DISUSUN OLEH :
NAMA
SUHENDRO
NPM
13810099
PRODI :
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini, penulis akan
membahas mengenai BANTUAN HUKUM BAGI TERPIDANA YANG TIDAK
MAMPU
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian tentang hukum
waris. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, penulis
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya tugas yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Metro, Mei 2016
Penulis
iii
DATAR ISI
ii
iii
...............................................................................
iv
9
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan. Siapa
yang lebih pandai menggunakan hukum akan keluar sebagai pemenang dalam
berperkara. Bahkan, advokat dapat membangun konstruksi hukum yang
dituangkan dalam kontrak sedemikian canggihnya sehingga kliennya meraih
kemenangan tanpa melalui pengadilan. Dalam hal ini tidak terlepas dari yang
namanya Bantuan Hukum, karenan Bantuan Hukum ditunjukan kepada
Advokat sebagai profesi yang menangani masalah tersebut. Pada zaman
modern seperti sekarang ini tidak jarang kejahatan yang kerap kali terjadi
belakangan ini motivnya karena keadaan ekonomi, sosial maupun moral.
Selain itu juga kejahatan membuat masyarakat menjadi resah dan takut serta
dapat pula merusak tatanan hidup masyarakat.
Bantuan hukum bukanlah semata-mata pro bono publico work, tetapi
merupakan suatu kewajiban advokat (duty or obligation). Orang miskin
berhak memperoleh pembelaan dari advokat atau pembela umum yang bekerja
untuk organisasi bantuan hukum. Sebagai pengakuan hak individu (individual
right), prinsip persamaan di hadapan hukum (equality befor the law) dijamin
dalam sistem hukum Indonesia. Persamaan ini tidak mengenal pengecualian.
Setiap orang harus dapat dituntut di muka hukum, diinterogasi,
diselidiki, disidik, didakwa, dituntut, ditahan, dihukum, dipenjara, dan segala
perlakuan hukum yang dibenarkan secara hukum. Semua itu demi tercapainya
keadilan (justice). Kalau orang mampu dapat menyewa dan menunjuk
advokat, maka orang miskin pun harus dijamin dalam sistem hukum untuk
menunjuk seorang advokat atau pembela umum secara cuma-cuma.
Pembelaan advokat diperlukan untuk memastikan hak dan kebebasan individu
dihormati dan diakui para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim,
khususnya bagi orang miskin. Pembelaan bagi orang miskin adalah kewajiban
bagi advokat, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
vi
BAB II
PEMBAHASAN
vii
Todung Mulya Lubis, Gerakan Bantuan Hukum Di Indonesia :Sebuah Studi Awal
dalam Abdul Hakim Garuda Nusantara Dan Mulayan W. Kusumah, Beberapa Pemikiran
Mengenai Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, Alumni, Bandung, hlm 5
3
Fuady, Munir, Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum), Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003)., h. 67
viii
mengenai
tingkah
laku
atau
perbuatan
dalam
melaksanakan profesinya yang dalam banyak hal disalurkan melalui kode etik.
4
4
54
Baca Hendra Winata, Frans Advokat Indonesia, citra, idealisme dan kepribadian (Jakarta:
Sinar Harapan,1995)., h. 14
ix
Secara garis besar dapat disebutkan di bawah ini mengenai fungsi dan
peranan advokat antara lain sebagai berikut:6
1
yakni
Kode
Etik Advokat
Indonesia,
maupun
secara
65
xi
xii
xiii
xiv
xv
Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata
Usaha Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK
Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang
Mampu.
Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang berbunyi
:
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima
belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam
dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum
sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan pada
proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka,.
Maka sebenarnya setiap pejabat yang memeriksa tersangka atau terdakwa
pada semua tingkat pemeriksaan, meliputi polisi pada tingkat penyidikan,
jaksa pada tingkat penuntutan, dan hakim pada tingkat pemeriksaan di
pengadilan, mempunyai kewajiban untuk menyediakan bantuan hukum, atau
memastikan bahwa tersangka atau terdakwa yang diperiksa didampingi oleh
seorang penasehat hukum.
Bahkan menurut ayat (2) dari Pasal yang bersangkutan, yang menyatakan
bahwa : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimna
dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma, para
advokat juga tidak luput dari kewajiban serupa, yaitu menyediakan bantuan
hukum secara cuma-cuma bagi tersangka atau terdakwa berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh para pejabat di lingkungan peradilan
sebagaimana disebutkan di atas.
Agar bantuan hukum yang diberikan bermanfaat bagi seluruh masyarakat,
maka perlu dalam pelaksanaannya dilakukan secara merata dengan penyaluran
melalui berbagai institusi penegakan hukum yang ada seperti pengadilan,
kejaksaan, organisasi advokat, maupun organisasi-organisasi masyarakat yang
bergerak dibidang bantuan hukum.
xvi
pada
kegiatan
pendampingan
87
terhadap
masyarakat
dalam
Frans Hendra Winata, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan,
(Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000)., h. 34
xvii
Ibid
xviii
melalui
diskusi-diskusi
yang
bertujuan
memberikan
sebagai
corong
dengan
persetujuan
kliennya
untuk
xix
BAB III
KESIMPULAN
Bantuan hukum adalah hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa
bayar (pro bono publico) sebagai penjabaran persamaan hak di hadapan hukum.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 34 UUD 1945 di mana di dalamnya
ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara
Tugas dan fungsi advokat didasari pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat pada pasal 22 yang menyatakan bahwa : (b) Advokat wajib
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang
tidak mampu.
Landasan konstitusional pemberian bantuan hukum kepada terpidana tidak
mampu terdapat pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
dengan tegas menyatakan bahwa, Advokat wajib memberikan bantuan hukum
secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
xx
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Aspek aspek bantuan hukum di indonesia, (Yogyakarta: Cendana
Press, 1983)
Todung Mulya Lubis, Gerakan Bantuan Hukum Di Indonesia :Sebuah Studi
Awal dalam Abdul Hakim Garuda Nusantara Dan Mulayan W.
Kusumah, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Kearah
Bantuan Hukum Struktural, Alumni, Bandung
Fuady, Munir, Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum),
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003).,
Baca Hendra Winata, Frans Advokat Indonesia, citra, idealisme dan kepribadian
(Jakarta: Sinar Harapan,1995).,
Dimensi Moral Profesi Advokat dan Pekerja Bantuan Hukum.
www.komisihukum.go.id di akses tanggal 29 Januari 2009
Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor :M.03-UM.06.02 Tahun
1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi
Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui Pengadilan Negeri
Dan Pengadilan Tata Usaha Negara
Frans Hendra Winata, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas
Kasihan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000).,
xxi