Kasus Hdrs
Kasus Hdrs
dan pada 2 pertemuan terakhir klien mampu melakukan aktivitas harian dengan
bantuan minimal, tidak mengeluh pusing, merasa ada aktivitas yang dilakukan dan
memberikan makna hidup yang membuatnya semangat menjalani pengobatan dan
perawatan serta perasaan malu dan merepotkan orang lain hilang.
B. ANALISIS DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Klien yang mempunyai Penyakit kronis seperti CHF cenderung mempunyai
penilaian negatif tentang diri sehubungan dengan penyakitnya saat ini. Menurut
Wilkinson dan Ahern (2012) harga diri rendah situasional merupakan
berkembangnya persepsi yang negatif tentang diri klien sendiri sebagai respons
terhadap situasi saat ini. Akibat penyakitnya klien dapat mempunyai pikiran negatif
yang secara otomatis muncul tanpa dikehendaki pasien sendiri. Hal ini dapat
mengganggu proses perawatan dan pengobatan. Harga diri rendah situasional yang
dialami Tn E ini, disebabkan karena perubahan peran sosial yang disebabkan
seringnya mengalami kekambuhan sesak napas dan harus menjalani rawat inap
secara berulang. Hal ini memicu munculnya gangguan citra tubuh serta
menyebabkan kehilangan fungsi tubuh yang nyata. Kondisi ini
menyebabkan
harga diri rendah situasional yang dialami klien, dalam 6 kali pertemuan saya
memberikan dua terapi spesialis yaitu pemberian logoterapi VAT yang dilanjutkan
dengan pemberian terapi kognitif .
Pemberian logoterapi diharapkan klien dapat menemukan makna terhadap
situasi sulit yang dihadapi sehingga klien mampuan mendapatkan bimbingan
antisipasi untuk mempersiapan klien menghadapi krisis situasional akibat
penyakitnuya, meningkatkan sikap dan persepsi sadar dan tidak sadar klien
terhadap tubuhnya, selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan koping dengan
membantu klien beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan, atau ancaman
yang mengganggu pemenuhan tuntutan hidup dan peran (Wilkinson dan Ahern,
2012). Pemenuhan makna hidup bagi klien yang mengalami harga diri rendah
situasional sangatlah penting karena dapat meningkatkan kemampuan kopinh
dal;am menghadapi situasi hidup yang dialami. Pemberian logoterapi ini sudah
tetap karena sudah sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryatun
(2011), bahwa terdapat perbedaaan harga diri baik secara kognitif, afektif dan
perilaku secara signifikan pada kelompok yang diberikan logoterapi dari pada yang
tidak diberikan logoterapi.
Melalui terapi ini klien diajak mengenali masalahnya, apa penyebab dari
masalah tersebut, apa yang diharapkan dari masalah tersebut. Pada pertemuan
berikutnya klien diajak mengidentifikasi alasan alasan memilih harapan tersebut
serta makna apa yang akan diambil dengan memilih alasan tersebut, kemudian
memilih beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien Tn E. Setelah itu klien
diajak mengevaluasi dari pelaksanaan aktivitas tersebut dan selanjutnya mencari
makna yang dapat diambil dari aktivitas tersebut. Penyakit kronis d halnya n
penyakit degeneratif seperti multiple sklerosis sering menimbulkan simptom yang
tidak diprediksikan dan sering melibatkan adanya keluhan ansietas dan harga diri
yang rendah. Hasil penelitian Rosali dan
ditandai dengan munculnya pikiran negatif yang secara otomatis yang berhubungan
dengan kondisi penyakitnya. Seperti halnya yang dirasakan oleh klien Tn E yang
mengungkapkan pikiran penyakitnya tidak akan sembuh. Kondisi ini yang
membuat saya memilih terapi kognitif untuk membantu meningkatkan harga diri
klien. Dengan pelaksanaan terapi kognitif, klien akan dilatih mengidentifikasi
pikiran negatif yang dimiliki, kemudian akan diajarkan menlawan pikiran tersebut
ketika muncul. Hilangnya pikiran otomatis negatif yang dialami akan memperbaiki
persepsi klien tentang dirinya sendiri yang negatif. Menurut hasil penelitian
Kristyaningsih (2009), bahwa terapi kognitif dapat membantu merubah harga diri
klien yang rendah atau dapat meningkatkan harga diri klien. Menurut Wilkinson
dan Ahern (2012), salah satu sasaran utama memberikan asuhan keperawatan pada
klien harga diri rendah situasional adalah peningkatan harga diri, hal ini membantu
pasien meningkatkan penilaian diri pribadi tentang harga diri yang positif.
Pemilihan terapi kognitif untuk meningkatkan harga diri rendah situasional ini
sudah tepat, hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Melanie dan Fennell (1998),
bahwa terapi kognitif mendorong penerimaan diri klien terhadap penyakitnya dan
merubah pikiran negatif, merubah emosi serta perilaku yang muncuk akibat harga
diri rendah.
C. Rekomendasi
Hasil analisis diagnosis keperawatan ini menghasilkan suatu rekomendasi bahwa
pada klien demgan penyakit kronis yang mengalami kekambuhan yang sering dan
harus dirawat di rumah sakit secara berulang sering berdampak pada perasaaan
depresi, sedih, juga harga diri rendah situasional. Sehingga ketika menjumpai kasus
seperti diatas, seorang mahasiswa harus menegakkan diagnosis harga diri rendah
situasional selain diagnosis keperawatan yang lain untuk kemudian memberikan
terapi spesialis terapi cognitive therapy dan logoterapi
Referensi:
Wilkinson, J.M., dan Ahern, N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan
(terjemahan). Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kristyaningsih, T. (2009). Pengaruh Terapi Kognitif terhadap Perubahan Harga Diri
dan Kondisi Depresi Pasien Gagal Ginjal Chronic di Ruang Haemodialisa
RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2010. Thesis Program Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.