Anda di halaman 1dari 11

RETENSIO URINE

PENGERTIAN
Retensio urine adalah tertahannya urine didalam kandung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. Pada keadaan akut miksi berhenti secara mendadak,
klientidak bisa BAK. Dalam keadaan kronis retensi urine terjadi akibat adanya
obstruksi yang terus-menerus pada uretra. Retensio urin merupakan tidak adanya
proses berkemih spontan setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih
spontan dengan urin sisa kurang dari 150 ml. Menurut Stanton, retensio urin adalah
tidak bisa berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana
tidak dapat mengeluarkan urin lebih dari 50% kapasitas kandung kemih.

PATOFISIOLOGI

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan


penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.1
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot
detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik.

Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada


ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak.

Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih
sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran
parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.1
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus
untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya
keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal.
Retensi postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam
spontan, disfungsi kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran
menggunakan forcep, angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya
terjadi akibat dari dissinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra
yang tidak sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya
pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria
biasanya akibat dari tidak berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.

ETIOLOGI

Berkemih yang normal melibatkan relaksasi uretra yang diikuti dengan


kontraksi otot-otot detrusor. Pengosongan kandung kemih secara keseluruhan
dikontrol didalam pusat miksi yaitu diotak dan sakral. Terjadinya gangguan
pengosongan kandung kemih akibat dari adanya gangguan fungsi di susunan saraf
pusat dan perifer atau didalam genital dan traktus urinarius bagian bawah.1
Pada wanita, retensi urine merupakan penyebab terbanyak inkontinensia
yang berlebihan. Dalam hal ini terdapat penyebab akut dan kronik dari retensi urine.
Pada penyebab akut lebih banyak terjadi kerusakan yang permanen khususnya
gangguan pada otot detrusor, atau ganglion parasimpatis pada dinding kandung
kemih. Pada kasus yang retensi urine kronik, perhatian dikhususkan untuk
peningkatan tekanan intravesical yang menyebabkan reflux ureter, penyakit traktus
urinarius bagian atas dan penurunan fungsi ginjal.1
Pasien post operasi dan postpartum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung
2

kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma
pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos
operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang
adekuat.1
Merujuk terhadap perubahan fisiologis masa nifas, retensi urin postpartum
dapat disebabkan oleh keadaan hipotonik dari kandung kemih. Perubahan ini dapat
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu postpartum.
Selama proses persalinan, trauma tidak langsung dapat terjadi pada uretra
dan kandung kemih. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan
edema serta sering kali disertai daerah hemoragik. Rasa nyeri pada panggul yang
timbul akibat dorongan kepala bayi saat persalinan serta rasa nyeri akibat laserasi
vagina atau episiotomi dapat mempengaruhi proses berkemih.

GAMBAR KLINIS

Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya


kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada
rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada
suprapubik saat berkemih.1
Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling bermakna dalam
memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang lemah,
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat berkemih, dan
nokturia.

DIAGNOSIS

Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan
neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan
urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan.1
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan
uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding
cystourethrography.
Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan 50ml,
sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan abnormal dan
biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara 50-200ml menjadi
pertanyaan, sehingga telah disepakati bahwa volume residu urine normal adalah
25% dari total volume vesika urinaria.

PENATALAKSANAAN

Mengatasi masalah berkemih salah satunya dapat dilakukan dengan


intervensi bladder training diantaranya kateterisasi baik secara intermitten 4-6 jam
sampai tercapai residu urin <150 ml, bila residu urin >150 ml dipasang kateter
menetap selama 24-48 jam. Bladder training merupakan penatalaksanaan yang
bertujuan melatih kembali kandung kemih mencapai tonus otot otot kandung kemih
yang normal sehingga tercapai kembali pola berkemih normal. Pada perawatan
maternal, bladder training dilakukan pada ibu yang mengalami gangguan berkemih
diantaranya pada kasus retensi urin postpartum.
Ketika kandung kemih menjadi sangat menggembung diperlukan
kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk
menjaga kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih
menemukan kembali tonus normal dan sensasi.1

Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam
waktu 4 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter
kembali untuk memastikan bahwa residu urine minimal. Bila kandung kemih
mengandung lebih dari 100 ml urine, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi.1
Dilakukan bladder training yaitu salah satu upaya untuk mengembalikan
fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik. Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di
antara terapi nonfarmakologi.
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan
pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), Delay urination (menunda
berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih). Bladder training dapat
dilakukan dengan latihan menahan kencing (menunda untuk berkemih). Pada
pasien yang terpasang kateter, Bladder training dapat dilakukan dengan mengklem
aliran urin ke urin bag. Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi
diberhentikan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan
klem kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem
selama 20 menit dan kemudian dilepas. Tindakan menjepit kateter ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi
sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan
isinya.
Dari beberapa literatur, bladder training dapat dilakukan sebelum masalah
berkemih terjadi pada ibu postpartum, sehingga dapat mencegah intervensi invasif
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih. Tujuan dari
bladder training adalah melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan
mengontrol, mengendalikan dan meningkatkan kemampuan berkemih. Secara
umum pertama sekali diupayakan dengan cara yang non invasif agar pasien tersebut
dapat berkemih spontan.
Dari beberapa literatur, salah satu intervensi non invasif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah perkemihan adalah menggunakan alat Sitz
bath dengan prinsip hidroterapi. Terapi ini menggunakan air dengan posisi duduk
pada alat Sitz bath. Prinsip hidroterapi ini untuk menstimulasi sirkulasi darah di

daerah pelvis. Aplikasi ini menggunakan alternatif air dingin dan hangat. Sitz bath
juga digunakan secara luas dalam praktek medis salah satunya pada pasien retensi
urin dan nyeri di daerah pelvis tanpa gangguan neurologis. Dari literatur, aplikasi
ini terbukti bermanfaat untuk pemulihan organ urogenitalia eksterna.
KOMPLIKASI
Retensi urin postpartum menimbulkan komplikasi pada masa nifas.
Beberapa komplikasi akibat retensi urin postpartum adalah terjadinya uremia,
infeksi, sepsis, bahkan ada penulis yang melaporkan terjadinya ruptur spontan
vesika urinaria.
Peningkatan tekanan intravesika akibat retensi urin pada periode postpartum
ini menimbukan komplikasi akut dan kronik pada ibu. Retensi urin postpartum yang
berkepanjangan

dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Pada

komplikasi akut, manifestasi yang nyata adalah menimbulkan rasa nyeri sampai
menyebabkan kerusakan permanen khususnya gangguan pada otot detrusor dan
ganglion parasimpatis pada dinding kandung kemih. Sedangkan komplikasi kronik
dari retensi urin, menyebabkan refluks ureter, penyakit traktus urinarius bagian atas
dan penurunan fungsi ginjal.
Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan elastisitas
vesica urinaria menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika yang
menyebabkan terjadinya reflux, sehingga penting untuk dilakukan pemeriksaan
USG pada ginjal dan ureter atau dapat juga dilakukan foto BNO- IVP.

Konsep Pendokumentasian SOAP


Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk pendekatan
yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan. Asuhan yang
telah diberikan harus dicatat secara benar, jelas, singkat, logis dalam suatu metode
pendokumentasian.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang dapat
mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah diberikan pada
seorang klien, yang didalamnya tersirat proses berfikif yang sistematis seorang

bidan dalam menghadapi seorang klien sesuai langkah-langkah dalam proses


menajemen kebidanan (Varney, 2005).
Menurut Hellen Varney, alur berfikir saat menghadapi klien meliputi
7 langkah. Untuk orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang
bidan melalui proses berfikir sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP
yaitu :
S = SUBJEKTIF
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah I Varney
O = OBJEKTIF
Menggambarkan pendokumentasian

hasil pemeriksaan

fisik klien,

hasil

laboratorium, dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah I Varney

A = ASSESMENT
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif
dan data objektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosa/masalah
2. Antisipasi diagnosa/masalah potensial
3.

Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi dan atau
rujukan sebagai langkah 2, 3, 4 Varney.
P = PLANNING
Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan 1 dan evaluasi perencanaan (E)
berdasarkan Assesment sebagai langkah 5, 6, 7 Varney.

KASUS
1. Data Subjektif
Pada tanggal 30 november 2015 pukul 15.00 wib Ny.S umur 32 tahun datang ke
BPM dengan keluhan tidak dapat bak sejak setelah melahirkan . Ibu melahirkan
normal di BPM tanggal 30 november 2015 01.00 wib dengan BB : 3200 gram Jenis
kelamin laki-laki, terdapat robekan perineum derajat dua dan sudah dilakukan
heating.

2. Data Objektif
Keadaan umum baik, TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36,6
C, Cut (+), TFU 2 jari bawah pusat, lochea 5 cc, luka jahitan masih basah,ibu
belum bisa BAK.
Data penunjang : Tanggal 30 november 2015
HB

: 11,0 gr%

WBC

: 80,0 L 10/mm

RBC

: 4,80 10/mm

PLT

: 274 L 10/mm

GDS

: 95 mg/dl

HBs Ag

: (-)

3. Analisa
Diagnosa : Ibu P1A0 post partum normal hari kedua dengan retensio urine

4. Planning

1. Menginformasikan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum


ibu baik, TD: 110/80 mmHg, Nadi : 82x/ menit, Respirasi: 22x/ menit, Suhu:
36,5C, Lochea 10 cc. Ibu mengetahui hasil pemeriksaan dan keadaan dirinya.

2. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa ibu mengalami retensio urine yaitu
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih atau buang air kecil secara
spontan. Ibu mengerti dengan apa yang di sampaikan. Kemudian dilakukan
penandatanganan inform consent dan persetujuan tindakan medik.
3. Melakukan tindakan yaitu memasang kateter tetap dalam 24 jam dan memasang
infus RL serta memberikan injeksi zibac 1 gr/iv setelah dilakukan skin test lalu
melakukan bleeder training (buka tutup kateter setiap 4 jam) dari tanggal 30
november 2015 sampai 01 desember 2015
Tanggal 30 nov 2015

Pukul 16.30 wita mulai bleeder training / 4 jam

Pukul 20.00 wita injeksi zibac 1 gr/iv

Pukul 20.30 wita buka klem UT 200 cc

Tanggal 01 des 2015

Pukul 00.30 wita buka klem UT 150 cc

Pukul 04.30 wita buka klem UT 250 cc

Pukul 06.00 wita injeksi zibac 1 gr/iv

Pukul 08.30 wita buka klem UT 200 cc

Pukul 12.30 wita buka klem UT 300 cc

Pukul 16.30 up DC

3. Menganjurkan ibu untuk banyak minum air putih dan minum obat yang
diberikan.
4. Memberikan obat-obatan yaitu Gastrul 2x1, nonflamin 3x1 dan Neurosanbe 1x1.
5. Menganjurkan ibu untuk banyak minum air putih minimal 8 gelas/hari.
6. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi dini.
7. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar yaitu lengan ibu menopang kepala,
leher dan seluruh tubuh bayi (kepala dan tubuh berada pada satu garis lurus), perut
bayi menempel pada perut ibu, muka bayi menghadap ke perut ibu, hidung bayi
didepan puting susu ibu, dan mulut bayi menghisap sampai bagian hitam disekitar
puting ibu agar puting ibu tidak lecet.
8.

Pukul 19.30 wib ibu bisa BAK sendiri kemudian dilakukan cek residu urine

dengan hasil 200 cc.

10

DAFTAR PUSTAKA

1.

Van der Linden EF. Acute Urinary in women (comment). Ned Tjidschr
Geneeskd. 1998, 142 (28) : 1603-6

2.

Saultz J.W. postpatum urinary retention. Abstracs T Am Board mFAm Pract


1991, 4(5) 341-4

3.

Yip SK. Urinary retention in the postpartum period. The Relationship betwwen
obstetric factor and post partum residual bladder volume. Abstrak Acta Obtet
Gynecol Scand 1997; 76 : 667-72

4.

Mutia PE. Kapasitas kandung kemih post partum (tesis). Jakarta, 1996

5.

Pribakti B. Retensio Urin Kronik Post Partum. Laporan Kasus, Medika No.11,
November 2003:731-5

6.

Susilawati ID. Diagnosis dan Penatalaksanaan Retensio Urin. Makalah Ilmih,


Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI, Jakarta, 2001

7.

Wiknjosastro, Hanifa. 1994. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta

8.

Obstetric Fisiologi bagian obstetric dan Ginekolog FK UNPAD: Bandung

9.

Mochtar, Rustam, Prof. Dr. MPH. 1998. Sinopsis Obstetri. EGC: Jakarta

10. Sifudin, prof. dr. Abdul Bari, SpOG. MPH. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. 2001. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Pra Wiharjo
11. Munuaba, Prof. dr. Ida Bagus Gede, SpOG. Ilm Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan KB untuk Pendidikan Bidan. 1988. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

11

Anda mungkin juga menyukai