Anda di halaman 1dari 14

BAB 2.

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Bayi kecil untuk masa kehamilan adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya yang berarti bayi
mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri (Syafrudin,2009). Pada umumnya
bayi yang lahir dengan kecil masa kehamilan (KMK) akan memiliki rata-rata
dibawah persentil ke 10 yang berarti bahwa bayi memiliki berat badan kurang
dari 90 % dari keseluruhan janin yang berada dalam usia kehamilan yang sama.
Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) dalam bahasa inggris disebut
sebagai small for gestasional age (SGA) atau small for date (SFD), yaitu bayi
yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intrauterine dengan berat badan
terletak di bawah persentil ke 10 dlam grafik pertumbuhan intrauterine
(Wiknjosastro, 2007).

Bayi kecil masa kehamilan juga disebut sebagai

pertumbuhan janin terhambat yang terjadi karena kegagalan janin untuk encapai
potensi pertumbuhanya.
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan saat lair kurang
dibandingkan dengan berat badan seharusnya untuk masa genetasi bayi (KMK)
(FK UI, 2007). Istilah

dismaturitas mengacu kepada sindrom tahap

perkembangan bayi kurang daripada yang diharapkan untuk periode kehamilan


atau keadaan yang memperlihatkan perubahan yang bersifat kemunduran dan
tanda-tanda hipoksia intrauterine (Oxorn, 2010).
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) terbagi atas dua yaitu :
a. Gangguan pertumbuhan janin simetris
Pada pertumbuhan janin simetris memiliki kejadian lebih awal dari
gangguan pertumbuhan janin yang asimetris. Semua organ mengecil. Hal ini
dapat disebabkan oleh kelainan kromosom, kelainan organ terutama jantung,
pada trimester pertama kehamilan ibu mengalami infeksi virus seperti
cytomegalovirus, virus rubella, atau toxoplasma gondii.

b. Gangguan pertumbuhan janin asimetris (tidak simetris)


Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih
lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris. Biasanya terjadi
karena masalah pada plasenta ibu pada trimester kedua atau trimester ketiga.
Ketika penyebab terjadi, pertumbuhan antara organ dan jaringan akan
memiliki pertumbuhan yang berbeda yang artinya berat badan di bawah
persentil 10%, akan tetapi panjang badan dan lingkar kepala tetap
dipertahankan di atas persentil 10%. Beberapa organ akan lebih terpengaruh
seperti lingkar perut yang pertama kali akan mengalami gangguan,dan
kelainan panjang tulang paha yang biasanya akan mengalami gangguan
terakhir kali, selain itu lingkar kepala dan diameter bipareietal juga akan
berkurang. Hal ini dapat terjadi karena insufisiensi plasenta akibat kondisi ibu
mengalami gangguan seperti ibu mengalami tekanan darah tinggi, diabetes
dalam kehamilan.
Menurut wiknjosastro, 2007 ada dua bentuk pertumbuhan janin terhambat,
diantaranya.
a. Proportionate IUGR, dimana janin menderita distress yang lama, terjadi
gangguan pertumbuhan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam
proporsi yang seimbang, tetapi secara keseluruhan masih dibawah masa
gestasi yang sebenarnya. Retardasi pada janin terjadi sebelum terbentuknya
jaringan adipose.
b. Disproportionate IUGR, terjadi akibat distress subakut. Gangguan terjadi
beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini
panjang dan lingkaran kepala normal tetapi berat badan bayi masih tidak
sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak memiliki jaringan lemak dibawah
kulit yang sangat sedikit, kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi
kelihatan kurus dan lebih panjang.

2.2 Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut WHO (2007) diperkirakan
15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering
terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik
menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka
kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari
2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas
dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh
angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Proporsi BBLR dapat diketahui
berdasarkan

estimasi

dari

Survey

Demografi

dan

Kesehatan

Indonesia

(SDKI). Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %.
Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% . Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002-2003, sekitar 57% kematian bayi terjadi pada
bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh gangguan perinatal dan
bayi berat lahir rendah. Menurut perkiraan, setiap tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir
dengan berat badan rendah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2003) Angka Kematian Bayi (AKB) di
Propinsi Jawa Barat masih tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional yaitu
321,15 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian bayi adalah
komplikasi pada bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia dan infeksi.
Penyebab tidak langsung AKB adalah faktor lingkungan, perilaku, genetik dan
pelayanan kesehatan sendiri (Retnasih, 2005).
Berdasarkan hasil survey di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2007 yang
mengalami insiden BBLR sebanyak 15,5%-17% dari kelahiran hidup 95% (Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2007). Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten

tahun 2007 adalah 41,25 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini masih diatas target
dalam indikator Sehat Tahun 2008, yakni < 35 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten pada tahun 2007 jumlah kematian bayi di
Kabupaten sebanyak 346 kasus. Jumlah ini meningkat pada tahun 2008 yaitu jumlah
kematian bayi di sebanyak 385 kasus. Salah satu penyebabnya adalah kejadian BBLR
sebesar 24,5% (Dinas Kesehatan Kabupaten 2008).
BBLR bervariasi menurut propinsi dengan rentang 2,0% - 15,1% terendah di
propinsi Sumatra Utara dan tertinggi di Sulawesi Selatan, tercatat bahwa jumlah bayi
dengan BBLR sebanyak 1.554 (1,2% dari total bayi lahir) dan yang tertangani
sebanyak 1.178 orang (75,8%), dengan kasus tertinggi terjadi di Kota Makassar yaitu
355 kasus (2,63%) dari 13.486 bayi lahir hidup dan yang terendah di Kabupaten
Pangkep hanya 3 kasus (Profil Kesehatan Propinsi Sulsel,2005).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO for
South-East Asia, pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan
penyebab infeksi 33%, asfiksia/trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan
lain-lain 5%. Risiko kematian BBLR 4 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi
lahir dengan berat badan lebih dari 2500 gram.

2.3 Etiologi
Beberapa factor yang mungkin dapat menyebabkan bayi kecil untuk masa
kehamilan, antaralain.
1. Faktor ibu
-

Usia ibu
Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu factor resiko terjadinya
kematian perinatal. Kehamilan, persalinan dan kelahiran yang aman
apabila usia ibu berada pada rentang antara 20 sampai 34 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ada hubugan antara umur ibu dengan hasil
kehamilan. Pada umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

resiko terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin


meningkat. Hal ini terjadi karena pada usia ibu kurang dari 20 tahun
kondisi ibu masih dalam pertumbuhan sehingga makanan yang masuk
masih banyak dipakai untuk ibu sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan janin (Rukiyah, 2007). Pada usia 20 tahun merupakan
resiko tinggi kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayi, hal
ini disebabkan pada usia muda organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologisnya belum optimal dan secara psikologis belum tercapainya
emosi dan kejiwaan yang cukup dewasa sehingga akan berpengaruh
terhadap penerimaan kehamilannya yang akhirnya akan berdampak pada
pemeliharaan dan perkembangan bayi yang dikandungnya. Sedangkan
pada ibu yang tua, terutama pada ibu hamil dengan usia lebih dari 35
tahun merupakan resiko tinggi pula untuk hamil karena akan
menimbulkan komplikasi pada kehamilan dan merugikan perkembangan
janin selama periode kandungan. Secara umum hal ini karena adanya
kemunduran fungsi fisiologis dari sistem tubuh (Cunningham, 2005).
-

Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi
yang dapat hidup. Pada umumnya berat bayi lahir rendah meningkat
sesuai dengan meningkatnya paritas ibu. Resiko untuk terjadinya BBLR
tinggi pada paritas pertama dan kemudian akan menurun pada paritas ke
dua atau ketiga selanjutnya akan meningkat kembali pada paritas ke
empat. Pada ibu dengan grandemulti, alat reproduksi yang dimilikinya
mengalami kemunduran daya lentur jaringan yang disebabkan terlalu
sering melahirkan dengan usia yang tidak produktif (>35 tahun)
menyebabkan terjadinya persalinan prematur sehingga bayi yang
dilahirkan BBLR (Winkjosastro, 2007).

Penyakit Ibu

Beberapa penyakit ibu yang diderita seperti hipertensi, penyakit


jantung, diabetes mellitus, malnutrisi, anemia, infeksi dan penggunaan
alkohol atau obat-obatan dan merokok dapat menyebabkan gizi kurang
sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. Perubahan
mikrovaskuler akibat toksemia gravidarum, hipertensi, penyakit ginjal
kronis, dan diabetes mellitus dapat menyebabkan pengurangan aliran
darah ke uterus dan plasenta sehingga mengganggu pertumbuhan janin.
-

Ketuban pecah dini (KPD)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan setelah ditunggu satu jam tetapi belum ada tanda
persalinan. Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar terjadinya
kelahiran premature. Owen dkk menganalisis hasil akhir perinatal pada
178 kehamilan yang dilahirkan terutama terjadi karena hipertensi. Mereka
membandingkannya dengan 159 kehamilan yang dilahirkan atas indikasi
persalinan

spontan

atau

pecah

ketuban preterm spontan.

Mereka

menyimpulkan bahwa kehamilan yang mengalami stress, yang sering


mengakibatkan dilahirkannya bayi kecil masa kehamilannya, tidak
memberikan keuntungan yang besar bagi ketahanan hidup (Cunningham,
2005).
2. Faktor pada uterus dan plasenta
Bayi kecil umur kehamilan yang berhubungan dengan uterus dan plasenta
terjadi karena berkurangnya aliran darah di uterus dan plasenta, plasenta lepas
dari uterus, plasenta previa, dan infeksi pada jaringan disekitar janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan perkembangan bayi
Faktor yang berhubungan dengan perkembangan bayi diantaranya
multiple gestasi seperti kelahiran bayi kembar, infeksi, kerusakan kelahiran,
dan abnormalitas kromosom.
2.4 Tanda dan Gejala

Ukuran bayi kecil kehamilan memiliki karakteristik fisik seperti masalah pada
penampilan kulit, tulang rawan telinga, lipatan tunggal dan perilaku misalnya
kewaspadaan, aktivitas spontan, semangat untuk makan sama seperti dengan bayi
ukuran normal yang memiliki usia kehamilan sama tetapi bayi kecil kehamilan
mungkin akan menunjukkan massa otot menurun, jaringan lemak subkutan yang
tipis, wajah terlihat cekung menyerupai orang tua, dan tali pusat dapat muncul
tipis dan kecil. Tanda-tanda bayi perkembangan janin terhambat (PJT) atau kecil
masa kehamilan (KMK) menurut Dinkes Provinsi NTB (2007) dan Syafrudin
(2009) yaitu:
a. Gerakan bayi aktif dan tangisannya kuat
b. Kulit bayi keriput, lemak dibawah kulitnya tipis
c. Bayi perumpuan labia mayora menutupi labia minora
d. Bayi laki-laki testis mungkin telah turun
e. Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian
f. Menghisap kuat
2.5 Patofisiologi
Meskipun beberapa bayi kecil masa kehamilan terjadi karena factor genetic,
yaitu orang tua bayi berbadan kecil, Bayi kecil masa kehamilan banyak terjadi
karena masalah pertumbuhan janin yang terjadi selama kehamilan. Banyak bayi
dengan berat badan rendah disebut dengan Intrauterine growth restriction
(IUGR). IUGR terjadi ketika janin tidak mendapatkan kebutuhan nutrisi dan
oksigen yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan
organ dan jaringan. IUGR dapat terjadi setiap waktu dalam masa kehamilan.
IUGR dapat terjadi karena abnormalitas kromosom, penyakit maternal, atau
masalah berat dengan plasenta. Penyakit yang diderita ibu saat hamil seperti
toksemia gravidarum, hipertensi, penyakit ginjal kronis dan diabetes mellitus
akan menyebabkan perubahan mikrovaskuler sehingga terjadinya pengurangan
aliran darah ke uterus dan plasenta yang menyebabkan pertumbuhan janin

terganggu. Gangguan pertumbuhan yang menyebabkan bayi lahir dengan berat


badan yang rendah terjadi karena tiga fase yaitu.
1. Fase 1 (usia kehamilan 4-20 minggu). Pada fase ini terjadi pertambahan atau
pembelahan sel yang sangat cepat dan massif atau dikenal sebagai fase
hyperplasia. Jika janin mengalami gangguan pada pertumbuhan pada fase ini,
kemungkinan besar bayi akan lahir dengan SGA simetris.
2. Fase 2 (usia kehamilan 20-28 minggu). Pada fase ini pertambahan atau
pembelahan sel tidak terlalu cepat, tetapi sel yang sudah ada ukurannya
semakin bertambah. Jika janin mengalami gangguan pada fase ini janin akan
mengalami SGA tipe mixed-asimetris.
3. Fase 3 (usia kehamilan 28-40 minggu). Pada fase ini terjadi pertambahan
ukuran sel yang sangat cepat (hipertrofi) serta terjadi akumulasi lemak, otot,
dan jaringan ikat yang sangat

cepat. Jika janin mengalami gangguan

pertumbuhan pada fase ini, kemungkinan janin akan mengalami SGA


asimetris.
2.6 Komplikasi dan Prognosis
1. Komplikasi
Bayi dengan kelahiran kecil akan memiliki beberapa resiko kehesatan
yaitu:
-

Asfiksia bayi baru lahir, dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir
(Wiknjosastro, 2007). Asfiksia juga dapat terjadi karena insufisiensi
plasenta karena kontraksi uterine yang lambat atau berhentinya perfusi
plasenta akibat proses kompensasi dari spiral arteri. Oleh karena itu ketika
insufisiensi plasenta terjadi, kompensasi yang dilakukan janin dapat di
ketahui dan detak jantung janin dapat di monitor selama janin melakukan

kompensasi. Jika dideteksi janin sedang dalam keadaan berbahaya, perlu


tindakan cepat dan pelaksanan kelahiran melalui Caesar dapat menjadi
pilihan. Untuk mendeteksi keadaan bayi mengalami asfiksia atau bukan
dapat diketahui dengan menilai skor APGAR bayi.
Nilai APGAR adalah suatu alat yang sangat baik untuk menilai status
keseluruhan pada neonatus segera setelah kelahiran (1 menit) dan setelah
periode singkat observasi (5 menit). Nilai APGAR yang normal adalah 7
atau lebih besar pada 1 menit dan 9 atau 10 pada 5 menit (Hacker, 2001).
Nilai (skor) APGAR tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk
tindakan resusitasi. Penilaian harus dilakukan segera sehingga keputusan
resusitasi tidak didasarkan pada penilaian APGAR; tetapi cara APGAR
tetap dipakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1 menit dan
5 menit setelah kelahiran (Depkes RI, 2007).
Nilai APGAR ( Varney, 2007 ).
Klinis
Warna kulit
Detak jantung
Reflex menangis
Tonus otot

0
Biru pucat

1
Tubuh

Tidak ada

ekstremitas biru kemerahan


< 100 X per>100 X per menit

Tidak ada
Tidak ada

menit
Menyeringai
Batuk/bersin
Ekstremitas fleksiFleksi kuat gerak

lemah
Pernafasan
Tidak ada
Tak teratur
Keterangan : Nilai 0-3 : asfiksia berat

2
merah,Seluruh

tubuh

aktif
Tangis kuat

Nilai 4-6 : asfiksia sedang


Nilai 7-10 : normal
-

Aspirrasi meconium, dapat menyebabkan kolaps paru atau pneumotoraks.


Keadaan hipoksia intrauterine dapat mengakibatkan janin mengadakan
gasping dalam uterus. Selain itu meconium akan dilepaskan ke dalam
likour amnion sehingga cairang yang mengandung meconium masuk

kedalam paru-paru janin. Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan
pernafasan yang sangat menyerupai gangguan pernafasan idiopatik.
-

Hipoglikemia,

Hipoglikemia atau

rendahnya

kadar

glukosa

darah

merupakan penyebab utama kerusakan otak pada periode perinatal.


Gejala-gejala yang timbul biasanya lambat dan tidak khas: Lemah, bayi
kurang aktif, pucat dan apnea. Hipoglikemia disebabkan makanan
cadangan pada bayi dengan berat badan lahir rendah sangat minim
(Winkjosastro, 2007). Keadaan ini terutama terdapat pada bayi laki-laki.
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali disebabkan oleh
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas (FK UI,
2007).
-

Hiperbilirubinemia, adalah adanya bilirubin dalam jumlah berlebih


sehingga menyebabkan ikterus. Gejala-gejala yang menyertainya adalah
tidak mau minum, lemah, muntah dan serangan apnea. Hal ini disebabkan
belum sempurnanya fungsi hati untuk membentuk enzim glukuronil
transferase, yaitu suatu enzim yang berperan dalam metabolisme bilirubin
(Winkjosastro, 2007).
Bayi dismatur lebih sering mendapat hiperbilirubinemia dibandingkan
dengan bayi yang sesuai masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan
gangguan

pertumbuhan

hati.

Menurut

gruenwald

hati

pada

bayi dismatur beratnya kurang dibandingkan dengan bayi biasa (FK UI,
2007).
-

Hipokalsemia, juga sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir
rendah dengan gejala klinik yang tidak khas, bayi dapat apnea, tremor atau
kejang (Winkjosastro, 2007). Studi jangka panjang telah memperlihatkan
peningkatan 38 kali lipat dalam insidensi disfungsi serebral (berkisar dari
ketidakmampuan belajar minor hingga pulsi serebral) pada bayi PJT cukup
bulan dan lebih banyak lagi jika bayi dilahirkan secara preterm (Norwitch,
2006).

Penyakit membrane hialin, penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur


yang

preterm.

Hal

ini

karena

surfaktan paru

belum

cukup

sehingga alveoli selalu kolaps (FK UI, 2007).


-

Hipotermi, bayi dengan berat badan lahir rendah mudah kehilangan panas
tubuh sehingga sulit mempertahankan suhu tubuhnya. Hal ini disebabkan
karena permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas dibandingkan berat
badannya menyebabkan kehilangan panas melalui kulit besar, suhu tubuh
bayi dalam kandungan ibu 37oC segera setelah lahir bayi berada dalam
ruangan dengan suhu yang jauh lebih rendah ( 25oC-28oC), perbedaan
suhu yang besar ini akan sangat mempengaruhi kehilangan panas tubuh
bayi, Jaringan subkutan pada bayi BBLR sangat tipis sehingga bayi tidak
mempunyai isolator untuk menghindarkan panas melalui kulit.

2. Prognosis
Jika terjadinya asfiksia dapat dihindari prognosis dari bayi kecil untuk
masa kehamilan atau SGA adalah baik. Bagaimanapun setelah bayi lahir
mungkin dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit iskemia jantung,
hipertensi dan stroke termasuk penyebab perkembangan pembuluh darah
yang tidak abnormal. Bayi kecil untuk masa kehamilan terjadi karena factor
genetic, infeksi pada masa kehamilan atau penggunaan obat-obatan selama
hamil dapat memperburuk prognosis tergantung pada diagnosis yang spesifik.
Jika intrauterine growth restriction terjadi karena insufisiensi plasenta, nutrisi
yang adequate diizinkan untuk membatu mencukupi kebutuhan nutrisi janin
setelah kelahiran.
2.7 Pengobatan
Pengobatan yang spesifik untu bayi untuk kehamilan kecil ditentukan sesuai
dengan keadaaan bayi, yaitu berdasarkan.
-

Umur kehamilan bayi, kondisi kesehatan bayi secara keseluruhan, riwayat


kesehatan bayi

Keadaan bayi secara luas

Toleransi bayi untuk medikasi, prosedur, dan terapi yang spesifik

Pendapat dan pilihan yang diambil orang tua bayi.


Bayi dengan SGA mungkin diidentifikasi lebih dewasa meski dengan ukuran

yang kecil, tetapi mereka sangat lemah dan kurang dapat mentoleransi dalam
pemberian makanan dan menjaga suhu tubuh untuk tetap hangat. Pengobatan
yang dapat dilakukan antaralain.
-

Mengkontrol temperature incubator atau kamar bayi

Jika bayi tidak dapat mengisap dengan kuat dipasang tabung untuk pemberian
makan

Memonitor terjadinya hypoglikemia dengan test dara

Memonitor kadar oksigen bayi, bayi dengan kecil kehamilan


mungkin membutuhkan oksigen dan alat bantu pernafasan
untuk bernafas.

2.8 Pencegahan
Pemeriksaan kehamilan sangat penting untuk semua kehamilan terutama
untuk mengidentifikasi masalah pertumbuhan janin. Berhenti merokok dan
penggunaan obat-obatan dan alcohol perlu untuk dilakukan untuk menjaga
kesehatan kehamilan. Memakan makanan dengan diet yang sehat selama
kehamilan juga membantu menjaga kesehatan janin.
Tata laksana yang dapat dilakukan pada masa antenatal antara lain:
1. Penilaian kelainan kromosom, dapat dilakukan dengan non-invasive prenatal
test (NIPT) untuk menilai ada atau tidaknya kelainan kromosom pada janin
yang dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.
2. Surveillance bayi kecil, dengan cara:
-

Pemeriksaan doppler arteri umbilikalis untuk menilai adanya peningkatan


indeks resistensi pada arteri umbilikalis.

Menilai indeks cairan amnion

Pemeriksaan profil biofisik janin, menggabungkan beberapa pengukuran


termasuk gerak napas janin.

Pemeriksaan kardiotokorgafi (CTG).


Pengakhiran

kehamilan

yang

tepat

untuk

IUGR

adalah

dengan

mempertimbangkan metode persalinan dan risiko persalinan yang akan ditemui.


Dokter spesialis kebidanan diharapkan berkolaborasi dengan dokter sepsialis
anak pada saat akan melakukan pengakhiran kehamilan, dan juga memberikan
informed consent kepada ibu dan keluarganya mengenai keadaan janin pada saat
akan dilakukan pengakhiran kehamilan. Sementara itu, intervensi antepartum
alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan penghentian merokok, pemberian
aspirin (masih dalam kontroversi), pemberian steroid (untuk usia kehamilan < 36
minggu). Pada saat pengakhiran kehamilan (intrapartum), diharapkan adanya
kolaborasi yang baik antara dokter spesialis kebidanan dengan tim neonatal,
termasuk tersedianya tenaga resusitasi neonatus yang terlatih, serta pemantauan
ketat selama periode intrapartum.

DAFTAR PUSTAKA
K, Deswani. 2012.Panduan Praktik Klinis dan Laboratotium Keperawatan Maternitas.
Jakarta: Salemba Medika
Mitayani. 2009. Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
http://www.stanfordchildrens.org/en/topic/default?id=small-for-gestationalage-90-P02411
http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/perinatalproblems/small-for-gestational-age-(sga)-infant
http://www.health.vic.gov.au/neonatalhandbook/conditions/small-forgestational-age-infants.htm

Anda mungkin juga menyukai