PREEKLAMPSIA BERAT
OLEH:
Restu Adi Safiru
Dian Ayu Wulansari
Made Sri Adnyasitarini
Dyah Ayu Pratama Sari
SUPERVISOR:
dr. I Wayan Agung Indrawan, SpOG(K)
PPDS PEMBIMBING:
dr. Ummu Hanik
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PREEKLAMPSIA BERAT
Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di
SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang
Oleh:
Restu Adi Safiru
Dian Ayu Wulansari
Made Sri Adnyasitarini
Dyah Ayu Pratama Sari
Menyetujui:
Pendamping
Pembimbing
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan...................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
Daftar Gambar dan Tabel...........................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1
Latar Belakang..................................................................................................1
Tujuan...............................................................................................................3
Masalah.............................................................................................................3
ii
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Klasifikasi Janin Multiple..........................................................................29
Tabel 4.2 Kriteria USG pada Kehamilan Kembar......................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekitar 50.000 wanita dunia meninggal setiap tahun akibat komplikasi terkait
preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia dan eklamsia berkontribusi terhadap 10-15%
dari total kematian ibu di seluruh dunia.1 Di Indonesia, angka kematian ibu dan anak
masih tergolong cukup tinggi. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2008 diperoleh bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia mencapai rata-rata 34 bayi per 1000 kelahiran hidup. Secara
nasional angka kejadian preeklamsia-eklamsia di Indonesia berkisar antara 7-10%.
Preeklamsia merupakan penyebab kematian ibu dan bayi terbanyak kedua pada
kehamilan setelah perdarahan dan infeksi.2
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria pada umur
kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan dan gangguan
multisistem pada kehamilan yang ditandai dengan disfungsi endotelial, peningkatan
tekanan darah karena vasokonstriksi, proteinuria akibat kegagalan glomerolus, dan
udema akibat peningkatan permeabilitas vaskuler. Preeklampsia dapat terjadi dengan
tanda-tanda hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di trimester kedua atau ketiga
kehamilan yang selalu pulih di periode postnatal.3
Preeklampsia merupakan salah satu risiko yang terjadi pada ibu yang mengalami
kehamilan kembar (gemelli)3. Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu
kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan
ganda/gemelli (2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), Quintiplet (5 janin) dan
seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum
Hellin.4 Secara umum patologi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel saat
antepartum yaitu kelahiran prematur, kelainan kongenital, tingkat abortus spontan yang
tinggi, IUGR, anemia maternal, twin-to-twin transfusion syndrome, hipertensi karena
kehamilan, hidramnion.10 Selain kehamilan kembar, wanita yang hamil berusia 35 tahun,
menderita diabetes, tekanan darah tinggi dan gangguan ginjal juga mempunyai risiko
menderita preeclampsia.3
Pada laporan kasus ini akan dipaparkan mengenai kasus seorang ibu dengan
preeklampsia dan gemelli yang menjalani persalinan prematur.
1.2 Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas pasien dengan diagnosa preeklampsia
berat + gemelli + partus prematurus di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang,
sehingga diketahui:
a. Prosedur penegakan diagnosis preeklampsia berat + gemelli + partus prematurus
yang benar.
b. Manajemen penatalaksanaan preeklampsia berat + gemelli + partus prematurus
c. Prognosis pasien dengan pre eklampsia berat + gemelli + partus prematurus
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dokter muda mengenai anamnesis, diagnosis, dan penatalaksaan
preeklampsia berat + gemelli + partus prematurus.
BAB 2
LAPORAN KASUS
1
2
2.1 Identitas
No. Registrasi
: 11255xxx
Nama
: Ny. TA
Umur
: 21 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: 9 tahun
Pekerjaan
Status
: Menikah 1x
Lama Menikah
: 2 tahun
Suami
: Tn. MS
Umur
: 27 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: 6 tahun
Pekerjaan
: Petani Apel
Alamat
Tanggal MRS
: 24 September 2015
2.2 Subjektif
Pasien rujukan dokter umum RSUD Lawang dengan G1P0A0 UK 36 minggu
dengan Gemeli + Pre Eklampsia Ringan.
Keluhan Utama
Kenceng-kenceng
2.2.1
2.2.2
Perjalanan Penyakit
Pada tanggal 23 September 2015, pukul 23.00, pasien mengeluh kencengkenceng, namun pasien tetap dirumah. Pada tanggal 24 September 2015, pukul 08.00,
pasien mengeluh kenceng-kenceng semakin sering disertai keluar cairan dari jalan lahir
merembes, kemudian pasien ke RSUD Lawang, diperiksa VT pembukaan 5 cm dan
tekanan darah 140/90. Dikarenakan pasien dengan gemeli dan tensi tinggi, pasien
dirujuk ke RSSA.
Pada tanggal 24 September 2015 pukul 10.30 WIB, pasien tiba di RSSA. Pasien
mengetahui kehamilannya kembar sejak usia kehamilan 7 bulan saat USG di Spesialis
Obstetri dan Gynecology Lawang. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama
kehamilan disangkal, riwayat pusing (-), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), mual
dan muntah (-). Pasien mengeluh keputihan sejak 1 minggu, tidak gatal dan berbau,
namun pasien tidak berobat perihal keputihannya. Riwayat anyang-anyangan disangkal.
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
Taksiran Persalinan
Menarche
Siklus Haid
Lama Haid
ANC
:
:
:
:
:
:
14 Januari 2015
21 Oktober 2015
12 tahun
28 hari
6-7 hari
4x di bidan
1x
di
dokter
SpOG
: Tidak ada
Riwayat Pernikahan
Riwayat Kehamilan/Persalinan
NO
At/P/I/Ab/
.
1.
E
Hamil ini
BBL
L/P
Umu
H/
Riwayat Kontrasepsi
jantung.
2.2.7
Ayah dan ibu pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat DM maupun penyakit
jantung disangkal.
2.2.8
Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat penambah darah dan vitamin dari bidan dan dokter. Pasien
tidak minum jamu-jamuan selama hamil.
2.2.9
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari berada di rumah.
Pekerjaan terbatas pada pekerjaan rumah tangga seperti mencuci pakaian, menyapu,
mengepel, dan memasak. Pasien tinggal berdua bersama suaminya. Pasien tidak
memelihara hewan peliharaan. Sanitasi, ventilasi, dan kebersihan rumah cukup.
2.3 Objektif
2.3.1
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
Berat Badan
: 66 kg
Tinggi Badan
: 148 cm
Tekanan Darah
: 160/100 mmHg
Nadi
RR
: 20 x/menit
Temp. Rektal
: 36,80C
Temp. Aksila
: 36,50C
Thorax
Abdomen
v v
- -
- -
v v
- -
- -
Ekstremitas
2.3.2
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah lengkap (24 September 2015)
Pemeriksaan
Hasil Pre OP
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
11,20
g/dL
11.4-15.1
Eritrosit
Leukosit
4,76
19,84
103/L
L
4,0-5,0
4.700 -11.300
Hematokrit
33,60
38-42
Hematologi
Trombosit
271
10 /L
142-424
MCV
70,80
fL
80-93
MCH
23,50
pg
27-31
MCHC
33,30
g/dL
32-36
0-4/0-1/51-67/25-33/2-5
Hitung Jenis
10,4 / 5,0
Faal Hemostasis
PPT
9,60
detik
9,4 - 11,3
APTT
34,30
detik
24,6 30,6
AST/SGOT
20
U/L
0-32
ALT/SGPT
U/L
0-33
Albumin
3,09
g/dL
3,5 5,5
LDH
570
U/L
240-480
5,60/ 0,59
mg/dL
16.6-48.5/ <1.2
Faal Hati
Faal Ginjal
Ureum/Kreatinin
Metabolisme Karbohidrat
69
mg/dL
<200
mmol/L
Serum Elektrolit
Na/K/Cl
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Jernih
Kuning
7,5
1,025
Negatif
+3
Trace
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
+1
4,5-8,0
1,005-1,030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
14,5
Negatif
-
LPK
LPK
LPK
LPK
4,2
3,5
68,4
-
LPB
LPB
LPB
LPB
LPB
/mL
2
Negatif
3
5
93x103/ml
2.4 Assessment
G1P0000Ab000 part 36-37 minggu G/H/H.
(+) kala II
(+) Presentasi kepala letak sungsang
(+) Partus Prematurus
(+) Pre Eklampsia Berat
2.5 Planning
PDx: PTx:
-
Kondisi pasien
Prognosis
2.6 Outcome
Bayi I lahir hidup dengan jenis kelamin laki-laki pada tanggal 24 September
2015 pukul 10.45 WIB dengan cara Spt B dengan indikasi kala II, gemelli, dan
PEB. Berat bayi 1.450 gram, panjang 37 cm, dengan apgar score 6 / 8. Tidak
didapatkan kelainan kongenital.
Bayi II lahir hidup dengan jenis kelamin laki-laki pada tanggal 24 September
2015 pukul 10.48 WIB dengan cara ekstraksi kaki dengan indikasi kala II, gemelli,
dan PEB. Berat bayi 2.600 gram, panjang 45 cm, dengan apgar score 7 / 9. Tidak
didapatkan kelainan kongenital.
9
Nadi
: 80 x/menit
: 36,10C
Saturasi O2
: 99%
BAB 3
PERMASALAHAN
3.1 Diagnosa
Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sesuai dengan teori yang ada?
3.2 Penatalaksanaan
Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan teori yang ada?
3.3 Komplikasi
Apa komplikasi yang terjadi pada kasus ini?
3.4 Prognosis
Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini?
10
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
4.1
Preeklampsia-Eklampsia
4.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah suatu kondisi pada kehamilan yang ditandai dengan gejala
hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) dan proteinuria (temuan 0,3 g protein pada
pemeriksaan 24 jam) setelah minggu ke-20 usia kehamilan. Pada keadaan tidak
ditemukannya proteinuria, preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi dengan disertai
tanda-tanda seperti trombositopenia, gangguan fungsi hepar, insufisiensi renal, edema
paru, gangguan serebral atau visual.1
Preeklampsia didiagnosa melalui pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan
sebanyak dua kali dengan selang waktu 4 jam diantaranya pada usia kehamilan minggu
ke-20, dan pemeriksaan kadar protein yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan pemeriksaan dipstick dengan hasil +1 atau dengan pemeriksaan air seni/urin
24 jam.13 Preeklampsia dapat berkembang menjadi kondisi eklampsia apabila kondisi
preeklampsia tidak tertangani dengan baik. Hal ini diperlihatkan melalui gejala
preeklampsia yang disertai dengan kejang.
4.1.2 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis.
11
Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis
ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan
janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemi plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis
HDK selanjutnya.1
12
13
4.1.3 Klasifikasi
Preeklampsia dan eklampsia dikelompokkan oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Preeklampsia ringan : timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan.
Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15mmHg atau
lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada usia kehamilan > 20 minggu
atau tekanan darah maternal sistol 140-160 mmHg, diastole 90-110mmHg.
Tes dipstick menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >300 mg/24 jam.
b. Preeklampsia berat : suatu komplikasi yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
160.110 mmHg aau lebih diserati proteinuria.
Tekanan darah maternal >160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu.
Tes dipstick menunjukkan proteinuria +2 atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >5g/24 jam.
Atau disertai keterlibatan organ lain seperti:
- Trombositopenia (<100.000 sel/L), hemolisis mikroangiopati
- Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
- Sakit kepala, skotoma penglihatan
- Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
- Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
- Oligouria (<500ml/24 jam), kreatinin >1,2 mg/dL
- Penyulit lain bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal
jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, sindroma HELLP, bahkan
bisa menyebabkan kematian pda janin, ibu atau keduanya bila tidak
segera ditangani.
c. Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu).
Tes dipstick menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/L
pada usia kehamilan > 20 minggu.
d. Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma.
Ada tanda dan gejala preeklampsia.
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis).
4.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko
14
Etiologi preeklampsia dan eklampsia saat ini masih belum pasti dan masih
banyak ditemukan kontroversi, itu sebabnya penyakit ini sering disebut the disease of
theory. Sampai saat ini, bukti yang menunjukkan adanya kecenderungan familial untuk
terjadinya preeklampsia dapat diwariskan baik dari gen resesif atau gen maternal
dominan dengan 50% penetrasi. Bukti lainnya, menunjukkan hubungan antara
preeklampsia dan keberadaan variasi gen angiotensinogen T235 serta peranan mutasi
faktor V Leiden pada patofisiologi preeklampsia. Faktor predisposisi lain untuk
terjadinya preeklampsia meliputi kelainan-kelainan yang disebabkan oleh penyakit
mikrovaskular seperti riwayat hipertensi, penyakit kolagen vaskular, peningkatan
konsentrasi plasma dari dimetilarginin asimetris, sindrom antifosfolipid, diabetes
melitus, dan juga kondisi-kondisi terkait dengan plasenta besar seperti kehamilan
multipel (gemeli), mola hidatidosa, dan hydropic plasenta. Sebagai tambahan, telah
didapati bahwa pada banyak wanita preeklamtik, aktivitas simpatis meningkat secara
reversibel yang menyebabkan penambahan vasokonstriksi. Semua mekanisme ini
menyebabkan perfusi plasenta yang buruk dan telah disepakati secara umum bahwa
penurunan aliran darah ke plasenta memegang peranan penting dalam patogenesis
preeklampsia. 12
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan preeklampsia yaitu kehamilan
pertama, usia maternal <20 tahun atau >35 tahun, obesitas, kehamilan kembar (gemeli),
riwayat keluarga dengan preeklampsia atau eklampsia, riwayat medis sebelumnya
(hipertensi, preeklampsia/eklampsia,diabetes mellitus, penyakit autoimun, penyakit
polikista ovarii, antiphospholipid antibody syndrome, non-immune hydrops, dan
penyakit ginjal), ras maternal Afrika-Amerika, dan kehamilan mola. 15,16
4.1.5 Penegakan Diagnosis
4.1.5.1 Anamnesis
Selama prenatal harus dikaji faktor resiko terjadinya penyulit selama kehamilan,
diantaranya, yaitu
1. riwayat obstetri terutama terjadinya hipertensi pada kehamilan sebelumnya
2. riwayat kesehatan yang meningkatkan resiko terhadap kejadian preeklampsia
antara lain diabetes melitus, hipertensi, penyakit vaskuler, dan lain-lain
3. Pada kunjungan antenatal setelah usia kehamilan 20 minggu, wanita hamil harus
ditanyakan terhadap timbulnya gejala khas seperti gangguan penglihatan, nyeri
15
kepala yang menetap, nyeri epigastrium atau nyeri perut bagian atas dan edema
yang berlebihan.
4.1.5.2 Pemeriksaan Fisik
1. Tekanan darah harus diperiksa pada setiap kunjungan antenatal. Tekanan darah
diukur setelah beristirahat 10 menit atau lebih dan saat dilakukan pengukuran
tekanan darah, wanita hamil harus berada pada posisi terlentang atau miring kekiri,
atau pada posisi setengan duduk. Terdapat kesepakatan bahwa tekanan darah
sebesar 140/90 mmHg adalah abnormal, karena tekanan darah arteri istirahat yang
normal lebih rendah pada wanita hamil daripada yang tidak hamil. Tekanan darah
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 kali dengan selang waktu 4 jam.
2. Tinggi fundus uteri harus diukur pada setiap kunjungan antenatal, karena
pertumbuhan yang tidak sesuai dengan usia kehamilan dapat mengindikasikan
terjadinya IUGR atau Oligohidramnion. Kondisi ini mungkin dapat timbul terlebih
dahulu sebelum diagnosa preeklampsia ditegakkan.
3. Peningkatan edema pada seluruh badan serta penambahan berat badan yang
berlebihan harus mendapat perhatian karena retensi cairan seringkali berhubungan
dengan preeklamsia. Apabila ditemukan kondisi ini, dilakukan pemeriksaan
terhadap adanya hipertensi dan proteinuria. Edema yang terjadi pada tungkai bawah
merupakan kejadian yang dapat timbul pada semua kehamilan sehingga tidak
begitu penting dalam mendiagnosa preeklamsia.
4.1.5.3 Pemeriksaan Laboratorioum
Pada wanita yang beresiko tinggi mengalami preeklamsia. Pemeriksaan tersebut
meliputi pemeriksaan kadar enzym hepar, hitung trombosit, kadar kreatinin serum
dan pengumpulan urine 12 hingga 24 jam untuk pengukuran kadar protein total.
Pengukuran kadar protein juga dilakukan dengan menggunakan dipstick.
Setelah diagnosa preeklamsia ditegakkan, pemeriksaan laboratorium lanjutan
harus dilakukan. Pada preeklamsia yang tidak menunjukkan progresifitas, uji
laboratorium dapat dilakukan per minggu. Pada preeklamsia yang progresif
pemeriksaan tersebut harus dilakukan lebih sering.
16
4.1.6 Penatalaksanaan
4.1.6.1 Penatalaksanaan Preeklampsia Ringan
Hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan preeklampsia riangan adalah
keselamatan dari ibu dan janin serta pemilihan cara persalinan. Langkah-langkah
penatalaksanaannya pun tergantung dari hasil evaluasi keadaan ibu dan janin, usia
kehamilan, ada tidaknya pecah ketuban, perdarahan vagina, dan permintaan dari pasien
sendiri. 13,17
Tujuan utama dari penatalakasanaan preeklampsia ringan adalah mencegah
kejang, perdarahan intrakranial, gangguan fungsi organ vital sehingga dapat melahirkan
bayi yang sehat. 1
a. Penatalaksanaan Antepartum
Pasien dapat dirawat secara rawat jalan. Ketika pasien mulai terdiagnosis
sampai pasien melahirkan, maka perlu dilakukan monitoring ketat mengenai
terhadap keluhan terutama yang mengarah ke tanda-tanda adanya
preeklampsia berat (impending eclampsia) seperti ada tidaknya nyeri kepala
hebat, pengelihatan kabur, nyeri epigastrik, dan sesak napas. Keluhan
mengenai gerakan janin juga perlu ditanyakan. Pasien diminta melakukan
ANC secara rutin untuk mengetahui status janin dan jika perlu USG untuk
mengetahui pertumbuhannya. Pengukuran tekanan darah 2 kali seminggu dan
penghitungan jumlah trombosit, enzim liver, dan ureum/kreatinin secara
mingguan perlu dilakukan. 1,13,17
17
Pasien diberikan KIE untuk banyak istirahat dengan tidur miring namun tirah
baring
lama
tidak
dianjurkan
karena
dapat
meningkatkan
resiko
tromboemboli. Obat anti hipertensi juga tidak perlu diberikan dan tidak ada
batasan jumlah garam dalam konsumsi makanan selama fungsi ginjalnya
masih bagus. Pasien disarankan banyak makan cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan diberikan tambahan roboransia
pranatal. 1,13,17
Pada keadaan tertentu, pasien perlu dirawat di rumah sakit. Kriteria untuk
rawat inap antara lain bila tidak ada perbaikan tekanan darah dan kadar
proteinuri selama 2 minggu dan adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
preeklampsia berat.
b. Penatalaksanaan Intrapartum
Jika pasien sudah menunjukkan tanda-tanda inpartu dan usia kehamilan
memasuki atau lebih dari 37-38 minggu atau apabila usia kehamilan 34-35
minggu atau lebih dengan tanda-tanda perburukan maka dapat dilakukan
induksi persalinan. Pada kehamilan aterm (> 37 minggu),persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan dan dipertimbangkan untuk melakukan
induksi pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan. 1,13
Pada kehamilan preterm (< 37 minggu) apabila tidak didapatkan tanda-tanda
perburukan maka observasi dapat dilanjutkan dan induksi persalinan dapat
dilakukan setelah usia kehamilan aterm. 1,13
Pemberian profilaksis magnesium sulfat hanya diberikan apabila ada keluhan
seperti sakit kepala, perubahan status mental, pandangan kabur, stomata,
klonus, dan nyeri perut di kuadran kanan atas. 13
Rawat Jalan:
Pasien diminta untuk istirahat yang banyak dan tidur miring kiri
Diberikan diet rendah karbohidrat dan tinggi protein
Dilakukannya pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap,
Rawat Inap:
Pasien diminta untuk melakukan rawat inap dengan indikasi, yaitu usia
kehamilan lebih dari 34 minggu dengan Fetal Well Being yang jelek dan pasien
memiliki kecenderungan untuk menjadi preeclampsia berat. Selama rawat inap
dilakukannya:
Pasien diminta untuk istirahat yang banyak dan tidur miring kiri
Diberikan diet rendah karbohidrat dan tinggi protein
Dilakukannya pengukuran tekanan darah sebanyak 2 kali sehari
Dilakukannya pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap,
Terminasi:
19
c.
Resiko terjadinya edema paru dan oligouria pada pasien preeklampsia berat
tinggi sehingga perlu dilakukan pengelolaan cairan yang tepat dengan memonitoring
input dan output cairan. Cairan yang dapat diberikan RD5 <125 cc/jam atau infus D5
yang setiap 1 liternya diselingi dengan RL 60-125 cc/jam. Untuk memonitorng output
cairan dapat dipasang Foley catheter.1
Pasien
dengan
preeklampsia
beresiko
tinggi
untuk
terkena
penyakit
tromboemboli. Oleh karena itu, semua pasien seharusnya mendapatkan heparin baik
saat sebelum maupun setelah pasien mobilisasi penuh pasca melahirkan.17
Apabila terjadi edema paru atau payah jantung kongestif maupun anasarka dapat
diberikan diuretik furosemid. Pemberian glukokortikoid digunakan untuk pematangan
paru janin. Glukokortikoid diberikan pada kehamilan 32-34 minggu.1
Berdasarkan
Williams
Obstetrics,
ditinjau
dari
umur
kehamilan
dan
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/ lebih keadaan di bawah ini:
a. Pada ibu
- Umur kehamilan 37 minggu
21
stabil.
Apabila terjadi kejang ulang dapat diberikan Magnesium Sulfat adding dose
(MgSO4 20% 2 gram IV), jika pemberian magnesium sulfat terakhir lebih
terjadinya kejang.
Jika terjadi kejang, perhatikan jalan nafas, pernapasan (oksigen), dan
memadai
Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang
ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan
positif.
4.1.7 Komplikasi
4.1.7.1 Komplikasi pada Ibu
- Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita eklampsia yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma. Komplikasi ini dapat timbul pada ante, intra,
maupun post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi 24 jam pertama
22
23
Partus Prematurus
Partus Prematurus atau persalinan prematur yaitu persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang atau 37 minggu, merupakan hal yang berbahaya karena
mempunyai dampak yang potensial meningkatkan kematian perinatal.9 Partus
prematurus diartikan dimulainya kontraksi uterus yang teratur uyang disertai
perdarahan atau dilatasi servix serta turunya bayi pada kehamilan 37 minggu dan
dengan berat lahir janin antara 1000 sampai 2500gram. Kejadian ini masih belum
diketahui etiologi pastinya. Beberapa penelitian menyebutkan bisa terjadi akibat
keadaan patologis kehamilan seperti hydramnion atau karena induksi persalinan
akibat preeklampsia.
1. Menurut Winkjosastro (2002), kondisi selama kehamilan yang beresiko terjadinya
partus prematurus iminens adalah :Janin dan plasenta seperti terjadinya
perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio pla
senta, vasa plasenta), ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, kehami
lan gameli dan Polyhidramnion.
2. Pada ibu seperti penyakit berat pada ibu, diabetes melitus, preeklamsi/hipertensi,
infeksi saluran kemih, penyakit infeksi dengan demam stress psikologik, kelainan
bentuk uterus / serviks, riwayat persalinan preterm / abortus berulang,
inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1cm), pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat (lebih dari 10 batang perhari), kelaianan
imunologi / kelainan rhesus dan usia.9,19
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau
membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah telah dipaparkan, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan. 9,19
yang terjadi selama preeklampsia juga dapat terjadi. Beberapa studi juga menyebutkan
bahwa wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko berkembangnya penyakit
kardiovaskular di kemudian hari. Mortalitas penyakit kardiovaskuler pada wanita
dengan riwayat preeklampsia meningkat, dengan peningkatan terhadap penyakit jantung
koroner dan stroke. Di samping itu, beberapa studicase-control dan kohort menyebutkan
bahwa terjadi penurunan insiden jangka panjang kanker payudara pada wanita dengan
preeklampsia. Hal ini mungkin dikarenakan adanya agen anti-angiogenik yang persisten
(Park and Brewster, 2007).
4.1.9 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat datang ke rumah sakit dan mendapat pengobatan,
maka gejala perbaikan akan tampa jelas setelah kehamilannya di akhiri. Setelah bayi
dilahirkan, perubahan patofiologis akan segera pula mengalami perbaikan. Prognosis
pasien ini masih harus dilihat dari perkembangan tekanan darah dan proteinuria yang
terjadi. Prognosis pasien ini dubia ad bonam karena keadaan umum telah baik dan
stabil. Namun kemungkinan terjadinya preeklampsia pada kehamilan berikutnya masih
dapat terjadi.Prognosis bayi pasien ini dubia ad malam karena bayi lahir kurang bulan
dengan berat 1.440 gram.
4.2 Gemeli
4.2.1 Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan dua
janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2
janin),
triplet
(3
janin),
kuadruplet
(4
janin),
Quintiplet
(5
janin)
dan
seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum
Hellin.4
4.2.2 Faktor Resiko
Frekuensi kehamilan multipel bervariasi pada setiap ras. Hasil survei pada salah
satu komunitas di Nigeria menunjukkan kehamilan multipel terjadi setiap 20 kehamilan.
Perbedaan ini mungkin merupakan akibat variasi ras terhadap tingkat folliclestimulating hormone
menemukan bahwa wanita yang merupakan kembar dizigotik melahirkan anak kembar
25
1 kali per 58 kelahiran. Sedangkan wanita yang bukan anak kembar tetapi bersuami
yang merupakan kembar dizigotik melahirkan anak kembar 1 kali per 116 kehamilan.
Hal ini disebabkan oleh pelepasan ovum multipel pada wanita sifatnya diturunkan.1,4
Kemungkinan kehamilan multipel meningkat dari 0 saat pubertas, dan mencapai
puncak pada usia 37 tahun saat stimulasi hormon maksimal meningkatkan kemungkinan
terjadinya pelepasan ovum ganda. Penurunan insidensi setelah usia ibu melewati 37
tahun kemungkinan karena deplesi dari folikel Graaf.4 Selain beberapa faktor diatas,
Faktor yang menghubungkan antara kehamilan multipel dengan ras, usia, berat badan,
dan kesuburan adalah level FSH, teori ini didukung dengan fakta meningkatnya
kehamilan multipel pada wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral selama 1
bulan tetapi tidak pada bulan selanjutnya. Hal ini disebabkan pelepasan pituitary
gonadotropin secara tiba-tiba dalam jumlah yang lebih tinggi daripada biasanya pada
siklus pertama setelah berhenti menggunakan kontrasepsi hormonal.1,4
4.2.3 Klasifikasi Janin Multiple
Tabel 1. Jenis multijanin berdasarkan twin pregnancy dan triplet pregnancy.
4.2.4 Patofisiologi
4.2.4.1 Patofisiologi fetus multipel
Fetus multipel umumnya disebabkan oleh fertilisasi dua ovum yang terpisah
yang disebut double-ovum, dizigotik, atau kembar fraternal. Sedangkan sebagian berasal
26
dari ovum tunggal yang difertilisasi yang kemudian berkembang menjadi dua struktur
yang serupa yang masing-masing mempunyai potensi untuk menjadi individu yang
terpisah. Kembar ini disebut single-ovum, monozigotik atau kembar identik. Kedua
jenis proses kehamilan kembar ini dapat melibatkan pembentukkan fetus yang lebih dari
dua.1
Kembar dizigotik sebenarnya bukan merupakan kembar sejati karena dihasilkan
dari fertilisasi dua ovum yang berbeda dalam satu siklus ovulasi. Selain itu juga kembar
identik atau monozigotik tidak selalu identik karena pembelahan dari satu ovum yang
difertilisasi tidak selalu menghasilkan pembagian material protoplasma yang seimbang.
Proses pembelahan pada kembar monozigotik merupakan suatu kejadian yang
teratogenik sehingga insidensi terjadinya malformasi meningkat.1
4.2.4.1.1 Kembar Monozigotik
Terbentuknya kembar monozigotik diperkirakan merupakan
hasil dari
keterlambatan perkembangan normal pada ovum yang sudah dibuahi. Hal ini dapat
disebabkan oleh keterlambatan transpor ovum melalui tuba fallopi karena penggunaan
agen progestasional dan kontrasepsi kombinasi serta karena trauma minor pada
blastocyst selama during assisted reproductive technology (ART).1
Hasil dari proses kembar ini tergantung kapan pembelahannya terjadi.1
Pembelahan terjadi dalam 72 jam setelah fertilisasi, morula belum terbentuk dan
blastocyst belum membentuk chorion. Terbentuklah dua embrio, dua amnion dan
dua chorion sehingga menjadi kehamilan kembar monozigotik, diamnionik,
dikhorionik. Plasenta dapat terbentuk tunggal maupun ganda.
Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan morula sudah
terbentuk sedangkan sel yang akan menjadi chorion sudah berdiferensiasi tetapi
belum terbentuk amnion. Pada pembelahan ini terbentuklah dua embrio yang
berada pada dua kantung amnion yang dilapisi chorion sehingga menghasilkan
kehamilan kembar monozigotik, diamnionik, monokhorionik.
Jika sedemikian sehingga chorion dan amnion sudah berdiferensiasi pada
delapan hari setelah fertilisasi, pembelahan menghasilkan 2 embrio dalam satu
kantung
amnion,sehingga
menjadi
kehamilan
kembar
monozigotik,
monoamnionik, monochorionik.
Jika pembelahannya terjadi setelah diskus embrionik telah terbentuk,
pembelahannya menjadi tidak sempurna dan terbentuklah kembar siam /
conjoined twins.
27
28
1. Kelahiran prematur
2. Kelainan kongenital
3. Tingkat abortus spontan yang tinggi
4. IUGR
5. Anemia maternal
6. Twin-to-twin transfusion syndrome
7. Hipertensi karena kehamilan
8. Hidramnion
Intrapartum
1. Placenta previa
2. Abruptio placenta
3. Vasa previa
4. Partus lama
5. Kelainan letak janin
6. Prolaps tali pusat
7. Insidensi seksio sesarea meningkat
Postpartum:
1. insidensi transfusi darah maternal meningkat
2. Perdarahan post partum / atonia uteri
4.2.6 Diagnosis
4.2.6.1 Anamnesis dan manifestasi klinik
Riwayat kehamilan multipel dalam keluarga, usia ibu yang tua, paritas tinggi,
ukuran tubuh ibu yang besar dan riwayat kehamilan multipel pribadi merupakan
petunjuk yang mengarahkan diagnosis kehamilan multipel. Riwayat penggunaan
clomiphene citrate, gonadotropin dan kehamilan dengan ART semakin memperkuat
kemungkinan.1
Manifestasi klinik pada kehamilan multipel pada umumnya sama dengan
kehamilan tunggal tetapi dengan intensitas yang lebih berat, seperti penekanan berat
pada pelvis, mual, nyeri punggung, varikosis, konstipasi, haemorrhoid, distensi
abdominal dan kesulitan bernapas.3
4.2.6.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yaitu dengan pengukuran tinggi fundus yang akurat
merupakan salah satu petunjuk yang penting. Pada trimester ke-2 ukuran uterus
membesar lebih dari usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid
terakhir (HPHT). Menurut Cunningham F tinggi fundus uteri pada 36 kehamilan, pada
usia kehamilan 20-30 minggu tinggi fundus pada kehamilan kembar rata-rata lebih
tinggi 5cm daripada kehamilan tunggal dengan usia kehamilan yang sama.1
29
Pada palpasi uterus teraba 2 kepala janin yang biasanya terdapat pada kuadran
uterus yang berbeda. Diagnosis dengan palpasi ini sulit ditegakkan sebelum trimester
ketiga, bahkan jika posisi janin bertumpuk, ibu obesitas dan adanya hidramnion palpasi
abdominal sulit untuk mengidentifikasi kehamilan multipel meskipun pada usia
kehamilan tua.1
Pada timester pertama, denyut jantung janin dapat dideteksi dengan USG
doppler. Pemeriksaan teliti dengan aural fetal stethoscope dapat mengidentifikasi bunyi
jantung janin pada usia 18-20 minggu.1
Secara umum pemeriksaan fisik yang dapat mengarahkan diagnosis kehamilan
multipel yaitu3:
1. Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan.
2. Peningkatan berat badan ibu yang berlebihan tanpa adanya obesitas atau oedem.
3. Polihidramnion.
4. Terdapat ballotement yang lebih dari satu fetus.
5. Bagian kecil yang multipel.
6. Bunyi jantung yang berbeda dengan denyut jantung janin dan ibu, dengan
perbedaan 8 denyut per menit.
4.2.6.3 Penemuan laboratorium
4.2.6.3.1 USG
USG merupakan pemeriksaan utama untuk mendiagnosis kehamilan multipel
dan dapat ditentukan pada usia kehamilan 4 minggu dengan probe intravaginal. Selain
itu dapat ditentukan keadaan plasenta. Untuk dapat mengidentifikasi kehamilan multipel
USG rutin sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 18-20 minggu. Diagnosis
kehamilan multipel pada trimester pertama harus dilakukan dengan hati-hati sampai
dengan pasti dapat dua embrio yang viabel. Kesalahan diagnosis dengan bekuan darah
intrauterin atau koleksi cairan sebagai janin non-viabel dapat menimbulkan trauma pada
pasien.1,3,4
USG pada trimester pertama kehamilan penting untuk menentukan sifat korion.
Pada janin dikorionik biasanya ditemukan jenis kelamin yang berbeda, plasenta yang
berbeda, membran pembagi yang tebal (>2mm) atau adanya tanda twin peak yaitu
berupa membran yang menyusup diantara 2 plasenta yang berfusi. 1,3 Bila salah satu
plasenta berada pada dinding bagian depan uterus sedangkan plasenta yang lain pada
dinding belakang, saat pencitraan dengan USG akan terlihat plasenta yang menumpuk
seperti satu plasenta. Pada kasus seperti ini akan terlihat bentuk segitiga pada pertemuan
membran dan plasenta disebut tanda lambda.11 Menurut penelitian oleh Sepulveda W
dkk, pemeriksaan dengan USG pada usia kehamilan 10-14 dapat menentukan kehamilan
30
Dikorionik/diamniotik
Dikorionik/diamniotik
Membran
pembatas
yang
tebal Dikorionik/diamniotik
pembatas
yang
tipis Monokorionik/diamniotik
(subjektif)
Membran
(subjektif)
Tidak ada membran pembatas
Monokorionik/monoamniotik
31
(B)
32
Keterangan gambar:
Panah pada sebelah kiri menujuk
pada septum membran interfetal
(<1,5
mm)
monokorionik
pada
yang
kembar
membentuk
13
huruf T pada dasarnya.
Sumber: http://www.worldtttsawarenessday.org/pictures.php.
Pada kehamilan multipel yang lebih dari dua janin, evaluasi dengan USG untuk
menentukan jumlah janin dan posisinya terutama pada trimester pertama sulit
dilakukan. Pada 50% kasus kehamilan multipel ditemukan presentasi kepala untuk
kedua janin. Sedangkan 33% kasus presentasi janin A kepala dan janin B bokong, pada
10% kasus kedua janin dalam presentasi bokong dan sisanya dapat salah satu atau
keduanya dalam posisi lintang.1,3
Gambar 2.7 Kiri: kedua janin presentasi kepala, kanan: presentasi kepala dan bokong
33
tiap minggu.4,5
Wanita dengan kehamilan multipel harus mengurangi aktivitasnya sehari-hari
terutama pada usia kehamilan 5-9 bulan sehingga aliran darah ke plasenta
34
dan
mengurangi
insidensi
kematian
neonatus,
perdarahan
dipertimbangkan.4
Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esensial sangat
meningkat pada wanita dengan kehamilan multipel. Konsumsi kalori harus
ditingkatkan 300Kcal/ hari. Menurut penelitian Brown dan Carlson pada tahun
2000 sebaiknya peningkatan berat badan wanita hamil disesuaikan dengan berat
badan sebelum hamil, tetapi wanita dengan kehamilan triplet (kembar tiga)
setidaknya mengalami peningkatan berat badan sebesar 50 pon. Peningkatan
kalori sebaiknya dilengkapi dengan suplemen zat besi 60-100mg/hari dan asam
folat 1mg/hari.4,5
4.2.8.2 Persalinan
35
Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel, oleh karena itu
persiapan khusus diperlukan saat persalinan. Rekomendasi penanganan intrapartum
yang dapat dilakukan saat persalinan dengan janin lebih dari satu antara lain:1
1. Penolong persalinan yang terlatih harus mengawasi pasien selama proses
persalinan disertai observasi pembukaan serviks dan keadaan janin.
2. Pemasangan infus intravena harus dilakukan untuk memasukkan cairan secara
cepat. Bila tidak terdapat perdarahan atau gangguan metabolisme selama
persalinan diberikan cairan infus dengan dextrose atau ringer laktat sebanyak 60120ml/jam.
3. Seorang dokter spesialis kandungan yang terampil dalam mengidentifikasi
bagian-bagian janin dan dapat melakukan manipulasi intrauteri harus ada.
4. Mesin USG tersedia untuk megevaluasi posisi dan status janin yang kedua
setelah janin yang pertama lahir.
5. Seorang dokter spesialis anestesi harus siap bila diperlukan persalinan dengan
seksio sesarea.
6. Terdapat orang yang terlatih melakukan resusitasi untuk masing-masing janin.
7. Ruangan bersalin harus cukup luas untuk semua anggota tim agar dapat berkerja
dengan baik.
Presentasi janin berperan besar dalam dilatasi serviks dan jalan lahir. Jika
presentasi janin pertama adalah kepala maka persalinan dapat dilakukan secara spontan
ataupun dengan forceps. Bila presentasi janin pertama adalah bokong, masalah utama
yang biasanya muncul adalah:1
1. Janin biasanya besar dan kemungkinan terjadi aftercoming head.
2. Janin kecil sehingga lahirnya ektremitas tidak menyebabkan dilatasi yang
adekuat pada serviks dan jalan lahir sehingga kepala sulit lahir.
3. Terjadi prolaps tali pusat.
Jika muncul masalah, biasanya persalinan dengan seksio sesarea dipilih, kecuali
pada bayi yang prematur dengan kemungkinan bertahan hidup yang rendah. Pada janin
dengan presentasi kepala dan bokong dapat terjadi fenomena lock twin. Fenomena ini
terjadi saat penurunan janin dengan presentasi bokong melalui jalan lahir, dagu janin
pertama dan kedua terkunci. Bila terjadi fenomena lock twin teridentifikasi persalinan
dengan seksio saesaria direkomendasikan.1
Persalinan pervaginam janin kedua harus dilakukan secara tepat dan cepat.
Setelah janin pertama dilahirkan, presentasi, ukuran, dan hubungannya dengan jalan
lahir harus setelah ditentukan dengan mengkombinasikan pemeriksaan abdominal,
36
vaginal dan terkadang intrauterin. Jika kepala atau bokong sudah terfiksasi jalan lahir,
dilakukan penekanan fundus moderat dan membrannya akan ruptur. Segera setelah itu,
pemeriksaan digital serviks diulang terus untuk mencegah prolaps tali pusat. Persalinan
akan segera dimulai dan denyut jantung janin harus dimonitor. Induksi persalinan tidak
perlu dilakukan kecuali jika terjadi penurunan denyut jantung janin atau perdarahan.
Perdarahan menandakan pelepasan plasenta mulai terjadi, hal ini dapat membahayakan
ibu dan bayinya. Bila tidak ada kontraksi dalam 10 menit harus dilakukan stimulasi
dengan oxytocin yang diencerkan.1
Bila presentasi occipital atau bokong sudah masuk ke pintu atas panggul tetapi
belum terfiksasi, bagian terendahnya dapat diarahkan dengan satu tangan dari dalam
vagina dan tangan yang lain menekan fundus uteri dari luar. Pada janin kedua dengan
letak non-cephalic dapat dilakukan versi luar intrauterin.1
Prinsip penanganan kehamilan ganda: 5
Bayi I
Cek persentasi
Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan lakukan
monitoring dengan partograf
Bila persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal
presentasi bokong
Bila letak lintang lakukan seksio sesaria
Monitoring janin dengan auskurtasi berkala DJJ
Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer laktat/ 10 tts /
mt.
Bayi II
Segera setelah kelahiran bayi I
- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya
- Bila letak lintang lakukan versi luar
- Periksa DJJ
- Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban pecah
atau intak, presentasi bayi.
Bila presentasi verteks
- Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual
- Ketuban dipecah
- Periksa DJJ
- Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai
-
his adekuat
Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang ada
Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut tidak
adekuat
- Pecahkan ketuban
- Periksa DJJ
- Bila gawat, janin lakukan ekstraksi
- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio secarea.
Bila letak lintang
- Bila ketuban intak, lakukan versi luar
- Bila gagal lakukan seksio secarea
Seksio sesarea
Janin multipel dapat menimbulkan masalah intraoperatif yang tidak biasa.
Hipotensi umumnya muncul pada wanita dengan kehamilan multipel bila ditempatkan
pada posisi supine, maka penempatan pasien dalam posisi left lateral sangat penting
untuk mengurangi penekanan berat uterus pada aorta. Incisi pada uterus harus cukup
besar untuk mencegah persalinan traumatik pada kedua fetus. Pada beberapa kasus,
incisi vertikal pada segmen bawah rahim dapat lebih menguntungkan. 1
38
Pasien menjalani antenatal care (ANC) sebanyak 5x (Bidan 4x dan SpOG 1x) dan
didapatkan HPHT 14 januari 2015.
Dari pemeriksaan fisik saat pasien datang, didapatkan keadaan umum pasien
baik dan compos mentis. Tekanan darah pasien 160/100 mmHg dengan nadi 88 x/menit,
regular, kuat. Laju pernapasan dan temperatur aksila 36,8C. Pada pemeriksaan kepala,
leher, dan toraks tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
tinggi fundus uteri 37 cm letak janin vertex/breech discordant twins, DJJ 144 dan 150
x/menit (doppler), TBJ 2265/2265 gr, His 10.3.40. dipstik +3, pembukaan lengkap,
hodge III+, ketuban jernih dan pasien mengeluh keputihan sejak 1 minggu, tidak gatal,
berbau dan tidak diobati.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah didapatkan LDH (570
U/L), nilai normal (240-480) yang menunjukkan adanya kerusakan sel hepatosit hepar.
Dari hasil urinalisis didapatkan proteinuria sebesar +3 yang menandakan adanya
peningkatan permeabilitas membran basalis glomerulus sehingga terjadi kebocoran dan
mengakibatkan proteinuria. Proteinuria merupakan salah satu kriteria preeklampsia
selain adanya hipertensi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosa preeklampsia berat karena tekanan darah pasien 160/010 mmHg pada
usia kehamilan > 20 minggu, tanpa disertai riwayat hipertensi sebelumnya dan disertai
dengan proteinuria +3. Pasien ini juga mengalami gangguan fungsi hepar yang dapat
menjadi salah satu kriteria diagnosis preeklampsia berat apabila tidak ditemukan
proteinuria.
Diagnosa gemelli pada penderita ini didapatkan dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang menyatakan bahwa penderita dirujuk ke RSSA karena Pasien mengetahui
kehamilannya kembar sejak usia kehamilan 7 bulan saat USG di SpOG lawang dan dari
pemeriksaan fisik didapatkan perut yang terlihat lebih besar dari kehamilan biasa, dari
palpasi teraba dua bagian besar berdampingan dan Pada pemeriksaan dalam teraba
kepala yang sudah masuk kedalam rongga panggul, sedangkan diatas simfisis teraba
bagian kepala pada fundus yang menunjukan presentasi letak sungsang. Pada auskultasi
bunyi jantung janin terdengar 2 DJJ di tempat yang berjauhan masing-masing 144 dan
150 x/menit . Pemeriksaan USG tidak dilakukan karena pasien MRS dengan kala II.
39
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada preeklampsia berat tergantung pada usia kehamilannya.
40
dilakukan untuk mengurangi efek samping rasa panas yang diakibatkan oleh kepekatan
dari SM. Pasien juga diberikan injeksi SM 40% 10 gr IM boka-boki. Untuk
maintenance dosenya, menurut Sarwono dapat diberikan berupa infus 6 gr dalam
larutan ringer laktat atau ringer asetat/6 jam atau diberikan 4 atau 5 gr secara IM
kemudian selanjutnya 4 gr IM tiap 6 jam. Pada pasien ini diberikan SM 40% 5 gr dalam
RD5 tiap 6 jam IM boka-boki apabila kontraindikasi tidak ada. Pada pasien ini tidak
didapatkan kontraindikasi seperti menghilangnya refleks patella, distress napas, atau
oligouria (produksi urin <0,5 ml/kgBB/jam) sehingga pemberian dilanjutkan hingga 24
jam pasca persalinan.
Pada PEB pemberian antihipertensi perlu dilakukan, pillihan antihipertensi yang
biasa digunakan adalah Nifedipin 4x10-30 mg (short acting)/ 1x20-30 mg (long acting),
Nirkadipin 5 mg/jam, dapat dititrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10
mg/jam, Metildopa 2x250-500 mg 2000 mg/hari. Antihipertensi golongan ACE
inhibitor
(misalnya
kaptopril),
ARB
(misalnya
valsartan)
dan
klorotiazid
dikontraindikasikan pada ibu hamil. Pemberian antibiotik pada pasien ini bertujuan
sebagai profilaksis pencegahan terhadap infeksi dan terapi untuk keluhan keputihan
pada pasien.
Antihipertensi yang boleh digunakan untuk terapi preeklampsia : 2-Agonis
reseptor adrenergik, Metildopa adalah obat antihipertensi yang luas dipakai dalam
kehamilan (Scott, 2002). Menurut kriteria FDA metildopa dan klonidin termasuk dalam
kriteria B yang aman digunakan untuk ibu hamil (Turkoski, 2011), klonidin merupakan
antihipertensi pilihan ketiga untuk terapi preeklampsia (PKU, 2001). Diuretic,
pemakaiannya pada wanita hamil masih kontroversi, umumnya tidak dianjurkan
(Suyono, 2004). Tetapi diuretik tiazid seperti HCT termasuk dalam kategori B yang
aman untuk ibu hamil dan loop diuretik termasuk kategori FDA C yang masih boleh
digunakan pada ibu hamil bila manfaatnya lebih besar dari resikonya (Turkoski, 2001).
Diuretik mempunyai efek antihipertensi dengan cara menurunkan volume ekstraseluler
dan plasma sehingga terjadi penurunan curah jantung (Yusuf, 2008). Vasodilator perifer,
biasanya hydralazine digunakan sebagai obat pendamping metildopa dan -antagonis
reseptor adrenergik (Scott, 2002). Hidralazin juga merupakan antihipertensi pilihan
kedua untuk terapi preeklampsia (PKU, 2001). Calcium channel blockers, Nifedipin
merupakan antihipertensi pilihan untuk terapi preeklampsia (PKU, 2001) dan
merupakan satu-satunya antihipertensi pilihan untuk kehamilan yang terdapat di
41
Indonesia (Roeshadi, 2006). Mekanisme kerjanya adalah vasodilatasi arteriol, obat ini
tidak mengganggu aliran darah utero plasenta (Tjay dan Rahardja, 2007). Dalam kriteria
FDA termasuk dalam kategori C yang dapat digunakan bila manfaatnya lebih besar
daripada resikonya (Turkoski, 2001).
Antihipertensi yang tidak boleh digunakan untuk terapi preeklampsia : antagonis reseptor adrenergik, obat-obat ini seperti propanolol, labetalol, dan atenolol.
Termasuk dalam kriteria FDA D pada trimester 2 dan 3 (Turkoski, 2011), maka wanita
hamil tidak boleh menggunakan obat golongan ini karena penyaluran darah melalui
plasenta
dikurangi
sehingga
dapat
menyebabkan
hypoxia
dan
menghambat
perkembangan janin (Rahardja, 2007). ACE inhibitor dan angiotensin reseptor bloker,
obat golongan ini kontraindikasi terhadap ibu hamil karena bersifat teratogen (merusak
janin) terutama pada 6 bulan terakhir (Rahardja, 2007). Menurut kriteria FDA termasuk
dalam kategori D pada trimester 2 dan 3, seperti captopril dan lisinopril yang beresiko
tinggi pada janin (Turkoski, 2011) yakni dapat menyebabkan oligouria, lahir mati, dan
fetal anuria (Suyono, 2004).
Risiko terjadinya edema paru dan oligouria pada pasien preeklampsia berat
tinggi sehingga perlu dilakukan pengelolaan cairan yang tepat dengan memonitoring
input dan output cairan. Cairan yang dapat diberikan RD5 <125 cc/jam atau infus D5
yang setiap 1 liternya diselingi dengan RL 60-125 cc/jam. Untuk memonitoring output
cairan dapat dipasang foley catheter. Apabila terjadi edema paru atau payah jantung
kongestif maupun edema anasarka dapat diberikan diuretik furosemid. Pasien diberikan
IVFD RD5 20 tpm atau sekitar 60 cc/jam dan dipasang foley catheter untuk monitoring
produksi urinnya. Pada pasien ini tidak didapatkan adanya edema paru yang dibuktikan
dari pemeriksaan toraks tidak didapatkan adanya ronki sehingga tidak diperlukan
pemberian diuretik. Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari usia kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap
kehamilannya dapat aktif maupun konservatif (Prawirohardjo, 2011). Induksi persalinan
tidak dilakukan dikarenakan beberapa kondisi pasien yang masuk dalam kontraindikasi
induksi yaitu gemelli dan malpresentasi. Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat
gonadotropin akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi ovum yang
jumlahnya lebih dari satu (Corchia, 1996).
Persalinan dilakukan secara asuhan persalinan normal pada bayi pertama, pasien
melahirkan bayi laki-laki pertama pada pukul 10.45 WIB dengan berat 1.450 gram,
42
panjang 37 cm, apgar score 6-8 dan persalinan bayi kedua dilakukan dengan cara tangan
dimasukkan secara obstetrik ke dalam jalan lahir, tangan yang berada di dalam mencari
kaki depan dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut. kemudian
melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi flexi.
tangan yang berada di luar mendorong fundus uteri kebawah. setelah kaki bawah flexi,
pergelangan kaki di pegang oleh jari kedua dan ketiga dan dituntun keluar dari vagina
sampai batas lutut. kedua tangan penolong memegang betis janin, kedua ibu jari
diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang betis, dan jari-jari lain didepan betis.
kaki janin ditarik curam kebawah sampai pangkal paha lahir. pegangan di pindahkan
pada pangkal paha setinggi mungkin dengan kedua ibu jari di belakang paha, sejajar
sumbu panjang paha dan jari-jari lain didepan paha. pangkal paha ditarik curam
kebawah sampai trokhanter depan lahir. kemudian pangkal paha dielevasi keatas
sehingga trokhanter belakang lahir. setelah bokong lahir, bokong dipegang secara
femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah sampai pusar lahir. Badan janin
dipegang secara femuro-pelviks, sambil dilakukan tarik curam kebawah badan janin
diputar setengah lingkaran lagi dengan arah berlawanan untuk melahirkan bahu
belakang. setelah kedua bahu lahir, kepala dilahirkan secara mauriceau. janin diletakkan
diatas lengan penolong, jari tengah tangan kiri dimulut janin, jari 2 dan 4 pada fossa
kanina, tangan kanan dipunggung janin, dilakukan traksi curam ke bawah. kepala janin
dielevasi keatas sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut,hidung, mata, dahi, UUB
sampai seluruh kepala lahir. Bayi laki-laki kedua lahir pada pukul 10:48 dengan berat
2600 gram, panjang 45 cm, agar score 7-9 dan tidak didapatkan kelainan kongenital.
4.1.2
Komplikasi
Pada pasien ini telah dilakukan upaya pencegahan terhadap komplikasi
eklampsia dengan cara pemberian injeksi SM 20% 4 gram IV bolus pelan, dilanjutkan
dengan injeksi SM 40% 10 gr IM boka-boki. Untuk maintenance dosenya, diberikan
SM 40% 5 gr boka-boki tiap 6 jam apabila tidak terdapat kontraindikasi. Pada pasien ini
tidak didapatkan kontraindikasi seperti menghilangnya refleks patella, distres napas, dan
oligouria sehingga pemberian dilanjutkan hingga 24 jam pasca persalinan. Komplikasi
yang terjadi pada pasien ini dapat mengarah pada sindroma HELLP, yang ditandai
dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia. Sedangkan
komplikasi pada Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan prematur dan
43
kebanyakan memerlukan perawatan pada neonatal intensive care unit (NICU). Sekitar
50 persen kelahiran kembar terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Lamanya
kehamilan akan semakin pendek dengan bertambahnya jumlah janin di dalam uterus.
Sekitar 20% bayi dari kehamilan multipel merupakan bayi dengan berat lahir rendah
(Hartono dkk., 2006).
4.1.3
Prognosis
Prognosis pasien ini masih harus dilihat dari perkembangan tekanan darah dan
proteinuria yang terjadi. Prognosis pasien ini dubia ad bonam karena keadaan umum
telah baik dan stabil. Namun kemungkinan terjadinya preeklampsia pada kehamilan
berikutnya masih dapat terjadi. Prognosis bayi pasien ini dubia ad malam karena bayi
lahir kurang bulan dengan berat masing-masing 1.450 dan 2600 gram.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien dalam
laporan kasus ini didiagnosis dengan G1P0000Ab000/Parturien 36-37 minggu/presentasi
kepala letak sungsang/PEB/partus prematorus/Gemeli H/H. Pasien didiagnosa
preeklampsia berat karena tekanan darah pasien 160/010 mmHg pada usia kehamilan >
20 minggu, tanpa disertai riwayat hipertensi sebelumnya dan disertai dengan proteinuria
+3. Pasien ini juga mengalami gangguan fungsi hepar yang dapat menjadi salah satu
kriteria diagnosis preeklampsia berat apabila tidak ditemukan proteinuria.
Pada pasien ini monitoring dilakukan terhadap tanda-tanda vital, produksi urin
dan CTG untuk melihat keadaan janin. Pasien juga diberikan oksigen NRBM 10 lpm
sebagai upaya resusitasi intrauterin. Injeksi SM full dose dengan SM 20% 4 gr IV bolus
pelan dilanjutkan SM 40% 10 gr dalam RD5 500 cc dalam 6 jam. Pada teori kejang
dicegah dengan cara diberikan obat antikejang. Magnesium sulfat (SM) sampai saat ini
tetap menjadi pilihan pertama. SMdiberikan sebanyak dua kali yaitu initial dose dan
maintenance dose. Ibu dipimpin persalinan, Pro expectative pervaginam dengan
44
percepat kala II sesuai syarat dan indikasi, injeksi cefazolin 3x1 gr IV, asam mefenamat
3x500, glisodin 3x1, vit E 2x200, kalk 1x1, nifedipine 3x10, methyldopa 3x250
merupakan tatalaksana yang tepat apabila disesuaikan dengan teori.
Komplikasi yang terjadi pada pasien ini dapat mengarah pada sindroma HELLP,
yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia.
Prognosis pasien ini dubia ad bonam karena keadaan umum telah baik dan stabil.
Namun kemungkinan terjadinya preeklampsia pada kehamilan berikutnya masih dapat
terjadi. Prognosis bayi pasien ini dubia ad malam karena bayi lahir kurang bulan
5.2 Saran
Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya ANC
untuk deteksi dini preeklampsia agar perencanaan tatalaksana yang efektif dapat
dilakukan.Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang
mengalami preeklampsia untuk menjalani pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). 2011. WHO Recommendations for Prevention
and Treatment of Pre-eclampsia and Eclampsia. Geneva
2. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta.
3. Hezelgrave NL, Duffy SP, and Shennan AH. 2012. Preventing the Preventable:
Pre-eclampsia and Global Maternal Mortality. Obstetrics, Gynaecology, and
Reproductive Medicine, 22 (6): 170-172.
4. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi III, Cetakan kedelapan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo,2006. p386-97
5. Cunningham, Mc Donald, Gant. Multifetal Gestation. William Obstetrik, 22 st
USA. Prentice Hall International,1 2005, p 510-30
6. Childrenss Hospital of the Kings Daughter. Multiple Pregnancy. Available from:
www. Chkd.org/High_Risk_Pregnancy/multiple.asp
7. Cunningham, Mc Donald, Gant. Multifetal Gestation. William Obstetrik, 22 st
USA. Prentice Hall International,1 2005, p 870-879
8. Mochtar R. Kehamilan Ganda. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1998, p350-365
45
46
47