Anda di halaman 1dari 6

1

ANALISA DEFLEKSI VERTIKAL JEMBATAN


SURAMADU MENGGUNAKAN GPS CORS
I Dewa Gede Putra Wirawan, Mokhamad Nur Cahyadi
Jurusan Teknik Geomatika , Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: cahyadi@geodesy.its.ac.id

Abstrak Jembatan mengalami adanya deformasi jangka


panjang maupun jangka pendek [1]. Deformasi jangka panjang
tidak dapat kembali ke bentuk aslinya. Deformasi janka pendek
(defleksi) yaitu objek yang terdeformasi akan kembali ke posisi
dan bentuk semula jika terlepas dari muatannya. Jembatan
Suramadu menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura
yang diresmikan pada 10 Juni 2009. Tujuan dibangunnya
Jembatan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura
meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi. Jembatan Suramadu
mempunyai sebuah sistem yaitu Structural Health Monitoring
System Jembatan Suramadu (SHMS).
Dalam penelitian ini dilakukan analisa terhadap hasil
pengukuran GPS yang terdapat pada Jembatan Suramadu pada
tanggal 1 dan 2 Juli 2015. Untuk memperoleh hasil posisi tinggi
maka 3 antenna GPS Ditempatkan pada bentang tengah
Jembatan Suramadu dan diikatkan pada satu titik ikat. Data
navigasi orbit satelit menggunakan IGS Prechise Ephemeris
dalam format SP3.
Dalam penelitian ini didapatkan nilai defleksi vertikal pada
tanggal 1 Juli 2015 adalah defleksi maksimal keatas pada GPS 1,
GPS 4, dan GPS 6 adalah 0.0878 m, 0.09345 m, dan 0.0752 m .
Defleksi maksimal kebawah pada GPS 1, GPS 4 dan GPS 6
adalah 0.1116 m, 0.1138 m, dan 0.0909 m. Nilai Defleksi vertikal
pada tanggal 2 Juli 2015 yaitu defleksi maksimal keatas pada
GPS 1, GPS 4, dan GPS 6 adalah 0.0748 m, 0.1264 m, dan 0.0709
m. Defleksi maksimal kebawah pada GPS 1, GPS 4, dan GPS 6
adalah 0.0926 m, 0.1451 m, dan 0.0826 m. Sehingga masih
didapatkan nilai defleksi vertikal yang wajar, tidak melebihi
toleransi batas defleksi maksimal yaitu 1.085 m.
Kata KunciDeformasi, Defleksi, SHMS, GPS.

I. PENDAHULUAN

embatan Nasional Suramadu adalah Jembatan yang


melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (
Surabaya) dan Pulau Madura (Bangkalan, tepatnya timur
Kamal), Indonesia. Dengan panjang 5438 m, Jembatan ini
merupakan Jembatan terpanjang di Indonesia saat ini.
Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang
(causeway) dengan panjang 3276 m, jembatan penghubung
(approach bridge) dengan panjang 1344 m, dan jembatan
utama (main bridge) dengan panjang 434 meter. Tujuan
dibangunnya Jembatan Surmadu adalah untuk mempercepat
pembangunan di Pulau Madura meliputi bidang infrastruktur
dan ekonomi.

Sebuah Jembatan mecirikan dua macam deformasi yang


berbeda, yaitu gerakan jangka panjang yang disebabkan oleh
pondasi, dek jembatan, dan tekanan regangan dan gerakan
jangka pendek yang disebabkan oleh angin, suhu, pasang
surut, gempa bumi, dan lalu lintas. Deformasi jangka pendek
disebut juga dengan defleksi. Disebut defleksi atau lendutan
dikarenakan objek yang terdeformasi akan kembali ke posisi
dan bentuk semula jika terlepas dari muatannya [1].
Penurunan kemampuan dari Jembatan Suramadu tidak dapat
dihindarkan yang disebabkan oleh faktor lingkungan seperti
gempa, dsb dan juga pengoperasian yang tidak memadai,
penuaan, dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia yang
dapat mengancam keamanan dari fungsi Jembatan itu
sendiri[2]. SHMS (Structural Health Monitoring System)
adalah sistem monitoring yang digunakan untuk mendeteksi
kerusakan dengan metode pengujian tak rusak dengan cara
mengintegrasikannya dengan stuktur untuk memonitor
kesehatan dari Jembatan secara keseluruhan maupun secara
parsial. Teknologi ini dapat memperpanjang umur pelayanan
Jembatan karena penurunan kemampuan dan kerusakan dapat
diidentifikasi lebih awal sebelum terjadinya kerusakan yang
lebih parah.
Dengan semakin majunya teknologi penetuan posisi dengan
GPS yang dapat mencapai ketelitian hingga mm maka
teknologi GPS dapat digunakan untuk memonitoring bangunan
infrastruktur sipil seperti dam dan Jembatan. Dalam
pengamatan
defleksi
vertikal
Jembatan
Suramadu
menggunakan GPS dengan metode CORS. Satu base station
terdapat di Kantor SHMS Jembatan Suramadu Bangkalan dan
terdapat 14 rover yang tersebar sepanjang bentang tengah
Jembatan Suramadu. Waktu pengamatan dilakukan selama 24
jam penuh dengan interval perekaman data 30 detik.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap hasil
pengukuran yang didapatkan dari pengukuran GPS Jembatan
Suramadu pada GPS nomor 1, 4 dan 6 yang diikatkan
terhadap base station. Dibutuhkan data penunjang yaitu data
informasi orbit satelit IGS Prechise Ephemeris dalam format
SP3. Sehingga akan didapatkan informasi tinggi yang akurat
dan dapat memenuhi standar kelayakan Jembatan Suramadu.

2
II. METODOLOGI PENELITIAN

C. Metodologi Pengolahan Data

A. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian adalah Jembatan Suramadu yang berada
pada koordinat geografis 7113 LS dan 1124648 BT.
Jembatan ini terhubung langsung dengan Pulau Madura
(Kabupaten Bangkalan) di sebelah utara dan Pulau Jawa (Kota
Surabaya) di sebelah selatan.

Gambar 1 Lokasi Penelitian

B. Data dan Peralatan


Data
o Data Rinex GPS tanggal 1 dan 2 Juli 2015
o Data navigasi orbit satelit IGS Prechise Ephemeris
dalam Format SP3
Peralatan
o Perangkat Keras
Seperangkat Komputer
Base GPS (Antenna : LEIAT504 ; Receiver : LEICA
GRX1200GGPRO)
Rover GPS (Antenna : LEIAX 1202GG ; Receiver :
LEICA GX1230)
Gambar 3 Metodologi Pengolahan Data

Gambar 2 Penempatan Rover GPS

o Perangkat Lunak
GAMIT 10.6
MS. Office
Matlab

a. Data yang dibutuhkan adalah data rinex dari pengukuran


GPS Jembatan Suramadu.
b. Kemudian data diimpor ke software GAMIT 10.6
ditambahkan dengan data penunjang yaitu data navigasi
orbit satelit IGS Prechise Ephemeris dalam format SP3
c. Data diolah dengan command track.cmd
d. Selajutnya akan dihasiklah koordinat tinggi dengan sistem
koordinat toposentrik
e. Data yang dihasilkan kemudian di cek outlier dengan plot
koordinat kedalam grafik. Outlier dapat dikenali dengan
loncatan koordinat pada grafik. Reduksi data yang
mengandung outlier.
f. Selanjutnya bila data koordinat tinggi sudah terbebas dari
adanya outlier dilanjutkan dengan distribusi normal
tingkat ketidakpercayaan 95%, semua data yang tidak
sesuai akan direduksi/dihapus.
g. Dihasilkan nilai koordinat tinggi terhdapap epoch
pengamatan
h. Analisa Nilai defleksi vertikal Jembatan Suramadu
i.

dengan rumus
Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dan saran.

3
III HASIL DAN ANALISA
A. Analisa Titik Pengamatan
Titik Pengamatan GPS terdiri dari 2 bagian yaitu untuk
Base dan Rover. Bagian pertama yaitu Base ditempatkan pada
satu titik fix yang ada di Kantor Suramadu Monitoring
Building, Bangkalan. Bagian kedua adalah Rover yang
terpasang di sepanjang sisi Jembatan Suramadu bagian main
bridge, yang terdiri dari 3 rover GPS yaitu GPS no 1, 4, dan 6.

proses pengolahan dengan GAMIT dibutuhkan data primer


dan data sekunder.Data primer didapatkan dari pengukuran
yaitu file observasi dengan format .o , sedangkan data
sekunder adalah data navigasi orbit satelit IGS Prechise
Ephemeris dalam format SP3.Data yang digunakan adalah
pada tanggal 1 Juli 2015 dan 2 Juli 2015.
Hasil pengolahan pada GAMIT adalah koordinat
toposentrik dimana koordinat base menjadi acuan. Data
hasil pengolahan GAMIT masih terdapat adanya outlier
sehingga harus dilaksanakan penghilangan outlier dan
proses filtering.
Hasil Pengolahan GPS 1 Juli 2015
Tabel 4 Hasil Pengolahan GPS 1 Juli 2015
GPS 1
GPS 4
GPS 6
H MAX
24.4182
24.1029
24.2942
H MIN
22.8767
23.2126
22.575
RANGE
1.5415
0.8903
1.7192
MEAN 24.19664491 23.898785 23.939119
STD
0.057933632 0.0651938 0.0645882

Gambar 4 Base dan Rover Pengukuran GPS


Tabel 1 Koordinat Base

Nama
Base
Lintang
709'19.66704"S
Bujur
11246'54.98904"E
Tinggi
50.69
Tabel 1 menunjukkan koordinat base pada sistem
koordinat Geografis dan tinggi diatas permukaan Ellipsoid.

Nama
GPS 1
GPS 4
GPS 6
Lintang 711'07.75"S
711'11.24"S
711'04.36"S
Bujur 11246'48.33"E 11246'49.20"E 11246'49.66"E
Tinggi
74.893
74.605
74.639
Tabel 2 menunjukkan koordinat rover pada sistem koordinat
Geografis dan tinggi diatas permukaan Ellipsoid.

GPS 1

24.6
24.4
24.2

HEIGHT (M)

Tabel 2 Koordinat Rover

GPS 1
24.8

24
23.8
23.6
23.4
23.2
23
22.8

500

1000

Tabel 3 Panjang Baseline Antar Titik

B. Analisa Waktu Pengukuran


Waktu pengukuran GPS dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juli
2015. Pengukuran dilakukan selama 24 jam penuh dengan
interval waktu pengamatan 30 detik, sehingga dalam 1 hari
dihasilkan 2880 Epoch.
C. Hasil Pengolahan dengan GAMIT
Data observasi GPS diolah menggukan software ilmiah
GAMIT. Data diolah menggunakan command track. Pada

2000

2500

3000

Gambar 5 Plot Koordinat Tinggi GPS 1 Sebelum Filtering

GPS 4
24.2

GPS 4

24.1
24
23.9

HEIGHT (M)

TITIK
PANJANG BASELINE (M)
BASE - GPS 1
3326.9795
BASE - GPS 4
3432.2551
BASE - GPS 6
3220.7215
Tabel 3 menunjukkan panjang baseline yang ditarik
antara Base menuju Rover. Jarak baseline ini penting untuk
pemilihan metode pengolahan dalam GAMIT. Karena jarak
baseline kurang dari 10 km maka digunakan metode short
baseline.

1500

EPOCH

23.8
23.7
23.6
23.5
23.4
23.3

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 6 Plot Koordinat Tinggi GPS 4 Sebelum Filtering

GPS 4

GPS 6
24.3

24.4

GPS 4

GPS 6

24.2

24.2
24

24.1

HEIGHT (M)

HEIGHT (M)

23.8
23.6
23.4
23.2
23

24

23.9

23.8

22.8

23.7
22.6
22.4

500

1000

1500

2000

2500

23.6

3000

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH

EPOCH
Gambar 7 Plot Koordinat Tinggi GPS 6 Sebelum Filtering

Gambar 9 Plot Koordinat Tinggi GPS 4 Sebelum Filtering

GPS 6

Hasil Pengolahan GPS 2 Juli 2015


24.4

GPS 6

Tabel 5 Hasil Pengolahan GPS 2 Juli 2015


GPS 1
GPS 4
GPS 6
H MAX
24.2832
24.1591
24.2568
H MIN
24.0013
23.6116
23.778
RANGE
0.2819
0.5475
0.4788
MEAN 24.20014037 23.894936 23.941263
STD
0.043128136 0.0705136 0.0414315

24.3

HEIGHT (M)

24.2

GPS 1
24.4

24.1

24

23.9

GPS 1
24.35

23.8

HEIGHT (M)

24.3

0
24.25

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 10 Plot Koordinat Tinggi GPS 6 Sebelum Filtering

24.2
24.15
24.1
24.05
24

500

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 8 Plot Koordinat Tinggi GPS 1 Sebelum Filtering

D. Hasil Filtering Koordinat Tinggi


Data outlier dapat dikenal dengan loncatan mendadak dari
kurva grafik. Adanya outlier pada pengamatan GPS ini dapat
disebabkan karena adanya cycleslip maupun multipath yang
terjadi saat pengukuran [3]. Karena lokasi antenna yang
berdekatan dengan pagar pembatas Jembatan Suramadu, kawat
penyangga Jembatan, dan juga adanya pylon sehingga
membuat kemungkinan terjadinya cycleslip ataupun multipath
semakin besar. Data outlier dapat dihilangkan dengan
menghapus data dimana terjadi loncatan mendadak pada grafik
kurva.
Setelah dilakukan penghapusan data outlier selanjutnya
dilakukan filtering data dengan tingkat kepercayaan 95%.
Distribusi normal memiliki parameter distribusi yaitu rata-rata
(mean ) dan deviasi standar (standard deviation ). Untuk
nilai
tingkat
kepresisian
pengukuran,
digunakan
ketidakpercayaan 95%. Dengan factor pengali k 1,96 untuk
95% uncertainty, hal tersebut menunjukkan bahwa hasil
pengukuran berada pada 1,96 [4].

GPS 6

Hasil Filtering 1 Juli 2015


24.4

Tabel 6 Hasil Pengolahan GPS 1 Setelah Filtering


GPS 1
No Filter Filtering Selisih
H MAX
24.4182
24.2943 0.1239
H MIN
22.8767
24.0949 -1.2182
RANGE
1.5415
0.1994 1.3421
MEAN 24.19664491 24.2065 -0.0098
STD
0.057933632 0.0324 0.0255

24.2
24

HEIGHT (M)

23.8

GPS 1
24.8

23.4
23.2
23

24.6

22.8

24.4

No Filter
Filter

22.6

24.2

HEIGHT (M)

23.6

22.4

24

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH

23.8

Gambar 13 Plot Koordinat Tinggi GPS 6 Setelah Filtering


23.6

Hasil Filtering 2 Juli 2015

23.4
23.2

22.8

Tabel 9 Hasil Pengolahan GPS 1 Setelah Filtering


GPS 1
No Filter Filtering Selisih
H MAX
24.2832
24.2832 0.0000
H MIN
24.0013
24.1158 -0.1145
RANGE
0.2819
0.1674 0.1145
MEAN 24.20014037 24.2084 -0.0083
STD
0.043128136 0.0285 0.0147

No Filter
Filter

23

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 11 Plot Koordinat Tinggi GPS 1 Setelah Filtering
Tabel 7 Hasil Pengolahan GPS 4 Setelah Filtering
GPS 4
No Filter
Filtering Selisih
H MAX
24.1029
24.0047 0.0982
H MIN
23.2126
23.7974 -0.5848
RANGE
0.8903
0.2073 0.6830
MEAN
23.89878475 23.9112 -0.0124
STD
0.065193768
0.0349 0.0303

GPS 1
24.4
24.35

HEIGHT (M)

24.3

GPS 4
24.2
24.1

HEIGHT (M)

24

24.25
24.2
24.15

23.9

24.1

23.8

24.05

No Filter
Filter

23.7

24
23.6

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH

23.5

Gambar 14 Plot Koordinat Tinggi GPS 1 Setelah Filtering

23.4

No Filter
Filter

23.3

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 12 Plot Koordinat Tinggi GPS 4 Setelah Filtering
Tabel 8 Hasil Pengolahan GPS 6 Setelah Filtering
GPS 6
No Filter
Filtering
Selisih
H MAX
24.2942
24.0224
0.2718
H MIN
22.575
23.8563
-1.2813
RANGE
1.7192
0.1661
1.5531
MEAN
23.93911858
23.9472
-0.0081
STD
0.064588191
0.0263
0.0383

Tabel 10 Hasil Pengolahan GPS 4 Setelah Filtering


GPS 4
No Filter
Filtering Selisih
H MAX
24.1591
24.0292 0.1299
H MIN
23.6116
23.7577 -0.1461
RANGE
0.5475
0.2715 0.2760
MEAN
23.89493591 23.9028 -0.0079
STD
0.07051358
0.0533 0.0172

GPS 4
24.3

24.2

HEIGHT (M)

24.1

24

23.9

23.8

23.7

23.6

No Filter
Filter
0

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 15 Plot Koordinat Tinggi GPS 4 Setelah Filtering
Tabel 11 Hasil Pengolahan GPS 6 Setelah Filtering
GPS 6
No Filter
Filtering
Selisih
H MAX
24.2568
24.2943
24.0171
H MIN
23.778
24.0949
23.8636
RANGE
0.4788
0.1994
0.1535
MEAN
23.94126349
24.2065
23.9462
STD
0.041431475
0.0324
0.0266

GPS 6
24.4

24.3

HEIGHT (M)

24.2

24.1

24

23.9

23.8

No Filter
Filter
0

500

1000

1500

2000

2500

3000

EPOCH
Gambar 16 Plot Koordinat Tinggi GPS 6 Setelah Filtering

E. Analisa Toleransi Defleksi Vertikal


Batas Defleksi Vertikal yang diperbolehkan untuk Bentang
utama adalah :

defleksi maksimal keatas pada GPS 1, GPS 4, dan GPS 6


adalah 0.0748 m, 0.1264 m, dan 0.0709 m. Defleksi maksimal
kebawah pada GPS 1, GPS 4, dan GPS 6 adalah 0.0926 m,
0.1451 m, dan 0.0826 m.
Sehingga masih didapatkan nilai defleksi vertikal yang
wajar, tidak melebihi toleransi batas defleksi maksimal yaitu
1.085 m.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai defleksi vertikal pada tanggal 2 Juli 2015 adalah
defleksi maksimal keatas pada GPS 1 mencapai 0.0878
m, pada GPS 4 sejauh
0.09345 m, dan pada GPS 6
yaitu 0.0752 m . Sedangkan untuk defleksi maksimal
kebawah pada GPS 1 adalah 0.1116 m, GPS 4 0.1138 m,
dan GPS 6 adalah 0.0909 m.
2. Nilai Defleksi vertikal pada tanggal 2 Juli 2015 defleksi
maksimal keatas pada GPS 1 mencapai 0.0748 m, pada
GPS 4 sejauh
0.1264 m, dan pada GPS 6 yaitu
0.0709 m
. Sedangkan untuk defleksi maksimal
kebawah pada GPS 1 adalah 0.0926 m, GPS 4 0.1451 m,
dan GPS 6 adalah 0.0826 m.
3. Nilai defleksi vertikal Jembatan Suramadu masih jauh
dari ambang toleransi yaitu 1.085 m
Saran
1. Pengaturan interval pengamatan sebaiknya dibuat hingga
mencapai 20 Hz mengingat spesifikasi alat yang
mumpuni untuk pengamatan dengan interval tersebut
supaya dapat menggambarkan kondisi pergerakan
Jembatan Suramadu yang lebih valid. Namun
konsekuensinya adalah memori penyimpanan data yang
disiapkan akan menjadi jauh lebih besar.
2. Posisi letak base diperbaiki dikarenakan dekat dengan
pohon dan terhalang gedung kantor. Mengingat fungsinya
sebagai titik ikat maka peletakan base harus
meminimalisir adanya multipath.
3. Posisi letak antenna rover GPS disebelah pagar pembatas
sebaiknya ditinggikan melebihi pagar pembatas itu
sendiri untuk meminimalisir adanya multipath sehingga
kualitas data yang dihasilkan semakin baik.
4. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi tolok ukur untuk
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]

[5]
dimana L adalah panjang bentang tengah suramadu yaitu
sejauh : 434 m, sehinga akan didapatkan toleransi defleksi
maksimal sejauh 1.085 m.
Nilai defleksi vertikal pada tanggal 1 Juli 2015 adalah
defleksi maksimal keatas pada GPS 1, GPS 4, dan GPS 6
adalah 0.0878 m, 0.09345 m, dan 0.0752 m . Defleksi
maksimal kebawah pada GPS 1, GPS 4 dan GPS 6 adalah
0.1116 m, 0.1138 m, dan 0.0909 m.
Nilai Defleksi vertikal pada tanggal 2 Juli 2015 yaitu

[3]
[4]
[5]
[6]

Meng, X. (2002). Real-Time Deformation Monitoring of Bridges Using


GPS/Accelerometers. England: The University of Nottingham.
Nababan, P. H. (2008). Structural Health Monitoring System Alat Bantu
Mempertahankan Usia Teknis Jembatan. Construction and Maintenance
of Main Span Suramadu Bridge.
Abidin,H.Z.(2007). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya.
Jakarta:Pradnya Paramita.
Maris, E. T.(2011). Studi Deformasi Jembatan Suramadu Akibat
Pengaruh Traffic Load. Geodesy.
Rezki, R. Y.(2014). Studi Pergeseran Sementara (Defleksi Vertikal)
Jembatan Suramadu.ITS.Surabaya.
Rahkman, Ferdian.(2015). Studi Deformasi Jembatan Kali Porong
Terhadap Pembebanan Menggunakan Teknologi GPS.ITS.Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai