoptes Skabies selalu hidup di tempat tempat yang lembab
(Harahap, 2000)
14

d. Kebersihan genetalia
Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genetalia, banyak kaum
remaja putri maupun putra mengalami infeksi pada alat reproduksinya akibat
garukan, apalagi individu yang bersangkutan menderita Skabies, maka luka
akibat garukan tersebut mudah terserang Skabies, karena genetal merupakan
tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Salah satu contoh pendidikan
kesehatan di dalam keluarga misalnya, bagaimana orang tua mengajarkan
kepada putra putrinya cebok dengan cara yang benar. Yaitu cebok harus
dibasuh dengan air yang bersih. Yaitu menyiram dari arah depan ke belakang.
Bila salah, alat genetal wanita lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya
adalah, sisa kotoran dari anus akan ikut air yang arahnya kedepan dan masuk
ke area genetalia eksterna. Selain itu pemakaian celana dalam. Celana dalam
yang dipakai harus kering. Bila berkeringat atau basah hendaknya segera
mengganti celana dalamnya.
2.3.2

Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan lingkungan. Respon atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif
(respon yang masih tertutup) dan aktif (respon terbuka, tindakan yang nyata atau
practice/psychomotor).(Sunariyo, 2000).
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkat
tingkat pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan
pencegahan penyakit yaitu meliputi :
1. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan

(health

promotion

behavior), misalnya setiap jumat pagi para santri melakukan senam pagi
bersama.

15

2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), misalnya para


santri menjaga kebersihan kamar tidurnya, mandi 2 kali sehari, tidak bergantiganti handuk atau pakaian satu sama lain.
3. Perilaku mencari pengobatan (health seeking behavior), misalnya ketika santri
merasa sangat terganggu dengan penyakit gatalnya, santri berusaha untuk
membeli obat gatal di warung atau toko obat. Atau berobat ke fasilitas
pelayanan kesehatan tradisional (shense, dukun, atau tabib)
Perilaku ini adalah respon individu terhadap sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional meliputi bagaimana respon para santri terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan, respon terhadap cara pelayanan kesehatan, respon
terhadap petugas kesehatan, serta respon terhadap pengobatan, utamanya dalam
penanggulangan penyakit Skabies. Respon yang dimaksud dapat terwujud dalam
bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, petugas serta
penggunaan obat obatan. (Sunaryo, 2004)
2.3.3

Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja,

dan berbagai tempat sarana umum. Kebersihan dilakukan dengan cara


membersihkan jendela dan perabot santri, menyapu dan mengepel lantai,
mencuci peralatan makan dan perabot yang digunakan oleh para santri,
membersihkan kamar. Kebersihan lingkungan pondok dan tempat asrama santri
2.3.4

mencerminkan perilaku hidup bersih dan sehat.


Budaya
Terdapat kebiasaan sebagian masyarakat ketika terdapat anggota keluarga
yang sakit, tidak boleh mandi. Dengan demikian kebersihan kulit tidak lagi terjaga.
Apabila

individu

yang

sakit

menderita

Skabies,

akan

mempermudah

penyebarannya. Padahal apabila kebersihan kulit selalu dijaga dengan sering


mandi, atau diseka ketika sakit, Skabies lebih susah berkembang. Dengan
informasi ini diharapkan dapat merubah budaya yang keliru di masyarakat

16

khususnya para santri, bahwa menjaga kebersihan badan adalah penting, baik
2.3.5

ketika sehat, maupun ketika sakit.


Sosial Ekonomi
Kebersihan diri memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, handuk, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan biaya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Sehingga ketika upaya pemenuhan kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi, para santri terkadang mandi dengan alat mandi
seadanya. Kadang jarang menggunakan sabun. Sehingga mandi mereka tidak
bersih. Hal ini dapat mempermudah Skabies untuk menyerang para santri. Belum
lagi yang sering saling meminjam handuk. Informasi

ini penting disampaikan

kepada santri, mengingat rasa kebersamaan mereka sangatlah kuat, namun


ketika menyangkut kebutuhan yang sangat privasi, para santri sudah mengetahui
bagaimana menyikapinya, sehingga kebersamaan mereka justru tidak menambah
semakin mempermudah penyebaran penyakit Skabies.
2.4 Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan wadah yang potensial dalam meningkatkan
sumber daya manusia, perlu didukung dengan berbagai program kesehatan.
Mengingat pondok pesantren tumbuh dan berkembang hampir di semua daerah,
maka diharapkan kegiatan ini dapat menyebar secara merata ke seluruh wilayah
Indonesia. Pada umumnya santri yang belajar di pondok pesantren berusia 7-19
tahun, dan beberapa pondok pesantren lainnya menampung santri berusia
dewasa.
Pondok pesantren yang ada di Indonesia berjumlah 14.798 yang terdiri
dari 318 (21,5 %) pondok pesantren salafi/salafiah (tradisional), 4582 (31.0 %)
pondok

pesantren

khlafi/khalafiah

(modern)

dan

pondok

pesantren

terpadu/kombinasi sebanyak 7032 (47,0%) dengan jumlah santri sebanyak


3.464.334 orang. Dari jumlah santri tersebut, yang sekolah dan mengaji sebanyak

17

2.057.814 orang, atau 59,4% dan yang hanya mengaji sebanyak 1.406.519 orang
atau 40,6%. (Dikutip dari Kep. Menkes RI no 867, 2006).
2.4.1 Gambaran Umum Pondok pesantren
Pondok pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang
sederhana, yaitu tempat pendidikan santri santri untuk mempelajari pengetahuan
agama Islam dibawah bimbingan seorang Kyai/guru/ustad/ustadah dengan tujuan
untuk menyiapkan para santri sebagai kader dakwah Islamiah yang menguasai
ilmu Agama Islam di pelbagai lapisan masyarakat.
Sesuai dengan tujuan utamanya, maka materi yang disampaikan di pondok
pesantren pada umumnya terdiri dari materi agama yang digali langsung dari
kitabkitab klasik berbahasa Arab, yang ditulis oleh para ulama yang hidup pada
awal pertengahan. Semenjak perang kemerdekaan, terjadi perubahan yang
mendasar pada system pendidikan pondok pesantren. Perubahan tersebut
diantaranya dengan memperkenalkan system madrasah dalam proses belajar
mengajar, dan mulai diajarkan materi umum. Dengan demikian pondok pesantren
tidak lagi sepenuhnya pendidikan jalur luar sekolah, tetapi juga masuk jalur
sekolah.
Dalam dua dasa warsa terakhir ini, dalam lingkungan pondok pesantren
selain madrasah diselenggarakan pula sekolah sekolah umum, perguruan tinggi
dan

pengembangan

masyarakat.

Masuknya

program

pengembangan,

ketrampilan, pendidikan umum, termasuk kesehatan, dianggap pelengkap dari


pendidikan pondok pesantren.
2.4.2 Katagori Pondok Pesantren
1. Pondok Pesantren Salafi/Salafiah (Tradisional)
Pondok pesantren salafi merupakan pondok

pesantren

yang

hanya

menyelenggarakan kitab klasik dan pengajaran agama Islam. Umumya lebih


mendahulukan dan mempertahankan halhal yang bersifat tradisional dalam
sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya sangat selektif terhadap
segala bentuk pembaharuan, termasuk kurikulum pengajarannya.
2. Pondok Pesantren Khalafi (modern)
18

Pondok Pesantren Khalafi/Ashriyah adalah pondok pesantren yang selain


menyelenggarakan kegiatan pondok juga menyelenggarakan pendidikan jalur
sekolah atau formal baik sekolah umum ( SD,SMP, SMA, DAN SMK ) maupun
sekolah berciri khas agama islam (MI, MTs, MA atau MAK). Dalam
implementasi proses belajar mengajar, akomodatif terhadap perkembangan
moderen, metodologi penerapan kurikulum melibatkan perangkat moderen,
mengajarkan sejumlah keterampilan pengetahuan umum lainnya, termasuk
kesehatan
3. Pondok Pesantren SalafiKhalafi (perpaduan tradisional dan Modern)
Pondok pesantren SalafiKhalafi merupakan perpaduan pondok pesantren
yang dalam kegiatannya memadukan metode salafi dan khalafi, memelihara
nilai tradisional yang baik dan akomodatif terhadap perkembangan yang
bersifat modern.Dengan adanya klasifikasi pondok pesantren di atas, maka
arah pembinaan pondok disesuaikan dengan tipologi pondok pesantren yang
ada dan kebutuhan warga pondok pesantren.
Adapun penyelenggaraan diserahkan sepenuhnya kepada pihak pengelola
atau pimpinan pondok pesantren yang bersangkutan dengan tetap memadukan
prinsip utama yaitu : peningkatan keimanan dengan ibadah, penyebaran ilmu dan
dan ajaran agama Islam dengan tabligh, dan memberdayakan potensi warga
pondok pesantren dan menerapkan nilainilai kemasyarakatan yang baik dengan
amal sholeh.
Dengan demikian pondok pesantren menjadi wadah pemberdayaan
masyarakat, alih informasi tentang kesehatan, pengetahuan dan ketrampilan, dari
petugas kepada warga pondok pesantren dan antar sesama warga pondok
pesantren dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Skabies
dan perilaku hidup sehat.
2.5 Faktor Pendorong
2.5.1 Perilaku Petugas Kesehatan

19

Terbentuknya dan perubahan perilaku terkait dengan pengetahuan yang


diperoleh adalah karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan, serta
melalui proses belajar. Oleh karena itu perubahan perilaku dan proses belajar
erat kaitannya. Masyarakat awam, utamanya para banyak mencontoh perilaku
guru atau kyai di pondok pesantren yang ditempati. Setidaknya petugas sebagai
pembawa pembaharuan harus bisa menjadi role model di lahan penelitian. Karena
itu petugas harus melakukan pendekatan kepada para santri serta pengelola.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk mempersiapkan petugas sehingga bersedia
dan memiliki kemampuan mengelola, melakukan pemetaan pondok pesantren.
Pimpinan Puskesmas harus dapat meningkatkan motivasi staf dan meningkatkan
ketrampilan yang dimiliki untuk pembinaan sebuah pesantren. Untuk itu perlu
dilakukan berbagai pertemuan, pelatihan dengan melibatkan seluruh staf
2.5.2

puskesmas.(Kep. Menkes RI No. 867, 2006).


Pimpinan / Pengelola Pondok Pesantren
Kegiatan yang dilakukan di wilayah ponpes harus mendapatkan dukungan
penuh dari pengelola/Kyai setempat. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan
moril, finansial, dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan warga pondok
pesantren dan masyarakat sekitarnya untuk pembentukan Poskestren, dukungan
dana, sarana dan tempat penyelenggaraan Poskestren, sehingga mempermudah
akses santri terhadap pelayanan kesehatan dan ketika ada masalah kesehatan
mereka lebih cepat ditangani.

2.6 Faktor Pendukung


2.6.1 Kebijakan Pemerintah
Untuk pembinaan

sebuah

pesantren

berikut

penanganan

masalah

kesehatannya maka diperlukan kebijakan dari pemerintah. Adapun langkah


langkah tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 867/Menkes/SK/2006 tentang Pedoman dan Pembinaan Pos
Kesehatan Pesantren. Pemberdayaan masyarakat melalui wadah pesantren
20

merupakan upaya fasilitasi, agar warga pondok pesantren mengenal masalah


yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahan masalah
dengan menggunankan potensi yang ada sesuai dengan situasi, kondisi, serta
kebutuhan setempat. Upaya ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
warga pondok untuk menjadi perintis/pelaku dan pemimpin ponpes dapat
menggerakkan masyarakat berdasarkan azas kemandirian dan kebersamaan
melalui sebuah wadah Pos Kesehatan Pondok Pesantren.
2.6.2 Petugas kesehatan
Guna memfasilitasi para petugas dan pemangku kepentingan ( stakeholder)
terkait lainnya, perlu adanya sebuah pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Adapun kegiatan yang diterapkan
petugas meliputi upaya promotif (peningkatan kesehatan, promosi kesehatan,
penyuluhan tentang penyakit Skabies), preventif (pencegahan penyakit Skabies),
tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan penyakit Skabies) dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan dan rencana tindak lanjut), yang dilandasi semangat gotong
royong dengan pembinaan oleh petugas Promkes, UKM, UKP, Sanitarian,
Petugas Gizi, Petugas UKS, serta petugas lainnya yang dianggap memiliki
kompetensi di bidangnya.

21

Anda mungkin juga menyukai