Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN
Kabupaten Banjarnegara adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa
Tengah tepatnya di sebelah Selatan Kabupaten Wonosobo dan sebelah Utara Kabupaten
Kebumen. Topografi di Kabupaten Banjarnegara terdiri dari dataran dan perbukitan. Perbukitan
yang muncul akibat proses struktural memiliki struktur dan tekstur yang berbeda dengan yang
lainnya. Salah satunya berada di Dusun Clapar Kecamatan Madukara, yang belum lama ini
terkena bencana tanah longsor dengan tipe debris flow terjadi pada hari Kamis, 26 Maret 2016
yang terjadi 3 kali longsoran. Longsoran terjadi pada area seluas 5ha dengan longsoran sejauh
1.2 km, semakin deras hujan yang mengguyur kondisi terakhir (seminggu kemudian)
menunjukkan longsoran semakin membesar dengan luas 3.5ha. Kerugian terhitung 9 rumah
rusak berat, 3 rumah rusak ringan, dan 29 rumah terancam longsor susulan, dan jumlah
penduduk mengungsi yaitu 296 jiwa. Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara
merupakan salah satu wilayah di Banjarnegara yang rentan terjadi pergerakan tanah atau sering
disebut dengan bencana longsor. Kerentanan tersebut disebabkan oleh karakteristik fisik
khususnya kondisi tanah yang tidak stabil. Pergerakan tanah menyebabkan material tanah
berpindah dari area dengan elevasi tinggi menuju area elevasi rendah. Hal tersebut tentu
berpengaruh terhadap perubahan topografi khususnya ketinggian suatu wilayah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ilmu Ukur Tanah
Handasah atau yang dikenal dengan ilmu ukur tanah merupakan suatu tindakan yang
dilakukan untuk memperoleh gambaran umum melalui observasi dan pengukuran dalam
menentukan batas-batas, ukuran, posisi, jumlah, kondisi, dan nilai dari suatu objek (Basuki,
Slamet,2006). Pengukuran yang terdapatdalam ilmu ukur tanah adalah jarak, sudut dan
ketinggian, dimana terdapat beberapa tahapan dalam pengukuran yaitu taking a general view,
observasi dan pengukuran dan penyajian serta presentasi.
Ilmu ukur tanah pada dasarnya melakukan pengukuran dengan metode terestris dan alat
ukur sederhana. Metode terestris adalah pengukuran yang dilakukan pada objek yang di ukur
berada di atas permukaan (di darat). Pengukuran dengan metode terestris dapat dilakukan dengan
berbagai macam alat, seperti pita ukur, abney level, theodolit, kompas survey, waterpass dan
lainnya. Pengukuran dengan alat ukur sederhana disebut pengukuran langsung karena hasil dari

pengukuran dapat langsung diketahui setelah melakukan pengukuran. Alat ukur sederhanan yang
umumnya digunakan adalah pita ukur, kompas geologi dan lain sebagainya.
2.2 Pemetaan Terestris
Pemetaan Terestris adalah proses pemetaan yang pengukurannya langsung dilakukan di
permukaan bumi dengan peralatan tertentu ( Wongsito, Sutomo,1974). Teknik pemetaan
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan
perkembangan peralatan ukur tanah secara eletronis, maka proses pengukuran menjadi semakin
cepat dengan tingkat ketelitian yag tinggi, dan dengan dukungan komputer langkah dan proses
perhitungan menjadi semakin mudah dan cepat dan penggambaranya dapat dilakukan secara
otomatis.Demikian pula, wahana pemetaan tidak hanya dapat dilakukan secara terestris, namun
dapat pula secara fotogrametris, radargramatris, vidiografis, bahkan sudah merambah wahana
ruang angkasa dengan teknologi satelit dengan berbagai kelebihannya. Setiap wahana
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga pemilihannya sangat
tergantung dari tujuan pemetaan, tingkat kerincian objek yang harus disajikan, serta cakupan
wilayah yang akan dipetakan.
2.1

Pengenalan Total Station


Land surveying atau lebih dikenal dengan ilmu ukur tanah merupakan bagian dari ilmu

Geodesi, yaitu ilmu yang mempelajari posisi titik, area atau wilayah pada, di atasdan di bawah
permukaan bumi dengan cakupan wilayah maksimal 37 Km x 37 Kmdengan kondisi rupa bumi
dianggap datar. Salah satu jenis pekerjaan pengukuranLand Surveying adalah Survey terestrial.
Survey terestrial merupakan pekerjaanpengukuran yang dilakukan di atas permukaan bumi
dengan tujuan untuk mengambil data-data ukuran jarak, arah, sudut dan ketinggian yang
nantinya akan dijadikan dasar pembuatan Peta Terestris. Perkembangan terakhir dari alat ukur
yaitu munculnya generasi Total Station dan Smart Station. Total Station merupakan teknologi
alat yang menggabungkan secara elektornik antara teknologi theodolite dengan teknologi EDM
(electronic distancemeasurement). EDM merupakan alat ukur jarak elektronik yang
menggunakan gelombang elektromagnetik sinar infra merah sebagai gelombang pembawa sinyal
pengukuran dan dibantu dengan sebuah reflektor berupa prisma sebagai target (alatpemantul

sinar infra merah agar kembali ke EDM). Sedangkan Smart Station merupakan penggabungan
Total Station dengan GPS Geodetic.
2.2 Pengenalan GPS (Global Potitioning System)

GPS (Global Potitioning System ) adalah system satelit navigasi dan penentuan posisi yang
dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini disusun untuk memberikan posisi dan
kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinu dengan seluruh dunia
tanpa bergantung waktu dan cuaca, bagi banyak orang secara simultan.
Pada dasarnya GPS terdiri atas tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (spacesegment)
yang terutama terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control systemsegment)
yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmenpemakai (user
segment) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima danpengolah sinyal dan data
GPS.
Beberapa kemampuan GPS antara lain dapat memberikan informasi tentang posisi,
kecepatan, dan waku secara ceoat, akurat, murah, dimana saja di bumi ini tanpa bergantung
dengan cuaca. Satelit GPS dapat dianalogikan sebagai stasiun radio angkasa, yang dilengkapi
dengan antenna-antena untuk mengirim dan menrima sinyal-sinyal gelombang. Sinyal-sinyal ini
selanjutnya diterima oleh receiver GPS didekat permukaan bumi, dan digunakan untuk
menentukan informasi posisi, kecepatan, maupun waktu.
Ada 3 macam tipe alat GPS, dengan masing-masing memberikan tingkat ketelitian (posisi)
yang berbeda-beda. Tipe alat GPS yang pertama adalah tipe navigasi, tipe navigasi ini memiliki
ketelitian posisi yang diberikan saat ini baru dapat mencapai 3 sampai 6 meter. Tipe alat yang
kedua adalah tipe geodetik single frekuensi (tipe pemetaan), yang biasa digunakan dalam survey
dan pemetaan yang membutuhkan ketelitian posisi sekitar sentimeter sampai beberapa desimeter.
Tipe yang terakhir adalah tipe geodetik dual frekuensi yang dapat memberikan ketelitian posisi
hingga mencapai milimetr. Tipe ini biasanya digunakan untuk aplikasi precise positioning seperti
pembangunan jarring titik control, survey deformasi, dan geodinamika.
Pada sistem

GPS terdapat beberapa kesalahan dalam komponen system yang akan

mempengaruhi ketelitian hasil posisi yang diperoleh. Kesalahan-kesalahan tersebut contohnya


kesalahan orbit satelit, kesalahan jam satelit, kesalahan ja receiver, kesalahan pusat fase antenna,
dan multipath. Hal-hal yang lainnya juga ada yang mengiringai kesalahn system seperti efek

imaging, dan noise. Kesalahan ini dapat dieliminir salah satunya dengan menggunakan teknik
diffrencing data.
2.3

Penentuan Posisi Dengan GPS


Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS adalah seperti pemotongan ke

muka(resection) pada survei konvensional. Apabila pada pemotongan data yang diukur
adalahsudut, maka pada penentuan posisi dengan GPS data yang diukur adalah jarak darireceiver
ke sekurang-kurangnya tiga satelit, maka posisi receiver GPS dapat ditentukan.Untuk penentuan
posisi suatu titik (station) pengamatan diperlukan data jarak dari stasiun tersebut ke beberapa
satelit GPS yang diamat. Jarak tersebut tidak dapat diukur secaralangsung tetapi dengan jalan
mengukur misalnya waktu rambat sinyal dari satelit kestasiun pengamat atau jumlah fase
gelombang sinyal yang merupakan fungsi waktu rambat sinyal (Abidin, H.Z..2000). Ada dua
macam metode penentuan posisi secara kinematik dengan GPS, yaitu : (1)Penentuan posisi
dengan metode kinematik absolut. Penentuan posisi kinematik yangmenggunakan metode
pangamatan absolut, metode ini tidak memerlukan titik acuan yangsudah diketahui posisinya dan
cukup menggunakan satu receiver saja. Posisi yangdihasilkan merupakan hasil proses data
pseudorange; dan (2) Penentuan posisi denganmetode kinematik relatif. Penentuan posisi
kinematik yang menggunakan metodepengamatan relatif/differential, metode ini memerlukan
titik acuan yang sudah diketahuiposisi tiga dimensinya sehingga dibutuhkan minimal dua buah
receiver. Posisi yangdihasilkan merupakan hasil proses data pengamatan carrier beat phase atau
datapseudorange.
2.4

Penentuan Lokasi Dengan Total Station


Total station merupakan gabungan EDM, Theodolit, kalkulator dan media rekaman

yangdijadikan satu (compacted). Total Station merupakan alat ukur jarak pendek yangdirancang
untuk pengukuran teliti dengan menggunakan sinar inframerah sebagaigelombang pembawa
dimana dapat langsung dikoreksi terhadap pengaruh kondisiatmosfer. Alat ini juga dapat
menampilkan dua hasil pengukuran dalam satu tampilan,antara lain kombinasi sudut horisontal
dengan sudut vertikal, jarak dengan sudut, danlain-lain. Prinsip utama pengukuran jarak dengan
alat ini adalah mendapatkan harga bedafase antar sinyal utama dengan sinyal data. Faktor
frekuensi

merupakan

(Risnandar,2009).

faktor

pokokdalam

penentuan

ketelitian

hasil

pengukuran .

Ketelitian suatu poligon akan dipengaruhi terutama oleh kemampuan alat ukur yangdipakai
dalam penelitian ini. Kemampuan alat ukur dapat diketahui dengan melihatdeviasi standar alat
yang digunakan. Ketelitian hasil pengukuran poligon dapatditunjukkan dengan memperhatikan
simpangan baku absis (x) dengan simpangan bakuordinat (y) dari masing-masing posisi titiktitiknya, yang secara grafis dapatdigambarkan dengan ellips kesalahannya. Ketelitian
pengukuran dapat juga dipengaruhioleh perencanaan pengukuran itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai