Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak dicanangkannya Indonesia Sehat oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 574/Menkes/SK/2000, dimana visi
tersebut diharapkan bahwa pada tahun 2015 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang
sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
(Harisman dan Dina Dwi Nuryani, 2012).
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad
kesehatan yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai penduduknya dalam lingkungan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang optimal diseluruh wilayah Indonesia (Depkes.
RI, 1999 dalam Betty Yuliana Wahyu Wijayanti, 2012).
Posyandu

merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan kesehatan

masyarakat. Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas yang memberikan


pelayanan dan pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu. Kegiatan Posyandu
dilakukan oleh dan untuk masyarakat. Posyandusebagai wadah peran serta masyarakat, yang
menyelenggarakan sistim pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas
manusia, secara empirik telah dapat memeratakan pelayanan bidang kesehatan. Kegitan
tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Peran Posyandu sangat penting karena Posyandu sebagai wahana pelayanan
berbagai program (Depkes RI, 2005 dalam Yulisma,2011).
Menurut (Hemas, 2005 dalam Pinem, 2010) pada beberapa tahun terakhir ini, tingkat
kinerja dan partisipasi kader Posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain
karena krisis ekonomi, kejenuhan kader karena kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga
kurang menarik, atau juga mungkin karena jarang dikunjungi petugas. Sedangkan posyandu
merupakan institusi strategis, karena melalui posyandu berbagai permasalahan kesehatan
seperti gizi dan KB dapat diketahui sejak dini, termasuk jika ada anak balita yang mengalami
gangguan tumbuh kembang (Betty Yuliana Wahyu Wijayanti, 2012).

Menurut Basyir, dkk (2008) bahwa faktor ekstrinsik merupakan faktor pendukung
dalam meningkatkan keaktifan kader posyandu. Faktor ekstrinsik dalamkegiatan posyandu
yang berupa fasilitas posyandu dan sarana pendukung dapat meningkatkan keaktifan kader
dalam melaksanakan kegiatan posyandu. Pemberdayaan kader melalui pelatihan, penyegaran,
dan cerdas cermat, serta pengadaan alat masak dan kebutuhan operasional, supaya kader
posyandu dapat meningkatkan kinerja dan fungsi sehingga mampu mengemban tugasnya
untuk meningkatkan gizi keluarga. Insentif yang diberikan kepada kader, adanya kemudahan
bagi kader dalam pegobatan di puskesmas dan pengurusan KTP (Kartu Tanda Penduduk) juga
memberikan motivasi tersendiri bagi keaktifan kader posyandu.
Motivasi pada kader tersebut dibentuk oleh sikap kader terhadap kegiatan Posyandu.
Sikap kader dipengaruhi oleh tingkat karakteristik kader di antaranya adalah pendidikan, usia
kader, kondisi pekerjaan, status pernikahan dan pengalaman yang dimiliki kader (Azwar,
2002). Motivasi seseorang menurut Robin (2003), dipengaruhi oleh banyak hal di antaranya
adalah tingkat pendidikan dan usia seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin tinggi motivasinya untuk melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan usia
seseorang membawa dampak pada pengalaman yang dimilikinya, semakin banyak
pengalaman yang dimiliki maka semakin tinggi motivasi yang dimilikinya (Sudarsono,
2010).
Setiap kader Posyandu memiliki sikap dan motivasi yang berbeda dalam pelaksanaan
Posyandu. Kondisi ini berdampak pada kualitas pelayanan Posyandu. Menurut Widiastuti
(2006), motivasi kader dalam melaksanakan pelayanan Posyandu hanya pada keinginan
untuk mengisi waktu luang,sebagian lagi memiliki motivasi yang cukup idealis misalnya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam lingkungannya.Posyandu
diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan, penyelenggaraan dan
pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam bentuk partisipasi
penimbangan balita setiap bulannya, sehingga dapat meningkatkan status gizi balita. Kegiatan
ini membutuhkan partisipasi aktif ibu-ibu yang memiliki anak balita untuk membawa balitabalita mereka ke posyandu sehingga mereka dapat memantau tumbuh kembang balita melalui
berat badannya setiap bulan (Depkes RI, 2006 Sudarsono, 2010).
Posyandu

dibentuk

oleh

masyarakat

desa/kelurahan

dengan

tujuan

untuk

mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare kepada masyarakat setempat.
2

Satu posyandu melayani sekitar 80-100 balita. Dalam keadaan tertentu, seperti lokasi
geografis, perumahan penduduk yang terlalu berjauhan, dan atau jumlah balita lebih dari 100
orang, dapat dibentuk posyandu baru (Depkes RI, 2006 dalam Betty Yuliana Wahyu
Wijayanti, 2012).
Secara kuantitas, perkembangan jumlah posyandu sangat menggembirakan, karena di
setiap desa ditemukan sekitar 3-4 posyandu. Pada saat posyandu dicanangkan pada Tahun
1986 jumlah posyandu tercatat sebanyak 25.000 posyandu, pada Tahun 2005 meningkat
menjadi 238.699 posyandu (Depkes RI, 2006), dan pada Tahun 2008 menjadi 269.202
posyandu (Depkes RI, 2009). Ditinjau dari aspek kualitas masih ditemukan banyak masalah,
antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI,
2006.
Menurut Depkes RI (2001) meningkatkan kualitas pelayanan posyandu merupakan
tujuan khusus dari revitalisasi posyandu yang salah satunya yaitu meningkatkan pengelolaan
dalam pelayanan posyandu. Tujuan dari revitalisasi posyandu tersebut yaitu meningkatkan
kemampuan/pengetahuan dan keterampilan teknis serta dedikasi kader di posyandu,
memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan di hari
buka dan kunjungan rumah, menciptakan iklim kondusif untuk pelayanan dengan pemenuhan
sarana dan prasarana kerja posyandu, meningkatkan peran serta masyarakat dan kemitraan
dala penyelenggaraan dan pembiayaan kegiatan posyandu dan

memperkuat dukungan

pembinaan dan pendampingan teknis dari tenaga profesional dan tokoh masyarakat, termasuk
unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Secara absolut jumlah Posyandu di Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami
peningkatan, yaitu tahun 2008 berjumlah 2.701 unit, tahun 2009 berjumlah 2.822 tahun 2010
berjumlah 2.886, tahun 2011 sebanyak 2.902 dan tahun 2012 sebanyak 2.990.Sedangkan
untuk rasio Posyandu terhadap desa/kelurahan tahun 2008 mencapai 1.33,tahun 2009
mencapai 2.822, tahun 2010 berjumlah 2.886 Posyandu, tahun 2011 berjumlah 2.902 dan
tahun 2012 mencapai 2.990 dengan ratio posyandu terhadap desa/kelurahan mencapai 1,38,
atau

terdapat

1-4

posyandu

setiap

desa/kelurahan.Peningkatan

jumlah

Posyandu

mengindikasikan tingginya peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan. Berikut ini adalah
rasio posyandu terhadap jumlah desa/kelurahan menurut kabupaten/kota Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2012 (Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012).

Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan dimotori oleh kader posyandu dengan
bimbingan teknis dari petugas kesehatan. Jumlah minimal kader untuk setiap posyandu
sebanyak 5orang sesuai dengan jumlah kegiatan utama yang dilaksanakan oleh posyandu
dengan sistem layanan 5 meja atau 5 langkah kegiatan, yaitu: (1) Pendaftaran; (2)
Penimbangan; (3) Pencatatan/pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS); (4) Penyuluhan; dan (5)
Pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya (Depkes RI, 2006).
Dari hasil survei Depkes tahun 2005 mencatat beberapa hal masalah Posyandu yang
pertama adalah hanya sekitar 40% Posyandu yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik,
kedua masih terdapat Posyandu yang belum memiliki jumlah kader yang cukup dan hanya
30% kader yang terlatih, yang ketiga sebagian besar kader belum mampu mandiri karena
sangat tergantung pada petugas Puskesmas sebagai pembina, sementara itu penghargaan
terhadap kader masih rendah (Depkes, 2005 dalam Betty Yuliana Wahyu Wijayanti, 2012).
Keberhasilan posyandu tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela
mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihan dan pembinaan
untuk meningkatkan keterampilan yang memadai bagi kader menyebabkan kurangnya
pemahaman terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta kurangnya koordinasi antara
petugas dengan kader dalam pelaksanaan kegiatanan posyandu (Harisman dan Dina Dwi
Nuryani, 2012).
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui Gambaran keaktifan kader posyandu
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran keaktifan kader posyandu.
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui keaktifan kader posyandu
2) Untuk mengetahui pengetahuan kader Posyandu
3) Untuk mengetahui keterampilan kader posyandu
4) Mengetahui pelatihan kader Posyandu
5) Untuk mengetahui motivasi (dukungan keluarga, insentif ) menjadi kader
posyandu
BAB II
KERANGKA PIKIR DAN KONSEP
4

A. Landasan teoritis
1. Keaktifan kader posyandu
Keaktifan menurut kamus umum bahasa Indonesia, aktif adalah giat, rajin
dalam berusaha atau bekerja. Keaktifan adalah kegiatan atau kesibukan seseorang.
Tingkat keaktifan yang dimaksud disini adalah tingkat kegiatan kader atau kesibukan
(Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1996), dengan demikian kader Posyandu yang aktif
adalah kader yang giat, rajin dalam berusaha atau bekerjaadapun keaktifan kader
Posyandu merupakan kegiatan atau kesibukan kader di kelompok Posyandu (Depkes
RI, 2002).
Keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu akan meningkatkan keterampilan
karesna dengan selalu hadir dalam kegiatan, kader akan mendapat tambahan
keterampilan dari pembinaan petugas maupun dengan belajar dari teman sekerjanya.
Kategori keaktifan kader Posyandu
a. Aktif, apabila kader hadir 8 kali dalam setahun.
b. Kurang Aktif, apabila kader hadir < 8 kali dalam setahun.
2. Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan di selenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar, yang paling utama untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes, 2006 dalam Betty Yuliana Wahyu
Wijayanti, 2012)
1) Tujuan Posyandu diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka
kelahiran.
2. Mempercepat penerimaan NKKBS ( Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera)
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan
kebutuhan.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan bayi, balita, ibu hamil dan pasangan
usia subur.
2) sasaran posyandu
Posyandu merupakan program pemerintah dibidang kesehatan,sehingga semua
anggota masyarakat dapat memanfaatkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
terutama:
a. Bayi (dibawah satu tahun)
b. Balita (dibawah lima tahun)
c. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, dan ibu menyusui
d. Pasangan Usia Subur (PUS)
(Sudarsono, 2010).
3) kegiatan posyandu
Kegiatan pelayanan posyandu dilaksanakan setiap satu bulan sekali dengan
menggunakan system lima meja, yaitu :
a. Meja I (Pendaftaran)
Mendaftar bayi/balita yaitu ; menuliskan nama balita pada KMS dansecarik

kertas yang diselipkan pada KMS.


Mendaftar ibu hamil yaitu : menuliskan nama ibu hamil pada formuliratau

register ibu hamil.


b. Meja II (Penimbangan dan Pengukuran)
Menimbang bayi dan balita.
Mencatat hasil penimbangan pada secarik kertass yang akan dipindahkan
pada Kartu Menuju Sehat (KMS).
c. Meja III (Pengisian KMS)
Mengisi KMS atau memindahkan catatan hasil penimbangan balita dari secarik
ketas kedalam KMS anak tersebut.
d. Meja IV (Penyuluhan Pelayanan Kesehatan dan Rujukan)
Menjelaskan data KMS pada ibu.
Memberikan penyuluhan kepada setiap ibu.
Memberikan rujukan ke puskesmas apabila

diperlukan

untuk

balita,bumil/buteki, BGM, tidak naik 2 kali penimbangan, sakit,


bumil/butekisakit.
e. Meja V (Pelayanan Kesehatan)
Pelayanan Imunisasi.
Pelayanan Keluarga Berencana.
Pengobatan.
Pemberian pil tambah darah, vitamin A, dan obat-obatan.
3. Kader
1. Pengertian Kader
Kader Posyandu adalah anggota masyarakat setempat yang dipilih oleh
masyarakat dan telah dilatih (Sudarsono, 2010).
2. Tugas Kader
6

Menurut Rita dan Johan (2009), tugas kader meliputi :


a. Pada persiapan hari buka Posyandu
Menyiapkan alat penimbangan bayi, Kartu Menuju Sehat (KMS),
alatperaga, alat pengukur lingkar lengan atas untuk ibu hamil dan
bayi/anak, obat-obatan yang dibutuhkan (misalnya, tablet tambah darah/

zatbesi, vitamin A, oralit), bahan atau materi penyuluhan.


Mengundang
dan
menggerakan
masyarakat,
yaitu

dengan

memberitahuibu-ibu untuk datang ke Posyandu, serta melakukan


pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat yang dapat memotivasi

masyarakat untukdatang ke Posyandu.


Menghubungi kelompok kerja (pokja) Posyandu, yaitu menyampaikan
rencana kegiatan kepada kantor desa dan meminta untuk memastikan
apakah petugas sektor dapat hadir pada hari buka Posyandu.
Melaksanakan

pembagian tugas

diantara

kader Posyandu

baik

untukpersiapan maupun pelaksanaan kegiatan.


b. Pada hari buka Posyandu atau tugas pelayanan pada lima meja
Meja 1 (Pendaftaran)
Meja 2 (Penimbangan dan Pengukuran).
Meja 3 (Pengisian KMS)
Meja 4 (Pelayanan).
Meja 5 (Penyuluhan )
c. Tugas kader setelah membuka Posyandu
Memindahkan catatan-catatan pada KMS kedalam buku register atau

bukubantu kader.
Menilai hasil kegiatan dan merencanakan kegiatan hari Posyandu

bulanberikutnya.
Kegiatan diskusi kelompok bersama ibu-ibu.
Kegiatan kunjungan rumah, sekaligus memberikan tindak lanjut dan

mengajak ibu-ibu datang ke Posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.


4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader Posyandu
Keaktifan merupakan suatu perilaku yang bias dilihat dari keteraturan dan
keterlibatan seorang untuk aktif dalam kegiatan. Keaktifan kader posyandu
merupakan suatu perilaku atau tindakan nyata yang bisa dilihat dari keteraturan dan
keterlibatan seorang kader dalam berbagai kegiatan posyandu baik kegiatan dalam
posyandu maupun kegiatan diluar posyandu. Tidak semua kader aktif dalam setiap
kegiatan posyandu sehinggga pelayanan tidak berjalan lancar. Banyak faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi keaktifan keaktifan seorang kader, diantaranya:


pendidikan, motivasi keluarga, pengetahuan, umur, pelatihan dan insentif.
1. Pengetahuan
Menurut Depkes RI (2000) pengetahuan atau kognitif merupakan hasil
dari ranah tahu setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
atau tindakan. Berawal dari pengetahuan, akan muncul respons dalam bentuk
sikap terhadap obyek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya, kemudian
dari respon sikap ini akan terbentuk perilaku. Proses perilaku baru dalam diri
seseorang meliputi awerness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), interest (merasa
tertarik), evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya, trial (mencoba) melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus dan adoption (subyek berperilaku barus sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus). Berdasarkan pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan akan mendasari seseorang kader

Posyandu

dalam

melakukan perubahan perilaku, sehingga perilaku yang dilakukan akan lebih


langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
dapat diartikan tahu atau mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau
diajar). Kader yang memiliki pengetahuan yang baik diharapkan akan dapat
memberikan layanan yang baik dan bermutu pada saat Posyandu. Pengetahuan
dapat diartikan tahu atau mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau
diajar) pengetahuan kader dapat meningkat seiring dengan lama menjadi kader,
pengalaman di lapangan dalam menangani kasus dan pelatihan-pelatihan yang
telah diikuti. Dengan pengetahuan yang bertambah diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat (Depkes RI, 2000).
Tingkat pengetahuan adalah kemampuan seseorang dalam memahami
konsep dan prinsip serta informasi yang berhubungan dengan gizi. Penentuan

tingkat pengetahuan diperoleh dengan cara skoring terhadap total pertanyaan


yang ada pada kosioner, dan kriteria obyektifnya adalah :
a. Cukup : jika memiliki jumlah skor jawaban 60 % terhadap total skor.
b. Kurang : jika memiliki jumlah skor jawaban < 60 % terhadap total skor
2. Keterampilan Kader
Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut
perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari
keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Sudarsono, 2010)
Menurut Sarwono (2007), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas
utama selama face implementasi suatu program kesehatan. Selama
implementasi pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara
perilaku - perilaku yang sangat penting dalam kelangsungan program,
maka pelatihan tersebut akan mengarah kepada perolehan keterampilan.
Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas

pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang


tersedia. Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia (human skill),
kemampuan teknik (technical skill), dan kemampuan membuat konsep
(conceptual

skill).

Keterampilan

teknik

adalah

kemampuan

untuk

menggunakan alat, prosedur, dan teknik yang berhubungan dengan bidangnya.


Keterampilan manusia adalah kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti, dan
mengadakan motivasi kepada orang lain. Keterampilan konsep adalah
kemampuan untuk melakukan kerjasama di dalam pekerjaan, pekerjaan itu dapat
memberikan keterampilan.
Sedangkan keterampilan kader gizi lebih kepada keterampilan tel-mis
dalam kegiatan Pos yandu. Dalam proses pendidikan atau pelatihan,
Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud
dalam praktek atau tindakan. Masih diperlukan kondisi tertentu vang,

memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi praktek. Kondisi tersebut


antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu
a. Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain
melakukan keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri.
b. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub sub komponen
keterampilan sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan.
c. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru
d. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik Tingkat
Pengetahuan.
Pada dasarnya keterampilan kader tidak terlepas dari peran kader dibidang
kesehatan, dimana sesuai dengan buku pegangan kader serf PSM Not-nor 2
Departemen Kesehatan RI Tahun 1987 disebutkan bahwa kader berperan
dalam kegiatan :
a. Di Pos Pelayanan Terpadu KB - Kesehatan (Posyandu). Kader
diharapkan mempunyai keterampilan / kemampuan melaksanakan
kegiatan yang m e l i p u t i p e n d a f t a r a n , p e n i m b a n g a n B a l i t a ,
pencatatan

hasil

penimbangan,

memberikan

penyuluhan,

member dan membantu pelayanan kesehatan dan merujuk apabila ada


balita yang sakit atau berat badan balita tidak naik 3 (tiga) bulan berturutturut.
b. Diluar jadwal hari pelaksanaan Posyandu. Di samping mempunyai
keterampilan dalam kegiatan di Posyandu kader juga diharapkan
mempunyai keterampilan dan kemampuan melaksanakan kegiatan di luar
jadwal waktu pelaksanaan Posyandu, yang meliputi :merencanakan
kegiatan, melakukan Komunikasi Informasi dan Motivasi (KIM),
menggerakkan mas yarakat, memberikan pela yanan, melakukan
menggerakkan melakukan pernbinaan mengenai program Posyandu.
Disamping itu sumber sumber lainnya adalah pelatihan kader baru,
pelatihan ulang kader dan pengalaman kader selama menjalankan kegiatan
Posyandu juga dapat meningkatkan kemampuan kader. Salah satu keterampilan
kader di Posyandu adalah pengisian KMS dan menimbang balita dengan
menggunakan dacin
Menurut Buku

Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga Edisi XIX

tahun 2002 prosedur penimbangan balita ada 9 (sembilan) tahap yaitu


1. Dacin digantungkan pada dahan pohon, pelana rumah, atau
10

penyangga kaki tiga.


2. Dacin diperiksa kembali sudah tergantung kuat (dengan mencoba
menarik kuat kuat batang dacinnya kearah bawah).
3. Sebelum timbangan digunakan, bandul geser diletakkan pada angka
nol.
4. Sarung timbang atau celana timbang, atau kotak timbang, yang kosong
dipasang pada dacin.
5. Dacin yang sudah dibebani sarung timbang atau celana timbang
diseimbangkan dengan cara memasukkan pasir kedalam kantung plastik di
ujung batang timbangan.
6. Anak ditimbang, timbangan diseimbangkan sampai jarum timbang 9
tegak lurus.
7. Berat badan anak ditentukan dengan membaca angka di ujung bandul
geser.
8. Hasil penimbangan dicatat di atas secarik kertas.
9. Bandul geser dikembalikan keangka nol, kemudian ujung batang
dacin

dimasukkan

ketali

pengaman.

Setelah

itu

baru

anak

diturunkan.
3. Pelatihan Kader
Menurut Gomes (1997)Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki
prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung
jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan-tujuan
organisasi, yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan-tujuan para
pekerja secara perorangan. Pelatihan seringdianggap sebagai

aktivitas yang

paling umum dan para pimpinan mendukung adanya pelatihan karena melalui
pelatihan, para pekerja akan menjadi lebih terampil dan karenanya akan lebih
produktif sekalipun manfaat-manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu
yang tersita ketika pekerja sedang dilatih.
Pelatihan kader-kader dalam kegiatan Posyandu sangat diperlukan. Hal
tersebut dikarenakan kader merupakan komponen yang penting dalam kegiatan
Posyandu. Pelatihan merupakan suatu proses untuk meningkatkan pengetahun
dan ketrampilan sehingga akan menghasilkan suatu intensitas, arah dan ketekunan
individual dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan. Kader adalah tenaga pilihan
yang untuk usaha-usaha masyarakat karena berasal dari masyarakat (Sembiring,
2005).
Salah satu kegiatan revitalisasi Posyandu adalah pemberdayaan tokoh
masyarakat, pemberdayaan kader melalui pelatihan, penyegaran, jambore, dan
cerdas cermat, serta pengadaan alat masak dan kebutuhan operasional. Maksud
11

kegiatan ini ialah agar Posyandu meningkatkan kinerja dan fungsi sehingga
mampu mengemban tugas untuk meningkatkan gizi keluarga. Oleh sebab itu,
tujuan khusus program ini ialah agar tercapainya pemberdayaan tokoh-tokoh
masyarakat dan kader Posyandu sehingga kegiatan rutin Posyandu dapat
terselenggara dengan baik dan gizi anak serta kesehatan ibu dapat ditingkatkan.
Dalam pelatihan tidak semua peserta atau kader yang ada dalam satu desa
diikutsertakan dalam pelatihan, sehingga menyebabkan terjadi penurunan
partisipasi kader.
4. Motivasi ( dukungan keluarga, insentif )
Motivasi adalahd dorongan dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut melakukan kegiata-kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motivasi tidak dapat diamati, tetapi yang diamati adalah kegiatan
(Notoadmodjo, 2003).
Motivasi merupakan salah satu dari mekanisme terbentuknya perilaku
dan mengalami proses perubahan atau bagaimana ia dirubah. Motivasi sering
diartikan sebagai dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang (inner-drive)
yang secara sadar atau tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai
tujuan yang sesuai dengan kebutuhannya.Jadi yang dimaksud dengan
dorongan tadi padahakekatnya adalah kebutuhan (needs) yang muncul dari
dalam diri orang itu juga sehingga motivasi sering diartikan juga sebagai
kebutuhan. (Hasan, 2010).
a. Insentif
Menurut Notoatmodjo (2005), memaparkan bahwa insentif
merupakan salah satu stimulus yang dapat menarik seseorang untuk
melakukan sesuatu karena dengan melakukan perilaku tersebut, maka ia
akan mendapat imbalan. Kebanyakan orang juga berpendapat bahwa gaji
atau insentif adalah alat yang paling ampuh untuk meningkatka nmotivasi
kerja dan selanjutnya dapat meningkatkan kinerja karyawan disuatu
organisas ikerja.Dengan kata lain seseorang aka nmelakukan sesuatu jika
ada penghargaan berupa insentif terhadapapa yang ia lakukan. Dalam hal
ini insentif merupakan tujuan yang ingin di capai dari suatu perilaku yang
dilakukan.Misalnya kader Posyandu mendapat insentif atas pekerjaannya
12

selain dalam rangka berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu dan


menjalankan tugas kader.
Pendekatan insentif mempelajari motif yang berasal dari luari
ndividu yang bersangkutan atau disebut juga sebagai motif ekstrinsik.Para
ahli dalam bidang ilmu perilaku melihat bahwa manusia adalah makhluk
pasif, oleh karena itu harus dirangsang dan salah satu bentuk rangsangan
tersebut adalah insentif (Notoatmodjo, 2005).
Insentif kader adalah upah atau gaji yang diberikan kepada
kader.Insentif

berupa

uang

memberikan

motivasi

tersendiri

bagi

kader.Menurut Abdullah (2010 )insentif merupakan daya tarik orang


dating dan tinggal dalam suatu organisasi yang artinya system pengkajian
dan pelaksanaan perlu dikembangkan sedemikian rupa agar system
perangsang adil dan berbuat lebih baik / lebih banyak bukan sekedar upah
atas pekerjaan yang dilakukan. Untuk memberikan insentif dan imbalan
dikenal dengan beberapa alat manajemen kerja atau kinerja sebagai berikut
a. Penghargaan kerja adalah suatu yang bersifat non financial yang
memberikan kepada karyawan sebagai penghargaan atas prestasi yang
telah dicapai.
b. Penghargaan psikologis adalah untuk memberikan insentif financial
semu,misalnya memberikan liburan tambahan yang berprestasi.
Bonus adalah pemberian insentif berupa uang di luar gaji atas
b. Dukungan keluarga
Menurut sarwono dalam chintia (2013) dikatakan dukungan adalah
upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk
memotivasi orang tersebut melaksanakan kegiatan.Dukungan dapat timbul
dari berbagai macam pihak seperti dukungan dari keluarga, teman sejawat
maupun dukungan dari pemberi kebijakan.Tetapi dukungan

keluarga

merupakan dukungan yang paling terdekat dan diharapkan memberikan


motivasi yang kuat bagi kerja seorang kader.
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal, nonverbal, saran, bantuan nyata, tingkah laku dari orang-orang yang akrab

13

berupa kehadiran, kepedulian, kesediaan dan hal hal, yang dapat


memberikan keuntungan emosional dan meningkatkan fisik lansia
sehinggamendorong lansia untuk mandiri dalam pemenuhan aktivitas
sehari- hari (Kuntjoro, 2002).
dalam Setiadi (2008).Meningkatnya kebutuhan ekonomi membuat
banyak keluarga bekerja diluar rumah dan sibuk dengan pekerjaannya
masing masing sehingga kurang optimal dalam Manfaat keterlibatan
keluargaakan meningkatkan kesehatan/ kesejahteraan anggota keluarga
termasuk lansia (Friedman, 2003). Kemampuan lansia dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari jika dukungan keluarga yang optimal diberikan maka
lansia terdorong untuk mandiri dalam aktivitas sehari hari, sehingga status
kesehatan yang meningkat, jika tidak ada dukungan keluarga maka lansia
akan tergantung dalam pemenuhan aktivitas sehari hari, maka status
kesehatannya

menurun.Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk

meningkatkan kemandirian lansia dalam

aktivitas sehari-hari yakni

dengan dukungan keluarga.


5. Kerangka Fikir Dan Konsep
a. Kerangka Fikir

1. Pelayanan
kesehatan dasar
2. Pendidikan
3. Pelatihan
4. Umur
Keaktifan Kader
Posyandu
1. Motifasi
2. Pelatihan
3. Komunikasi
4. pengawasan

14

Modifikasi teori Sembiring (2005) dan Hasan (2010)

Kerangka Konsep
Pengetahuan

Keterampilan
Keaktifan Kader
Posyandu
Pelatihan

Motivasi
(insentif,dukungan
keluarga)

6. Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Metode
pengumpulan

Indikator

Skala ukur

Keaktifan

Aktif adalah giat, rajin


dalam berusaha dan bekerja

Wawancara

Daftar hadir

interval

Pengetahuan

Pernyataan responden
tentang pengetahuan
posyandu meliputi
pengertian ,tujuan ,serta
manfaat kegiatan posyandu

Kuesioner

KMS
Imunisasi
Pemberian
vitamin A
Pemberia
tablet FE
ASI ekskulusif
MP-ASI
Diare
Tugas kader 5
meja

Interfal

15

Keterampilan

Keterampilan adalah hasil


dari latihan berulang, yang
dapat disebut perubahan
yang meningkat atau
progresif oleh orang yang
mempelajari keterampilan
tadi sebagai hasil dari
aktivitas tertentu

Kuesioner

Pelatihan

Motifasi

Insentif

Pelatihan adalah setiap


usaha untuk memperbaiki
prestasi kerja pada suatu
pekerjaan tertentu yang
sedang menjadi tanggung
jawabnya
Motivasi adalahd dorongan
dalam diri seseorang yang
menyebabkan orang
tersebut melakukan
kegiata-kegiatan tertentu
guna mencapai suatu
tujuan.

insentif merupakan salah


satu stimulus yang dapat
menarik seseorang untuk
melakukan sesuatu karena
dengan melakukan perilaku
tersebut, maka ia akan
mendapat imbalan

dukungan adalah upaya


yang diberikan kepada
orang lain, baik moril
Dukungan
maupun materil untuk
memotivasi orang tersebut
melaksanakan kegiatan
7. Hipotesis pengumpulan data

Wawancara
menggunakan
kusesioner

Obserfasi

Interfal

Dorongan diri

Interfal

Insentif yang
perna di
berikan
Jenis insentif
Sumber
insentif
Frekuensi
pemberian
insentif
Alasan di
berikan
insentif

Interfal

Bentuk
dukungan
keluarga

Interfal

Wawancara

Interfal

Pelatihan
kader yang
perna di ikuti
dalam 1 tahun
terakhir
Jenis pelatihan
yang di ikuti
waktu

Wawancara

Ploting KMS
Keterampilan
dalam
melakukan
penimbangan

1. Ada hubungan pengetahuan kader dengan keaktifan kader posyandu.


2. Ada hubungan keterampilan kader dengan keaktifan kader posyandu.
3. Ada hubungan pelatihan kader dengan keaktifan kader posyandu.
16

4. Ada hubungan motifasi (dukungan keluarga,insentif) dengan keaktifan kader


posyandu
8. Variabel pengumpulan data
Variabel terikat : keaktifan kader posyandu.
Variabel

bebas

pengetahuan,keterampilan,pelatihan,

motifasi

(dukungan

keluarga,insentif)

17

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Desain peneltian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional
dengan menggunakan pendekatan crossssectional.
B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah wonggeduku
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2016
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader posyandu yang bersedia
menjadi responden penelitian di desa wonggeduku kabupaten konawe.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua kader posyandu di desa wonggeduku
kabupaten konawe.
D. Jenis dan cara pengumpulan data
1. Data keaktifan kader posyandu dengan wawancara secara langsung dari responden
dengan menggunakan kuesioner yang berisi identitas kader, tingkat keaktifan kader
yaitu dilakukan telaah dokumen melalui pengisian dokumen atau absen kader
2. Data tingkat pengetahuan kader dilakukukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner, begitu pula dengan pelatihan kader.
3. Data keterampilan kader dikumpulkan dengan cara observasi dengan bantuan lembar
observasi, yaitu melakukan pengamatan kader dalam menggambar grafik pertumbuhan
18

anak dalam KMS sesuai kasus yang diberikan dan keterampilan kader dalam
melakukan penimbangan dengan dacin yang memenuh isyarat 9 langkah penimbangan
4. Data motivasi ( insentif dan dukungan ) Pengumpulan data dengan cara wawancara
secara mendalam.
5. Data pelatihan kader di lakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
E. Cara pengolahan dan analisa data
1. Pengolahan Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah dalam bentuk tekstular
kemudian di entry di komputer menggunakan program SPSS 20,0
a) Data pengetahuan kader diolah berdasarkan jawaban kuesioner yang benar
kemudian dinilai dengan sistem skor penilaian yang benar dibagi total skor ( 80 )
yang dikalikan 100 selanjutnya dikategorikan
Cukup : jika memiliki jumlah skor jawaban 60 % terhadap total skor.
Kurang : jika memiliki jumlah skor jawaban < 60 % terhadap total skor
b) Pengolahan data untuk keterampilan kader dalam pencatatan KMS yaitu dengan
menjumlahkan skor yang dijawab dengan benar oleh kader pada soal kasus yang
diberikan. Apabila salah satu jawaban dari pertanyaan dalam kasus tersebut
salah maka kader dianggap tidak terampil dalam pencatatan KMS.
Pengolahan data untuk keterampilan kader dalam penimbangan yaitu
dengan menjumlah kansemua nilai skor observasi 9 langkah penimbangan
dimana setiap langkah memiliki skor 1. Apabila salah satu langkah saja tidak
dilakukan maka kader dianggap tidak terampil dalam melakukan penimbangan
karena setiap langkah dianggap essensial.
Kemudian hasil interpretasi dari keterampilan kader dalam pengisian KMS
dan penimbangan tersebut dikategorikan sesuai dengan criteria objektif.
c) Data tentang pelatihan di kategorikan sesuai yang mendapatkan pelatihan dan
tidak mendapatkan pelatihan.
d) Pengolahan data untuk keterampilan kader dalam pencatatan KMS yaitu dengan
menjumlahkan skor yang dijawab dengan benar oleh kader pada soal kasus yang
diberikan. Apabila salah satu jawaban dari pertanyaan dalam kasus tersebut
salah maka kader dianggap tidak terampil dalam pencatatan KMS.
Pengolahan data untuk keterampilan kader dalam penimbangan yaitu
dengan menjumlah kansemua nilai skor observasi 9 langkah penimbangan
dimana setiap langkah memiliki skor 1. Apabila salah satu langkah saja tidak
dilakukan maka kader dianggap tidak terampil dalam melakukan penimbangan
karena setiap langkah dianggap essensial.
19

Kemudian hasil interpretasi dari keterampilan kader dalam pengisian KMS


dan penimbangan tersebut dikategorikan sesuai dengan criteria objektif

2. Analisa data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan sebaran data masing
masing variabel berdasarkan katagorinya antara lain variabel tingkat keaktifan,
tingkat pengetahuan, pelatihan kader, dan keterampilan kader dilakukan untuk
masing masing variabel yaitu dengan melihat persentase dari setiap tabel
distribusi frekuensi.
b. Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang di lakukan untuk mengetahui
hubungan

antara

duah

variabel

yang

di

duga

berhubungan

atau

berkorelasi.analisa ini di lakukan untuk mengetahui hubungan antara


pengetahuan, keterampilan, pelatihan motifasi dengan keaktifan kader
posyandu.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Gambaran Umum Lokasi PKL
a. Letak Geografi
Secara geografis Kelurahan Besulutu merupakan salah satu
Kelurahan yang berada di Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe
Provinsi Sulawesi Tenggara. Kelurahan Besulutu memiliki tiga dusun yaitu
dusun I, dusun II dan dusun III.
b. Mata pencaharian

Mata pencaharian pokok penduduk Kelurahan Besulutu pada


umumnya sebagai petani. Mata pencaharian lain yaitu sebagai pegawai
negeri sipil (PNS) , petani , peternak , pengusaha kecil dan menengah,
dan karyawan perusahaan swasta.
c. Kependudukan
Kelurahan Besulutu dipimpin oleh seorang Lurah serta setiap
lingkungan dipimpin oleh Kepala dusun. Dalam keorganisasian Kelurahan

20

Besulutu terdapat sekretaris lurah, kepala kepengurusan pemerintahan,


kepala kepengurusan umum, kepala kepengurusan pembangunan, Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Tim penggerak PKK.
Kependudukan di Kelurahan Besulutu yang terdiri dari 3 dusun
dengan total penduduk sebanyak 738 jiwa, diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Asunde
Kependudukan
Jumlah
Jumlah Jiwa
738
Jumlah KK
207
Jumlah Laki- laki
391
Jumlah Perempuan
347
Sumber: Data Sekunder Kelurahan Besulutu 2016

d. Sarana dan prasarana desa


Sarana dan prasarana yang tersedia di Kelurahan Besulutu memiliki
sejumlah bangunan. Bangunan dibangun tersebar di dalam Kelurahan
Besulutu. Berikut bangunan yang terdapat di Kelurahan Besulutu:
Tabel 2
Sarana dan Prasarana Desa Asunde
Sarana dan Prasarana
Kantor Lurah

Jumlah
1 unit

Balai kelurahan

1 unit

Masjid
1 unit
Sumber: Data Sekunder Kelurahan Besulutu 2016
2. Gambaran Umum Kader
a. Pendidikan kader
Tabel 3
Pendidikan Kader
Tingkat pendidikan
Pendidikan menengah
Pendidikan tinggi
Total

N
1
2
3

%
33,3
66,7
100

21

Tabel 3 menunjukan bahwah sebagian besar sampel 66,7% (n=2) berada


pada kategori pendidikan tinggi, 33,3% (n=1) berada pada kategori pendidikan
menengah.
b. Pengetahuan Kader
Tabel 4
Pengetahuan kader
Tingkat pengetahuan
n
%
Cukup (> 60)
3
100
Tabel 4 menunjukan bahwa sampel 100% (n=3) berada pada kategori
pengetahuan cukup.

c. Pekerjaan
Tabel 5
Pekerjaan Utama
Pekerjaan utama
IRT
PNS
Total

N
2
1
3

%
66,7
33,3
100

Tabel 5 menunjukan bahwa sebagian besar sampel 66,7% (n=2) berada


pada kategori pekerjaan utama kader yaitu ibu rumah tangga (IRT), 33,3%
(n=1) berada dalam kategori pekerjaan utama kader yaitu PNS.
d. Keterampilan Kader
Tabel 6
Keterampilan Kader

Keterampilan kader
Kurang terampil
Total

N
3
3

%
100
100

Tabel 6 menunjukan bahwa sampel 100% (n=3) berada dalam


kategori kurang terampil dalam keterampilan kader.
e. Pelatihan Kader
Tabel 7
22

Jenis Pelatihan Yang Perna Diikuti Kader


Jenis pelatihan
TDK IKUT
Total
Jenis pelatihan

n
3
3
n

%
100
100
%

Tabel 7 menunjukan bahwa sampel 100% (n=3) berda dalam kategori


tidak ikut pelatihan kader.
f.

Motifasi Alasan
Tabel 8
Motifasi Alasan

motifasi alasan
Mengapdi
Mengabdi dan diperintah
Total

N
2
1
3

%
66,7
33,3
100

Tabel 8 menunjukan bahwa sebagian besar sampel 66,7% (n=2)


berada dalam kategori mengapdi dalam alasan menjadi kader, 33,3% (n=1)
berada dalam kategori Mengabdi dan diperintah aparat desa dalam alasan
menjadi kader.
g. Motifasi Insentif
Tabel 9
Motifasi insentif
motifasi insentif
Menerima

N
3

%
100

Tabel 9 menunjukan bahwa sampel 100% (n=3) berada pada


kategori menerima insentif.
h. Motifasi Dukungan
Tabel 10
Motifasi dukungan
motifasi dukungan
Didukung
Total

n
3
3

%
100
100

Tabel 10 menunjukan bahwa sampel 100% (n=3) berada pada kategri


mendapat dukungan.

23

i. Keaktifan Kader
Tabel 11
Keaktifan kader
Keaktifan kader
Aktif

n
3

%
100

Tabel 11 menunjukan bahwa sampel 100% (n=3) berada pada kategori aktif.
B. Pembahasan
Faktor faktor yang mempengaruhi keaktifan kader yaitu :
1. Pengetahuan
Pengetahuan akan mendasari seseorang kader Posyandu dalam melakukan
perubahan perilaku, sehingga perilaku yang dilakukan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dapat diartikan
tahu atau mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Kader
yang memiliki pengetahuan yang baik diharapkan akan dapat memberikan
layanan yang baik dan bermutu pada saat Posyandu. Pengetahuan dapat diartikan
tahu atau mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar)
pengetahuan kader dapat meningkat seiring dengan lama menjadi kader,
pengalaman di lapangan dalam menangani kasus dan pelatihan-pelatihan yang
telah diikuti. Dengan pengetahuan yang bertambah diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat (Depkes RI, 2000).
2. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu dari mekanisme terbentuknya perilaku dan
mengalami proses perubahan atau bagaimana ia dirubah. Motivasi sering diartikan
sebagai dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang (inner-drive) yang secara
sadar atau tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai tujuan yang
sesuai dengan kebutuhannya.Jadi yang dimaksud dengan dorongan tadi
padahakekatnya adalah kebutuhan (needs) yang muncul dari dalam diri orang itu
juga sehingga motivasi sering diartikan juga sebagai kebutuhan. (Hasan, 2010
3. Dukungan keluarga
Menurut sarwoo dalam chintia (2013 ), dikatakan dukungan adalah
upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk
memotiviasi orang tersebut

melaksanakan kegiatan. Dukungan dapat timbul

berbagai macam pihak seperti teman sejawat, maupun dukungn dari pemberian
kebijakan. Tetapi dukungan keluarga merupakan dukungan yang paling terdekat
dan diharpkan memberikan motivasi yang kuat bagi kerja seorang kader.
24

4. Insentf
Menurut Notoatmodjo (2005), merupakan bahwa insentif merupakan
salah satu stimulus yang dapat menarik seseorang untuk melakukan sesuatu
karena dengan melakukan perilaku tersebut , maka ia akan mendapat imbalan.
Kebanyakan juga orang berpendapat bawah gaji atau insentif adalah alat yang
paling ampuh untuk mengikatkan

motivasi kerja dan selanjutnya

dapat

meningkatkan kinerja karyawan disuatu organisasi kerja.

25

BAB V
ANALISIS MASALAH
A. Identifikasi Masalah
Tabel 3.1

No

Sasaran

1
2

Kader tidak terampil


Tidak dilatih

Target/Rujuka
n
100
100

Pencapaian
Kesenjangan
/ saat ini
100 %
0
100 %
0

Masalah utama pada kader di Kelurahan Besulutu (100%) kader tidak terampil ,
(100%) kader tidak terlatih.

B. Rumusan Masalah
Masih tingginya tingginya tingkat pengetahuan kader diDesa Wonua mbae yang
kurang (60%).
C. Penyebab Masalah

Tidak dilatih

Keaktifan
kader

pengetahu
an kader

Keterampilan
kader

26

Gambar 4.1 diagram masalah tulang ikan


Terbentuknya masalah akan terlihat penyebabnya dari tujuan masalah. Alur tejadinya
masalah yang melibatkan banyak faktor seperti terlihat sebagai berikut:

Pengetahuan
kader

Keterampil
kader

Pelatihan

Gambar 4.2 Tujuan masalah


Pendataan dasar kader di Desa Wonua mbae di temukan semua kader
tidak terampil dalam melaksanakan tugasnya, di sebabkan kurangnya tingkat
pengetahuan dan tidak ada pelatihan untuk setiap kader.

27

DAFTAR PUSTAKA
Harisman, dan Nuryani. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan
Kader Posyandu Di Desa Mulang Maya Kecamatan Kotabumi Selatan
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2012. Skripsi.
.......... Profil Kesehatan Profinsi Sulawesi Tenggara, 2012.
Sudarsona. 2010. Hubungan Sikap Dan Motivasi Dengan Kinerja Kader
Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Talun Kabupaten Blitar. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010
Yulisma. 2011.

Faktor-Faktor

Yang

Berhubungan

Dengan Keaktifan

Kader Posyandu Dalam pelayanan Kesehatan Di Kemukiman Tiro


Kecamatan Tiro Truseb Kabupaten Pidie. Stikes UBudidayah Banda
Aceh. Skripsi
Wijayanti, By. 2010. Hubungan Keaktifan Kader Posyandu Dengan
Pengetahuan Tentang Program Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas
Puhpelem Kecamatan Puhpelem Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Program
28

Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah


Surakarta 2010.

29

Anda mungkin juga menyukai