Anda di halaman 1dari 15

1

I.

PENDAHULUAN
Ilmu mengenai infeksi berkembang diawali oleh Hipocrates pada tahun 460
SM. Galen (130-210), Joseph Lister (1827-1912) mengemukakan teori
mengenai infeksi yang selain oleh udara buruk, juga disebabkan oleh adanya
kontaminan pada luka terbuka. Lister kemudian mengembangkan zat
antiseptic. Ignaz Semmenweis (1818-1865), pada tahun 1847 menemukan
bahwa infeksi puerpuralis dapat berkurang secara dramatis jika para pekerja
kesehatan melakukan pencucian tangan sebelum tindakan membantu
persalinan. Louis Pasteur (1822-1895) menemukan pasteurisasi. Dan Helsted
& Caroline Hampton (1852-1922), merupakan bapak Ilmu Bedah Indonesia.
Di antara ilmu yang dikembangkannya adalah mengenai sterilisasi,
penyembuhan luka dan penutupan luka.1
Infeksi luka operasi merupakan salah satu komplikasi pasca-bedah
abdomen dan infeksi nosokomial yang sering terjadi pada pasien bedah.,
karena pembedahan merupakan tindakan yang dengan sengaja membuat luka
pada jaringan dan merupakan suatu tempat jalan masuk dari bakteri, sehingga
membutuhkan tingkat sterilitas yang maksimal dan juga orang-orang yang
ikut dalam operasi harus dibatasi jumlahnya. Survei oleh WHO menunjukkan
5%-34% dari total infeksi nosokomial adalah ILO.1 Penelitian di Vietnam
dilaporkan insiden ILO 10,9% dari 697 pasien. Bedah abdomen terbukti
berisiko 4,46 kali mengalami ILO dibanding jenis tindakan bedah lainnya.2
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) melaporkan insiden ILO pada tahun 2011 di
ruang rawat bedah anak 4,3%.3 Departemen Ilmu Bedah RSCM melaporkan
insidens ILO pasca-bedah abdomen pada pasien dewasa 10% sejak 1
Januari.1,2
Persalinan bedah sesar meningkat dari 45,8% menjadi 70,5% dalam 10
tahun, sedangkan kelahiran spontan berkurang dari 54,1% menjadi 29,4%.9
Persalinan dengan bedah sesar terus bertambah jumlahnya di berbagai negara,
termasuk di Indonesia, dengan sectio caesarea rate sebesar 6% menurut
WHO.8 Peningkatan jumlah persalinan dengan bedah sesar berbanding lurus

dengan peningkatan kejadian ILO pasca-operasi. Penelitian lain di salah satu


rumah sakit Australia, menemukan kejadian ILO sebanyak 40 kasus (6,9%)
dari 583 kasus bedah sesar.10 Angka kejadian ILO pascabedah sesar lebih
tinggi ditemukan di Inggris yaitu 11,2% dari 715 pasien dan 27% di antaranya
ditemukan ketika pasien masih dirawat di rumah sakit.11 Peningkatan
kejadian ILO tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain diabetes
melitus, nilai American Society of Anesthesiologist (ASA), pemberian
antibiotik profilaksis, lama persalinan, lebar luka membran, lama monitoring
perawatan luka dan jumlah dari bedah sesar, persalinan emergensi, lama
operasi, kehilangan darah, keterampilan operasi, lama perawatan pascaoperasi, body mass index (BMI), dan teknik penutupan luka dengan metode
staples.2
II. INFEKSI LUKA OPERASI
A.

Definisi
Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi.
Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5
sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada
luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk
proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada
bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial
(yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam. Pada
kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh. 1,3

B.

Klasifikasi
Menurut sistem CDCs terdapat kriteria untuk mendefinisikan infeksi
luka operasi, yaitu : 1. Infeksi Superfisial, yaitu infeksi yang terjadi
diantara 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya mengenai pada kulit
atau jaringan subkutan pada daerah bekas insisi. 2. Infeksi Dalam, yaitu
infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak
menggunakan alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika
menggunakan alat-alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1

tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan
infeksi mengenai jaringan lunak yang dalam dari luka bekas insisi. 3.
Organ atau ruang, yaitu infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah
operasi dimana tidak menggunakan alat yang ditanam pada daerah dalam
dan jika menggunakan alat yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1
tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan
infeksi mengenai salah satu dari bagian organ tubuh, selain pada daerah
insisi tapi juga selama operasi berlangsung karena manipulasi yang
terjadi. 4
Klasifikasi berdasarkan bersih atau kotornya luka yaitu :
1. Luka operasi Clean (class I) luka operasi yang tidak terinfeksi yang
mana tidak ada peradangan yang ditemukan pada saluran pernafasan,
saluran pencernaan, genital, atau traktus urinarius tidak terkena. Luka
biasanya tertutup dan jika perlu drainase dengan closed drainage.
Luka operasi diikuti dengan trauma tumpul seharusnya dimasukkan
pada kategori ini jika masuk dalam kriteria. Contoh : Hernia repair,
biopsi mammae 1-5,4%
2. Clean-contaminated (Class II) Luka operasi yang mana saluran
pencernaan, saluran pernafasan, traktus urinarius dan genital terkena
dengan kondisi terkontrol dan tanpa kontaminasi yang tidak biasanya.
Contoh : Cholecystectomy, operasi saluran pencernaan elektif
3. Contaminated (Class III) terbuka, baru, luka tiba-tiba. Sebagai
tambahannya, pembedahan dengan potongan besar dengan tknik yang
steril atau kebocoran besar pada saluran pencernaan, dan sayatan
yang akut, inflamasi yang nonpurulen termasuk dalam kategori ini.
Contoh : Trauma, luka jaringan yang luas, enterotomy saat obstrusi
usus
4. Dirty (Class IV) Luka traumatik yang lama yang tertahan pada
jaringan yang dilemahkan yang termasuk infeksi klinis yang ada atau
visera yang perforasi. Definisi ini menunjukkan bahwa organisme
penyebab infeksi post operasi Contoh : Perforasi diverculitis, infeksi
nekrotik jaringan lunak 3,1-12,8%

Table 1. Table Criteria for Defining a Surgical Site Infection (SSI)


Superficial Incisional SSI
Infection occurs within 30 days after the operation and infection involves
only skin or subcutaneous tissue of the incision and at least one of the
following:
1. Purulent drainage, with or without laboratory confirmation, from the
superficial incision.
2. Organisms isolated from an aseptically obtained culture of fluid or
tissue from the superficial incision.
3. At least one of the following signs or symptoms of infection: pain or
tenderness, localized swelling, redness, or heat and superficial incision is
deliberately opened by surgeon, unless incision is culture-negative.
4. Diagnosis of superficial incisional SSI by the surgeon or attending
physician.
Do not report the following conditions as SSI:
1. Stitch abscess (minimal inflammation and discharge confined to the
points of suture penetration).
2. Infection of an episiotomy or newborn circumcision site.
3. Infected burn wound.
4. Incisional SSI that extends into the fascial and muscle layers (see deep
incisional SSI). Note: Specific criteria are used for identifying infected
episiotomy and circumcision sites and burn wounds.
Deep Incisional SSI
Infection occurs within 30 days after the operation if no implant is left
in place or within 1 year if implant is in place and the infection appears to
be related to the operation and infection involves deep soft tissues (e.g.,
fascial and muscle layers) of the incision and at least one of the
following: 1. Purulent drainage from the deep incision but not from the
organ/space component of the surgical site.
2. A deep incision spontaneously dehisces or is deliberately opened by a
surgeon when the patient has at least one of the following signs or
symptoms: fever (>38C), localized pain, or tenderness, unless site is
culture-negative.

3. An abscess or other evidence of infection involving the deep incision is


found on direct examination, during reoperation, or by histopatholog ic
or radiologic examination.
4. Diagnosis of a deep incisional SSI by a surgeon or attending physician.
Notes: 1. Report infection that involves both superficial and deep incision
sites as deep incisional SSI. 2. Report an organ/space SSI that drains
through the incision as a deep incisional SSI.
Organ/Space SSI
Infection occurs within 30 days after the operation if no implant is left
in place or within 1 year if implant is in place and the infection appears to
be related to the operation and infection involves any part of the anatomy
(e.g., organs or spaces), other than the incision, which was opened or
manipulated during an operation and at least one of the following:
1. Purulent drainage from a drain that is placed through a stab wound
into the organ/space.
2. Organisms isolated from an aseptically obtained culture of fluid or
tissue in the organ/space.
3. An abscess or other evidence of infection involving the organ/space
that is found on direct examination, during reoperation, or by
histopathologic or radiologic examination. 4. Diagnosis of an
organ/space SSI by a surgeon or attending physician. * Horan TC et al.22
National Nosocomial Infection Surveillance definition: a nonhumanderived implantable foreign body (e.g., prosthetic heart valve, nonhuman
vascular graft, mechanical heart, or hip prosthesis) that is permanently
placed in a patient during surgery. If the area around a stab wound
becomes infected, it is not an SSI. It is considered a skin or soft tissue
infection, depending on its depth.
C.

Etiologi Infeksi
Penyebab Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri,
yaitu bakteri gram negatif (E. coli), gram positif (Enterococcus) dan
terkadang bakteri anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan, dari
alat-alat untuk menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak
adalah Staphylococcus.5

D.

Patogenesis dan Faktor Risiko


Pada akhir operasi, bakteri dan mikroorganisme lain mengkontaminasi
seluruh luka operasi, tapi hanya sedikit pasien yang secara klinis
menimbulkan infeksi (Fry 2003). Infeksi tidak berkembang pada
kebanyakan pasien karena pertahanan tubuhnya yang efektif untuk
menghilangkan organisme yang mengkontaminasi luka operasi. Infeksi
potensial terjadi tergantung pada beberapa faktor, diantaranya yang
terpenting adalah jumlah bakteri yang memasuki luka, tipe dan virulensi
bakteri, pertahanan tubuh host . Faktor eksternal yaitu : berada di rumah
sakit beberapa hari sebelum pembedahan dan operasi yang berlangsung
lebih dari 4 jam. Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu : 1.
Operating suite, yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang untuk
operasi dan ruang untuk mempersiapkan pasien atau untuk pemulihan
dan juga pakaian yang digunakan hampir tidak ada bedanya. 2. Operating
room, ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga sterilitasnya.
3. Tim operasi, yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari sebelum,
saat dan setelah operasi. Operator, asisten dan instrumen harus menjaga
sterilitas karena berhubungan langsung dengan daerah lapang operasi.
Orang-orang yang tidak ikut sebagai tim operasi harus menjauhi daerah
lapang operasi dan menjauhi daerah alat karena mereka tidak steril dan
pasien bisa terinfeksi nantinya. 3,5
Faktor pasien yaitu 1. Status nutrisi yang buruk Dapat menjadi atau
tidak dapat menjadi faktor yang mengkontribusi. Sayangnya beberapa
penelitian tidak dilakukan pada negara berkembang dimana malnutrisi
berat lebih banyak terjadi. 2. Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol 3.
Merokok 4. Kegemukan Meningkatkan resiko pada lapisan lemak
abdomen subkutan yang lebih dari 3 cm (1,5 inch). Resiko meningkat
dikarenakan dibutuhkan incisi yang lebih luas, sirkulasi yang berkurang
pada jaringan lemak atau kesulitan teknik operasi saat melewati lapisan
lemak 5. Infeksi koeksisten pada tempat lain di tubuh Dapat
meningkatkan resiko penyebaran infeksi melalui aliran darah 6.

Kolonisasi dengan mikroorganisme 7. Perubahan respon imun ( HIV /


AIDS dan pengguna kortikosteroid jangka panjang) 8. Lamanya
perawatan sebelum operasi 5,6
Faktor Operasi yaitu 1. Pencukuran sebelum operasi 2. Persiapan kulit
sebelum operasi 3. Lamanya operasi 4. Profilaksis antimikroba 5.
Ventilasi ruang operasi 6. Pembersihan atatu sterilisasi instrumen 7.
Material asing pada tempat pembedahan 8. Drain 9. Teknik pembedahan
10. Hemostasis yang buruk 11. Kegagalan untuk menutupi dead space
12. Trauma jaringan Faktor mikrobiologi 1. Sekresi toksin 2. Hambatan
pembersihan (contoh ; karena pembentukan kapsul) 6,7
E.

Gejala dan Tanda


Pasien merasakan beberapa gejala yang dirasakan saat terjadi infeksi
pada luka operasi : 1. Nyeri 2. Hipotermi atau hipertermi 3. Tekanan
darah rendah 4. Palpitasi 5. Keluar cairan dari luka operasi, bisa berupa
darah ataupun nanah (bisa berwarna dan berbau) 6. Bengkak (pasien
merasa nyeri, sekitar daerah yang membengkak terasa hangat dan
berwarna merah).2,7

F.

Diagnosa
Untuk mendiagnosa apakah itu suatu infeksi luka operasi dapat dengan
cara

1.

Pemeriksaan

fisik,

dengan

memeriksa

apakah

ada

pembengkakan, cairan atau sekret yang keluar. Harus diperhatikan juga


apakah ada penyebaran dari infeksi. 2. Tes darah, darah dapat mengetahui
bagaimana keadaan tubuh kita dan bakteri apa yang terdapat dan yang
menginfeksi. 3. Tes pencitraan, termasuk x-ray,MRI, scan tulang. 4.
Kultur dari luka dan biopsi jaringan, untuk mengidentifikasikan bakteri
apa yang terdapat pada luka, jenis infeksi dan pengobatan apa yang tepat.
Faktor luka lokal dihubungkan dengan fakta bahwa pembedahan merusak
mekanisme benteng pertahanan seperti kulit dan mukosa saluran
pencernaan selam dilakukan pembedahan. Teknik pembedahan yang baik
adalah jalan terbaik untuk mencegah infeksi luka operasi. 5,6,8
G.

Penatalaksanaan 8,9

1. Pembersihan luka Hal ini bisa dilakukan dengan mencuci luka dengan
air steril. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan tekanan tinggi
dengan jarum atau kateter dan alat penyemprot yang besar. Solusi
pembunuhan kuman dapat digunakan unuk membersihkan luka.
2. Debridement Hal ini dilakukan untuk membersihkan dan membuang
objek, atau kulit mati dan jaringan dari daerah luka. Dokter dapat
membatasi area yang rusak pada luka atau sekitar luka. Pembalut basah
bisa ditempatkan pada luka dan dibiarkan mengering. Dokter juga bisa
mengeringkan luka untuk membersihkan pus.
3. Penutup luka Hal ini juga disebut pembalut luka. Pembalut digunakan
untuk melindungi luka dari kerusakan lebih lanjut dan infeksi. Hal ini
juga menolong menyediakan tekanan untuk mengurangi pembengkakan.
Pembalut bisa berbagai bentuk. Pembalut bisa mengandung beberapa
substansi untuk menlong mempercepat penyembuhan.
4. Obat-obatan dokter mungkin memberikan antibiotik untuk mengatasi
infeksi. Pasien juga mungkin diberikan obat-obatan untuk mengurangi
sakit, pembengkakan, atau demam.
5. Terapi oksigen hyperbarik Juga disebut HBO. HBO digunakan untuk
memperoleh oksigen lebih banyak ke dalam tubuh. Oksigen diberikan
dibawah tekanan untuk menolong oksigen supaya sampai ke jaringan dan
darah. Pasien dimasukkan ke ruangan yang berbentuk seperti tabung yang
disebut ruangan hiperbarik atau ruangan tekanan. Pasien bisa melihat
dokter dan berbicara dengan mereka melalui pengeras suara. Pasien
mungkin mebutuhkan terapi ini lebih dari sekali.
6. Terapi tekanan negatif Juga sisebut vacuum-assisted closure (VAC).
Pembalut berbentuk spesial dengan melekat pada sebuah tabung
diletakkan didalam kavitas luka dan ditutup dengan ketat. Tabung
berhubungan ke sebuah pompa yang akan menolong menyedot keluar
cairan berlebih dan kotoran dari luka. VAC juga mungkin menolong untuk
meningkatkan aliran darah dan mengurangi jumlah bakteri di luka. 7.
Pengobatan lain Mengontrol atau mengobati kondisi medis yang
menyebabkan penyembuhan luka yang buruk menolong mengobati
infeksi pada luka. Pasien mungkin perlu minum obat untuk mengontrol

penyakit seperti diabetes atau tekanan darah tinggi. Dokter mungkin


memberikan pasien supplemen atau menyarankan diet spesial untuk
meningkatkan nutrisi dan kesehatan pasien. Pembedahan mungkin
dilakukan untuk meningkatkan aliran darah jika pasien mempunyai
masalah dengan pembuluh darah.
H. Pencegahan
1. Preoperative
a. Persiapan pasien
1 Kapanpun jika memungkinkan, identifikasi dan obati semua infeksi
yang terlokalisir di daerah operasi sebelum operasi elektif dan operasi
elektif yang tertunda pada pasien dengan dearah infeksi pada luka sampai
infeksi terobati. 2 Jangan mencukur rambut sebelum operasi kecuali jika
rambut tersebut atau sekitar daerah insisi akan mengganggu operai. 3 Jika
rambut dicukur, cukur secepatnya sebelum operasi, lebih baik dengan
pemotong elektrik. 4 Kontrol tingkat glukosa darah serum secara adekuat
pada semua pasien diabetes dan selalu hindari hiperglikemi sebelum
operasi. 5 Sarankan penghentian merokok. Minimal instruksikan pasien
untuk tidak merokok kretek, tembakau, atau bentuk konsumsi tembakau
lain selama paling tidak 30 hari sebelum operasi elektif. 6 Jangan
menahan darah pasien yang di operasi untuk mencegah infeksi luka
operasi. 7 Minta pasien untuk mandi dengan cairan atiseptik pada paling
tidak malam sebelum operasi dilaksanakan. 8 Cuci dan bersihkan dengan
benar sekitar daerah insisi untuk membuang kontaminasi sebelum
menyiapkan antiseptik kulit. 9 Gunakan antiseptik yang tepat. 10 Oleskan
antiseptik secara lingkaran yang dimulai dari tengah bergerak menuju
pinggir.

Daerah

yang

dipersiapkan

harus

cukup

besar

untuk

memperpanjang sayatan atau membuat sayatan baru jika diperlukan. 11


Usahakan pre operasi pasien di rumah sakit sesingkat mungkin. 12 Tidak
direkomendasikan untuk menurunkan atau menghentikan penggunaan
steroid sistemik sebelum operasi selektif. 13 Tidak direkomendasikan
untuk hanya meningkatkan support nutrisi untuk pasien operasi yang
dimaksudkan

untuk mencegah

infeksi

luka operasi.

14 Tidak

10

direkomendasikan untuk menggunakan mupicorin ke hidung untuk


mencegah infeksi luka operasi. 10,11
b. Antiseptik tangan/ lengan bawah untuk anggota tim bedah. 1. Potong
pendek kuku dan jangan memakai kuku palsu. 2. Lakukan pencucian
tangan sebelum operasi paling tidak 2 sampai 5 menit menggunakan
antiseptik yang tepat. Cuci tangan dan lengan bawah sampai ke siku. 3.
Setelah mencuci tangan, jaga tangan di atas dan tidak bersentuhan
dengan tubuh (siku pada posisi fleksi) sehingga air bergerak dari ujung
jari menuju siku. Keringkan tangan dengn handuk steril dan pakai baju
operasi steril dan sarung tangan steril. 4. Bersihkan bawah tiap kuku
sebelum mencuci tangan pertamakali. 5. Jangan menggunakan perhiasan.
6. Tidak direkomendasikan menggunakan cat kuku. 10,11
c. Penanganan personel bedah yang terinfeksi
1 Edukasi dan sarankan personel bedah yang memiliki gejala dan tpasien
penyakit infeksi yang menular agar melaporkan keadan mereka dengan
segera kepada supervisor dan personel kesehatan kerja. 2 Membuat
kebijakan yang baik mengenai tanggungjawab perawatan pasien ketika
personal potensial berada pada kondisi infeksius yang menular.
Kebijakan-kebijakan ini seharusnya mengatur : (a) Tanggungjawab
personel dalam menggunakan pelayanan kesehatan dan melaporkan
penyakit, (b) pembatasan kerja, dan (c) ijin untuk kembali bekerja setelah
menderita penyakit yang membutuhkan pembatasan kerja. Kebijakankebijakan tersebut seharusnya mengidentifikasi individu yang memiliki
kekuasaan untuk mengistirahatkan personel dari kerja mereka. 3
Menghentikan dari tugas operasi personel yang mempunyai lesi kulit yang
telah mengering sampai infeksi hilang atau personel tersebut telah
menerima terapi adekuat dan infeksi telah sembuh. 4 Jangan secara rutin
mengeluarkan personel operasi yang terkolonisasi dengan organisasi
seperti S. aureus (hidung, tangan atau bagian tubuh lain) atau grup A
Streptococcus, kecuali personel tersebut telah dihubungkan secara
epidemiologi kepada penyebaran organisme di wilayah pusat kesehatan.

11

Profilaksis antimicrobial 1 Berikan antimikroba profilaksis hanya ketika


diindikasikan, dan dipilih berdasarkan patogen yang paling umum
menyebabkan infeksi luka operasi untuk operasi spesifik dan rekomendasi
yang dipublikasikan. 2 Berikan dosis inisial antimikroba profilaktik
secara intravena, dihitung seperti konsentrasi bakterisidal obat yang ada
dalam serum dan jaringan ketika insisi dilakukan. Pertahankan tingkat
terapeutik agen dalam serum dan jaringan selama operasi dan sampai,
kebanyakan, beberapa jam setelah insisi ditutup di kamar operasi. 3
Sebelum operasi elektif kolorektal sebagai tambahan d2 diatas, persiapkan
kolon secara mekanik dengan menggunakan enema dan agen katartik.
Berikan agen antimikroba nonabsorbel dalam dosis terbagi sehari sebelum
operasi. 4 Untuk seksio sesaria risiko tinggi, berikan agen antimikroba
profilaktik segera setelah tali pusat diklem. 5 Jangan gunakan vankomisin
sebagai anti mikroba profilaksis.
2. Intra operatif10,11
a. Ventilasi 1 Pertahankan ventilasi tekanan positif di kamar operasi
dengan memperhatikan koridor dan area yang berdekatan. 2 Pertahankan
minimal pergantian udara 15 kali perjam, yang mana paling tidak 3
sebaiknya udara segar. 3 Saring semua udara, disirkulasi ulang dan segar,
melalui filter yang baik sesuai rekomendasi institut arsitek Amerika. 4
Memasukkan semua udara di langit-langit, dan alat pembuangan uap
dekat lantai. 5 Jangan menggunakan radiasi UV di kamar operasi untuk
mencegah infeksi luka operasi. 6 Tetap tutup pintu ruang operasi kecuali
dibutuhkan untuk jalan peralatan, personel dan pasien. 7 Pertimbangkan
melakukan operasi implan ortopedik dimana tesedia udara sangat bersih.
8 Batasi jumlah personel yang memasuki ruang operasi sesuai yang
dibutuhkan.
b. Membersihkan dan diinfeksi permukaan lingkungan 1 Ketika kotoran
yang terlihat atau kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh permukaan
atau peralatan terjadi selama operasi, gunakan disinfektan untuk
membersihkan area yang terkena sebelum operasi berikutnya. 2 Jangan

12

melakukan pembersihan khusus atau menutup kamar operasi setelah


terkontaminasi atau operasi yang kotor. 3 Jangan menggunakan keset
kaki yang lengket di jalan masuk kamar operasi atau kamar operasi
individu untuk mengontrol infeksi. 4 Vakum basah lantai kamar operasi
setelah operasi terakhir dengan disinfektan. 5 Tidak ada rekomendasi
untuk disinfeksi permukaan lingkungan atau peralatan yang digunakan di
kamar operasi dalam beberapa operasi jika tidak terlihat kotoran
c. Sterilisasi peralatan bedah 1 Sterilisasi instrumen operasi sesuai
dengan panduan yang dipublikasikan. 2 Lakukan sterilisasi cepat hanya
pada item peralatan perawatan penyakit yang akan digunakan segera.
Jangan gunakan sterilisasi cepat untuk alasan kenyamanan, seperti
sebuah alternatif membeli peralatan tambahan, atau untuk menghemat
waktu.
d. Pakaian operasi 1 Pakai masker operasi yang menutup keseluruhan
mulut dan hidung ketika memasuki ruang operasi jika operasi akan
dimulai atau sedang berjalan atau jika instrument steril sedang terekspos.
Pakai masker selama operasi. 2 Gunakan topi atau tudung untuk
menutupi rambut secara keseluruhan di kepala dan wajah ketika
memasuki ruang operasi. 3 Jangan menggunakan penutup sepatu untuk
mencegah infeksi luka operasi. 4 Pakai sarung tangan steril jika menjadi
tim operasi. Pakai sarung tangan setelah memakai baju steril. 5 Gunakan
jubah operasi dan penutup yang merupakan barier efektif ketika basah. 6
Ganti baju operasi yang terlihar sudah kotor, terkontaminasi danatau
dipenetrasi oleh darah atau material lain yang potensial infeksius.
e. Asepsi dan teknik operasi 1 Mengikuti prinsip asepsis ketika
menempatkan peralatan intravascular, kateter anesthesia spinal atau
epidural, atau ketika memberikan obat secara intravena. 2 Susun
peralatan steril dan obat cair sebelum digunakan. 3 Perlakukan jaringan
dengan lembut, pertahankan hemotasis efektif, minimalkan jaringan
lemah dan benda asing dan eradikasi ruang mati di tepat operasi. 4

13

Lakukan penutupan tunda kulit primer atau biarkan sebuah sayatan


terbuka agar sembuh kemudian jika ahli bedah memperkirakan daerah
operasi terkontaminasi berat.
f. Perawatan insisi setelah operasi 1 Lindungi dengan penutup steril
untuk 24 sampai 48 jam setelah operasi, sebuah sayatan yang telah
tertutup secara primer. 2 Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti
penutup dan setelah kontak dengan tempat operasi. 3 Ketika penutup
sayatan harus diganti, gunakan teknik yang steril. 4 Edukasi pasien dan
keluarga menyangkut perawatan sayatan yang baik, gejala infeksiluka
operasi, dan perlunya melapor segera. 5 Tidak ada rekomendasi untuk
menutupi sayatan yang tertutup secara primer melebihi 48 jam.
3. Paska operasi11
Paska operasi, hal yang harus diperhatikan adalah perawatan luka insisi
dan edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara
primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam paska operasi. Dressing
luka insisi tidak dianjurkan lebih dari 48 jam pada penutupan primer.
Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah penggantian dressing. Jika
luka dibiarkan terbuka pada kulit, maka luka tersebut harus ditutup
dengan kassa lembab dengan dressing yang steril. Edukasi pada pasien
berupa penjelasan mengenai perawatan luka operasi gejala SSI, dan
dokter harus melaporkan jika hal tersebut terjadi pada pasien. Pasien
segera dipulangkan setelah kondisi memungkinkan dan pasien beserta
keluarga juga diberi penjelasan mengenai perawatan luka dan tanda-tanda
ILO.

III.

RINGKASAN
Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi.
Dapat terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5
sampai 10 hari setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada
luka yang tertutup ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk
proses penyembuhannya. Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada

14

bagian dari organ tubuh dan juga dapat terjadi pada jaringan superfisial
(yang dekat dengan kulit) ataupun pada jaringan yang lebih dalam.
Menurut sistem CDCs terdapat standarisasi pada kriteria untuk
mendefinisikan infeksi luka operasi, yaitu : 1. Insisi Superfisial; 2. Insisi
Dalam; 3. Organ atau ruang. Terdapat beberapa klasifikasi luka operasi,
yaitu : clean, clean-contaminated, contaminated, dirty. Patogenesis
terjadinya infeksi luka pada operasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu
: faktor pasien, faktor terjadinya infeksi, faktor operasi, faktor
mikrobiologi. Luka yang di buat pada saat operasi merupakan tempat
jalan masuk dari bakteri, karena itu diperlukan penatalaksanaan dalam
pencegahan terjadinya infeksi luka operasi. Pencegahan agar tidak terjadi
infeksi luka operasi adalah pada saat preoperatif dan intraoperatif.

VI. RUJUKAN
1. Haryanti L, Pudjiati AH, Kariani E. Prevalens dan Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi
Pasca-Bedah.Sari pediatri. 2013; 15(4): 207-212.
2. Hidajat NN. Pencegahan Infeksi Luka Operasi. 2009: 1-6.
3. Singhal H, Kaur K, Zammit C. Wound infection. (Diakses pada tanggal 5 April 2008).
Diunduh dari: http://www.emedicine.com
4. Rivai F, Koentjoro T. Determinan Infeksi Luka Operasi Pasca bedah Sesar. Jurnal
kesehatan masyarakat nasional. 2013;8(5):235-240.

15

5. Townsend C M, Beauchamp R D, Evers B M, Mattox K L. 2004. Sabiston Textbook of


Surgery.The Biological Basis of Modern Surgical Practice17th edition. Elsevier Saunders;
Philadelphia. P 258-263
6. Nguyen D, MacLeod WB, Phung DC. Incidence and predictors of surgical site infections
in Vietnam. Infect Control Hosp Epidemiol 2001;22:485-92.
7. Porras-Hernandez JD, Vilar-Compte D, Cashat-Cruz M, Ordorica-Flores RM, BrachoBlanchet E, Avila-Figueroa C. A prospective study of surgical site infections in a pediatric
hospital in Mexico City. Am J Infect Control 2003;31:302-8
8. Burnicardi F C, Anderson D K, Bizliar T R, Durin D L, Hunter J G, Pollock M E. 2006.
Schwartzs manual of surgery Eight edition. MacGrawhill; New York. P. 90-96
9. Mangram A J, Horan T C, Pearson M L,Silver L C, Jarvis W R.1999. Guidline for
prevention of Surgical Site of Infection. Columbia University School of Nursing;New
York
10. Steven

M.

Gordon.2001.

New

Surgical

Techniques

and

Surgical

Site

Infections.http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol7no2/gordon.htm, 24 Feb 2009. Bonnie


Barnard, MPH, CIC.2003.http://www.theific.org/basiconcepts/11.pdf , 24 Februari 2009
11. Joint commission Resource.2008.http://www.jcrinc.com/Surgical-Site-Infections/, 24
Februari 2009 Colleges Committee on Operating Room Environment (CORE) .1999.
http://www.facs.org/about/committees/cpc/ssiguide0700.pdf,

24

Februari2009

Anda mungkin juga menyukai