Anda di halaman 1dari 18

TUTORIAL

CHOLELITIASIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

Diajukan Kepada Yth :


dr. Gatot Sugiharto Sp. B
Diajukan Oleh :
Muhammad Ichsan Fathillah
Rifqi Hary Zulfikar
Putri Hadyanti M

BAGIAN ILMU BEDAH


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
Nama

: I. S

Usia

: 52 tahun

Jenis kelamin

: perempuan

Status

: menikah

Pendidikan

II.

: SMP

Alamat

: Nagrak

No. RM

: 438894

Anamnesis
a. Keluhan utama: Nyeri perut bawah sejak 2 bulan yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 2 bulan sebelum masuk RS perut bawah terasa nyeri. Nyeri perut dirasakan
hingga kebagian ulu hatinya dan dikatakan semakin memberat hingga os merasakan
sesak nafas dan meski os sudah makan nyeri perut masih saja dirasakan os. Selama os
merasakan sakit perut, perut os juga terasa penuh, dan kembung. Os merasakan setiap
makan sedikit saja perut os sudah merasakan kekenyagan. Selain itu os juga
mengeluhkan adanya demam yang hilang timbul. Selama sakit os mengeluh adanya mual
dan muntah beberapa kali, namun os lupa sehari frekuensi muntah setiap harinya, yang os
ingat hanya 3 hari sebelum os masuk ke rumah sakit os muntah 1 kali dengan isi
muntahan berupa ampas makanan yang dimakan dan cairan kekuningan. Os mengatakan
BAB setiap 2 hari sekali dan selama os nyeri perut frekuensi BAB menjadi 3-4 hari
sekali, warna BAB tidak pernah berwarna hitam, tidak ada darah dan tidak berlendir.
BAK os dikatakan tidak ada masalah. Sehari-hari pasien mengkonsumsi sayuran dan
daging tergantung dari menu makanan yang telah disediakan anaknya.
b. Riwayat penyakit dahulu
- Tidak ada
c. Riwaya penyakit keluarga
- Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan serupa
- Keluarga tidak ada yang menderita penyakit sama

III.

Pemeriksaan fisik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
- TD
: 90/60
- T
: 36oC
- RR
: 20x/menit
- Nadi
: 84x/menit
a. Kepala dan leher
- Kepala
: dalam batas normal
- Rambut : hitam
- Mata
: conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
- Telinga
: discharge (-/-)
- Hidung
: discharge (-/-)
- Mulut
: dalam batas normal
- Leher
: tidak teraba benjolan dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe
b. Thorax
- Jantung : S1,S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
- Paru
: Vesikuler (+/+) ; Ronkhi (-/-) ; Wheezing (-/-)
Status lokalis
c. Abdomen
- Inspeksi : Cembung
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi
:
- nyeri tekan pada epigastrik
- Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
- Perkusi : Tympani
d. Ekstremitas
- Edema: - Hangat: +
IV.

Assessment
Cholelitiasis
Gastritis
Hepatoma

V.

VI.

Planning
a. Cek darah rutin
b. Cek fungsi hati
c. USG
Hasil Pemeriksaan penunjang
USG: hepatomegali dengan nodul multiple pada bagian lobus kanan 2cm.
Diagnosis kerja
Hepatoma
Planning:

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 46 cm dan berisi 30-60 ml empedu.Bagian fundus umumnya menonjol sedikit ke luar tepi hati,
di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral m. Rektus abdominis.Sebagian besar korpus
menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh
peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati
oleh lapisan peritonium.Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong hartmann.

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu


Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral heister, yang memudahkan cairan
empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.Saluran
empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya
porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla vater.
Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang
disebut kanilikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hillus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus
hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus.Duktus

koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding


duodenum

membentuk

papilla

vater

yang

terletak

di

sebelah

medial

dinding

duodenum.Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu
kedalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan
duktus koledokus di dalam papilla vater, tetapi juga dapat terpisah. Sering ditemukan variasi
anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan pembuluh arteri yang memperdarahi
kandung empedu dan hati.Variasi yang kadang ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu
diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan
atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.
B. FISIOLOGI
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200
ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu.Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50 %.Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu
dengan absorpsi air dan natrium.Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 8090%.
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam
empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin,
dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi
ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan.Dasar yang
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang
menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum.Selain kolesistokinin,
kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari
sistem saraf vagus dan enterik.Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya
5

ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin.Saat


lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk,
tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu
kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu.Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi
normal kalau diperlukan.
C. KOLELITHIASIS
Penyakit batu empedu

(kolelitiasis)

merupakan

pembentukan

batu

empedu

akibatpengendapan satu atau lebih komponen empedu (kolesterol, bilirubin, garam


empedu,kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid) pada kandung empedu (kolelitiasis)
atau dalam saluran empedu (koledokolitiasis).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya
batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan
komposisi yang bervariasi.
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia
tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara. Peningkatan insiden batu empedu
dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 4 Fs : female (wanita), fertile
(subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan fourty (empat puluh tahun).
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko.Namun, semakin banyak faktor
resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.Faktor resiko tersebut
antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik.Kecenderungan membentuk batu empedu
bisa berjalan dalam keluarga.Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 %
laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu.Batu empedu lebih sering ditemukaan pada
orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara
lain selain USA, Chili dan Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin

bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga
pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
Semakin meningkatnya usia terjadi peningkatan kadar kolestrol pada empedu. Hal
tersebut terjadi karena dislipoproteinemia yang menyebabkan meningkatnya ekskresi
kolestrol ke dalam empedu dan terjadinya penuruan aktifitas enzyme cholesterol 7hydroxylase (CYP7A1) yang menyebabkan penurunan produksi asam empedu. Terdapat
korelasi negative antara umur dengan sintesis asam empedu, dan korelasi positif antara umur
dengan level kolesterol pada empedu.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 :
1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20
% wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak
dari pada laki-laki.
Kehamilan juga berkontrubusi terhadap pembentukan batu empedu. Kolelitiasis sering
terjadi pada wanita multipara ( kehamilan 4 kali atau lebih). Hal ini terjadi karena
berhubungan dengan factor hormonal. Peningkatan estrogen level diketahui turut
meningkatkan

ekskresi kolestrol

kedalam

empedu

yang

menyebabkan

terjadinya

supersaturasi kolesterol dalam empedu.


4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,
makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang lama.
D. ETIOLOGY
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada
bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya
akan tetapi , tampaknya factor predisposisi terpenting adalah gangguanmetabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan factor terpenting dalam
pembentukan batu empedu.Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati penderita
batuempedu

kolesterol

menyekresikan

empedu

yang

sangat

jenuh

dengan

kolesterol.Kolesterolyang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk


membentuk kandung empedu.Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi

progresif,perubahan

komposisi

kimia,

dan

pengendapan

komponen

tersebut.Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter oddi, atau keduanya
7

dapat menyebabkan terjadinyastasis. Factor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat


dikaitkan dengan perlambatanpengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya
insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.Mucus
meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi.Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu
empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
E. PATOFISIOLOGI KOLELITIASIS
a. Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran
yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi
jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol
dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya
tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Proses fisik pembentukan batu
kolesterol terjadi dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu.

b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat.Ada dua
bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium bilirubinat.Batu pigmen
murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilan hijau sampai
hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer
bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa
organik lain. Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60
% dari semua batu empedu.Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam.
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol.Kemungkinan mencakup sekresi
pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap
dalam empedu.Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi pembentukan batu
8

pigmen.Pasien dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik),


lazim membentuk batu pigmen murni.Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium
bilirubinat bisa berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu
yang di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides.E.coli membentuk Bglukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang bisa
menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.
c.
Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering
ditemukan

hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk,

berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang
sama dengan batu kolesterol.
F. TANDA DAN GEJALA
Batu empedu biasanya terjadi secara tersembunyi karena tidak mengalami rasa nyeri dan
hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan
secara kebetulan pada saat pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak
berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami 2 jenis gejala :
gejala yang disebakan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala yang disebabkan
karena obsruksi pada lintas empedu olem batu ginjal. Gejala bisa bersifat akut atau kronis.
Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan atas abdomen, dapat terjadi. Gangguan ini terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.
Rasa nyeri dan kolik biler. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai
nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan ;
rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat dalam beberapa
jam setelah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan membolak-balikkan tubuhnya
dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman. Pada sebagian pasien
nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.
Serangan kolik biler semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak
dapat mengeluarkan empedu keluar karena tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah

kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok
pada kuadran kanan atas saat pasien melakukan inspirasi dalam, dan menghambat
pengembangan rongga dada. Nyeri pada kolesistitis akut dapat berlangsung sangat hebat
sehinggga diperlukan preparat analgesic yang kuat seperti mepiridin.Pemberian morfin
dianggap dapat meningkatkan spasme sfinter Oddi sehingga perlu dihindari.
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu dengan persenase
yang kecil dan biasanya terjadi pada obstuksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu kedalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang
tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini
menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna kuning. Gejala ini sering disertai gejala
gatal-gatal yang mencolok. Ekresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat warna urin
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan
biasanya pekap yang disebut clay-colored..Obstuksi aliran empedu juga mengganggu
absorsi vitamin A, D, E, dan K yang larut lemak.Karena itu pasien dapat memperlihatkan
defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama.Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.
Jika batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus, kandung empedu
akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang
relative singkat. Jika batu empedu terus menyumbat ini bisa menyebabkan abses, nekrosis
dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
G. DIAGNOSA
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa
nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium
yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya
nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.Kadang pasien
dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh,
tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah,
scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah.Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida.Kalau

10

terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas
dalam.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan
dalampemeriksaan fisik.Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis
akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandungempedu.Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktupenderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tanganpemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneous dan sclera dan bisa teraba
hepar.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis.
Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkatsedang setiap kali terjadi
serangan akut.
4. Pencitraan
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.Kadang kandung empedu
yang mengandungcairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos.Pada peradangan akut dengankandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksurahepatica.
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untukmendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic
maupun ekstra hepatic.Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udemyang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledokusdistal kadang sulit dideteksi karena terhalang
oleh udara di dalam usus.Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasibiasa.

11

Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik


karenarelative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan
persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandungempedu.
Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya
obstruksi diduktus sistikus misalnya karena batu.Juga dapat berguna untuk membedakan
batu empedu denganbeberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di
hati dan kemudian akan di sekresike kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera
gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara
HIDA terisi ke dalam duodenum.
Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat
untukmenentukan

adanya

batu

empedu,

pelebaran

saluran

empedu

dan

koledokolitiasis.Walupun demikian,teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG.


Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography(ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat
bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti
koledokolitiasis.Selain untukdiagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan
melakukan sfingterotomi ampula vateridiikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan
opasifikasi lansung batang saluran empedu dengankanulasi endoskopi ampula vateri dan
suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnyadari endoskopi dan
mecakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yangtersumbat
sebagian.
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Kolangitis
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot
ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu demam,
ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan Charcot triad.
Charcot

mendalilkan

bahwa empedu

stagnankarena

obstruksi saluran

empedu

menyebabkan perkembangan kolangitis.


Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang membawa
empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur pada empedu

12

adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus, Clostridium


perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar 15% kasus.
Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu
cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang
terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik perihepatik
yang menyebabkan bakterimia.
2. Batu Saluran Empedu (Koledokolitiasis)
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan
atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Apabila timbul
serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang
sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang
biasanya kolangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam
dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi
mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus koledokus disertai
dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu,
dapat timbul kolangitis akut.Episode parah kolangitis akut dapat menyebabkan abses
hati.Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara
duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu
empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
3. Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang keluar dari
saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan kenyang atau setelah
minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai secara perlahan. Nyeri
dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya menjalar menembus ke belakang.
Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk membungkuk dan bertambah bila terlentang.
Muntah tanpa mual dulu sering dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu
lambung sudah kosong. Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90%
disertai demam, takikardia, dan leukositosis.
13

4. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari hepatitis A,
hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan hepatitis yang
paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut pada kuadran kanan atas sampai di
ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan
infeksi akut. Sebagian menjadi sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang
fatal.
5. Gastritis
Gastritis adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau
peradangan lambung yang menyebabkan sakit dan perih pada perut. Adapun penyebab dari
penyakit ini dibedakan menjadi dua macam yaitu dikarenakan zat eksternal dan internal. Zat
eksternal adalah zat dari luar tubuh yang dapat menyebabkan korosif atau iritasi lambung.
Sedangkan zat internal adalah pengeluaran zat asam lambung yang berlebihan dan tidak
teratur. Adapun gejala lain yang bisa terjadi adalah karena stress yang berkepanjangan yang
dapat mengakibatkan produksi asam lambung berlebih.
Gejala gastritis bervariasi antar individu, dan pada banyak orang tidak ada gejala.
Namun, gejala yang paling umum termasuk:

Mual atau sakit perut berulang


Abdominal bloating / Perut kembung
Abdominal pain / Sakit perut
Muntah
Indigestion/ Gangguan pencernaan
Rasa panas atau perasaan seperti
digerogoti/ perih pada perut saat

antara makan atau di malam hari.


Kadang sampai terasa nyeri dada

atau sesak
Cegukan
Kehilangan nafsu makan
Muntah darah seperti kopi
Berak hitam seperti petis

Pemeriksaan penunjang yang paling baik untuk mendeteksi kelainan lambung/maag


adalah endoscopy/gastroscopy. Pemeriksaan ini dapat melihat langsung kelainan lambung
yang ada, termasuk adanya infeksi Helicobacter Pylori, perdarahan, luka maupun tumor/
keganasan lambung. Pemeriksaan endoscopy perlu dilakukan apabila penyakit maag sering
kambuh atau tidak respon pada pengobatan umumnya. Adanya riwayat perdarahan pada
lambung, kasus yang dicurigai terjadi keganasan pada lambung serta evaluasi lambung pada
usia lanjut juga menjadi alasan mengapa endoscopy harus dilakukan.
6. Cholecystitis
14

Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak di dalam kantong hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen penderita
kolelitiasis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, yang dapat
ditemukan pasca pemebedahan.
Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukoa kandung empedu oleh batu dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi
lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit,
peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat menjadi supurasi. Komplikasi
kolesistitis akut adalah empiema, gangren dan perforasi. Perjalanan kolesistitis akut
bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak, derajat infeksi sekunder,
usia penderita, dan penyakit lain yang memperberat keadaan, seperti diabetes mellitus
I. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a). Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan
dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat
elektif.Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai
disolusi.Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 %
dalam 5 tahun.
Ezetimibe merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk mencegah maupun
cholelitolitk agent untuk batu kolesterol. Ezetimibe dapat mencegah pembentukan batu
kolesterol dengan menghabat absorbsi kolesterol pada intestinal sehingga sekresi kolesterol
empedu berkurang, dan juga dapat meperbaiki motilitas dari kantung empedu. Disamping itu
ezetimibe juga efektif dalam reabsorbing batu kolesterol dengan memproduksi unsaturated
micelles berlebih. Selain itu, ezetimibe juga meningkatkan waktu kristalisasi kolesterol.
b).

Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke

kandung empedu.Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan
yang tinggi.
c).

Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)

15

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant
asam ursodeoksilat.
2. Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik.Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang
menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17
%, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas
65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %.
b).

Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih

cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang
lebih murah.Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang.Kontra indikasi absolut
serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan
koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,
pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus
biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan
aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
c).

Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek

nyeri paska operasi lebih rendah.

16

BAB III
KESIMPULAN
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya
batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memilikiukuran,bentuk dan
komposisi yang bervariasi.Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40
tahun terutama pada wanitadikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.
Sebagian ahli membagi batu empedu menjadi :
- Batu Kolesterol
- Batu Campuran (Mixed Stone)
- Batu Pigmen.
Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentukdari
garam kalsium.Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanyatetap
berbentuk cairan.Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterolbisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Faktor yang mempengaruhi
terbentuknya

batu

empedu

adalah

Faktor

predisposisi,

usia,

kegemukan,

faktor

presifitasi.Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasidari
yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Diagnosis dan
pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United States America :
McGraw Hill, 2005.826-42.
2. Cuschieri, Alfred et.al. Clinical Surgery. Blackwell Publishing company. UK. Second edition:
2003
3. Doherty, Gerard M. Current Diagnosis and treatment: Surgery. McGraw-Hill Companies.
USA. 13th edition: 2010
4. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
5. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-4.
6. Naeem, muhammad., et.al., 2012. Assessment of Characteristics of Patient with
Cholelithiasis from Economically Deprived Rural Karachi, Pakistan. BMC Research Note 5:
334
7. Reshetnyak, Vasiliy Ivanovich. 2012. Concept of the Pathogenesis and Treatment of
Cholelithiasis. World J Hepatology 4(2): 18-34
8. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
9. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
10. Wang, Helen H. 2008. Effect of ezetimibe on the Prevention and Dissolution of Cholesterol
Gallstone. Gastroenterology 134 (7) 2101-2110.

Anda mungkin juga menyukai