STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 31 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Pendidikan Terakhir
: SLTA
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Alamat
Tanggal Masuk RS
II.
RIWAYAT PERAWATAN
Rawat Jalan
Rawat Inap
: Belum Pernah
Saat usia 2 tahun rumah pasien kebakaran dan usia 3 tahun ditinggal ibu
menjadi TKW.
Riwayat Kanak-kanak Pertengahan (3 11 tahun)
Pasien merupakan anak yang baik. Sejak sekolah, pasien memiliki banyak
teman, tidak pernah berkelahi/bermasalah di sekolah dan lingkungan tempat
Pasien merupakan anak kesatu dari tiga bersaudara. Adik pertama pasien sudah
menikah, adik kedua masih sekolah, Orangtua dan adik-adik pasien sangat menyayangi
pasien.
Ayah pasien bekerja sebagai buruh bangunan, Ibu pasien dulu berjualan dipasar
namun semenjak pasien ada gangguan ibu berhenti berjualan dan tidak bekerja.
Kehidupan ekonomi pasien tergolong rendah.
Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal bersama ibu, ayah dan adik kedua pasien. Sebelum ada Gangguan
pasien anak yang rajin dan jarang melawan orangtuanya. Pasien cukup dekat dengan
keluarganya, terutama ayahnya.
Berdasarkan home visit ke rumah pasien pada hari rabu 30 Desember 2015
didapatkan : Rumah yang ditinggali pasien dihuni oleh 4 orang ( ibu, ayah, pasien dan
adik kedua). Kondisi rumah pasien tampak dari luar dan dalam terbuat dari tembok,
dicat berwarna kuning, rumah dengan luas 10x7 m, lokasinya masuk ke dalam gang
kecil. Beratapkan genteng, terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga dan ruang tamu
menyatu, 1 ruang makan, 1 dapur dan 1 kamar mandi.
Rumah terbilang cukup jika hanya untuk tempat tinggal yang dihuni oleh 4 orang.
Lantai rumahnya dikeramik. Perabotan di dalam rumah berupa 1 set bangku dan meja
untuk tamu, Tv dan lemari. Di dalam kamar tidur terdapat 1 kasur kapuk dan lemari
baju.
Sirkulasi udara didalam cukup baik. Akses jalan menuju rumah pasien cukup
memadai dikarenakan masuk ke dalam gang. Jarak antara rumah pasien dengan rumah
tetangga sekitar 1-2 meter.
Tanggapan Keluarga Setelah Pasien Dirawat
Keluarga menyadari sepenuhnya bahwa pasien sedang sakit dan perlu perawatan
khusus di RS untuk penyakitnya.Keluarga optimis pasien akan sembuh dari gangguan
jiwanya khususnya ibu yang tampak sangat sayang kepada pasien.
Tanggapan Tetangga Sekitar Rumah Setelah Pasien Dirawat
Ketua Rt dan tetangga sekitar rumah pasien mendukung pasien bisa sembuh.
IV. STATUS MENTAL
Penampilan
Pasien seorang laki-laki, dengan tinggi 165 cm dan berat badan 58 kg. Pasien
berkulit kuning langsat dengan rambut hitam lurus pendek. Pasien menggunakan
pakaian berwarna kuning dan celana pendek. Tampilan pasien sesuai dengan usia
sebenarnya.
4
Pembicaraan (speech)
Cara berbicara
Volume berbicara
Kecepatan berbicara
Gangguan berbicara
Alam Perasaan
Mood
Afek
Gangguan Persepsi
- Halusinasi
Auditorik
Visual
Taktil
Gustatorik
- Ilusi
GangguanPikir
- Bentuk pikir
- Proses Pikir
Produktivitas
Kontinuitas
: Normal
Blocking
: Tidak ada
Assosiasi longgar
: Tidak ada
Inkoherensia
: Tidak ada
Word salad
: Tidak ada
Neologisme
: Tidak ada
Flight of Idea
: Tidak ada
Isi pikir
o
Waham
Bizarre
: Tidak ada
Persekutorik/paranoid
: Tidak
ada
Curiga
: Tidak ada
Referensi
: Tidak ada
Kebesaran
: Tidak ada
Thought of insertion
: Tidak ada
Thought of broadcasting
: Tidak ada
Thought of withdrawal
: Tidak
ada
o Delution of control
o Obsesi
: Tidak ada
: Tidak ada
mengenai pewawancara.
Konsentrasi
: Baik
Daya ingat
: Baik
Daya ingat jangka panjang baik (pasien dapat mengingat alamat rumah).
Daya ingat jangka pendek baik (pasien dapat mengingat menu sarapan pagi tadi).
Daya ingat yang baru-baru ini terjadi baik (pasien dapat mengingat kapan ia datang
ke rumah sakit dan diantar oleh ibunya).
Daya ingat segera baik (pasien dapat mengingat nama dokter muda yang
wawancara saat itu, dan dapat mengulang dengan baik urutan nama benda meja,
pulpen, sepatu).
Daya Nilai
- Daya nilai sosial
: Cukup baik
Ketika ditanya apakah mencuri adalah suatu perbuatan baik atau suatu perbuatan
buruk, pasien menjawab mencuri adalah perbuatan yang buruk.
6
V.
: Baik
Tilikan
: Tilikan tipe II
tidak
sempat
perasaannya
- Perbedaan pendapat dengan ibu
Psikologi
Sosial
Keluarga
IX. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi
Cepezet injeksi 50 mg ampul (1/2 amp 0 1 amp ) 15-16 Desember 2015
Skizonoat injeksi DEPO ampul ( 1 amp 0 0) 15-17 Desember 2015
Oral mulai tanggal 17 Desember 2015
Olandoz tablet 10 mg (1 tab 0 1tab)
Triheksifenidil tablet 2 mg (1 tab 0 1 tab)
Depakote tablet 250 mg ER (1 tab 0 1 tab)
Chlorpromazin tablet 100 mg (0 tab 0 1 tab)
Terapi Psikoterapi
- Memotivasi pasien agar minum obat teratur dan kontrol rutin setelah pulang dari
perawatan.Dengan cara memberi tahu akibat yang terjadi apabila tidak rutin minum
obat, seperti : Bapak/Ibu, harus rutin minum obat yang diresepkan oleh dokter, karena
apabila tidak rutin, gejala-gejala yang menyebabkan bapak/ibu dirawat akan muncul
-
Terapi Kognitif
- Menjelaskan pada pasien tentang penyakit dan gejala-gejalanya, menerangkan tentang
gejala penyakit yang timbul akibat cara berfikir, perasaan dan sikap terhadap masalah
yang dihadapi.
8
- Apabila tedapat beban pikiran yang berlebihan pada pasien akan menimbulkan
kekambuhan gejala lagi, walaupun pasien diterapi obat. Hal ini penting untuk
pengetahuan pasien tentang keadaan pasien tersebut.
Terapi Sosial
Melibatkan pasien secara aktif dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok di RS agar ia
dapat beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Proses terapi aktivitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks daripada terapi
individual, oleh karena itu untuk memimpinya memerlukan pengalaman dalam psikoterapi
individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya dan
menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang tingkat
kecemasannya sesuai, sehingga pasien terdorong untuk membuka diri dan tidak
menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari
suatu terapi aktivitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena prosedurnya
merupakan suatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok dan mereka
dihadapkan dengan orang lain.
Setalah pasien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan kemudian
mempersilahkan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada anggota yang
tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian menjelaskan maksud
dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah yang akan di bicarakan dalam
kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh terapis atau usul pasien. Ditetapkan
bahwa anggota bebas membicarakan apa saja, bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis.
Terapis sebaiknya bersifat moderat dan menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan
sebagai perintah.
Keadaan ini mungkin ada indikasi bahwa ada beberapa pasien masih perlu mengikuti
terapi individual. Bisa juga terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak
temannya yang kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi
kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan
dikeluarkan dan terapi aktivitas kelompok berjalan terus dengan memberikan penjelasan
kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang datang dari
keluarga
yang
sedang
sakit
dan
butuh
perhatian
keluarga
untuk
kesembuhannya.
Terapi Pekerjaan
Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau pekerjaan yang bermanfaat.
Hal ini tentunya apabila insight of ilness pasien sudah baik dan tidak ada gejala. Kita bantu
untuk memulihkan pekerjaan yang tepat sehingga pasien mempunyai aktifitas rutin seharihari layaknya orang normal.
X.
PROGNOSIS
- Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis baik:
Keluarga pasien dan tetangga pasien masih mendukung pasien untuk sembuh.
- Faktor - faktor yang mendukung kearah prognosis buruk:
Usia muda, adanya gambaran psikotik
- Kesimpulan prognosisnya adalah:
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
10
Tampak Samping
11
Kamar Tidur 1
Kamar Tidur 2
12
Dapur
Kamar Mandi
13
Halaman Belakang
14
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai oleh
kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi), dalam mood
(contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya dengan dunia
luar serta dalam hal tingkah laku. Sedangkan skizofrenia residual adalah keadaan yang
muncul pada individu dengan gejala skizofrenia yang, setelah episode skizofrenia psikotik,
tidak lagi psikotik.
Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe paranoid,
terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual. Untuk istilah
skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deterioratif sederhana. Sedangkan
menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang
ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci
(undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai skizofrenia residual.
2.2 Epidemiologi
16
Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti skizofrenia, sulit
dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan hampir semua hasil
menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yang
sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari
penelitian di 10 negara yang
skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap
subtipe skizofrenia.
Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan perbedaan
dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih awal daripada
perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan
perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki
adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih
mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil
akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien
skizofrenia laki-laki. Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia.
Secara historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih
tinggi dari daerah lainnya.
2.3 Etiologi
Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun berbagai
teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis dopamin. Model diastesis
stres merupakan satu model yang mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan
lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki suatu
kerentanan spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan
stres, memungkinkan
perkembangan
gejala skizofrenia.
Komponen
lingkungan dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang
penuh ketegangan).
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya
aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan. Pertama, kecuali untuk
klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk
bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang
17
meningkatkan aktivitas
psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu
banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi
kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana
hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif
dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa
data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin meningkatkan
kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat
antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien skizofrenia
mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.
Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:
a.
b.
Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah
serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin pathways
adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala
negatif dan kognitif disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal
terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal
dopamin pathways dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi
melalui inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik
terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat memperbaiki gejala
negatif atau mungkin gejala kognitif.
c.
Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada batang
otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian dari sistem saraf
ekstrapiramidal.
Penurunan
dopamin
di
nigostriatal
dopamin
pathways
dapat
18
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi
satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau
dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk
skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan.
20
b. Waham (biasa dalam bentuk waham kejar, cemburu, bersalah, kebesaran, keagamaan,
somatic, waham dikendalikan, siar pikiran, penarikan pikiran, waham menyangkut diri
sendiri)
c. Perilaku aneh (dalam berpakaian, perilaku social, seksual, agresif, perilaku berulang)
d. Gangguan proses pikiran (inkoherensi, tangensialitas, bicara kacau)
Gejala negatif :
a. Afek yang tumpul atau datar (ekspresi wajah tidak berubah, penurunan spontanitas
gerak, hilangnya gerakan ekspresif, kontak mata yang buruk, afek yang tidak sesuai,
tidak adanya modulasi bicara)
b. Alogia (kemiskinan bicara, kemiskinan isi bicara, penghambatan dan peningkatan latensi
respon)
c. Tidak ada kemauan, apatis
d. Anhedonia (tidak suka berhubungan sosial, tidak suka dalam hubungan pertemanan)
e. Atensi impairmen (pecahnya perhatian)
Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia. Adapun
menurut DSM-IV sebagai berikut:
a. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian
waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):
1)
Waham
2)
Halusinasi
3)
4)
5)
Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau
halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari perilaku atau pikiran
pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
b. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset gangguan,
satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan
diri, adalah jelasdi bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa
21
Tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah terjadi
bersama-sama gejala fase aktif.
2)
Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif
singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
23
datar atau kurangnya komunikasi. Adapun cara penegakan diagnosa menurut DSM-IV
sebagai berikut:
a. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku katatonik
terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.
b. Terdapat terus bukti-bukti gangguan seperti yang ditunjukkan oleh adanya gejala negatif
atau dua atau lebih gejala yang tertulis dalam kriteria A untuk skizofrenia, ditemukan
dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi
yang tidak lazim).
depresi selama 2 minggu. Adapun gejala utama depresi yakni mood yang depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, atau berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan penurunan aktivitas. Selain itu gejala lainnya dari depresi adalah
konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, adanya ide
bunuh diri, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, tidur terganggu, nafsu makan
berkurang, gagasan tentang rasa bersalah atau tidak berguna. Selain itu, pasien telah
menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir sedangkan pada skizofrenia residual, gejala
negatif timbul dan penurunan yang nyata dari gejala waham dan halusinasi sedikitnya sudah
melampaui kurun waktu 1 tahun.
2.6 Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe skizofrenia.
Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien. Pada
skizofrenia residual, gejala negative lebih menonjol, maka adapun pengobatan yang
disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik golongan atipikal yang dapat meningkatkan
dopamin di mesokortikal.4 Memang obat tertentu (terutama obat antipsikotik baru) telah
dinyatakan efektif secara spesifik terhadap gejala negative pada gangguan psikotik, tetapi
bukti yang mendukung pendapat ini masih tidak konsisten.
Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna
pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor dopamin tipe 2 serta antihistamin
(H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala positif maupun negatif.
Risperidon senyawa antidopaminergik yang jauh lebih kuat, berbeda dengan klozapin,
sehingga dapat menginduksi gejala ekstrapiramidal juga hiperprolaktinemia yang menonjol.
Meskipun demikian, risperidon dianggap senyawa antipsikotik atipikal secara kuantitatif
karena efek samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.
Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas antagonis
yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis lemah pada reseptor
dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1). Efek samping berupa gejala ekstrapiramidal
sangat minimal, namun mempunyai sifat antagonis beta-1 adrenergik yang bisa
menimbulkan hipotensi ortostatik dan sedatif. Selain itu, dilaporkan terjadinya
25
agranulositosis dengan insiden 1-2% ditambah harganya yang mahal. Klozapin adalah obat
lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak berespon terhadap obat lain yang sekarang ini
tersedia.
Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari
terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individual. Terapi
perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk
hal-hal yang diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau menyimpang dapat diturunkan.
Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia. Pusat dari terapi
harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang
kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah pemulangan, topik penting yang dibahas di
dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.
Selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stresdan
mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas. Terapi kelompok
biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia. Psikoterapi individual membantu
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting didalam psikoterapi adalah
perkembangan hubungan terapeutik yang dialami psien adalah aman. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi
sering kali memberikan interpretasi yang terlalu cepat terhadap pasien skizofrenia.
psikoterapi untuk seorang pasien skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan dekade,
bukannya sesi, bulanan, atau bahkan tahunan. Di dalam konteks hubungan profesional,
fleksibilitas adalah penting dalam menegakkan hubungan kerja dengan pasien. Ahli terapi
mungkin akan makan bersama, atau mengingat ulang tahun pasien. Tujuan utama adalah
untuk menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi dapat dipercaya, ingin memahami pasien
dan akan coba melakukannya dan memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai
manusia. Mandred Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah
26
dengan menerima mereka bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat
dipahami dan berbeda dari ahli terapi.
2.7 Prognosis
Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang. Perbedaan
prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor prognosis spesifik di tabel
berikut ini:
Prognosis Baik
Onset lambat
Prognosis Buruk
Onset muda
Onset akut
gangguan depresif)
Gejala positif
Gejala negatif
Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata kematian orang
yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.
Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi buruk di institusi perawatan yang
berkepanjangan yang menyebabkan tingginya angka Tuberkulosis dan penyakit menular
lainnya. Namun, penelitian baru-baru ini pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam
masyarakat, menunjukkan bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian
di negara berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah muncul
sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada orang dengan gangguan
skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas 10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari
27
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia residual adalah salah satu tipe skizofrenia dimana masih ditemuinya bukti
adanya gangguan skizofrenia, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Gejala dari skizofrenia residual berupa gejala
negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun,
afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi
pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk. Jika waham atau
halusinasi ditemukan, maka hal itu tidak lagi menonjol.
Untuk menentukan diagnosis dari skizofrenia residual, PPDGJ III dapat digunakan sebagai
pedoman. Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Residual (F20.5) adalah
persyaratan berikut harus dipenuhi semua:
a. Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas
menurun, afek yang tumpul, sip pasif dan ketidaan inisiatif, kemiskinan dalam kualitas atau
isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofrenia.
28
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala
yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom negatif dari skizofrenia
d. Tidak terdapat dimentia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronik atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.
Pada skizofrenia residual terdapat adanya gangguan persepsi, isi pikiran, perilaku dan
adanya hendaya dalam bidang sosial sehingga pasien membutuhkan farmakoterapi, psikoterapii,
dan sosioterapi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kumala, Poppy dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. EGC.
Jakarta:1998. 970
2.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A. Sinopsis Psikiatri,
Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 699-702, 720-727, 737-740
3.
4.
5.
Goodman
dan
Gilman.
Dasar
Farmakologi
Terapi
Vol.I.
EGC.
29