Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH INDIVIDU

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM


(disusun untuk memenuhi tugas individu KJL I dan KJL II)

Disusun oleh :
Nama

: Susanti Niman

NIM

: 1106042393

Program studi

: S2 Keperawatan Jiwa

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN JIWA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gangguan jiwa merupakan respon maladaptive terhadap stressor dari lingkungan
dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu
(Townsend,2009).
WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa,
sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%

penduduk

diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.
Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa
ringan

11,6

persen

dan

0,46

persen

menderita

gangguan

jiwa

berat.

Salah satu gangguan jiwa berat yang sering terjadi adalah skizofrenia . Skizofrenia
merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan prilaku psikotik,
pemikiran konkret dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal
serta kesulitan dalam memecahkan masalah (Stuart, 2009).
Sekitar 75% klien dengan schizophrenia mengalami waham. Waham merupakan salah
satu gangguan isi pikir. Pikiran normal mengacu pada komponen ide dari aktivitas mental,
proses untuk membayangkan, menilai, mengevaluasi, meramalkan, menciptakan,
merencanakan dan kemauan. Pikiran dibagi menjadi proses (bentuk) dan isi, proses
(bentuk) adalah cara dimana individu menyatukan gagasan dan asosiasi, isi adalah apa
yang sesungguhnya dipikirkan individu, gagasan dan keyakinannya.
Gangguan berpikir dikenali melalui pembicaraan dan tulisan individu, yang terlihat tidak
mampu menyelesaikan tugas. Inti dari gangguan isi pikir adalah keyakinan dan bentuk
pendirian yang abnormal. Perkembangan dari keyakinan dan bentuk pendirian yang
abnormal harus mempertimbangkan kultur, sebab sesuatu yang kelihatan tidak normal
pada satu kultur, mungkin secara umum dapat diterima oleh kultur lain.
Jenis waham yang umum terjadi persecutory, grandiose atau religious. Waham terjadi
sebagai respon terhadap kecemasan atau sebagai area refleksi seseorang, contoh klien
dengan self esteem yang buruk mempercayai bahwa dirinya utusan Tuhan dengan
kepercayaan dirinya tersebut, ia akan merasa lebih memiliki kekuatan atau lebih penting
(Varcarolis:2010)

Waham merupakan keyakinan yang salah, dipertahankan dan tidak memiliki dasar dalam
realitas. Klien memegang keyakinan ini dengan kepastian total yang tidak tergoyahkan
oleh informasi atau fakta dari luar yang bertentangan, langsung dan segera. Klien percaya
pada ide waham, ia akan bertindak sesuai dengan ide tersebut (Videbeck, 2007: 362).
Magister keperawatan jiwa sebagai tenaga kesehatan profesional dituntut untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan secara profesional pada klien waham. Agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara optimal dan memberikan therapi spesialis secara
tepat dituntut pengetahuan, pemahaman dan analisa tentang teori waham dan therapi
yang diberikan. Oleh karena itu melalui makalah ini, penulis mencoba membuat
pemaparan tentang waham dan therapinya.
B. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1. Mampu menjelaskan tentang patofisiologi, psikodinamika, psikopatologi, diagnosa
medis, therapi psikofarmaka yang sesuai dan therapi (individu, kelompok, kelompok,
keluarga dan komunitas) yang sesuai.
2. Mampu menganalisa therapi yang dipilih untuk menyelesaikan diagnosa waham.
3. Mampu menganalisa usulan therapi yang tepat untuk diagnosa waham
C. Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah :
Pada bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika
penulisan.
Pada bab II Landasan teori berisi tentang patofisiologi, psikodinamika, dan
psikopatologi diagnosa waham, penetapan diagnosa medis dan terapi psikofarmaka yang
sesuai, terapi individu, kelompok, keluarga, dan komunitas yang sesuai.
Pada bab III Pembahasan berisi tentang analisis terapi yang dipilih untuk menyelesaikan
diagnosa waham dan usulan terapi yang tepat untuk diagnosa tersebut
Bab IV Penutup dan diakhiri dengan daftar pustaka

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus
namun tidak sesuai dengan kenyataan ( Budi Anna Keliat : 2007 : 165)
Waham merupakan perubahan proses pikir yang biasa terjadi pada schizophrenia. Waham
merupakan keyakinan personal yang salah dan tidak bisa diubah oleh persuasi yang logis,
keyakinan tersebut tidak sesuai dengan realita.
Waham adalah keyakinan

palsu didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang

eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia klien dan latar belakang budaya yang tidak
dapat dikoreksi dengan suatu alasan (Townsend : 2009 : 499)
Waham adalah keyakinan yang salah yang tidak berdasarkan realita (Videback, 2009)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa waham adalah
keyakinan yang tidak berdasarkan realitas tetapi dipertahankan secara kuat.
Rentang respon neurobiologis :
Respon adaptaif

Respon maladaptif

pikiran logis

pikiran kadang menyimpang

gangguan pikiran/waham

persepsi akurat

ilusi

halusinasi

emosi konsisten

reaksi emosional berlebihan/

dgn pengalaman

kurang

emosi

perilaku sesuai

perilaku aneh

ketidakteraturan perilaku

hubungan sosial

menarik diri

isolasi sosial

kesulitan untuk memproses

B. Klasifikasi
1. Menurut konsep dasarnya :
a. Waham sistematis : keyakinan palsu yang digabungkan dengan suatu tema atau
peristiwa tunggal, melibatkan situasi yang menurut pikiran dapat terjadi di
kehidupan nyata.
b. Waham bizarre : keyakinan palsu yang aneh, mustahil dan sama sekali tidak
masuk akal, tidak berasal dari pengalaman hidup pada umumnya.

2. Jenis jenis waham atau isi waham terkadang berhubungan dengan pengalaman
hidup yaitu :
a. Waham kebesaran (grandiose) : meyakini memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diucapkan berulang kali namun tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham curiga : meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang kali namun tidak sesuai
kenyataan
c. Waham agama (religiosity) : memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan
d. Waham somatik : meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuh terganggu/ terserang
penyakit.
e. Waham nihilistik : meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal.
C. Patofisiologi
Berdasarkan teori neurobiologi, waham (delusi) terjadi karena faktor :
1. Adanya disfungsi pada lobus prefrontal,temporal dan basal ganglia
Penurunan volume otak bagian prefrontal mengakibatkan aktivitas neurotrasmitter
khusus dopamin meningkat, delusi atau waham timbul sebagai akibat dari suatu
aktivitas yang berlebihan dari neuron yang saling berkomunikasi satu sama lain
melalui transmisi dopamin (Halgin dan Whitbourne, 2011:61)
Waham juga terjadi pada klien dengan gangguan neurologis (demensia primer, head
injury dan seizures), karena memiliki masalah pada basal ganglia dan lobus temporal.
Klien yang mengalami waham somatik, berdasarkan hasil studi kasus menunjukkan
adanya hipoperfusi pada regio basal ganglia dan lobus temporal.
2. Faktor biologis memegang peranan pada perkembangan gangguan waham (delusi).
Penelitian Campana et al, menggunakan

eye tracking movement tests untuk

menghubungkan fungsi frontalis dengan gejala klinis waham. Hasilnya setelah


dibandingkan dengan responden yang normal, klien dengan gangguan waham
menunjukkan

abnormalities of voluntary saccadic eye movements and smooth

pursuit eye movements, disfungsi tersebut terlihat sama pada klien dengan
schizophrenia
3. Terjadi disregulasi dopamin
Keadaan hiperdopaminergik dihubungkan dengan perkembangan delusi. Berdasarkan
hasil penelitian Morimoto et al, 13 klien dengan gangguan waham mengalami

peningkatan level plasma homovanillic acid (HVA) (a dopamine metabolite). Hasil


penelitian lain yang serupa adalah adanya peningkatan prevalensi polymorphism D2
receptor gene at amino acid 311 (cysteine-for-serine substitution) pada klien dengan
gangguan waham, khususnya waham persecutory .
4. Terganggunya sistem endocannabinoid dan adenosine
Berdasarkan faktor psikologis dan lingkungan, waham dipengaruhi oleh faktor :
1. Stressor prenatal
Trauma psikologis yang dialami oleh ibu selama kehamilan berkontribusi terhadap
perkembangan schizophrenia (Kashan et al 2008)
2. Stressor psikologis dan stressor lingkungan
Stress meningkatkan hormon kortisol yang akan mengganggu hipothalamic
development faktor inilah yang berkontribusi terhadap schizophrenia.
D. Psikodinamika
Pasien paranoid

tidak memiliki rasa percaya dalam berhubungan. Ketidakpercayaan

tersebut telah dihipotesiskan menyebabkan lingkungan keluarga yang secara konsisten


bermusuhan, sering karena ibu yang terlalu mengontrol anak-anaknya dan ayah yang
sadis dan tidak ramah (Sadock dan Sadock, 2011:175).
Menurut Sigmund Freud adanya gangguan tugas perkembangan pada masa anak terutama
dalam hal behubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik dan
persaan takut. Respon orang tua yang maladaptif pada anak akan meningkatkan stress.
Frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terus menerus dapat menyebabkan
regresi dan withdrawl.
Klien yang mengalami waham disebabkan oleh faktor motivasi, delusi presecution
dikembangkan klien dengan tujuan melindungi dari harga diri rendah dan depresi. Waham
merupakan koping mekanisme.
E. Psikopatologi
Salah satu fungsi utama pikiran adalah menghasilkan pikiran. Pikiran memberikan sebuah
pengertian terhadap suatu identitas. Pikiran diproduksi sebagai akibat adanya proses yang
rumit melibatkan screening dan filtering stimulus internal-eksternal, menggunakan
multiple feedback pada otak.
Ketidakmampuan otak memproses data dengan akurat menimbulkan waham (delusi)
paranoid, grandiose, religius, nihilistik dan somatik.

Waham menggambarkan sebuah pengaruh yang rumit antara fisiologis otak, stimulus
lingkungan saat ini dan frame seseorang tentang dunia. Pengolahan infornasi pada klien
waham berubah karena perubahan pada neurobiologik, karena proses informasi otak
dapat dilihat pada bagan berikut :
Input sensori

Proses di otak

internal sense
biokimia
emosi
eksternal sense
penglihatan
suara
sentuhan
rasa
penciuman

respon perilaku

atensi

kognisi

memori

persepsi

learning

emosi

discriminasi

behavior &
movement

interpretasi
sosialisasi
organisasi

Bagan II.1 Proses pengolahan informasi otak


Pembentukan waham dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
1. Trema : mood delusi mewakili perubahan total pada persepsi
2. Apophany : pencarian dan menemukan arti baru untuk kejadian psikologis
3. Anastrophy : meningkatnya keadaan psikosis
4. Consolidation : membentuk dunia baru atau membuat setting psikologis berdasarkan
pada arti yang baru
5. Residuum : mencapai keadaan autistik
Waham dapat berhubungan dengan halusinasi. Waham dan halusinasi mungkin
merupakan pikiran yang single atau meliputi proses kognitif seseorang secara
keseluruhan. Waham dan halusinasi dapat mewakili pikiran komplit atau hanya bagian
dari ide.
Waham mungkin sistematis, artinya terbatas pada area spesifik seperti keluarga, agama
atau non sistematis artinya meluas pada area kehidupan, orang baru dan informasi baru
tergabung dalam waham.
Menurut Janice Clack (1962) dalam Yosep : 2007 : 75, halusinasi dan waham memiliki
tahapan :
1. Tahap comforting

2. Tahap condeming
3. Tahap controling
4. Tahap conquering
Berdasarkan pandangan psikologis kognitif dan eksperimental, mencoba menjelaskan
bahwa klien dengan waham cenderung menerima informasi secara selektif. Klien
membuat konklusi berdasarkan informasi yang tidak sesuai, label negatif pada penyebab

diluar diri dan kesulitan mempertimbangkan tujuan dan motivasiPeristiwa


lain. Waham
merupakan
yang
dapat menjadi presip
respon terhadap kecemasan individu atau merefleksikan area dimana individu concern.
Proses terjadinya waham dapat dilihat pada bagan berikut (mengadopsi dari Townsend :
2009:495)

Faktor Predisposisi:

Faktor predisp

Biologis

Psikologis & so

Pengaruh genetik:

Pola asuh oran

Riwayat keluarga dengan skizofrenia

Hubungan ora

Kemungkinan terjadi defek saat lahir

Anak menerim

Kemungkinan perubahan biokimia

Pengalaman a

Pengalaman masa lalu : saat prenatal terpapar infeksi


Kondisi fisik:

Struktur otak abnormal: penurunan


otakhubung
prefro
Tidak dapatvolume
membina
Epilepsy
Huntington diseases
Tumor otak
Parkinsonisme

Hiperaktivitas dopamin neurotransm

Ketidakmampuan menghadapi stressor dari lingkung

Keterampilan koping tidak ade


Disintegrasi proses pikir

Hambatan pengambilan kepu


Konflik psikologis
Disintegrasi ego (konfusi tent
Gangguan tidur

Ambivalensi disertai dengan k

Penilaian kognitif tidak realistis akibat ketidakmampuan mempercayai orang lain, kondisi panik, ketakutan yang direp

Stressor:

Peningkatan harapan men

Situasi yang meningkatkan


Isolasi sosial

Situasi yang meningkatkan

Situasi yang merendahkan

Situasi yang menyebabkan

Situasi yang meningkatkan

Kondisi tersebut dapa

Bila frustasi akibat setiap kombinasi keadaan tersebut melebih batas yang dapat seorang toleransi, ia aka

Karena kekuatan ego yang lemah, klien tidak bisa menggunakan coping mekani

Adap

Delusi/waham:

Respon kognitif: Adanya waham a

Respon afektif: Perasaan khawatir


Respon perilaku: Terlalu waspada

Respon sosial: Perilaku sosial yang

Sumber koping keluarga:


Pemahaman tentang penyakit
Finasial/pembiayaan
Ketersediaan waktu dan tenaga untuk klien
Kemampuan menyediakan dukungan secara terus
menerus
Mekanisme koping klien waham:
Regression
Proyeksi
Denial
Withdrawl / menarik diri
bagan II.2 Proses terjadinya waham

F. Penetapan diagnosa medis


Diagnosa medis : berdasarkan PPDGJ III maka diagnosa medis waham adalah :
F 20 Skizofrenia yang dikelompokkan pada F20.0 Skizofrenia Paranoid
Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA 2007 : 226 adalah gangguan proses pikir
G. Therapi psikofarmaka
Antipsikotik konvensional memberikan efek positif untuk menghilangkan gejala positif
pada schizophrenia (halusinasi, waham, gangguan proses pikir). Efek antipsikotik
biasanya baru terlihat setelah 2 6 minggu therapi. Konvesional antipsikotik bekerja
sebagai antagonis reseptor D2 Dopamin pada pusat limbik dan motor. Pemblokan reseptor
D2 dopamin pada motor area dapat menyebabkan efek ekstrapiramidal (EPS) yaitu
akathisia, dystonia akut, pseudoparkinsonism dan tardive dyskinesia. Reaksi lain yang
dapat terjadi adalah efek antikolinergik, orthostasis dan photosensitif. Termasuk dalam
obat kelompok konvensional adalah Low potensi (Chlorpromazine, Thioridazine),
Medium potensi (Loxapine, Trilafon), High potensi (Haloperidol).
Berdasarkan hasil penelitian klien berespon baik dengan pemberian terapi haloperidol
dosis rendah (sekitar 2.7 mg/d) dan menunjukkan penurunan

level plasma HVA

(dopamin metabolite) setelah pemberian terapi sehingga dapat memperbaiki gejala


waham.

Antipsikotik tipikal saat ini merupakan obat pilihan utama karena dapat mengatasi gejala
positif dan negatif pada Schizophrenia, efek samping seperti EPS dan tardive dyskinesia
minimal. Termasuk dalam obat kelompok ini adalah Risperidone (Risperdal), Olanzapine
(Zyprexa), Quetiapine (Seroquel). Berdasarkan hasil penelitian Fisher (2006) Olanzapine,
Risperidone dan Quetiapine dengan dosis 0.5- 2 mg/hari terbukti efektif untuk mengatasi
waham
H. Therapi individu (TIDAK USAH)
Therapi individu yang dilakukan untuk klien dengan waham, adalah :
1. Supportif therapi
Therapi supportif bertujuan membantu memfasilitasi kepatuhan terhadap treatment
dan memberikan pendidikan atau pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya.
Intervensi edukasi dan sosial termasuk sosial skill training dapat diberikan pada klien,
bertujuan mengurangi gejala, memperbaiki sensori, mengurangi isolasi, mengurangi
stress dan mengurangi resiko untuk violence. Memberikan bantuan dan tuntunan yang
realistik dapat membantu klien dengan waham secara optimal.
2. Social Skill Training (SST)
SST merupakan salah satu bentuk intervensi psikososial yang banyak digunakan pada
klien schizophrenia. Sosial skill training membantu meningkatkan kemampuan
individu berintraksi dalam suatu lingkungan. Prosedur edukasi SST dilakukan melalui
role play.
3. Therapi kognitif
Therapi kognitif terbukti sangat efektif dilakukan untuk klien waham tipe
persecutory. Terapis dapat membantu klien mengidentifikasi pikiran maladaptif dan
berdiskusi dengan klien tentang pikiran yang tidak realistik tersebut.
Terapi kognitif diarahkan secara spesifik pada pola pikir yang berkembang (misalnya
asosiasi tidak logis dibuat di antara kejadian yang kebanyakan dari kita tidak yakin
kaitannya). Tujuannya adalah memodofikasi keyakinan yang sudah diperbaharui, dan
dengan menghubungkan mereke dengan pengalaman normal mengurangi sebagaian
rasa takut yang menyerang mereka (Doenges et.al, 2008:255).
4. Cognitive-behavioral therapy (CBT)

CBT didasarkan pada teori psikologi kognitif dan teori prilaku. CBT dapat merubah
pikiran yang negatif melalui pemikiran yang rasional. CBT merupakan terapi yang
didasari oleh gabungan beberapa intervensi yang dirancang untuk mengubah cara
berpikir, memahami situasi dan perilaku sehingga mengurangi frekuensi reaksi negatif
dan emosi yang mengganggu.
5. Terapi perilaku (BT)
Terapi perilaku dilakukan berdasarkan asumsi bahwa perubahan perilaku maladaptif
dapat terjadi tanpa insight. Therapi BT efektif untuk klien dengan schizophrenia
(Varcolis 2010)
Terapi perilaku berfokus pada konsekuensi perilaku disfungsional dan bagaimana cara
untuk mengubahnya. Terapis dapat mengajarkan keterampilan sosial, aktivitas
kehidupan sehari-hari dan keterampilan komunikasi, gunakan sistem tanda
penghargaan untuk menguatkan perilaku yang diinginkan dengan pemberian
penghargaan kepada mereka berupa hak-hak khusus (Copel, 2007:131).
I. Therapi kelompok
1. Group therapi
Terapi kelompok bagi klien schizophrenia terbukti efektif, dengan terapi kelompok
yang berfokus pada rencana kehidupan nyata, masalah dan relationship dapat
mengurangi isolasi sosial, meningkatkan sense of cohesiveness dan memperbaiki
reality testing. (Townsend :2009 :508)
2. Cognitive behavioral social skills training (CBSST)
CBSST merupakan kombinasi antara CBT dan SST. CBSST melatih teknik koping,
keterampilan fungsi sosial, problem solving dan penanganan neurokognitif. CBSST
meningkatkan fungsi kognitif dan sosial sehingga dapat memperbaiki fungsi dan
kualitas hidup klien schizophrenia.
3. Self Help Group
Self help group merupakan kelompok yang memiliki keinginan untuk berbagi
permasalahan, saling bantu terhadap hal yang dialami atau yang menjadi fokus
perhatian
J. Therapi keluarga
1. Family psikoedukasi therapi

Family psikoedukasi therapi terbukti sukses untuk merawat klien dengan


schizophrenia, melalui family psikoedukasi keluarga dapat membantu memberikan
support dan meningkatkan koping yang efektif untuk anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa (Varcolis 2010)
K. Therapi komunitas
1. Assertive community treatment (ACT)

Program support dari komunitas penting untuk membantu klien dan keluarga dengan
schizophrenia di komunitas.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisa therapi yang dipilih untuk menyelesaikan diagnosa waham
Ada banyak faktor yang memicu timbulnya waham pada individu, faktor tersebut antara
lain kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal
kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah intepretasi
terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan yang dapat menyebabkan waham
(Isaacs, 2005). Townsend, 2009 menuliskan, bahwa hubungan orang tua dan anak yang
penuh dengan ansietas berat, anak menerima pesan yang tidak konsisten dan
membingungkan dari orang tua dan tidak mampu membina rasa percaya. Tingkat ansietas
tinggi tetap berlangsung, dan konsep diri anak ambigu. Faktor lainnya adalah yang dapat
memicu waham adalah sosial ekonomi yang rendah, ciri kepribadian curiga, cemburu,
dan suka berrahasia dan tumor otak. Gangguan waham seringkali melibatkan sistem
limbik dan ganglia basalis . Gangguan waham juga dapat muncul akibat respon normal
terhadap pengalaman abnormal pada lingkungan. Orang waham cendrung secara sosial
terisolasi, hipersensitif dan menggunakan mekanisme ego yang spesifik: pembentukan
reaksi, proyeksi dan penyangkalan (Sadock dan Sadock, 2011:173).
Selanjutnya penulis mencoba menganalisa terapi yang dipilih

untuk menyelesaikan

diagnosa waham :
1. Therapi individu
a. CBT
Cognitif behaviour therapy (CBT) adalah therapi yang bertujuan merubah pola
pikir negatif menjadi positif sehingga perilaku maladaptif yang timbul akibat pola
pikir yang salah akan berubah menjadi perilaku yang adaptif.
Mengacu pada alasan waham merupakan respon terhadap kecemasan individu
atau merefleksikan area dimana individu concern, Therapi CBT dari berbagai
hasil riset menunjukkan hasil yang efektif untuk menurunkan keyakinan terhadap
waham (Chadwick & Lowe 1990, Fowler, Garety & Kuiper 1995, Haddock et al
1999 dalam Sheet 2009). Sensky et al (2000) menuliskan bahwa CBT dapat
digunakan untuk klien waham, bahkan untuk klien yang resisten terhadap

psikofarmaka terbukti CBT efektif. Sheet (2009) CBT dapat digunakan untuk
waham dengan multifaktor. Treatmen CBT yang komprehensif dapat lebih efektif
dari therapi lainnya.
CBT juga terbukti efektif sebagai bentuk therapi untuk klien waham akibat
schizophrenia ataupun akibat delusional disorder (DD) (OConnor et al 2007).
CBT merupakan treatmen yang dapat diterima dan efektif untuk psikosis
(Freedman et al 2009).
Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah ada maka penulis menyimpulkan
bahwa CBT merupakan bentuk therapi yang dapat diberikan pada klien waham,
CBT diharapkan klien waham dapat merubah keyakinannya yang tidak sesuai
realita dan berdampak pada perilakunya yang maladaptif menjadi keyakinan yang
sesuai realita, intelegensi dan sosial budaya.
b. Supportif therapi
Therapi supportif bertujuan membantu memfasilitasi kepatuhan terhadap
treatment dan memberikan pendidikan atau pengetahuan tentang penyakit dan
perawatannya. Intervensi edukasi dan sosial termasuk sosial skill training dapat
diberikan pada klien, bertujuan mengurangi gejala, memperbaiki sensori,
mengurangi isolasi, mengurangi stress dan mengurangi resiko untuk violence.
Memberikan bantuan dan tuntunan yang realistik dapat membantu klien dengan
waham secara optimal.
Selain itu, therapi suportif diarahkan untuk membantu dan mendukung klien
dalam mengungkapkan perasaan ansietas, verbalisasi tentang perasaan pada
lingkungan yang tidak mengancam sehingga dapat membantu klien menghadapi
masalah

berkepanjangan

yang

tidak

teratasi

serta

membantu

klien

menghubungkan keyakinan yang salah dengan waktu saat terjadinya ansietas.


Teknik yang dapat digunakan untuk mengendalikan ansietas (misalnya: latihan
napas dalam, latihan relaksasi dan teknik memutus pikiran). Therapis hendaknya
mendiskusikan

dengan

klien

mengenai

tehnik

yang

digunakan

untuk

mengendalikan ansietas. Jika klien dapat belajar memutus ansietas yang


meningkat, maka waham dapat dicegah. Terapis juga memberikan penguatan dan
memfokuskan klien pada realitas. Cara yang dapat terapis lakukan agar tidak
mendukung pemikiran irasional adalah membicarakan mengenai kejadian dan
orang-orang yang nyata, tidak berdiskusi terfokus pada gagasan yang salah karena
dapat memperburuk kondisi. (Townsend, 2009:172).

Waham dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya mengungkapkan


bahwa waham merupakan salah satu bentuk mekanisme koping individu
menghadapi ansietas. Melalui therapi suportif yang dilakukan oleh terapis, klien
dengan waham dapat mengelola kecemasannya secara adaptif sehingga klien
dapat fokus pada realita yang akhirnya waham dapat dihentikan.
c. Social Skill Training (SST)
Sosial skill training (SST) didasari oleh keyakinan bahwa keterampilan apapun
diperoleh sebagai hasil belajar. SST merupakan salah satu bentuk intervensi
psikososial yang banyak digunakan pada klien schizophrenia. Seperti diketahui
klien schizophrenia mengalami gangguan fungsi sosial, sehingga klien perlu
dilatih keterampilan sosial. Melalui SST diharapkan klien dengan waham
melakukan keterampilan sosial yang relevan dengan aktivitas hidup sehari hari
dan meningkatkan kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan.
d. Therapi kognitif
Therapi kognitif adalah tipe psikotherapi yang berdasarkan pada konsep
pemrosesan mental patologis. Fokus therapi kognitif memodifikasi distorsi
kognisi.
Therapi kognitif terbukti sangat efektif dilakukan untuk klien waham tipe
persecutory. Terapis dapat membantu klien mengidentifikasi pikiran maladaptif
dan berdiskusi dengan klien tentang pikiran yang tidak realistik tersebut.
Terapi kognitif diarahkan secara spesifik pada pola pikir yang berkembang
(misalnya asosiasi tidak logis dibuat di antara kejadian yang kebanyakan dari kita
tidak yakin kaitannya). Tujuannya adalah memodifikasi keyakinan yang sudah
diperbaharui, dan dengan menghubungkan mereka dengan pengalaman normal
mengurangi sebagaian rasa takut yang menyerang mereka (Doenges et.al,
2008:255).
Therapi kognitif dapat digunakan pada klien dengan schizophrenia (Beck 1995,
Sadock & Sadock 2007, Wright, Thase & Beck 2008).
Indivu dengan waham mengalami gangguan memprosesan data yang tidak akurat
di otak. Melalui therapi kognitif yang dilakukan oleh terapis diharapkan klien
waham dapat merubah isi pikirnya yang tidak sesuai dengan realita ke arah yang
sesuai realita.

e. Terapi perilaku (BT)


Konsep dasar yang dipakai oleh behavior therapy adalah belajar. Belajar yang
dimaksud adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh
jumlah dan macam penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku
tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan. Melalui
proses belajar individu dapat mengubah dan mengkreasi pembentukan perilaku
baru.
Terapi perilaku dilakukan berdasarkan asumsi bahwa perubahan perilaku
maladaptif dapat terjadi tanpa insight. Therapi BT efektif untuk klien dengan
schizophrenia (Varcolis 2010)
Terapi perilaku terbukti sukses mengurangi frekuensi perilaku bizarre, disturbing
dan deviant serta meningkatkan perilaku yang adaptif (Townsend 2009).
Terapi perilaku yang diberikan pada klien waham berfokus pada konsekuensi
perilaku disfungsional dan bagaimana cara untuk mengubahnya. Terapis dapat
mengajarkan

keterampilan

keterampilan

komunikasi,

sosial,

aktivitas

penggunaan

sistem

kehidupan
tanda

sehari-hari

penghargaan

dan
untuk

menguatkan perilaku yang diinginkan dengan pemberian penghargaan kepada


mereka berupa hak-hak khusus dapat membentuk perilaku baru yang adaptif.
2. Therapi kelompok
a. Group therapi
Terapi kelompok bagi klien schizophrenia terbukti efektif, dengan terapi
kelompok yang berfokus pada rencana kehidupan nyata, masalah dan relationship
dapat mengurangi isolasi sosial, meningkatkan sense of cohesiveness dan
memperbaiki reality testing. (Townsend :2009 :508)
Group therapi dalam bentuk therapi kelompok therapeutik (TKT) pada klien
dengan waham dapat memberikan kesempatan pada masing masing individu
dalam TKT berbagi pengalaman, saling membantu antara anggota kelompok dan
menemukan cara baru menyelesaikan masalah dan mengantisipasi masalah yang
akan dihadapi.

b. Self Help Group

Self help group (SHG) dapat dilakukan pada individu dengan schizophrenia atau
keluarga dengan anggota keluarga mengalami schizophrenia. Melalui SHG
individu atau keluarga dapat berbagi permasalahan, saling membantu dan
meningkatkan kemampuan kognitif dan emosional.
3. Therapi keluarga
a. Family psikoedukasi therapi
Family psychoeducation (FPE) merupakan program perawatan kesehatan jiwa
keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui komunikasi yang
therapeutik.
Family psikoedukasi therapi terbukti sukses untuk merawat klien dengan
schizophrenia,

melalui

family

psikoedukasi

keluarga

dapat

membantu

memberikan support dan meningkatkan koping yang efektif untuk anggota


keluarga yang mengalami gangguan jiwa (Varcolis 2010)
4. Therapi komunitas
Assertive community treatment adalah sebuah program manajemen kasus yang
dilakukan oleh tim melalui pendekatan yang komprehensif, perawatan jiwa berbasis
komunitas, rehabilitasi dan memberikan support pada individu dengan penyakit
mental seperti schizophrenia.
Assertive community treatment (ACT) merupakan program support dari komunitas
penting untuk membantu klien dan keluarga dengan schizophrenia di komunitas.
Melalui ACT, individu di komunitas diajarkan keterampilan hidup dasar, membantu
klien kembali produktif (bekerja) dengan adanya agensi komunitas dan membantu
individu mengembangkan social support network.(Townsend 2009).
Adanya ACT dapat membantu klien waham dapat beradaptasi di komunitas atau
masyarakat sehingga dapat mengurangi biaya perawatan di rumah sakit karena
mengurangi hari rawat di RS serta meningkatkan kualitas hidup klien.
B. Usulan therapi yang tepat untuk diagnosa waham
Individu dengan waham mengalami gangguan isi pikir karena perubahan neurobiologik di
otak ataupun karena otak tidak mampu memproses data secara akurat. Psikotherapi dapat
sangat efektif pada waham yang terjadi akibat informasi secara selektif sehingga klien
membuat konklusi berdasarkan informasi yang tidak sesuai, label negatif pada penyebab
diluar diri dan kesulitan mempertimbangkan tujuan dan motivasi lain, dimana akhirnya
waham merupakan respon terhadap kecemasan. Bentuk psikotherapi yang diberikan dapat

berupa therapi individu, kelompok, keluarga dan komunitas. Menurut penulis, therapi
individu harus terlebih dulu dilakukan pada klien sebelum therapi kelompok, keluarga
dan komunitas.
Adapun usulan therapi individu untuk klien waham adalah :
1. Therapi Cognitive behavior (CBT)
a. Terapi kognitif (cognitive therapi/CT)
Informasi yang selektif dan ketidak akuratan memproses data pada klien waham dapat
diatasi dengan therapi kognitif. Karena CT diarahkan secara spesifik pada pola pikir
yang berkembang dengan tujuan adalah memodifikasi keyakinan yang sudah
diperbaharui dan menghubungkannya dengan pengalaman normal untuk mengurangi
sebagian rasa takut yang menyerang (Doenges et.al, 2008:255). Therapi CT dapat
dilakukan bersamaan dengan therapi perilaku
b. Terapi perilaku
Adanya waham yang dialami akan membuat klien melakukan prilaku yang
difungsional. Terapi perilaku harus dilakukan agar klien berfokus pada konsekuensi
perilaku disfungsional dan cara untuk mengubahnya, terapis mengajarkan
keterampilan sosial, aktivitas kehidupan sehari-hari dan keterampilann komunikasi.
Selain itu terapis juga mengunakan sistem tanda penghargaan untuk menguatkan
perilaku yang diinginkan dengan pemberian penghargaan kepada mereka berupa hakhak khusus (Copel, 2007:131).
Therapi kognitif dilakukan bersamaan dengan terapi perilaku sehingga dikenal dengan
istilah cognitive behavior therapy (CBT). Dari berbagai hasil penelitian CBT terbukti
efektif dilakukan untuk klien waham.
2. Terapi suportif
Selain CBT, karena waham terjadi sebagai respon adanya ansietas yang dialami oleh
individu maka therapi suportif harus dilakukan pada klien waham.Therapi suportif
diarahkan pada membantu dan mendukung klien dalam upayanya mengungkapkan
perasaan ansietas, verbalisasi tentang perasaan pada lingkungan yang tidak
mengancam dapat membantu klien menghadapi masalah berkepanjangan yang tidak
teratasi. Terapis membantu klien menghubungkan keyakinan yang salah dengan
waktu saat terjadinya ansietas serta mendiskusikan teknik yang dapat digunakan untuk
mengendalikan ansietas (misalnya: latihan napas dalam, latihan relaksasi, teknik
memutus pikiran) bila klien dapat belajar memutus ansietas yang meningkat, maka
waham dapat dicegah. Setelah itu terapis memberi penguatan dan memfokuskan klien
pada realitas serta jangan dukung pemikiran irasional. Terapis membantu klien dengan

membicarakan mengenai kejadian dan orang-orang yang nyata karena berdiskusi yang
berfokus pada gagasan yang salah sama sekali tidak berguna, dan dapat memperburuk
kondisi. (Townsend, 2010:172).
3. Terapi sosial skill training (SST)
Setelah kognitif dan perilaku klien dilakukan therapi, maka selanjutnya klien dengan
waham dilatih keterampilan sosial. Melalui SST

klien dengan waham berlatih

melakukan keterampilan sosial yang relevan dengan aktivitas hidup sehari hari dan
meningkatkan kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan.
Untuk membantu klien waham beradaptasi dan mempertahankan pikiran, perilaku dan
melatih keterampilan sosialnya maka therapi kelompok therapeutik dapat dilakukan.
Selanjutnya agar klien dapat kembali ke keluarga dan masyarakat maka keluarga harus
diikutkan dalam psikoedukasi keluarga (FPE).

BAB IV
PENUTUP
Waham pada individu dapat terjadi karena penurunan volume otak bagian prefrontal
mengakibatkan aktivitas neurotrasmitter khusus dopamin meningkat, delusi atau waham
timbul sebagai akibat dari suatu aktivitas yang berlebihan dari neuron yang saling
berkomunikasi satu sama lain melalui transmisi dopamin (Halgin dan Whitbourne, 2011:61).
Selain itu ada teori yang mengatakan bahwa trauma psikologis yang dialami oleh ibu selama

kehamilan berkontribusi terhadap perkembangan schizophrenia (Kashan et al 2008). Stressor


psikologis dan stressor lingkungan yang meningkatkan hormon kortisol dan akan
mengganggu hipothalamic development di duga juga menjadi faktor yang mengkontribusi
munculnya waham.
Klien dengan waham terutama menggunakan mekanisme defensif berupa proyeksi,
penyangkalan atau denial, dan pembentukan reaksi. Mereka menggunakan pembentukan
reaksi sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk bergantung dan perasaan afeksi
serta tranformasi kebutuhan akan ketergantungan menjadi ketidaktergantungan yang
berkepanjangan. Klien menggunakan penyangkalan untuk menghindari kesadaran terhadap
realita yang menyakitkan, mereka memproyeksikan dendam dan kemarahan mereka kepada
orang lain dan gunakan proyeksi untuk melindungi diri sendiri dari pengenalan impuls yang
tidak dapat diterima dalam diri mereka (Sadock dan Sadock, 2011:175).
Waham pada individu harus diatasi dengan berbagai therapi. Therapi psikofarmaka golongan
antipsikotik tipikal merupakan obat pilihan utama karena dapat mengatasi gejala positif dan
negatif pada Schizophrenia, efek samping seperti EPS dan tardive dyskinesia minimal.
Termasuk dalam obat kelompok ini adalah Risperidone (Risperdal), Olanzapine (Zyprexa),
Quetiapine (Seroquel). Berdasarkan hasil penelitian Fisher (2006) Olanzapine, Risperidone
dan Quetiapine dengan dosis 0.5- 2 mg/hari terbukti efektif untuk mengatasi waham.
Therapi yang diberikan pada klien waham bertujuan agar klien dapat menghilangkan
keyakinannya yang kuat dipertahankan walaupun tidak sesuai realita. Dengan hilangnya
waham, diharapakan klien dapat kembali produktif. Oleh karena itu selain obat obatan,
psikotherapi yang efektif juga harus diberikan pada klien dengan waham. Bentuk
psikotherapi yang dapat diberikan untuk klien waham dapat bersifat therapi individu, therapi
kelompok, therapi keluarga dan therapi komunitas.
Berdasarkan hasil berbagai penelitian, therapi individu dalam bentuk CBT terbukti efektif
membantu mengatasi klien dengan waham. Selain therapi individu, agar klien dapat
beradaptasi dan hidup produktif di keluarga dan masyarakat maka therapi kelompok seperti
TKT, psikoedukasi keluarga dan ACT harus dilakukan.
Therapi yang diberikan secara komprehensif pada klien dengan waham mulai saat klien
dirawat hingga kembali ke masyarakat diikuti dengan therapi yang diberikan keluarga dan
komunitas tempat di mana klien akan tinggal, diharapkan dapat membantu klien hidup
produktif dan beradaptasi sehingga klien dapat mengelola ansietas dengan baik dan akhirnya
waham tidak terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, Vaugan et al (2006). Explaining delusions: a cognitive persepctive. trend cognitive


sciences volume 10 no 5
Freedman,Sara et al (2009). Cognitive Behavioral treatment for persons with psychosis : a
New direction in psychological intervention. Isr J Psychiatric Relat SCI vol 46.

Isaacs, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatric. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
OConnor, Kieron et al (2007). Treating delusional disorder : a comparison of CBT and
attention placebo control. La revue cannadienne de psychiatrie vol 52 no 3
Kiran, Chandra & Suprakash Chaudhury (2009).Understanding delusion.Industrial
psychiatric Journal vol 18.
Sadock, B.J dan Sadock, V.A. (2011). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Sheet, Michelle T (2009) Comitmen Therapy to reduce the distress of delusional belief.
Proquest distertation & Thesis
Stuart, Gail W (2009), Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 9th edition Mosby
Inc : St Louis, Missouri.
Townsend, Mary C (2009),Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in EvidenceBased Practice. Sixth edition FA Davis Company : Philadelphia
Varcolis, Elizabeth M dan Margaret Jordan Halter (2010), Foundations of Psychiatric Mental
Nursing A Clinical Approach. sixth edition Sauders Elsivier. St. Louis, Missouri.
Videbeck, Sheila L (2004),Psychiatric mental Health Nursing, Lippincott Williams &
Wilkins Philadelphia.
Yosep,Iyus (2007), Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama : Bandung.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas kebaikanNya makalah ini dapat
penulis selesaikan. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas individu mata ajar
keperawatan jiwa lanjut I dan II. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Ibu Novy Helena C.D.,SKp.,MSc selaku koordinator mata ajar keperawatan jiwa lanjut I.
2. Ibu Ice Yulia Wardani, Mkep, Sp.Kep J selaku koordinator mata ajar keperawatan jiwa
lanjut II.
3. Bapak/Ibu tim dosen mata ajar keperawatan jiwa lanjut I
4. Teman teman angkatan jiwa 7.
Penulis menyadari makalah ini, masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini sangat penulis harapkan.

Depok, Maret 2012


Penulis

DAFTAR ISI

hal
Kata pengatar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang

B. Tujuan penulisan

C. Sistematika penulisan

Bab II Landasan teori


A. Pengertian Waham
B. Patofisiologi

C. Psikodinamika
D. Psikopatologi diagnosa waham
E. Penetapan diagnosa medis
F. Therapi psikofarmaka
G. Therapi individu
H. Therapi kelompok
I. Therapi keluarga
J. Therapi komunitas.
Bab III Pembahasan
A. Aanalisis terapi yang dipilih untuk menyelesaikan diagnosa waham dan
B. Usulan terapi yang tepat untuk diagnosa waham
Bab IV Penutup
Daftar pustaka
Lampiran scanning waham

Anda mungkin juga menyukai