Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Konsulen:
dr. Nunung Nurbaniwati , Sp. OG
BAB I
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. W
Umur
: 32 tahun
Alamat
: Pabuaran lor
Pekerjaan
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SD
Status
: kawin
II.
Nama Suami
: Tn. S
Umur
: 34 tahun
Alamat
: Pabuaran lor
Pekerjaan
: buruh pabrik
Agama
: islam
Pendidikan terakhir
: SMP
Status
: kawin
ANAMNESIS
- Keluhan Utama
: Tekanan darah tinggi
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 4 Mei 2016 pukul 11.00 WIB, G2P1A0 merasa hamil 9 bulan
dan diketahui memiliki tekanan darah tinggi sejak pagi ini saat kontrol di
PKM (TD 180/100). Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama
kehamilan disangkal. Keluhan ini tidak disertai dengan nyeri kepala,
pandangan kabur, nyeri ulu hati ataupun mual dan muntah.
Pasien juga mengeluhkan mulas-mulas seperti ingin melahirkan dan
dirasakan semakin sering dan bertambah kuat. Keluhan dirasakan sejak 7 jam
SMRS dan disertai keluar lendir bercampur sedikit darah dari jalan lahir.
Keluar air-air disangkal oleh pasien. Gerak janin masih aktif dirasakan
pasien. BAB (+), BAK (+) seperti biasa. Karena keluhan tersebut, pasien
memeriksakan diri ke PKM Poned Pabuaran lalu dirujuk ke RSUD Waled.
-
disangkal
Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun
Riwayat Menstruasi
Pasien mengaku mendapatkan menstruasi sejak usia 14 tahun dengan
siklus yang teratur selama 7 hari. Dalam sehari pasien mengaku dapat
mengganti pembalutnya 2-3 kali.
HPHT
: 13 Agustus 2015
HPL
: 20 Mei 2016
Riwayat Obstetri
1. P1 : seorang anak laki-laki, hidup, lahir spontan, di bidan desa setempat
dengan BBL 3200 gr, cukup bulan, sekarang berusia 10 tahun.
Riwayat ANC
Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di bidan desa setempat.
Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak
2x di bidan desa.
Pasien juga mengaku sudah di USG di dr. Haris, Sp.OG pada usia
kehamilan 8 bulan dengan hasil USG letak kepala dibawah, placenta di
fundus, TBJ : 3280 gr, air ketuban (+).
Riwayat KB
Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 11 tahun lamanya dengan satu kali menikah.
Pertama kali menikah pasien berusia 21 tahun dan suami 23 tahun.
Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran
: composmentis
- Tinggi badan
: 157 cm
- Berat badan
: 78 kg
- Tanda-tanda vital : TD. 180/110 mmHg
P. 92 x/menit
RR. 22x/menit
S. 36,7 C
Status Generalis
-
Kepala leher
Thorak
Abdomen
Ekstremitas
Status Obstetrikus
- Pemeriksaan fisik luar :
o TFU
: 30 cm
o DJJ
: 148 x/menit, reguler
o His
: 1 x 10/10
o Palpasi :
Leopold I : persentasi bokong
Leopold II : punggung teraba di kiri, bagian kecil teraba di kanan
Leopold III : presentasi kepala
IV.
RESUME
Perempuan datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 4 Mei 2016 pukul 11.00 WIB, G2P1A0 merasa hamil 9 bulan dan
diketahui memiliki tekanan darah tinggi sejak pagi ini saat kontrol di PKM (TD.
180/100). Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama kehamilan disangkal.
Ini tidak disertai dengan nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri ulu hati. Keluhan
mules-mules dirasakan 7 jam SMRS dan disertai keluar lendir dan darah. Keluar
air-air disangkal. Gerak janin (+). Os menyangkal memiliki riwayat penyakit
sebelumnya
dan
menjalani
operasi
sebelumnya.
Os
mengaku
bahwa
1 cm, ketuban (+) kepaladi station -1, sutura sagitalis sulit dinilai. Pada
pemeriksaan proteinuria dipstick didapatkan hasil +1.
V.
DIAGNOSIS
G2P1A0 parturien aterm kala 1 fase laten dengan PEB.
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium : darah lengkap dan urine lengkap
- USG
VII.
PENATALAKSANAAN
- Pasang DC
- IVFD 2 line (MgSO4 maintenance dan loading dose)
- MgSO4 loading dan maintenance dose
- Metildopa 3 x 500mg
- Rencana partus pervaginam dengan ekstraksi forcep
- Augmentasi drip oxytocin 5 IU + IVFD D5% 500cc 20-60tpm
- Observasi TTV, his, DJJ, jumlah pengeluaran urin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
Pre-eklamsi (proteinuria)
3.
4.
Eklampsia.
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the
Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah
mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama
kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga
transient hypertension jika preeklampsia tidak berkembang dan tekanan darah
telah kembali normal pada 12 minggu postpartum. Apabila tekanan darah naik
cukup tinggi selama setengah kehamilan terakhir, hal ini berbahaya terutama
untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti yang
ditegaskan oleh Chesley (1985), 10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria
yang nyata diidentifikasi. Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah
mulai naik, ibu dan janin menghadapi risiko yang meningkat. Proteinuria adalah
10
2.3.2
Preeklamsi
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley (1985)
menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan tidak adanya
proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam melebihi 300mg per 24
jam, atau pada sampel urin secara acak menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick)
secara persisten. Tingkat proteinuria dapat berubah-ubah secara luas selama
setiap periode 24 jam, bahkan pada kasus yang berat. Oleh karena itu, satu
sampel acak bisa saja tidak membuktikan adanya proteinuria yang berarti.
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsi adalah
hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium yang
abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi hematologi meningkatkan
kepastian diagnosis preeklamsi. Selain itu, pemantauan secara terus-menerus
gejala eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan
kepastian tersebut.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat
nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul
Glissoni. Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik
transaminase yang tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri
kehamilan.
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang memburuk,
dan hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
11
hemolisis
yang
luas
dengan
ditemukannya
hemoglobinemia,
TD 160/110 mmHg.
Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
Trombosit <100.000/mm3.
12
diikuti dengan kejang biasanya didahului nyeri kepala berat yang persisten atau
gangguan visual.
Abnormalitas
Tekanan darah diastolik
Proteinuria
Sakit kepala
Nyeri perut bagian atas
Oliguria
Kejang (eklamsi)
Serum Kreatinin
Trombositopeni
Peningkatan enzim hati
Hambatan pertumbuhan janin
Oedem paru
110 mmHg
Persisten 2+
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Meningkat
Ada
Nyata
Nyata
Ada
2.3.3
Eklamsi
Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat
dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklamsi. Konvulsi terjadi secara
general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi
terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsi, terutama nulipara, serangan tidak muncul
hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik,
banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi
yang lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di
luar 48 jam postpartum (Chames dan kawan-kawan, 2002).
2.3.4
Superimposed Preeclampsia
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :
-
Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada
sebelum kehamilan 20 minggu.
13
2.3.5
Hipertensi Kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :
- Hipertensi ( 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi ( 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada
penyakit trofoblastik.
- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil
tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus,
hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada
beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat sebelum usia kehamilan
20 minggu mungkin merupakan tanda awal terjadinya preeklamsi.
Sebagian dari banyak penyebab hipertensi yang mendasari dan dialami
selama kehamilan dicatat pada Tabel 2.2. Hipertensi esensial merupakan
penyebab dari penyakit vaskular pada > 90% wanita hamil. Selain itu, obesitas
dan diabetes adalah sebab umum lainnya. Pada beberapa wanita, hipertensi
berkembang sebagai konsekuensi dari penyakit parenkim ginjal yang mendasari.
Hipertensi esensial
Obesitas
Kelainan arterial :
Hipertensi renovaskular
Koartasi aorta
Gangguan-gangguan endokrin :
Diabetes mellitus
Sindrom cushing
Aldosteronism primer
Pheochromocytoma
Thyrotoxicosis
Glomerulonephritis (akut dan kronis)
Hipertensi renoprival :
Glomerulonephritis kronis
14
Indikator tentang beratnya hipertensi sudah diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan
digunakan juga untuk menggolongkan preeklamsi yang mendasari hipertensi
kronis tersebut.
2.4
Insidensi
Wanita kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami preeklamsi
dibandingkan kelompok rasial lainnya, hal ini dikarenakan wanita kulit hitam
memiliki prevalensi yang lebih besar terhadap hipertensi kronis. Diantara wanita
yang berusia 30-39 tahun, hipertensi kronis terdapat pada 22,3% wanita kulit
hitam, 4,6% kulit putih, dan 6,2% pada wanita Amerika Meksiko.
15
Preeklamsi umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18 tahun atau
> 35 tahun). Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada wanita > 35 tahun
dapat menjelaskan mengapa terjadi peningkatan frekuensi preeklamsi diantara
gravida tua.
Selain
itu,
meskipun
merokok
selama
kehamilan
dapat
Faktor Risiko
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1.
Kehamilan pertama
Primipaternity
Riwayat preeklamsi
16
2.
3.
Penyakit ginjal
Obesitas
Trombofilia
Riwayat migraine
Kehamilan multipel
Hidrops fetalis
Triploidi.
2.6
Etiologi
Setiap teori yang memuaskan tentang etiologi dan patofisiologi
preeklamsi harus menerangkan pengamatan bahwa hipertensi yang disebabkan
oleh kehamilan jauh lebih memungkinkan terjadi pada wanita yang :
1.
2.
Terpapar vili korialis yang berlimpah, pada gemeli atau mola hidatidosa.
3.
4.
17
2.
3.
4.
Faktor nutrisi.
5.
Pengaruh genetik.
18
19
Faktor imunologis
Karena preeklamsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama,
terdapat spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal sehingga
menyebabkan kelainan ini.
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa
preeklamsi adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan adaptasi pada
sistem imun dalam patofisiologi preeklamsia dimulai pada awal trimester kedua.
Wanita yang cenderung mengalami preeklamsi memiliki jumlah T helper cells
(Th1) yang lebih sedikit.dibandingkan dengan wanita yang normotensif.
Ketidakseimbangan ini terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang dimediasi oleh
adenosin. Limfosit T helper ini mengeluarkan sitokin spesifik yang memicu
implantasi dan kerusakan pada proses ini dapat menyebabkan preeklamsi.
2.6.3
20
21
2.6.4
Faktor nutrisi
Tekanan darah pada individu-individu yang tidak hamil dipengaruhi oleh
sejumlah pengaruh makanan, termasuk mineral dan vitamin. Beberapa studi
telah membuktikan hubungan antara kekurangan makanan dan insidensi
terjadinya preeklamsi.
suplementasi dengan berbagai unsur seperti zinc, kalsium, dan magnesium yang
dapat mencegah preeklamsi. Studi lainnya, seperti studi oleh John dan kawankawan (2002), membuktikan bahwa dalam populasi umum dengan diet tinggi
buah dan sayuran yang memiliki efek antioxidant berhubungan dengan tekanan
darah yang menurun.
2.6.5
Faktor genetik
Predisposisi
herediter
terhadap
hipertensi
tidak
diragukan
lagi
Patofisiologi
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti,
preeklamsi merupakan suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme.
Pada beberapa kasus, mikroskop cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta
akibat kelainan tersebut, seperti trombosis plasenta difus, inflamasi vaskulopati
desidua plasenta, dan invasi abnormal trofoblastik pada endometrium. Hal-hal
ini menjelaskan bahwa pertumbuhan plasenta yang abnormal atau kerusakan
plasenta akibat mikrotrombosis difus merupakan pusat perkembangan kelainan
ini.
Hipertensi yang terjadi pada preeklamsi adalah akibat vasospasme,
dengan konstriksi arterial dan penurunan volume intravaskular relatif
dibandingkan dengan kehamilan normal. Sistem vaskular pada wanita hamil
22
preeklamsi.
Disfungsi
endotel
yang
luas
menimbulkan
manifestasi klinis berupa disfungsi multi organ, meliputi susunan saraf pusat,
hepar, pulmonal, renal, dan sistem hematologi. Kerusakan endotel menyebabkan
kebocoran kapiler patologis yang dapat bermanifestasi pada ibu berupa kenaikan
berat badan yang cepat, edema non dependen (muka atau tangan), edema
pulmonal, dan hemokonsentrasi. Ketika plasenta ikut terkena kelainan, janin
dapat terkena dampaknya akibat penurunan aliran darah utero-plasenta.
Penurunan perfusi ini menimbulkan manifestasi klinis seperti tes laju jantung
janin yang non-reassuring, skor rendah profil biofisik, oligohidramnion, dan
pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus yang berat.
Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik hanya berubah sedikit,
sedangkan tekanan darah diastolik turun sekitar 10 mmHg pada usia kehamilan
muda (13-20 minggu) dan naik kembali pada trimester ke III. Pembentukkan
ruangan intervillair, yang menurunkan resistensi vaskular, lebih lanjut akan
menurunkan tekanan darah.
Patogenesis pada konvulsi eklamsi masih menjadi subyek penelitian dan
spekulasi. Beberapa teori dan mekanisme etiologi telah dipercaya sebagai
23
etiologi yang paling mungkin, tetapi tidak ada satupun yang dengan jelas
terbukti. Beberapa mekanisme etiologi yang dipercaya sebagai patogenesis dari
konvulsi eklamsi meliputi vasokonstriksi atau vasospame serebral, hipertensi
ensefalopati, infark atau edema serebral, perdarahan serebral, dan ensefalopati
metabolik. Akan tetapi, tidak ada kejelasan apakah penemuan ini merupakan
sebab atau efek akibat konvulsi.
2.8
24
25
2. Kadar Kalsium
26
penurunan volume
plasma sebesar 30%-40% dari nilai normal, bahkan ada beberapa peneliti yang
melaporkan terjadinya penurunan volume plasma jauh sebelum munculnya
manifestasi klinik hipertensi. Volume plasma diukur dengan cara : penderita
tidur posisi miring ke kiri selama 30 menit, diambil 10 cc darah kemudian
tambahkan dengan 3 ml Evans dye blue selanjutnya dicampur dengan 10 ml
NaCL. Setiap 10 menit diambil darah untuk 3 sampel kemudian disentrifus
untuk memisahkan serum. Sampel darah kemudian dibandingkan dengan
serum kontrol yang mempunyai ukuran 620 nm, dengan mempergunakan
27
trombosit
sebelum
tekanan
darah
meningkat,
dan
28
29
Pencegahan
Beragam strategi telah digunakan dalam melakukan pencegahan terhadap
terjadinya preeklamsia dan eklamsi. Setelah dilakukan evaluasi terhadap
strategi-strategi ini, tidak ada satupun yang terbukti efektif secara klinis.
2.9.1
Pencegahan preeklamsi
1. Manipulasi diet
Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah
pembatasan garam. Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam
tidaklah penting. Pada penelitian yang dilakukan Knuist dan kawan-kawan,
pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsia pada
361 wanita.
Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis menunjukkan
bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal menghasilkan penurunan
yang signifikan dari tekanan darah dan insidensi preeklamsia.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Olsen dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa pemberian kapsul minyak ikan dalam rangka
memperbaiki gangguan keseimbangan prostaglandin pada patofisiologi
eklamsia tidaklah efektif.
Herrera dan kawan-kawan melakukan sebuah penelitian dengan tujuan
untuk menemukan efek suplementasi kalsium plus asam linoleat (CalciumCLA) dalam menurunkan insidensi disfungsi endotel vaskular pada wanita
hamil berisiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
suplemen kalsium-CLA menurunkan kejadian hipertensi dalam kehamilan
dan meningkatkan fungsi endotel.
30
31
32
NHBPEP
Working
Group,
menyediakan
panduan
penatalaksanaan :
1.
Persalinan merupakan terapi yang paling tepat untuk ibu, tetapi tidak
demikian untuk janin. Dasar terapi di bidang obstetrik untuk preeklamsi
berdasarkan apakah janin dapat hidup tanpa komplikasi neonatal serius baik
dalam uterus maupun dalam perawatan rumah sakit.
2.
3.
33
Kebanyakan
wanita
penderita
hipertensi
yang
34
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali saat
pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzim hati,
frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis dan
dengan menggunakan ultrasonografi.
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-harinya
yang berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu pula dengan
pemberian sedatif. Diet harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah yang
cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan asal tidak berlebihan.
2.10.3 Penatalaksanaan hipertensi kronis selama kehamilan
Kebanyakan pasien dengan hipertensi kronis mempunyai hipertensi
esensial. Peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien-pasien ini adalah
secara primer berhubungan dengan terjadinya preeklamsi superimposed dan
solusio plasenta. Hipertensi akibat sekunder terhadap penyakit ginjal,
faeokromositoma, penyakit endokrin, dan koarktasio aorta tidak umum dalam
kehamilan. Faktor-faktor yang menempatkan pasien pada risiko tinggi untuk
terjadinya preeklamsi superimposed adalah umur ibu lebih dari 40 tahun,
hipertensi lebih dari 15 tahun, tekanan darah > 160/110 mmHg pada awal
kehamilan, diabetes klas B-F, kardiomiopati, dan penyakit ginjal atau autoimun.
Evaluasi yang tepat memerlukan pemeriksaan fisik yang lengkap,
termasuk
meliputi urinalisis dan kultur urin, penampungan urin 24 jam untuk mengetahui
total ekskresi protein dan klirens kreatinin, dan pemeriksaan elektrolit. Beberapa
pasien mungkin memerlukan pemeriksaan EKG, rontgen thorax, tes antibodi
antifosfolipid, antibodi antinuklear, dan katekolamin urine.
Wanita dengan hipertensi tingkat I memiliki risiko rendah untuk
komplikasi kardiovaskular selama kehamilan dan hanya menjalani terapi
perubahan gaya hidup karena tidak ada bukti bahwa terapi farmakologis
meningkatkan prognosis neonatal. Lebih lanjut lagi, tekanan darah biasanya
35
36
tekanan darah mencapai 150-160 mmHg sistolik atau 100-110 mmHg diastolik
untuk mencegah peningkatan tekanan darah pada tingkat yang sangat tinggi pada
kehamilan. Akan tetapi ada beberapa pendapat yang merekomendasikan
pemberian obat anti hipertensi saat tekanan darah mencapai 180/110 mmHg.
Penatalaksanaan yang agresif pada hipertensi kronis yang berat pada trimester
pertama sangat penting, mengingat kematian janin mencapai 50% dan angka
kematian maternal yang signifikan telah banyak dilaporkan. Kebanyakan
prognosis paling buruk berhubungan dengan superimposed preeklamsi. Lebih
jauh lagi, wanita dengan hipertensi kronis mempunyai faktor risiko lebih tinggi
dalam memperburuk prognosis neonatal jika proteinuria didapatkan pada awal
kehamilan.
Wanita hamil dengan hipertensi kronis harus dievaluasi sebelum
kehamilan sehingga obat-obat yang memiliki efek berbahaya terhadap janin
dapat diganti dengan obat lain seperti metildopa dan labetalol. Metil dopa
merupakan obat anti hipertensi yang umum digunakan dan tetap menjadi obat
pilihan karena tingkat keamanan dan efektivitasnya yang baik. Banyak wanita
yang diterapi dengan diuretika, akan tetapi apakah terapi diuretik dilanjutkan
selama kehamilan masih menjadi bahan perdebatan. Terapi diuretik berguna
pada wanita dengan hipertensi sensitif garam atau disfungsi diastolik ventrikel.
Akan tetapi diuretik harus dihentikan apabila terjadi preeklamsi atau tanda-tanda
pertumbuhan janin terhambat. Keputusan untuk memulai terapi anti hipertensi
pada hipertensi kronis tergantung dari beratnya hipertensi, ada tidaknya penyakit
kardiovaskular yang mendasari, dan potensi kerusakan target organ. Obat lini
pertama yang biasanya dipergunakan adalah metil dopa. Bila terdapat kontra
indikasi (menginduksi kerusakan hepar) maka obat lain seperti nifedipin atau
labetalol dapat digunakan.
2.10.4 Penatalaksanaan preeklamsi
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan,
37
hal
ini, keputusan
dalam
Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk
mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk
sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan
penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan
solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan
observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi
tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total
seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin
setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan
seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung
trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk
rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila
ketaatan
38
(skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan
tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan
pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring,
hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti
konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi
ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema, peningkatan
pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan meningkatkan
outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan
darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian
sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena
mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya yaitu
fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K
dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada
keuntungan tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah
baring di rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah
penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan
persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak
ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian
janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita
dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap
lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm
bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang
jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan
NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif
memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin
challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin
(L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu,
tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian
kortikosteroid dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan
diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit
39
Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan.
Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36
minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya
terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu
dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan
progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh
karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia
kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending
eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi
sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun
juga, penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan
untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas
neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif
pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang
menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu
mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya
dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu
dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita
preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu,
wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus
diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan
preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
40
41
42
43
44
meningkatkan cardiac output tanpa depresi miokardium. Hal ini tampak pada
pasien berupa mual sementara dan flushing, efek kardiovaskular ini hanya
menetap selama 15 menit.
Penelitian yang dilakukan oleh lipton dan Rosenberg menunjukkan
bahwa efek antikonvulsan adalah memblok influk neuronal kalsium melalui
saluran glutamat. Penelitian lain yang dilakukan oleh cotton dan kawankawan pada tikus menunjukkan bahwa induksi konvulsi terjadi pada area
hipokampus karena merupakan daerah dengan ambang konvulsi yang rendah
dengan densitas reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang tinggi.
Reseptor ini berkaitan dengan beragam bentuk epilepsi. Karena konvulsi dari
hipokampus dapat dihambat oleh magnesium, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa magnesium memiliki efek terhadap susunan saraf pusat
dalam memblok konvulsi.
Ion magnesium dalam konsentrasi yang tinggi dapat mendepresi
kontraktibilitas miometrium. Namun dengan menjalani regimen yang telah
ditentukan, maka tidak ada bukti penurunan kontraktibilitas miometrium.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa magnesium sulfat tidak
mengganggu induksi oleh oksitosin. Mekanisme magnesium dalam
menginhibisi
kontraktibilitas
miometrium
tidak
jelas
benar,
tetapi
kadar
kalsium
intraselular
yang
tinggi.
Mekanisme
45
Berikan 4-6 gram loading dose magnesium sulfat yang diencerkan dalam
100 mL cairan infus sekitar 15-20 menit.
2.
3.
Ukur serum magnesium setiap 4-6 jam dan sesuaikan infus untuk
menjaga level plasma 4-7 mEq/L.
masing-masing
kuadran
atas
bokong
kanan-kiri
dengan
46
47
48
tidak stabil. Lebih baik bagi janin untuk bertahan dalam uterus untuk
perbaikan hipoksia dan hiperkarbia akibat konvulsi maternal. Namun, bila
bradikardi dan/atau deselerasi lambat berulang menetap lebih dari 10-15
menit setelah segala usaha resusitasi, diagnosis solusio plasenta harus
ditegakkan.
49
50
51
52
53
anemia
hemolitik
dan
merupakan
indikasi
untuk
54
55
8. Penghambat ACE
Obat ini menginduksi vasodilatasi dengan menginhibisi enzim yang
mengkonversi angiotensi 1 menjadi angiotensin 2 (vasokonstriktor poten),
tanpa penurunan curah jantung. Sebagai tambahan, obat ini juga
meningkatkan sintesis prostaglandin vasodilatasi dan menurunkan inaktivasi
bradikinin (vasodilator poten). Contoh obat ini seperti captopril, enalapril,
dam lisinopril.
OBAT
Hydralazin
REKOMENDASI
Dimulai dengan dosis 5 mg IV atau 10 mg IM. Jika tekanan darah
tidak terkontrol, diulangi setiap interval 20 menit. Jika tekanan
darah sudah terkontrol, ulangi bila perlu (biasanya tiap 3 jam).
Dosis maksimal 20 mg IV atau 30 mg IM
Labetalol
Dimulai dengan dosis 20 mg IV secara bolus. Jika tidak optimal,
beri 40 mg setelah 10 menit dan 80 mg setiap 10 menit. Gunakan
mdosis maksimal 220 mg. Hindari pemberian labetalol pada
wanita dengan asma atau gagal jantung kongestif
Nifedipine
Dimulai dengan 10 mg oral dan ulangi setiap 30 menit bila perlu.
Tidak diperbolehkan penggunaan nifedipine kerja singkat dalam
terapi hipertensi
Sodium
Hanya digunakan pada kasus hipertensi yang tidak berespon
nitroprussi terhadap obat yang terdaftar disini. Dimulai dengan dosis 0.25
d
g/kg/menit sampai dosis maksimal 5g/kg/menit. Fetal sianida
terjadi jika digunakan lebih dari 4 jam.
Tabel 2.4 Panduan Obat Anti Hipertensi
2.10.7 Efek Samping Obat
Efek samping obat-obat anti hipertensi antara lain, yaitu :
1. ACE inhibitor
Digunakan pada trimester dua dan tiga telah menyebabkan disfungsi
ginjal pada fetus yang mengakibatkan oligohidramnion dan anuria. ACE
inhibitor telah dihubungkan dengan hipoplasia pulmoner, pertumbuhan
terhambat, kelainan ginjal dan hipoplasia lain pada tulang tengkorak.
2. Diantara golongan penghambat beta, atenolol
Terutama ketika dimulai pada awal kehamilan, berhubungan dengan
pertumbuhan janin terhambat pada beberapa penelitian yang tidak terkontrol
56
dan sebuah penelitian kecil. Pada kebanyakan penelitian, penyebab asal dari
hubungan tersebut tidak jelas karena beberapa obat telah digunakan
bersama-sama atau karena ketidakmampuan untuk membedakan apakah ini
adalah efek dari patofisiologi ibu atau efek dari obat.
3. Diuretika
Memiliki efek samping terhadap ibu maupun janin. Efek maternal seperti
hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemi, hiperurikemi, hiperlipid, dan
penurunan volume plasma sehingga dapat menganggu pertumbuhan janin.
Efek terhadap janin adalah gangguan elektrolit, trombositopeni, dan IUGR.13
Beberapa efek obat anti hipertensi terhadap pemberian ASI, yaitu :
-
- Beta bloker lain selain propranolol ditemukan dalam konsentrasi besar dalam
susu ibu daripada plasma ibu.
- Klonidin ditemukan dalam jumlah sedikit di ASI. Hal yang sama terdapat
pada ACE inhibitor.
57
BAB III
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, Ny. M di diagnosis G3P2A0 37 tahun gravida 37-38
minggu inpartu kala 1 fase laten dengan PEB. Janin intrauterin tunggal hidup letak
kepala hodge I-II UUK kiri depan. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan :
1. ANAMNESIS
Pasien wanita usia 37 tahun dengan G3P2A0 merasa hamil 9 bulan,
mengeluh mules-mules sejak 7 jam SMRS yang dirasa semakin lama semakin
teratur dan kuat. Keluar darah bercampur lendir dari jalan lahir sedikit-sedikit.
Ini menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan inpartu. Berdasarkan HPHT
menunjukkan umur kehamilan 37-38 minggu atau kehamilan cukup bulan
(aterm).
Pasien juga diketahui memiliki tekanan darah tinggi sejak pagi ini
pada usia kehamilan 20 minggu bisa jadi kemungkinan suatu hipertensi
dalam kehamilan sampai dilakukannya pemeriksaan tekanan darah ditambah
dengan pemeriksaan protein urin. Keterangan tentang tidak adanya keluhan
pandangan kabur, nyeri ulu hati dan nyeri kepala berat perlu ditekankan untuk
menyinggirkan suatu impending eklamsi. Kemungkinan adanya keadaan
eklamsi sudah dapat disinggirkan melalui anamnesis tentang ada atau tidaknya
keluhan kejang dan penurunan kesadaran.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah TD. 190/100
mmHg yang baru ditemukan pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Ini
menunjukkan adanya kegagalan otoregulasi pengaturan tekanan darah yang
terkait erat dengan kehamilan. Pasien tidak mempunyai riwayat darah tinggi
sebelumnya dan pasien mengaku rata-rata tekanan darah 110/80 mmHg.
Keadaan ini dapat diklasifikasikan keadalam hipertensi kehamilan yang lain
yaitu pre-eklamsi dan untuk lebih menegakkan diagnosis preeklamsi
dibutuhkan pemeriksaan lanjutan yaitu protein urin. Status generalis ibu semua
dalam batas normal.
58
trombosit,
59
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, et all. 2012. Williams Obstetric 23rd edition. EGC : Jakarta
2. Kelompok Kerja Penyusunan Hipertensi dalam Kehamilan-Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI, Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di
Indonesia, edisi ke-2, Angsar M, penyunting, 2005: 1-27
3. Krisnadi S, Mose J, Effendi J, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam Pedoman
Diagnosis dan terapi Obstetri dan Ginekologi RS dr.Hasan Sadikin, bagian pertama,
edisi ke-2, Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran RS dr.Hasan Sadikin, 2005 : 60-70
4. Manuaba,Chandranita,dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan ObstetriGinekologi Sosial Untuk Profesi Bidan.Jakarta: ECG. 2008.
5. Mose J, Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, edisi ke-2,
Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, penyunting, Jakarta : EGC,
2003 : 68-82
6. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3,
Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301
7. Scott J, Disaia P, Hammond C, Spellacy W, Gordon J, Danforth Buku Saku
Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Obstetri dan Ginekologi, edisi ke-1,
Koesoema H, penyunting, Jakarta : Widya Medika, 2002: 202-213
8. Seely E, Maxwell C, Chronic Hypertension in Pregnancy. 2007, diakses tanggal 24
Oktober 2009, dari http : //circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115