Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra.


Sistem

ini

membantu

mempertahankan

homeostasis

dengan

menghasilkan urine yang merupakan hasil sisa metabolisme (Soewolo,


2003).
Ginjal yang mempertahankan susunan kimia cairan tubuh melalui
beberapa proses, yaitu:
1) Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus
2) Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara
selektif zat zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari
tubulus ginjal ke kapiler peritubular.
3) Sekresi peritubular, sekresi zat zat dari kapiler darah ke dalam
lumen tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium,
asam urat, amino organic dan ion hydrogen, yang berfungsi untuk
memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan zat zat yang
mungkin merugikan.
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal
memiliki

sebuah ureter,

yang

mengalirkan

air

kemih

dari pelvis

renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke


dalam

kandung

kemih. Dari

melalui uretra,

kandung

meninggalkan

kemih,
tubuh

air

kemih

mengalir

melaluipenis (pria)

dan vulva (wanita).


A. keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus
ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin.
Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari
4,5 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi
1

makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang
basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah
yang

lebih

asam.

keseimbangan

Obat-obatan

asam-basa

jug

tertentu
adapt

dan

penyakit

mempengaruhi

gangguan
pH

urine.

Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu


lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi
hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur
mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami
lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi.
Urine dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu
asam urat.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :

pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi


saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea
menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus
ginjal, spesimen basi.

pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada


anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus,
asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.

B. Berat Jenis
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang
mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta
dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan
mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus
dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi
adalah 1,015 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12
jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai 1,026.
Defek

fungsi

dini

yang

tampak

pada

kerusakan

kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.

tubulus

adalah

BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi


reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan
BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien
baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara
intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat
molekul

rendah.

Kurangi

0,004

untuk

setiap

1%

glukosa

untuk

menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.


C. Kandungan Kimia dalam Urin:
Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus
muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan
gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau
daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti
diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu
glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis
diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi
enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
Protein
Biasanya,

hanya

sebagian

kecil

protein

plasma

disaring

di

glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein


urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam
setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai
proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah
yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air
panas

juga

dapat

menyebabkan

jumlah

protein

tinggi.

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi


albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik
yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan
3

hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat


molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe
penyakit tubulointerstitiel.
Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol
biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap
globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk
(terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah
difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar
dalam

darah

meningkat.

Bilirubinuria

dijumpai

pada

ikterus

parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif,


kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi
mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah
bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang
di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini
urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah
1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel
hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran
gastrointestinal

yang

melebehi

batas

kemampuan

hepar

untuk

melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi


hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh
sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan
bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia
sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif,
kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang
dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis,
4

diare

yang

berat.

Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau
dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat
dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk
tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi
berbagai jenis penyakit lainnya, memantau perkembangan penyakit

seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan


skrining terhadap status kesehatan umum.
1. Pemeriksaan Makroskopik
Urinalisis

dimulai

dengan

mengamati

penampakan

makroskopik : warna dan kekeruhan. Urine normal yang baru


dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna
kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai
dengan konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine
pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya
terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine
asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan juga bisa
disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran
volume ini pada pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena
itu pengukuran volume harus dilakukan secara berjangka selama 24
jam untuk memperoleh hasil yag akurat.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat
mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah di
urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam
tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna urin.
Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein
dalam urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah
Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen,
porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat
warna, bit, rhubab (kelembak), senna.

Oranye
Penyebab patologik : pigmen empedu.

Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih


(piridium), obat lain termasuk fenotiazin.

Kuning
Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin,
urobilin.
Penyebab

nonpatologik

wotel,

fenasetin,

cascara,

nitrofurantoin.

Hijau
Penyebab

patologik

biliverdin,

bakteri

(terutama

Pseudomonas).
Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif,
diuretik.

Biru
Tidak ada penyebab patologik.
Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.

Coklat
Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen
empedu.
Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.

A. Hitam atau hitam kecoklatan


Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin.
Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
2. Analisis Dipstik

Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang


ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu
7

sesuai

jenis

parameter

yang

akan

diperiksa.

Urine

dipstik

merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai


penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya
adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis,
darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.
Prosedur:

Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan


segera tutup wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam
urin

selama

menyentuhkan

dua
strip

detik.
di

Hilangkan
tepi

wadah

kelebihan
spesimen

urine

dengan

atau

dengan

meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna


diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna
rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip.
Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan
mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu
lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan
instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan
dalam pembacaan secara visual.
Urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning
atau kuing gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6,
berat jenis 1,001-1,035, bila agak lama berbau seperti amoniak (Basoeki,
2000).
Unsur-nsur normal dalam urine misalnya adanya urea yang lebih
dari 25-30 gram dalam urine. Urea ini merupakan hasil akhir dari
metabolisme protein pada mamalia. Ekskresi urea meningkat bila
katabolisme protein meningkat, seperti pada demam, diabetes, atau
aktifitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika terdapat penurunan
8

produksi urea misalnya pada stadium akhir penyakit hati yang fatal atau
pada asidosis karena sebagian dari nitrogen yang diubah menjadi urea
dibelokkan ke pembentukan amoniak (Soewolo, 2003).
Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8).
Bila masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfat dan sulfat
berlebihan dari hasil katabolisme protein. Keasaman meningkat pada
asidosis dan demam. Urine menjadi alkali karena perubahan urea menjadi
ammonia dan kehilangan CO2 di udara. Urine menjadi alkali pada alkalosis
seperti setelah banyak muntah. Pigmen utama pada urine adalah
urokrom, sedikit urobilin dan hematofopirin (Soewolo, 2003).
Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urine sangat
penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui
sekresi urine. Selain urine juga terdapat mekanisme berkeringat dan juga
rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam mempertahankan
homeostasis ini. Fungsi utama urine adalah untuk membuang zat sisa
seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum
menganggap urine sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang
terinfeksi, sehingga urinenyapun akan mengandung bakteri. Namun jika
urine berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis
urine sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari
tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri
akan mengkontaminasi urine dan mengubah zat-zat di dalam urine dan
menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan dari
urea.

BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

1. Uji Makroskopis Urin


a. Tes Warna
Alat dan Bahan : Urin, tabung reaksi
Prosedur
:
Isilah tabung reaksi kira-kira setinggi 1cm, perhatikan warna
urin pada sikap miring.
Warna dinyataka dengan : tidak

berwarna, kuning muda,

kuning tua, kuning, kuning campur merah, hijau, coklat, dan


seperti susu.
b. Kejernihan
Alat dan Bahan : Urin, tabung reaksi
Prosedur
:
Isilah tabung reaksi kira-kira

setinggi

1cm,

kejernihan urin pada sikap miring ke ara cahaya.


10

perhatikan

Kejernihan dinyatakan dengan : jernih, agak keruh, keruh dan


sangat keruh.
c. Bau Urin
Alat dan Bahan : Urin, tabung reaksi
Prosedur
:
Isilah tabung reaksi dengan urin, cium aroma urin.
Harus dibedakan : bau yang semula ada, dan bau yang timbul
dari urin tanpa pengawet. Urin yang normal memiliki bau
seperti amoniak.
2. Tes Pemeriksaan Kimia Urin
a. Uji pH, protein, dan glukosa dengan carik celup
Alat dan Bahan : Urin, tabung reaksi, strip uji
Prosedur
:
Isilah tabung reaksi dengan urin.
Masukkan carik celup sampai terendam urin, angkat.
Bandingkan wara pada carik celup dengan skala warna standar
pada botol kemasan strip.
b. Uji Reduksi Urin (Reaksi Benedict)
Alat dan Bahan : Urin, 2 buah tabung reaksi, penjepit tabung, rak
tabung, reagen

benedict, api bunsen, dan

pipet tetes.
Prosedur
:
Masukkan 5 ml reagen benedict ke dalam masing masing
tabung reaksi ( 1 tabung blanko, 1 tabung uji).
Tambahkan 5-8 tetes urin pada tabung uji.
Panaskan tabung dan isinya sampai mendidih sambil
digoyang-goyangkan.
Angkat, goyangkan, bandingkan dengan blanko, dan baca
hasilnya.
Penilaian :

c.

Tand

Keterangan

a
+

Tetap biru jernih


Hijau kekuning-kuningan dan

++
+++
+++

keruh
Kuning keruh
Jingga atau warna lumpur
Merah keruh

Pemeriksaan Berat Jenis


Urin

1. Metode piknometer
11

Alat dan Bahan

: urin, aqua dest, piknometer, timbangan

digital.
Prosedur
:
Timbang berat pikno kosong (W1).
Isi dengan aqua dest, timbang berat pikno+air (W2).
Keringkan pikno.
Isi dengan sampel urin, timbang berat pikno+urin (W3).
Masing-masing lakuka sebanyak 3x, cari berat rata-rata.
W 3W 1
Hitung BJ dengan rumus
W 2W 1
2. Metode Urinometer
Alat dan Bahan
: urin, gelas ukur 50mL, urinometer.
Prosedur
:
Tuang urin ke dalam gelas ukur hingga batas miniskus 50mL,
buang busa pada lapisan atas dengan sepotong kertas
saring.
Masukkan urinometer yang sesuai ke dalam gelas ukur, putar
urinometer supaya tidak menempel pada dinding gelas.
Baja BJ urin dengan memperhatikan skala yang tertera pada
urinometer.
d. Pemeriksaan Protein Urin
Alat dan Bahan : urin, 2 buah tabung reaksi, pereaksi Asam
sulfosalisilat 20%
Prosedur
:
Masukkan kurang lebih 2mL urin ke dalam masing-masing
tabung (1 blanko, 1 uji).
masukkan beberapa tetes asam sulfosalisilat 20% ke dalam
tabung uji, lalu kocok dan bandingkan.
Penilaian :
Tand

Keterangan

a
+

Tidak ada kekeruhan


Kekeruhan ringan tanpa butir-butir, kadar protein 0,01-

++
+++
+++

0,05%
Tampak butir-butir dan keruh, kadar protein 0,05-0,2%
Kekeruhan berkeping-keping, kadar protein 0,2-0,5%
Sangat keruh, berkeping-keping besar, bergumpal atau

memadat, kadar protein >5%

12

BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

A. Tabel Hasil Pengamatan:


1. Uji Makroskopis Urin
N
o
1
2

Nama Mahasiswa

Uji Warna

Kejerniha

Bau Urin

Ristia N

Kuning

n
Jernih

Mirip

Welly W

keemasan
Kuning

Jernih

Amoniak
Mirip

Adi S

Kuning

Jernih

Amoniak
Mirip

Fathia Garnisa

Kuning

Jernih

Amoniak
Mirip

Nurul Khotimah

Kuning

Jernih

Amoniak
Mirip
Amoniak

2. Uji Kimia pada Urin


No

Nama

Berat Jenis (g/ml)

Uji

Tes Carik Celup


13

Uji Protein

Piknomete

Urinomete

Benedic

Glukos

Ristia N

r
1,0117

r
1,006

t
-

a
-

Welly W

1,0018

1,006

3
4
5

Adi S
Fathia G
Nurul K

B.

1,0120

1,006

1,0052
1,0142

1,018
1,012

+
-

(As.sulfosalisilat

Protein

pH

6,

20%)
-

5
6,

5
7,

0,15
-

5
6
7

Pembahasan
Urinalisis merupakan istilah untuk tes urin secara umum, tes ini

dilakukan

untuk

mengevaluasi

kesehatan

seseorang,

mendiagnosis

kondisi medis, dan untuk mengetahui ada atau tidak adanya kelainan
metabolisme dalam tubuh seseorang. Tes pada urinalisis terdiri dari dua,
yaitu tes makroskopis urin dimana dilakukan pengamatan urin secara
organoleptik (visual) meliputi uji warna, kejernihan, serta bau (aroma).
Yang kedua adalah tes kimia urin, meliputi uji pH, pemeriksaan reduksi
urin seperti uji terhadap glukosa dengan pereaksi benedict, tes carik
celup, berat jenis urin, serta pemeriksaan protein urin dengan pereaksi
asam sulfosalisilat 20%.
Urin mengindikasikan kesehatan yang baik bila terlihat bersih,
berwarna kuning atau kuning gading, bila agak lama berbau seperti
amoniak. Bila tidak, maka ada maslah dalam tubuh seseorang. Kesehatan
yang bermasalah biasanya ditunjukkan oleh kekeruhan, aroma yang tidak
biasa, dan warna abnormal. Dari data tabel hasil praktikum makroskopis
urin, kelima sampel urin yang digunakan menunjukkan hasil pengamatan
makroskopis yang sesuai dengan teori, dimana semua urin berwarna
kuning, jernih, dan berbau seperti amoniak.
Tes pada urinalisis berikutnya adalah tes kimia urin. Selain
memenuhi kriteria pada hasil uji makroskopis, urin dikataka normal jika
memiliki pH berkisar antara 4,6 - 8,0 (rata-rata 6) dengan berat jenis
berkisar antara 1,0 01 1,0350.

14

Berat

jenis

berbanding

lurus

dengan

osmolalitas

urin,

yang

mengukur konsentrasi zat terlarut dalam urin, juga mengukur kepadatan


air seni yang dipakai untuk menilai kemampuan ginjal dalam memekatkan
dan mengencarkan urin. Dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
dengan metode piknometer dan dengan metode urinometer. Metode
pinkometer lebih efektiv dan akurat dibandingkan dengan metode
urinometer,

karena

pada

metode

urinometer

perhitungannya

menggunakan data hasil pembacaan skala, yang memungkinkan adanya


perbedaan pembacaan skala dari setiap individu, sehingga dikatakan
kurang akurat.
Level pH pada urin mengindikasikan kadar asam di urin, jika pH urin
tidak normal bisa bermakna gangguan ginjal atau pada saluran kencing.
Untuk mengetahui pH pada urin dilakukan tes carik celup, yang
menggunakan satu strip kertas uji yang dicelupkan ke dalam urin. Kertas
tersebut mengandung zat atau bahan yang dapat bereaksi dengan urin
yang akan menunjukkan hasil yang dapat diketahui dengan cara
membandingkan dengan skala rujukan yang telah tersedia (biasanya
menempel pada botol kemasan strip uji).
Selain uji pH pada metode carik celup pun dapat dipakai untuk
menguji

protein

albumin,

strip

uji

mengandung

indikator

warna

bromphenol blue yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif


terhadap

globulin,

mendeteksi

adanya

prostein,

Bence-Jones,

dan

mukoprotein.

protein

Bence-Jones

diguakan

pereaksi

Untuk
asam

sulfosalisilat, dimana pereaksi ini akan bereaksi dengan protein, jika hasil
uji didapatkan kekeruhan maka dapat dikatakan

bahwa dalam urin

tersebut mengandung protein Bence-Jones. Keberadaan protein dalam


urin diindikasikan adanya gangguan atau penurunan fungsi ginjal dalam
menyaring atau memfilter molekul-molekul besar. Seperti kita ketahui
bahwa protein merupakan makromolekul yang seharusnya dapat tersaring
dalam ginjal.
Sedangkan uji benedict dilakukan untuk mendeteksi keberadaan
gula

pereduksi,

seperti

glukosa.

Molekul

gula

memiliki

gugus

aldehid/keton bebas yang mereduksi ion cupri menjadi cuprioksida yang


15

tidak larut dalam air dan menyebabkan kekeruhan. Kekeruhan ini


menandakan adanya glukosa dalam urin, yang mengindikasikan adanya
penyakit diabetes mellitus pada tubuh seseorang.
Dari data tabel hasil praktikum kimia urin, didapatkan hasil
pengujian terhadap BJ dimana kelima sampel urin memiliki BJ normal atau
ada dalam rentang BJ normal yaitu antara

1,001 1,0350. Dapat

dikatakan bahwa kerja ginjal dalam memekatkan urin adalah normal /


tidak ada gangguan.
Untuk pengujian pH dengan carik celup didapatkan hasil yang
normal, dimana pH dari semua sampel urin masuk dalam rentang pH
normal yaitu antara 4,6 - 8,0 (rata-rata 6). Dapat dikatakan bahwa tidak
ada kelainan pada ginjal atau saluran kencing.
Untuk uji protein dengan tes carik celup didapatkan hasil positif
pada sampel kelompok 4, dimana ditemukan protein dengan nilai sesuai
skala yang ada yaitu sebesar 0,15. Dapat dikatakan bahwa adanya
klainan pada ginjal sehingga ginjal telah mengalami penurunan fungsi
dalam menyaring protein. Sedangkan untuk uji protein dengan pereaksi
asam sulfosalisilat menunjukkan hasil negatif. Dapat dikatakan bahwa
kelima sampel urin tidak mengandung protein Bence-Jones.
Sedangkan untuk uji benedict, didapatkan hasil positif pada sampel
urin kelompok 4.

Ini menunjukkan adanya molekul glukosa yang

terkandung dalam urin. Hal ini dapat mengindikasikan adanya potensi


penyakit diabetes mellitus pada sukarelawan tersebut.

16

BAB V
KESIMPULAN

Urinalisis adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kondisi


kesehatan seseorang melalui serangkaian uji terhadap urin sebagai hasil
sisa metabolisme. Uji pada urinalisis terdiri dari uji makroskopik urin
meliputi uji terhadap warna, kejernihan, serta bau (aroma urin). Hal ini
digunakan untuk mengetahui kenormalan urin berdasarkan visual. Urin
yang normal memiliki warna kuning, jernih, dan berbau seperti amoniak.
Jika hasil uji tidak menunjukkan demikian, maka dapat disimpulkan
sementara bahwa terjadi kelainan metabolisme pada tubuh seseorang.
Yang kedua adalah uji kimia pada urin, meliputi uji berat jenis, pH,
glukosa, protein, dan reduksi gula pada urin. Uji berat jenis urin digunakan
untuk mengukur kepadatan air seni serta untuk menilai kemampuan ginjal
untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Urin yang normal memiliki BJ
antara 1,001-1,035. Selanjutnya adalah uji pH pada urin, level pH pada
urin mengindikasikan kadar asam di urin. Jika pH urin tidak normal bisa
bermakna gangguan ginjal atau pada saluran kencing, pH normal urin
berkisar antara 4,6-8,0. Lalu uji protein dengan pereaksi asam sulfo
salisilat 20%, uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ginjal dalam
menyaring molekul. Yang terakhir adalah uji reduksi glukosa dengan
pereaksi benedict. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
glukosa yang ditemukan pada urin, yang mengindikasikan penyakin
diabetes mellitus.
Dari hasil praktikum uji makroskopik pada urin, semua sampel urin
menunjukkan hasil pengamatan makroskopis yang sesuai dengan teori,
17

dimana semua urin berwarna kuning, jernih, dan berbau seperti amoniak.
Sedangkan pada uji kimia urin, didapat BJ normal, yaitu antara 1,0011,035. Begitupun dengan pH, semua sampel urin memiliki pH normal,
yaitu antara 4,6-8,0. Pada uji reduksi urin dengan pereaksi benedict
didapatkan

hasil

mengindikasikan

positif
adanya

pada

sampel

potensi

urin

diabetes

kelompok
mellitus

4,
pada

hal

ini

tubuh

sukarelawan. Pada uji protein dengan metode carik celup, didapatkan


haasil positif pada sampel urin kelompok 4, hal ini berarti terdapat protein
albumin pada sampel urin tersebut. Sedangkan pengujian protein dengan
pereaksi Asam sulfosalisilat 20% didapatkan hasil negatif pada semua
sampel urin, dapat dikatakan bahwa semua sampel urin tersebut tidak
mengandung protein Bence-Jones.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ivanhoesada.com/id/artikel/urinalisis

http://rudy-indranatan.blogspot.com/2011/12/laporan-urinalisis.html
http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-1.html

18

Anda mungkin juga menyukai