Anda di halaman 1dari 9

ULASAN KASUS EPILEPSI

PENDAHULUAN
Epilepsi adalah cetusan listrik lokal pada substansia grisea
otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang
dapat mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau
sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.1
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya
bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).1
International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali
definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya
faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
adanya
1
konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Insidens epilepsi pada anak dilaporkan dari berbagai negara dengan variasi yang luas,
sekitar 4-6 per 1000 anak, tergantung pada desain penelitian dan kelompok umur populasi. Di
Indonesia terdapat paling sedikit 700.000-1.400.000 kasus epilepsi dengan pertambahan
sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan 40%-50% terjadi pada anak-anak.
Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik, tetapi sering juga disertai gangguan neurologi
seperti retardasi mental, palsi serebral, dan sebagainya yang disebabkan kelainan pada
susunan saraf pusat. Disamping itu, dikenal pula beberapa sindrom epilepsi pada anak antara
lain Sindrom Ohtahara, spasme infantil (Sindrom West) Sindrom Lenox-Gestaut, benign
rolandic epilepsy, dan juvenile myoclonic epilepsy. 2
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, tanpa memandang umur dan ras.
Jumlah penderita epilepsi meliputi 1 - 2 % populasi, secara umum diperoleh gambaran bahwa
insidens epilepsi menunjukkan pola bimodal, puncak insiden terdapat pada golongan anak
dan lanjut usia. 3
World Health Organization menyebutkan, insidens epilepsi di negara maju berkisar
50 per 100.000 penduduk, sedangkan di negara berkembang 100 per 100.000 ribu. Salah satu
penyebab tingginya insidens epilepsi di negara berkembang adalah suatu kondisi yang dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen. Kondisi tersebut di antaranya: infeksi, komplikasi
prenatal, perinatal, serta post natal.3

LAPORAN KASUS
1.

Identitas
Nama
Umur
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Anak ke

: An. Z
: 7 tahun 11 bulan
: 20 maret 2007
: Perempuan
: I dari II bersaudara

2.

Alamat
: Pare-pare
Tanggal pemeriksaan
: Sabtu, 14 februari 2015
Ruang pemeriksaan
: Poliklinik anak
Anamnesis
Tipe anamnesis
: Alloanamnesis
Keluhan utama
: Pro EEG dengan riwayat kejang berulang
Riwayat penyakit sekarang
:
Pasien datang ke Poli klinik untuk pro EEG dengan riwayat kejang berulang. Dalam
tahun ini pasien sudah tidak pernah mengalami keluhan tersebut. Menurut ibu pasien,
sekarang pasien menjadi anak yang hiperaktif. Saat ini tidak ada keluhan yang dialami oleh
pasien. Tidak ada demam, tidak ada flu, tidak ada batuk, tida ada sesak napas, tidak ada nyeri
menelan, tidak ada muntah, tidak ada nyeri perut , makan/minum baik, BAB lancar normal,
BAK lancar normal.

Riwayat pengobatan sebelumnya:


Saat ini pasien sedang mengkonsumsi obat asam valproat (2x125 mg) dan B comp (1x5
ml) dari dokter yang sudah diminum selama 6 bulan. Selama mengkonsumsi obat tersebut,
pasien sudah tidak pernah mengalami kejang, meskipun saat pasien demam tinggi.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien riwayat kejang sejak berumur 9 bulan. Menurut keluarga, kejang dialami hanya
setiap kali pasien demam tinggi. Lamanya kejang diperkirakan < 2 menit, kejang seluruh
tubuh, kebiruan, dan matanya naik ke atas, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Pasien
kejang sekitar 4-5 kali/ tahun. Terakhir kali kejang pada tahun 2014 (bulan tidak diketahui).
Tahun ini pasien tidak pernah kejang meskipun demam tinggi.
Riwayat keluarga
:
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat serta keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Pasien lahir di puskesmas ditolong oleh bidan dilahirkan secara spontan, segera menangis,
air ketuban berwarna jernih. BBL dan PBL ibu pasien lupa. Riwayat ibu keguguran tidak ada.
Status Imunisasi
Vaksin
BCG

Jumlah
1x

Hep B

3x

Polio

4x

DPT

3x

Campak

1x

Belum pernah

Hib

PVC

Tidak tahu

3.

Rotavirus

Influenza

MMR

Varisela

Hep.A

Tifoid

HPV

Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Status Gizi
BB/TB
Lingkar Kepala
Lingkar lengan atas
Lingkar dada
Tanda Vital
Nadi
Pernafasan
Suhu
1. Wajah
1. Mata :
Palpebra
Alis & bulu mata
Konjungtiva
Sklera
Produksi air mata
Pupil

: Baik/ Composmentis
: Gizi baik, berdasarkan CDC
: 22 kg , 125 cm.
Umur : 7 tahun 11 bulan
: 51 cm
: 17 cm
: 60cm
Lingkar perut: 50 cm
: 84 x/mnt
: 24 x/mnt
: 37,50 C

: edema -/: tidak mudah dicabut


: Anemis -/: Ikterik -/: cukup
: Diameter
: 3 mm/3 mm
Simetris
: isokor, normal
Reflek cahaya : +/+
Kornea
: jernih
2. Telinga
:
Bentuk
: simetris
Sekret
: tidak ada
Nyeri
: tidak ada
3. Hidung
:
Bentuk
: simetris
Pernafasan cuping hidung
: tidak ada
Epistaksis
: tidak ada
Sekret
: tidak ada

4. Mulut
Bentuk
Bibir
Gusi

Gigi
5. Lidah
Bentuk
Pucat/tidak
Tremor/tidak
Kotor/tidak
Warna
6. Faring
Hiperemi
Edema

: normal
: mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
: - tidak mudah berdarah
- pembengkakan tidak ada
:
: normal
: tidak pucat
: tidak tremor
: tidak kotor
: kemerahan

: tidak ada
: tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)

7. Tonsil :
Warna
: kemerahan
Pembesaran
: tidak ada
Abses/tidak
: tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
2. Leher
:
Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat
Tekanan : tidak meningkat
Pembesaran kelenjar leher
: tidak ada
Kaku kuduk
: tidak ada
Masa
: tidak ada
Tortikolis
: tidak ada
3. Thoraks :
1. Dinding dada/paru :
Inspeksi
: Bentuk
: simetris
Retraksi
: tidak ada
Dispnea
: tidak ada
Pernafasan : thorakal
Palpasi
: Fremitus fokal : simetris, nyeri tekan -/Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: vesikuler
Bunyi Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
2. Jantung :
Inspeksi : Iktus
: tidak terlihat
Palpasi : Apeks
: tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV Linea Parasternal dextra

Batas kiri
: ICS V Linea Midklavikula sinistra
Batas atas
: ICS II Linea Parasternal dextra
Auskultasi
: BJ I II murni reguler
Bising
: tidak ada
4. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

5.
6.
7.
8.

: Bentuk
: datar
: peristaltik (+) normal
: timpani,
: Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal
: Nyeri ketok (-)
Masa : tidak ada
Undulasi
: (-)
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT<2, edema (-)
Susunan saraf
: tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia
: tidak ada kelainan
Anus
: tidak ada kelainan

4. Resume
Anak perempuan umur 7 tahun 11 bulan, datang ke Poli klinik untuk pro EEG
dengan riwayat kejang berulang. Dalam tahun ini pasien sudah tidak pernah mengalami
keluhan tersebut. Menurut ibu pasien, sekarang pasien menjadi anak yang hiperaktif. Saat ini
tidak ada keluhan yang dialami oleh pasien. Tanda vital dan pemeriksaan fisik dalam keadaan
normal
5. Diagnosis kerja
Epilepsi pro EEG
6. Diagnosis banding
Kejang demam
7. Pemeriksaan penunjang
EEG

DISKUSI
Anak perempuan datang ke poliklinik untuk pro EEG. Dimana pasien memiliki
riwayat kejang berulang yang dialami sejak pasien berumur 9 bulan. Menurut keluarga,
pasien kejang setiap kali demam tinggi. Lamanya kejang diperkirakan < 2 menit, pasien
kejang seluruh tubuh, kebiruan, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Dalam setahun
dapat diperkirakan pasien kejang sebanyak 4-5 kali. Dalam satu tahun terakhir ini pasien
sudah tidak pernah mengalami kejang meskipun pasien sedang mengalami demam tinggi.
Menurut keluarga pasien sejak mengkonsumsi obat dari dokter (asam valproat dan B
komplek dalam 6 bulan terakhir) pasien sudah tidak pernah mengalami kejang meskipun
pasien mengalami demam tinggi.
Pada pasien ini didiagnosis dengan epilepsi karena seperti yang diketahui bahwa
kejang demam terjadi pada umur 6 bulan 5 tahun. Pasien ini yaitu anak berumur 7 tahun 11
bulan, dimana pasien terakhir kejang pada satu tahun yang lalu, yang saat itu
pasien berumur 7 tahun. Melihat dari umur pasien, dapat disingkirkan diagnosis banding
dengan kejang demam. 4
Selain itu juga anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, harus dipikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.4
Etiologi terjadinya epilepsi pada kasus ini diperkirakan disebabkan akibat adanya
riwayat kejang demam yang sering dialami pasien sejak berumur 9 bulan hingga pasien
berumur 6 tahun. Pada teori dikatakan bahwa faktor resiko untuk terjadinya epilepsi pada
penderita kejang demam adalah jika ada kelainan neurologis atau perkembangan sebelum
kejang demam pertama, kejang demam kompleks, adanya riwayat epilepsi pada orangtua atau
saudara kandung. Masing-masing faktor resiko meningkatkan resiko epilepsi 4-6%;
kombinasi faktor resiko tersebut meningkatkan resiko epilepsi menjadi 10-49%.1
Epilepsi diartikan sebagai kejang berulang dan multipel. Anak dengan riwayat kejang
demam mempunyai resiko sedikit lebih tinggi menderita epilepsi usia 7 tahun dibandingkan
dengan anak yang tidak pernah mengalami kejang demam.1
Sebagian besar epilepsi bersifat idiopatik, tetapi sering juga disertai gangguan
neurologi seperti retardasi mental, palsi serebral, dan sebagainya yang disebabkan kelainan
pada susunan saraf pusat.2
Epilepsi adalah kondisi di mana ada gangguan saraf di otak. Anak-anak penderita
epilepsi mempunyai tingkat kecerdasan dan kemampuan yang sama dengan anak-anak
lainnya. Namun, ketidakmampuan belajar, mengatur emosi, dan gangguan pergerakan yang
terjadi karena kejang dan dapat diperburuk oleh obat yang digunakan untuk membantu
mengontrol kejang-kejang tersebut. Komplikasi pada anak dengan epilepsi sering
mengakibatkan prestasi belajar di sekolah yang buruk, depresi, rendah diri, mengantuk,
hiperaktif dan gangguan perilaku lainnya.5
Pada kasus ini melalui anamnesis dikatakan oleh orangtua pasien bahwa anaknya
menjadi lebih hiperaktif. Belum diketahui secara pasti mekanisme terjadinya gangguan
perilaku ini terhadap pasien ini. Pada teori didapatkan, bahwa anak-anak penyandang epilepsi
biasanya mendapat gangguan fungsi intelegensi, pemahaman bahasa, gangguan fungsi
kognitif, bahkan membuat perbedaan yang cukup signifikan pada IQ. Selain itu, epilepsi juga
memiliki penyakit penyerta. Ini yang dalam dunia medis disebut komorbiditas, dan mesti

diawasi oleh para orang tua. Komorbiditas akibat epilepsi ini sangat beragam, mulai dari
lumpuh otak, retardasi mental, maupun ADHD.6
Adapun dalam mendiagnosis pasien dengan epilepsi dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu dengan dilakukannya Elektroensefalograf (EEG) ialah alat yang dapat
merekam aktifitas listrik di otak melalui elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan
EEG
yang
sering
dijumpai
pada
penderita
epilepsi
disebut epileptiform
discharge atau epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi.1
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di
otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik.1
Pada pasien ini sudah dilakukan pemeriksaan EEG dimana hasil menunjukan adanya
EEG abnormal yaitu berupa gambaran sharp wave pada daerah fronto parietal kiri kanan.
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas dari
serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai
kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus - menerus maka kerusakan sel-sel
otak akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi
penderita. Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan
seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan sembuh
apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obat-obatan sampai pasien
tersebut 2 tahun bebas kejang.1
Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia adalah obat
golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus
diminum secara teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun
serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan
tanda-tanda efek samping yang berat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian
obat dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat mengatasi
kejang.1
Pada pasien ini diberi terapi Asam valproat ( 2 x 125 mg). Dosis asam valproat yaitu
pada awal terapi diberikan 10-15mg/ kgBB/ hari dalam dosis terbagi jika dosis awal lebih
dari 250 mg/ hai; meningkat dalam interval 1 minggu dengan 5 sampai 10 mg/ kgBB/ hari.
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor
penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Prognosis epilepsi cukup baik.
Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar
50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Prognosis epilepsi dihubungkan
dengan terjadinya remisi serangan baik dengan pengobatan maupun status psikososial, dan
status neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun bebas
serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami remisi 2 tahun harus
dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat secara berkala.1
Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi adalah bebas serangan
(remisi terminal) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah tercapai bebas serangan selama
>6 bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu dipikirkan untuk menurunkan dosis secara

berkala sampai kemudian obat dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps
setelah penghentian obat.1

1.
2.

3.
4.
5.
6.

DAFTAR PUSTAKA
Raharjo A. Epilepsi . [serial online], 2012. [cited 17 March 2015]. Available from
URL:http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-inaalfatah-7080-3-babii.pdf
Suwarba IGNM. Insidens dan karakteristik klinis epilepsi pada anak. [serial online], Vol 13.
No. 2, August 2011. [cited 19 March 2015]. Available from
URL: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/13-2-7.pdf
Raharjo TB. [serial online], 2012. [cited 20 March 2015]. Available from
URL: http://eprints.undip.ac.id/18016/1/Tri_Budi_Raharjo.pdf
Unversitas hasanuddin. Standar pelaynan medis kesehtan medis. Makassar: 2012. Hal. 95.
Penyakit epilepsi pada anak. [serial online], 2012. [cited 20 March 2015]. Available from:
URL: Penyakit Epilepsi Pada Anak _ Artikel Kesehatan Anak.html
Waspadai epilepsi pada anak. [serial online], 2012. [cied 20 March 2015]. Available from:
URL: http://www.readersdigest.co.id/sehat/info.medis/waspadai.epilepsi.pada.anak/005/001/1
94

Anda mungkin juga menyukai