Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDAHULUAN FISIKA INTI

PEMANFAATAN REAKTOR PLASMA UNTUK MEMPERCEPAT


PROSES PENYEMAIAN BIBIT MANGROVE

NAMA

: MENTARI

KELAS

: PENDIDIKAN FISIKA ICP A

NIM

: 1312442004

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri
dari puluhan ribu pulau dengan hak kewenangan memanfaatkan Zona
Ekonomi Ekslusif seluas 2,7 juta km2. Kewenangan tersebut meyangkut
eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya dengan luas hutan
mangrove yang melimpah. Sekitar 3 juta hektare hutan mangrove tumbuh
disepanjang 95.000 kilometer pesisir Indonesia, jumlah ini mewakili23% dari
keseluruhan ekosistem mangrove dunia (Giri, 2011). Mangrove ini
memberikan manfaat yang sangat melimpah bagi perkembangan spesies laut
dan darat serta menjadi salah satu yang berpengaruh penting bagi perubahan
iklim nasional dan global. oleh karenanya mangrove harus terus dilestarikan
demi menjaga alam sekitar dari efek perubahan iklim global.
Perlindungan terhadap ekosistem mangrove masih banyak menghadapi
masalah.

Perlindungan

terhadap

ekosistem mangrove

masih banyak

menghadapi masalah. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah


persemaian mangrove itu sendiri yang membutuhkan waktu yang lama. Butuh
waktu sekitar 1 tahun untuk menumbuhkan 4 helai daun mangrove (Dewi,
2006). Lamanya proses pembenihan ini merupakan kenyataan yang kurang
menguntungkan, karena kerusakan hutan mangrove dalam skala massal
membuat Indonesia dilanda krisis mangrove, sementara dilain pihak proses
reboisasi tidak dapat dilakukan dengan cepat guna mengimbangi tingkat
kerusakan hutan mangrove. Sebuah kenyataan yang mengkhawatirkan, karena
selama ini keberadaan hutan mangrove sangat penting untuk menjaga
keseimbangan ekologi wilayah pesisir.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi masalah
pembenihan bibit manggrove yaitu memanfaatkan teknologi plasma (reaktor
plasma) untuk mempercepat proses pembenihan. Pemanfaatan teknologi
plasma ini telah dilakukan oleh Muhlisin (2005), beliau memanfaatkan
teknologi plasma untuk mempercepat perkecambahan biji jagung BISI-2
1

dengan hasil uji yang sangat memuaskan. Hal serupa juga dilakukan oleh oleh
Triadyaksa (2007) yang memanfaatkan sistem reaktor plasma untuk
mempercepat pertumbuhan tanaman mangrove. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Triadyaksa menunjukkan adanya efektivitas pertumbuhan
tanaman

mangrove

dimana

pertumbuhan

mangrove

menjadi

efektif

dibandingkan tanaman yang tidak diberikan pengaruh radiasi plasma.


Teknologi plasma digunakan sebagai pembangkit ion N+ dari udara
bebas. Besar komposisi nitrogen di udara bebas mencapai 80% menyebabkan
peradiasian plasma berpotensi besar menghasilkan ion N+. Selanjutnya ion N+
akan disusupkan ke dalam suatu bahan yang akan mengubah struktor mikro
dari bahan yang disusupi (Komariyah, 2003). Sebagian besar makhluk hidup
membutuhkan senyawa nitrogen sebagai suplai utama untuk tetap bertahan.
Pada tanaman nitrogen tersebut dapat diperoleh melalui lucutan listrik seperti
petir dalam bentuk oksifen nitrogen (Delvin, 1983). Pentingnya peranan
nitrogen dalam pertumbuhan tanaman, terlebih diketahui bahwa proses
pembenihan tanaman mangrove yang membutuhkan waktu yang lama
sehingga judul dari makalah ini Penerapan Reaktor Plasma Lucutan Pijar
untuk Mempercepat Proses Persemaian Mangrove.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan
masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana prinsip kerja dari reaktor plasma dalam proses pembenihan
tanaman?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui prinsip kerja dari rekator plasma dalam proses pembenihan
tanaman;

BAB II
ISI

A. Mangrove
Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan
lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang
ekstensif dan produktif. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang
mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Komunitas ini umunya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang
cukup mendapat aliran air, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang
surut yang keras (Chevalda, 2013).
Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan
keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan
dan pelindung terhadap erosi pantai. Namun manfaat dari hutan mangrove
tidak sebanding dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan dari tanaman
mangrove sendiri, justru malah semakin menurun. Luas areal hutan mangrove
berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh FAO/UNDP pada tahun 1982
tercatat seluas 4,251 juta ha di seluruh wilayah pesisir Indonesia, namun pada
tahun 1996 jumlah tersebut merosot drastis hingga 3,534 juta ha (Kitamura, et
al., 1997).
Senada dituturkan oleh Departemen Kehutanan pada harian Tempo
(2006) saat ini sekitar 6,7 juta hektare atau 70% dari 9,4 juta hektare hutan
bakau dalam kondisi rusak. Kerusakan ini diperkirakan terus bertambah
karena eksploitasi yang dilakukan tidak seimbang dengan proses rehabilitasi.
Krisis mangrove merupakan kenyataan yang harus segera diselesaikan. Semua
pihak sepatutnya memberikan perhatian lebih terhadap kerusakan ekosistem
bahari Indonesia. Kerusakan mangrove berarti pula rusaknya wilayah pesisir
dimana proses alam sekaligus kehidupan masyarakat wilayah pesisir pun
terganggu.
Sebuah upaya untuk menanggulangi masalah tersebut yaitu dengan
melakukan rehabilitasi hutan mangrove adalah melalui gerakan penanaman
kembali (replantasi). Penanaman kembali biasanya dilakukan dengan cara
menanam benih mangrove (propagule) langsung ataupun terlebih dahulu

melalui persemaian. Menurut Bangen (2002) tingkat keberhasilan penanaman


benih mangrove melalui persemaian terlebih dahulu relatif lebih tinggi (60% 80%) bila dibandingkan dengan menanam buahnya langsung ke tanah (hanya
20% - 30%). Menurut Nasruddin menyatakan bahwa problem rehabilitasi
terletak pada mangrove itu sendiri, pohon yang tumbuh di bibir pantai berair
asin itu termasuk tumbuhan yang lama perkembangannya hanya sekitar 1,5
centimeter per tahunnya (Dewi, 2006).
B. Teknologi Plasma
Konsep tentang plasma pertama kali dikemukakan oleh Langmuir dan
Tonks tahun 1928 yang mendefenisikan bahwa plasma merupakan gas yanng
terionisasi dalam lucutan listrik. selain itu plasma merupakan zat keempat
selain zat cair, padat dan gas (Khazali, 1999). Teknologi plasma telah
dimanfaatkan dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang lingkungan,
kimia, kedokteran, industri, militer, dan lain sebagainya. Sebagai contoh di
dalam bidang lingkungan, pemanfaatan teknologi plasma digunakan untuk
menanggulangi bahaya penurunan kualitas lingkungan akibat adanya
pembakaran hidrokarbon yang dapat memicu terjadinya hujan asam dan efek
rumah kaca (Piel, 2010).
Salah satu alat yang menggunakan teknologi plasma adalah reaktor
plasma. Secara singkat reaktor plasma adalah alat yang memanfaatkan input
energi listrik dan gesekan dari perbedaan kecepatan aliran gas yang masuk dan
keluar yang mampu menimbulkan medan magnet (Yushistira, 2013). Ketika
medan listrik dikenakan pada gas, maka elektron energetik akan
mentransferkan energinya pada spesies gas melalui proses tumbukan, eksitasi
molekul, tangkapan elektron, disosiasi, dan ionisasi. Hal tersebut nampak paga
gambar di bawah ini.

Gambar 1. Proses elementer pada plasma non thermik pada skala waktu (Kim,
2002)
Plasma terjadi saat terbentuk pencampuran kuasinetral dari elektron
radikal, ion positif dan ion negatif. Kondisi kuasinetral adalah daerah yang
terdapat kerapatan ion (ni) yang hampir sama dengan kerapatan elektron (ne)
sehingga dapat dikatakan ni

ne

n, dengan n adalah kerapatan secara

umum (kerapatan plasma (Favia, 2008).

Gambar 2. Proses pembangkitan plasma lucutan pijar prona pada ruang antar
elektroda
Pada lucutan pijar korona terdapat dua daerah yaitu daerah ionisasi
(ionization region) dan daerah aliran (drift region). Daerah ionisasi terletak
disekitar elektroda aktif sedangkan daerah aliran merupakan daerah selain daerah
ionisasi yang berada di antara kedua elektroda. Elektroda aktif adalah elektroda
yang mempunyai intensitas medan listrik yang tinggi. Plasma lucutan pijar korona
terbagi atas 2 berdasarkan polaritas tegangan yang diberikan pada elektroda aktif
yaitu korona positif dan korona negatif (Dea, 2011).
Plasma lucutan pijar korona positif dibentuk dengan memberikan polaritas
positif pada elektroda titik (point). Elektron-elektron yang bergerak dari katoda
menuju anoda akan dapat mengionisasi atom-atom atau molekul gas diantara
elektroda. Ionisasi terjadi di sekitar elektroda titik, karena pengaruh medan listrik
5

ion-ion hasil ionisasi akan mengalir atau bergerak menuju katoda melalui daerah
aliran (drift region). Aliran ion-ion ini akan menimbulkan arus ion yang disebut
arus saturasi unipolar dan bermuatan positif (Nur, 2011). Plasma lucutan pijar
korona negatif dibentuk dengan memberi polaritas negatif pada elektroda titik
yang berbeda dari korona positif adalah ion yang mengalir melalui daerah aliran
merupakan ion-ion yang bermuatan negatif. Ion-ion bermuatan negatif terbentuk
karena di dalam udara terdapat molekul elektronegatif (O2) yang mempunyai sifat
mudah menangkap elektron (Dea, 2011).
Sistem reaktor plasma lucutan pijar korona ini terdiri atas sumber tegangan
DC sebagai sumber daya pembangkit plasma dan sistem elektroda titik-bidang
(point to plane geometry) tempat fase plasma terjadi. Plasma dibangkitkan pada
ruang antar elektroda berkonfigurasi elektroda titik-bidang menggunakan sumber
tegangan tinggi DC sehingga
menimbulkan medan listrik tak
seragam

pada

ruang

antar

elektroda dan memicu terjadinya


proses

pembangkitan

(Triadyaksa,

2007).

desain sistem reaktor


lucutan

pijar

korona

plasma
Adapun
plasma
nampak

seperti gambar 3 di atas:


Sumber tegangan tinggi DC diberikan penguatan tegangan menggunakan flyback
dipicu oleh sinyal pulsa yang dibangkitkan pada rangkaian osilator sebagai
pembangkit sinyal stabil dan penguat arus. Flyback yang digunakan dalam
menaikkan tegangan adalah flyback TV 21 inci dengan karakteristik kerja berkisar
pada frekuensi 60-70 kHz dan duty cycle 50-55% serta tegangan DC keluaran
yang dihasilkan maksimal sebesar 13 kV (Triadyaksa, 2007).
Sistem elektroda berkonfigurasi geometri titikbidang (point-to-plane
geometry) dibuat dengan bentuk seperti tampak pada gambar di bawah. Gambar
dibawah menunjukkan sistem eelektroda dengan konfigurasi elektroda titik bidang
dmana posisi dari kedua elektroda titik-bidang terpasang saling tegak lurus.

Elektroda titik berperan sebagai anoda dan elektroda bidang sebagai katoda. Jarak
antarelektroda titik dan bidang adalah 3 cm. Dengan jarak ini, propagul mangrove
yang nantinya ditempatkan di antara elektroda tersebut efektif terkena radiasi
plasma tanpa timbul adanya lucutan arc. Plasma lucutan pijar korona terjadi pada
ujung tiap elektroda titik dengan spesies
plasma energetik terkungkung dalam
ruang antar elektroda (Oks, 2005).
C. Proses

Penerapan

Teknologi

Plasma
Dalam

pengujian

sistem

reaktor plasma lucutan pijar korona


dilakukan dengan meletakkan ujung
benih mangrove yang akan ditanam pada ruang antar elektron titik bidang
untuk diradiasi. Penelitian dimulai dengan memberikan radiasi plasma
terhadap propagul mangrove bagian bakal ujung akar (Nur, 2013). Bibt
mangrove akan diradiasi pada reaktor plasma dengan tegangan pembangkit
sebesar 8 kV DC. Pada tegangan ini pada ujung elektroda titik telah timbul
daerah plasma ditandai oleh adanya bunyi desis dan pijaran warna ungu di
ujung elektroda (Akses, 2003).

Menurut penelitian yang telah dilakukan

Triadyaksa (2007) menunjukkan bahwa pertumbuhan batang mangrove paling


maksimum ditunjukkan pada bibit yang diradiasi selama 50 menit dengan nilai
efektifitas 41,50% terhadap bibit yang tidak diradiasi. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Nur (2013) bahwa harga persentase pertumbuhan bibit
mangrove yang diradiasi plasma terhadap bibit yang tidak diradiasi plasma
sebesar 43% yang artinya radiasi plasma cukup efektif dalam menyuplai
kebutuhan hara benih mangrove dan efektif memangkas waktu pembenihan
sampai 2,4 bulan yang akan meminimalisir biaya dan tenaga perawatan dan
meningkatkan keuntungan masyarakat sebesar 43%.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu alat yang menggunakan teknologi plasma adalah reaktor
plasma. Secara singkat reaktor plasma adalah alat yang memanfaatkan input
energi listrik dan gesekan dari perbedaan kecepatan aliran gas yang masuk dan
keluar yang mampu menimbulkan medan magnet, dimana medan magnet inilah
yang menghasilkan plasma (Yushistira, 2013). Dalam pemanfaatan teknologi
plasma untuk penyemaian bibit mangrove (atau bibit lainnya) dibutuhkan
penggunaan tegangan yang tinggi (dalam makalah ini digunakan tegangan 8 kV).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Triadyaksa (2007) dan Nur (2013)
pengradiasian bibit mangrove dengan menggunakan reaktor plasma cukup efektif

dengan tingkat efektifitas diperoleh sebesar 41,50% dan 43%. Hal tersebut
menunjukkan dengan jelas radiasi plasma cukup efektif dalam menyuplai
kebutuhan hara benih mangrove dan efektif memangkas waktu pembenihan
sampai 2,4 bulan yang akan meminimalisir biaya dan tenaga perawatan dan
meningkatkan keuntungan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Akses, A., 2003, Electromagnetic Characteristics of High Voltage DC Corona.
IEEE International Symphosium on Electromagnetic Compatibility,
Istambul, Turkey.
Bengen, G dietrich. 2002. Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Laut. Institut Pertanian
Bogor (IPB): Bogor.
Chelvada, Freila. 2013. Pemetaan Mangrove dengan Teknik Image Fusion Citra
Spot dan Quickbird Los Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan
Riau.universitas Maritim Raja Ali: Tanjungpinang.
Dea, Nur Muhammad. 2011. Fisika Plasma dan Aplikasinya. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro: Semarang.
Delvin, R.M. 1983. Plants Physiology, fourth edition. Boston Willard Grant Press.
Dewi, Tjandra. 2006. Plasma Pemicu Pertumbuhan. Harian Tempo Interaktif
Jakarta: Jakarta.
Favia, Pietro. 2008. Advance Plasma Technology. WILEY-VCH Verlag GmbH &
Co. GaA, Weinheim.
Giri, C. 2011. Status and Distribution of Mangrove Forests of the World Using
Earth Observation satellite Data. Global Ecology and Biogeography, 20
(1): 154-159.
Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.
Bogor: Wetlands Internsional Indonesia Programme.
2

Kim, H.H. 2002. Performance Evaluation of Discharge Plasma for Gaseous


Pollutant Removal. Journal of Electrostatic Elsevier, vol. 55.
Kitamura, S. 1997. Handbook of Mangrove in Indonesia. JICA/ISME.
Komariyah. 2003. Dekontaminasi Bakteri E. Coli dengan Plasma Lucutan Pijar
Korona pada Tekanan Atmosfer. Skripsi Jurusan Fisika UNDIP:
Semarang.
Muhlisin, Zaenul. 2005. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Jagung
(Zea mays) Melalui Penyusupan N+ Menggunakan Sistem Pembangkit
Plasma Lucutan Pijar Korona. Program Dikrutin: Universitas Diponegoro.
Nur, Muhaammd, Nugroho, dkk. 2011. Produksi Ion Nitrogen dalam Reaktor
Plasma Lucutan Pijar Korona Kongfigurasi Multi Titik Bidang dan
Pemanfaatannya untuk Pengayaan Nitrogen pada Pupuk Kompos. Jurnal
sains dan Matematika, vol. 19 (2): 60-64.
Nur, Muhammad. 2013. Penerapan Teknologi Plasma untuk Mempercepat
Persemaian Mangrove sebagai Upaya Rehabilitasi Green Belt untuk
Mengatasi Abrasi. Jurnal Riptek, vol.7 (1): 15-26.
Oks, Efim. 2005. Plasma Cathode Electron Sources (Physics, Technology,
Applications). Institute of High Current Electronics (IHCE)
Piel, A. 2010. Plasma Physics: An Introduction to Laboratory, Space, and Fusion
Plasma. Berlin: Springer.
Triadyaksa, Pandji. 2007. Rancangan Bangun dan Pengujian Sisteam Reaktor
Plasma Lucutan Pijar Korona Guna Mempercepat Pertumbuhan Tanaman
Mangrove. Jurnal Berkala Fisika, vol. 10 (3): 137-144.
Yudhistira, A.D. 2013. Unjuk Kerja reaktor Plasma Dielectric Barrier Disharge
untuk Produksi Biodiesel dari minyak Kelapa Sawit. Jurnal Teknik vol. 34
(2): 116-122.

Anda mungkin juga menyukai