Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. 1,3,4 Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak
termasuk kejang demam.1,3
3.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kirakira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering pada laki-laki.3,4,5 Kejang demam terjadi pada 2-4%
anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.1 Menurut IDAI, kejadian kejang
demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.3
3.3 KLASIFIKASI
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak

17

berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %


diantara seluruh kejang demam.3,4
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)3,4
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum


didahului kejang parsial

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone


A. Kejang Demam Sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG normal
B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam:
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang
pertama
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun
4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya
abnormal

3.4

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.

Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak
dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang
18

demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih,
resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga
epilepsi. 3,4,5,6
Faktor

risiko

terjadinya

epilepsi

ialah

adanya

gangguan

neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam


keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali
kejang demam kompleks. 5,6
3.5 PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru
dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2
dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
lipoid pada bagian dalam dan permukaan luar adalah ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion
di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase
yang terdapat pada permukaan sel. 5
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
-

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

19

Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi


atau aliran listrik dari sekitarnya.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau


keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan


meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan
muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
lainnya melalui neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang
pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga

20

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.


Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.5
3.6 MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan.1,2,5,6
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa
detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak. 1,2,5,6
3.7

DIAGNOSIS

a.Anamnesis

21

1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu


sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.2,5,6
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP. 2,5,6
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit, urinalisis dan gula darah.2,5-8

Cairan serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau

menyingkirkan

kemungkinan

meningitis.

Resiko

terjadinya

meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit


untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan
pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara
12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 2,5-8

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal. 2,3,5-8

Pencitraan
22

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography


scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik
fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema. 2,3,5-8
3.8 DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai
dengan kejang berulang tanpa demam. 2 Perlu disingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.
Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang
demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menagalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP
atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2,3
Secara umum penyebab kejang dapat dibagi menjadi :

(Gambar 1. Etiologi kejang )


3.9 PENATALAKSANAAN
a.

Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu

pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang
hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan
napas. Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, obat yang paling cepat
23

untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5


mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg
atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.3,4,7,8
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu
5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor resikonya. 3,4,7,8

24

(Gambar 2. Algoritma Tatalaksana Kejang )

1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan


diberikan berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.
2.

Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur


dengan cairan NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia
dan hipotensi.6

25

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan
adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.3,4,5,8
2.

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu
> 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel
dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam. 3,4,5,8
c.

Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut (salah satu) ;


- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan, kejang demam 4 kali per tahun.3,4,8
2.

Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat


26

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif


dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah
bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada
40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian
kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.3.4.8
3.10

EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang

tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya
telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang
diantaranya : 3.4.8
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a.

Tetap tenang dan tidak panik.

b.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala


miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.

Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan


sesuatu ke dalam mulut.
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
27

c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah


berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih .
3.11

PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal.


Angka kejadian epilepsi lebih tinggi pada kejang demam yang berulang dua
kali di banding kejang demam tidak berulang.
Faktor risiko terjadinya epilepsi sebagai berikut 3,4,8
-

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan

neurologis atau perkembangan.


Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau

saudara kandung.
Kejang berlangsung lebih lama dari 15 menit, multiple atau kejang
fokal (kejang demam kompleks).

Bila terdapat hanya satu faktor risiko kemungkinan terjadinya epilepsi di


kemudian hari 2%-3%, bila dua atau lebih faktor risiko kemungkinan
timbulnya epilepsi mencapai 10%.Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.3,4,5,8

BAB IV
PENUTUP

28

4.1 Simpulan
Masalah kejang pada anak sering kali merupakan gejala atau keluhan
utama yang menyebabkan orang tua berusaha mendapatkan pertolongan antara
lain dengan membawa berobat ke tempat layanan kesehatan. Etiologi dan
patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur
anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang.
Pada saat pasien datang dengan keluhan kejang, maka kita harus memilah
apakah kejang tersebut dikarenakan infeksi atau non infeksi. Penyebab lain kejang
yang disertai demam harus disingkirkan, seperti infeksi SSP dan yang dikarenakan
non infeksi, maka harus dicari apakah terdapat kelainan metabolik, kelainan
elektrolit, keganasan atau epilepsi.
Pada kejang demam , komplikasi berupa kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
juga tidak pernah dilaporkan.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer. Kejang Demam dalam Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI.2000.
2. Behnnan R.E., Kliegman R.M. Jensen HB, Nelson Text book of
pediatrics, 17th edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2007.
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismail S. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2006.
4. Hardiono D. Pusponegoro. Kejang Demam di Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan penerbit IDAI.2005.
5. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Accessed on November 2nd
2014. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/8015006.

overview
William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th edition.

United States of America: McGrawHill. 2009. Page 697-698.


7. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United
States: McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
8. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri. Vol.
4. No. 2 September 2002: 59 - 62

30

Anda mungkin juga menyukai