Anda di halaman 1dari 3

MENYATU DAN MANUNGGAL DENGAN ALLAH

Dipublikasi pada 21 Oktober 2015 oleh wongalus


Ini artikel yang menarik yang aslinya berjudul Wahdatul wujud: berawal dari maksud Allah
untuk dikenal yang ditulis Majelis zikir al Jabbar Ternate. Monggo dijadikan bahan renungan.
Allah telah menciptakan mahlukNya dengan beberapa tingkatan niat. Mula-mula Allah
menciptakan makhluk dengan niat sebagaimana tertuang dalam hadits qudsi: Aku adalah
Perbendaharaan Yang Tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makhluk dan
denganKu mereka mengenalKu. Allah merupakan Al-Awwal yang tidak diawali, Dia bersifat
Ada Sedia (Wujud). Kehendak Allah adalah untuk dikenali (untuk dimarifati).
Kesendirian Allah merupakan kebenaran mutlak yang tak bisa ditolak, karena jika ada sesuatu
selain Allah, maka Allah bukanlah Yang Awal. Dalam kitab Daqaaiqul Akhbar disebutkan bahwa
sebelum Allah menciptakan para malaikat yang bertugas untuk menyebut dan memuji diriNya,
Allah memuji diriNya sendiri yang Maha Indah dan Elok. Allah ingin dikenal, sebagai Yang
Maha Esa dan itulah yang menjadi misi setiap nabi yang turun dimuka bumi, yaitu
memperkenalkan Allah Yang Maha Esa, misalnya surat Hud ayat 84.
Dengan demikian, mengenal Allah merupakan tugas utama makhluk, terutama manusia.
Mengenal Allah lebih signifikan dari pada mengenal hukumhukumNya. Hal ini saya sebutkan
karena dengan mengenal Allah maka kitapun segera mengetahui apa yang diinginkanNya dan
apa yang tidak diinginkanNya. Mengenal Allah haruslah secara kaffah, secara totalitas. Syeh Siti
Jenar mengutamakan hal ini dalam persoalan ibadah, dimana dia menyatakan bahwa ibadah
tanpa marifat adalah syirik. Bagaimana bisa anda beribadah kepada Allah dengan niatlillahi
taala, sementara anda belum mengenal siapa Allah?
Bahkan jika ditanyakan apakah Allah adalah namaNya, bagaimana anda menjelaskannya? Jika
anda mengatakan Ya maka bagaimana mungkin andamemanggil-manggil namaNya dengan
namaNya, sedangkan anda begitu menghormati dosen anda dang memanggilnya dengan pak
atau prof. Ini adalah tanda bahwa anda melakukan ibadah tanpa marifat.
Jika anda bersaksi Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah apakah benar anda
menyaksikannya? Atau anda hanya menyebutnya sebagai formalitas masuk Islam saja? Apa
benar anda menyaksikan bahwa Allah adalah Esa? Jangan-jangan selama ini kita hanya
melakukan persaksian palsu semata. Syeh Siti Jenar menekankan bahwa bisa jadi kita selama
ini menyembah akal budi saja, artinya, pengenalan Tuhan itu tidak bersumber dari kesadaran
ruhaniah tetapi karena spekulasi akal budi saja. Ini sangat berbahaya, karena ini sudah termasuk
syirik. Yang bisa membawa makhluk (manusia) pada marifatullah secara kaffah adalah dengan
melalui pengalaman ruhani, karena Allah tidak akan pernah bisa dikenal dengan logika saja.
Wahdatul Wujud, jangan hanya dipandang dari segi terminologinya saja, menyatunya hamba
dengan Tuhan. Lihat makna lebih dalam, hanya dengan menghilangkan diri dan segala sesuatu
selain Allah barulah kita bisa menggapai marifat. Setelah itu, Allah akan senantiasa berada

dalam hati, dan ibadah akan menjadi lebih sejuk. Arti hakiki dari marifat juga bukan
sematamata mengenal Allah, tetapi Allah memperkenalkan DiriNya kepada kita, sebagai rahmat,
buah dari upaya keras kita melakukan perjalanan menuju dia.
Upaya para sufi adalah untuk bisa mengenal diriNya secara hakiki, bukan hanya hasil pemikiran
dan logika saja. Karena secara logika, Allah hanya bisa dikenali perbuatanNya saja, tetapi untuk
mengenali secara hakiki, maka kita harus mengenaliNya dari nama, sifat, perbuatan, hingga dzat.
Ini memang hanya bisa ditemukan dalam tasawuf, dan ini merupakan hasil perjalanan spiritual
dan bukan semata-mata spekulasi filsafat saja.
Untuk bisa marifatullah secara kaffah, seperti yang telah disebutkan, manusia harus mampu
menolak segala sesuatu selain Allah. Ini hanya bisa dilakukan dengan zuhud, dan kemudian
melakukan perjalanan spiritual dengan cara bertarikat. Tarikat maksudnya jalan, dan ibadah
merupakan tarikat. Jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Suatu ketika Sayidina Ali
bertanya kepada Rasul tentang jalan dekat menuju Allah dan Rasul bersabda Dzikir. Ini
merupakan landasan sufi untuk bertarikat, yakni dengan melakukan ritual dzikrullah. Mengingat
Allah dengan cara khusus, sebagaimana yang Rasulullah lakukan selama berada di Gua Hira atau
di kamar khusus yang disebut dengan kamar khalwat; kemudian perjalanan tarikat ini disebut
dengan berkhalwat, yakni bersunyi diri untuk berdzikir kepada Allah.
Bagi anda yang suka menafsirkan kalimat sepotong-potong untuk mencari kesalahan orang lain,
saya ingatkan, khalwat disini bukan hanya duduk dengan tasbih di tangan, tetapi disertai dengan
zuhud, saya sudah menyebutnya di depan. Bersunyi diri agar tidak terganggu, dan para sufi
kebanyakan menjauhi keramaian sosial bukan untuk mengisolasi dirim tetapi mengisolasi hati
dari segala sesuatu selain Allah. Pada tingkatan tertentu, bahkan diri yang mengingat pun sudah
dilupakan, sehingga yang ada hanya yang diingat saja,yakni Allah semata. Mendekat, mendekat,
lebih dekat, hingga hakikat melebur; inilah fana. Apakah selamanya seperti itu? Tidak,
pengenalan dan penyatuan itu begitu singkat.
Bagaimana bisa kita tahu bahwa itu Allah? Ini tidak mungkin dijelaskan, karena hanya yang
mengalaminya saja yang memahaminya; bisa jadi iblis yang datang? Hakikat iblis tidak setara
dengan Allah dan hanya Allah tujuan kita. Dengan demikian, iblis tidak mungkin mampu
menembus hijab dzikrullah. Mengapa para sufi tidak dapat menjelaskan hal tersebut secara
rinci sehingga dituduh mengada-ngada? Itu karena fana diawali dengan lumpuhnya ilmu bahkan
diri sendiri. Hanya Nurullah semata yang dapat menjelaskannya kepada anda.
Jika semua yang dipaparkan benar (dan memang benar), maka sungguh celaka tangan-tangan
yang menuduh para sufi (waliyullah) sesat, bahkan membunuh mereka, karena yang mereka
tuduh dan bunuh adalah para kekasih Allah, para pemegang rahasia ketuhanan terbesar dan
terpenting bagi ummat manusia. Alhasil, korupsi kiri-kanan, prostitusi kiri-kanan, intimidasi dan
peperangan sana-sini, karena kebenaran sudah diputarbalikkan menjadi kesesatan; manusia tidak
lagi menggenggam kebenaran, karena pemegang kebenaran sudah dibunuh, dari karakter hingga
jiwa. Mungkin kelak saya juga akan dibunuh karena menganut faham Wihdatul Wujud,
Alhamdulillah karena saya juga termasuk daftar orang-orang yang menyampaikan kebenaran
tersebut. Wallahu alam bisshawab. Wassalamualaikum wr. wb. @@@

Anda mungkin juga menyukai