Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Bab 2. PendahuluanProfil Wilayah Studi


2.1

Latar Belakang

2.2

Kondisi Geografis

2.2.1

Letak Wilayah

Secara geografis Kota Bau-Bau terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 5.21
5.33 Lintang Selatan dan di antara 122.30 122.47 Bujur Timur atau terletak di sebelah Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri terletak di Jazirah Tenggara
Pulau Sulawesi, atau terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 0245' - 0615' Lintang
Selatan dan 12045' - 12430' Bujur Timur.
Wilayah Kota Bau-Bau berbatasan dengan:
Utara

Selat Buton

Selatan

Kecamatan Pasar Wajo, Kabupaten Buton

Barat

Kecamatan Kadatua, Kabupaten Buton Selatan

Timur

Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton

Sumber : Peta RIP Pelabuhan Baubau 2013

Gambar 2. 1 Lokasi pekerjaan.

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber : Peta RIP Pelabuhan Baubau 2013

Gambar 2. 2 Foto Udara lokasi pekerjaan.

2.2.2

Luas Wilayah

Kota Bau-Bau mempunyai wilayah daratan seluas 221 km, luas laut mencapai 30 km merupakan
kawasan potensial untuk pengembangan sarana dan prasarana transportasi laut (Tabel 2.1).
Tabel 2. 1 Luas Lahan di Kota Bau-Bau per Kecamatan.
No

Kecamatan

Luas (Ha)

Betoambari

2789

Bungi

4771

Kokalukuna

944

Murhum

645

Sorawolio

8325

Wolio

1733

Lea-lea

2893

Sumber:http://www.baubaukota.go.id/

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

2.2.3

Iklim

Keadaan iklim di daerah Kota Bau-Bau umumnya sama dengan daerah lain disekitarnya yang
mempunyai 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu udara berkisar 20 C
33 C.
Musim hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember dan Maret, pada bulanbulan tersebut angin
barat
yang
bertiup
dari
Asia dan Samudera
Pasifik mengandung
banyak uap
air,
musim kemarau terjadi mulai bulan Mei sampai bulan Oktober, pada bulan-bulan ini angin timur yang
bertiup dari Australia kurang mengandung uap air.

2.3
2.3.1

Kondisi Demografi
Penduduk

Jumlah penduduk Kota Bau-Bau menurut hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 1990 berjumlah 77.224
jiwa dan sepuluh tahun kemudian pada tahun 2000 mencapai 106.092 jiwa, sehingga laju
pertumbuhan penduduk per tahun selama 10 tahun sebesar 3,23%. Angka pertumbuhan ini cukup
besar karena dipicu oleh adanya eksodus baik dari Ambon maupun dari Timor Leste. Hasil registrasi
penduduk pada akhir tahun 2006 berjumlah 122.339 jiwa. Dari jumlah tersebut terdapat penduduk
laki-laki sebanyak 57.027 jiwa (46,61%) dan perempuan 65.312 jiwa (53,39%).
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Kota Bau-Bau sebanyak 137.118 jiwa,
dengan kepadatan sebesar 1.113 per km, dan pertumbuhan sebesar 2,975% per tahun.
Kota Bau-Bau memiliki 6 (enam) Kecamatan dengan masing-masing luasan wilayah dan jumlah
penduduk seperti tertera padaError: Reference source not found di bawah ini.
Tabel 2. 2 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk kecamatan di Kota Bau-Bau.
No

Kecamatan

Luas Daerah
(km2)

Jumlah Penduduk
(Jiwa)

Kepadatan per km2


(Jiwa)

Betoambari

27,89

14.594

6.186

Bungi

47,71

6.369

133

Kokalukuna

9,44

16.122

1.707

Murhum

6,45

44.986

6.975

Sorawolio

83,25

6.941

83

Wolio

17,33

34.727

2.004

Lea-lea

28,93

6.953

246

221

130.692

17.334

Jumlah

Sumber: BPS Kecamatan Dalam Angka tahun 2010

2.3.2

Ketenagakerjaan

Penduduk usia kerja di Kota Bau-Bau pada tahun 2005 sebanyak 95.880 orang, sebanyak 51.610
orang atau 53,83 persen merupakan angkatan kerja dan sisanya sebanyak 44.270 orang atau 46,17
persen bukan angkatan kerja (Error: Reference source not found). Angkatan kerja tersebut terdiri dari
40.495 orang (78,46 persen) adalah bekerja dan 11.115 orang (21,54 persen) merupakan pencari
kerja (penggangguran terbuka).

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Tabel 2. 3 Angkatan kerja Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2005.
Penduduk Usia Kerja
Kota/Kecamatan

Tahun 2005
Angkatan Kerja

Bukan Angkatan Kerja

Jumlah

51.610

44.270

95.880

Bau-Bau
Sumber: BPS tahun 2012

2.3.3

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Berdasarkan nilai nominal PDRB Triwulan IV-2013, Sektor Pertanian merupakan sektor terbesar
dalam pembentukan PDRB, yaitu mencapai 29,18 persen. Sektor lain yang juga memberi kontribusi
besar adalah Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 20,23 persen.
Berdasarkan harga konstan tahun 2000, perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV-2013 tumbuh
sebesar 3,95 persen terhadap triwulan sebelumnya (q to q). Pertumbuhan ekonomi triwulanan
tersebut ditopang oleh seluruh sektor ekonomi. Dibandingkan dengan data triwulan yang sama tahun
sebelumnya (y on y), perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan IV tumbuh sebesar 8,18 persen.
Nominal PDRB Sulawesi Tenggara tahun 2013 masih menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi
sektor terbesar dengan kontribusi 29,87 persen. PDRB rill tahun 2013 tumbuh sebesar 7,28 persen,
lebih rendah dari pertumbuhan yang dicapai pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar 10,41 persen.
Dari sisi pengeluaran, PDRB Sulawesi Tenggara Triwulan IV-2013 didominasi komponen pengeluaran
konsumsi sebesar 75,33 persen yang terdiri dari 52,54 persen pengeluaran konsumsi rumah tangga
(termasuk pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba) dan 22,79 persen pengeluaran konsumsi
pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi Triwulan IV-2013 sangat ditopang komponen Investasi (PMTB dan perubahan
inventori). Komponen ini memberi sumbangan pertumbuhan terhadap triwulan sebelumnya (q to q)
sebesar 6,96 persen dan terhadap triwulan yang sama tahun sebelumnya (y on y) sebesar 16,88
persen.

2.4
2.4.1

Prasarana Wilayah
Aksesibilitas

Kota Bau-Bau adalah daerah penghubung Connecting Area antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)
dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), selain itu bagi masyarakat daerah hinterland-nya, Kota Bau-Bau
berperan sebagai daerah akumulator hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah tersebut,
dengan penghubung menggunakan pelabuhan Fery ASDP, yaitu Pelabuhan Batulo.
Kota Bau-Bau dapat diakses secara langsung dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
1. Melalui laut dengan
menggunakan kapal laut
PELNI
yang
menyinggahi Pelabuhan
Murhum sebanyak 24 kali dalam sebulan. Lamanya perjalanan dari Jakarta ke Bau-Bau selama 3
hari.
2. Melalui pintu udara dari Jakarta melalui Kendari dengan menggunakan pesawat Garuda, Lion Air,
dan Sriwijaya selama 3 jam selanjutnya menuju ke Bau-Bau dengan menggunakan jet foil (kapal
cepat) selama 5 jam sambil menikmati pemandangan pesisir Pulau Buton dan Pulau Muna
3. Melalui Makasar ke Bau-Bau dengan menggunakan pesawat Lion Air dan Garuda.

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

2.4.2

Infrastruktur Jalan

Pada tahun 2010 panjang jalan di Kota Bau-Bau secara keseluruhan adalah 216,53 Km, yang terdiri
dari jalan beraspal sepanjang 192,87 Km (89,32 %) dan Jalan kerikil 23,66 Km (10,67%) . Dilihat dari
kondisi jalan di Kota Bau-Bau, dalam kondisi baik sepanjang 170,22 Km, kondisi sedang sepanjang
26,68 Km, sepanjang 11,59 Km dalam kondisi rusak dan rusak berat adalah 8,040 Km. Berdasarkan
data dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Bau-Bau, jalan usaha tani tidak termasuk kedalam jaringan
jalan kota dan total jalan usaha tani yang dikeluarkan dalam daftar jaringan jalan kota sepanjang
49,22 km.
Sedangkan pada tahun 2011 panjang jalan di Kota Bau-Bau secara keseluruhan sepanjang 243,13
km, yang terdiri dari jalan beraspal sepanjang 195,26 km (80,31 persen), dan Kerikil 47,84 km (19,68
persen). Kalau dilihat dari kondisi jalan di Kota Bau-Bau, kondisi jalan yang baik sepanjang 211.66 km,
sepanjang 19,25 km dalam kondisi sedang kemudian sepanjang 12,22 km dalam kondisi rusak.
Selengkapnya dapat dilihat pada rincian Error: Reference source not found.
Tabel 2. 4 Panjang jalan menurut pemerintah yang berwenang Tahun 2010-2011 (km).
2010
Rincian

Jenis
Permukaan

Negara

Provinsi

Kabupaten

Jumlah

Negara

Aspal

62,08

130,79

192,87

62,08

Kerikil

23,66

23,66

Tanah
Tidak
diperinc
i

62,08

154,45

Baik

47,96

Sedang

6,08

Jumlah

Kondisi
Jalan

Jumlah

2011
Provins
i
0

Rusak
Rusak
Berat

Kabupaten

Jumlah

133,21

195,29

47,84

47,84

216,53

62,08

181,05

243,13

122,26

170,22

53,50

158,16

211,66

20,60

26,68

6,08

13,17

19,25

11,59

11,59

2,50

9,72

12,22

8,040

8,04

62,08

154,45

216,53

62,08

181,05

243,13

Sumber: BPS Tahun 2011-2012

2.4.3

Jaringan Listrik

Keseluruhan kebutuhan listrik di Daerah Kota Bau-Bau dipenuhi oleh Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Perkembangan daya terpasang listrik PLN dari tahun ke tahun menunjukan adanya
peningkatan. Demikian juga produksi listrik dan nilai penjualan listrik mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Sedangkan untuk jumlah pelanggan dan jumlah listrik terjual
tahun 2011 mengalami penurunan. Pada tahun 2010 daya terpasang sebanyak 21.799.570 Kw,
sedangkan pada tahun 2011 mencapai 30.478.250 Kw atau meningkat 39,81 persen. Jumlah
pelanggan tahun 2011 sebanyak 21.187 atau menurun sebesar 9,11 persen dibanding tahun 2010
yang mencapai 23.308 pelanggan (Error: Reference source not found).
Listrik terjual tahun 2010 sebanyak 43.630.794 KwH, sedangkan tahun 2011 menurun menjadi
42.145.635 KwH. Nilai penjualan listrik tahun 2010 sebanyak 29.712.673 ribu rupiah meningkat pada
tahun 2011 yang mencapai 32.126.611 ribu rupiah.

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Tabel 2. 5 Pelanggan, daya, produksi dan tenaga listrik 2004-2011.


Tahun

Pelanggan

Daya Terpasang (Kw)

Produksi Listrik (Kwh)

2004

15.437

14.313.150

22.248.988

2005

15.715

15.057.000

28.008.940

2006

16.188

15.967.720

26.213.745

2007

16.642

17.539.020

32.360.836

2008

16.704

18.477.320

37.490.868

2009

16.737

18.709.770

41.139.383

2010

23.308

21.799.570

50.784.400

2011

21.187

30.478

Sumber: BPS Tahun 2011-2012

2.5

Potensi Sumber Daya Alam

2.5.1

Potensi Pertanian

Kota Bau-Bau dengan luas 22.100 hektar pada tahun 2011, sebesar 35,93 persennya merupakan
lahan yang diusahakan untuk pertanian yang terdiri dari tanah sawah sebesar 6 persen, lahan
tegal/kebun sebesar 12,91 persen, lahan perkebunan sebesar 7,82 persen, ladang/huma sebesar
5,85 persen, lahan untuk tanaman kayu-kayuan sebesar 3,08 persen, dan lahan untuk tambak, kolam,
tebat dan empang sebesar 0,27 persen. Sedangkan wilayah hutan negara masih cukup luas terdapat
di Kota Bau-Bau yang sangat penting sebagai daerah resapan air hujan.

2.5.2
2.5.2.1

Potensi Perikanan dan Kelautan


Perikanan

Meskipun secara kewilayahan Kota Bau-Bau hanya memiliki luas wilayah lautan sebesar 200 mil,
namun demikian potensi perikanan yang berasal dari daerah sekitar (khususnya Kabupaten Buton)
terakumulasi di Kota Bau-Bau, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal maupun untuk
kebutuhan ekspor. Berbagai jenis hasil produksi perikanan yang terakumuiasi di Kota Bau-Bau seperti
Ikan Pelagis Besar (Tuna, Cakalang), Ikan Pelagis Kecil (Julung-julung, Layang, Kembung), Ikan
Demersal (Sunu, Kerapu, Kakap, Boronang, Ekor kuning, Lobster, Pari) serta hasil laut lainnya seperti
Cumi-cumi pulpen, Teripang, Kerang-kerang (biota laut), Benur, Eucheuma, Spinosum dan
sebagainya.
2.5.2.2

Rumput laut

Dengan garis pantai sepanjang 42 Km, Kota Bau-Bau berpotensi menjadi penghasil rumput laut.
Disamping itu, wilayah sekitarnya yaitu perairan Kab. Muna, Buton, Buton Utara dan Bombana juga
memiliki potensi sangat besar sebagai produsen berbagai jenis rumput laut. Bahkan, berdasarkan
potensi yang dimiliki, sejak tahun 2005 Provinsi Sulawesi Tenggara telah ditetapkan sebagai pusat
pengembangan komoditi rumput laut oleh Badan Kerjasama Pengembangan Regional Sulawesi
(BKPRS), dimana Kota Bau-Bau sebagai outlet utama pengembangan komoditi dimaksud.
Wilayah pengembangan budidaya rumput laut di Kota Bau-Bau tersebar pada berbagai kelurahan
yang terlektak di daerah pesisir, yaitu Kelurahan Palabusa, Kalia-Lia, Kolese dan Lowu-Lowu
(Kecamatan Bungi), Kelurahan Lakologou, Waruruma, Sukanaeyo dan Liwuto (Kecamatan

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Kokalukuna), Kelurahan Nganganaumala, Wameo, Tarafu dan Bone-Bone (Kecamatan Murhum),


Kelurahan Katobengke, Lipu dan Sulaa (Kecamatan Betoambari). Luas areal perairan yang dapat
dimanfaatkan bagi pengembangan budidaya rumput laut berkisar 960 Ha di sepanjang garis pantai
potensial, yaitu sekitar 23 Km untuk Kecamatan Bungi dan Kokalukuna, dan sekitar 9 Km untuk
Kecamatan Murhum dan Betoambari. Namun demikian, hingga tahun 2007 lahan perairan yang
dimanfaatkan sekitar 111,6 Ha.
Jenis rumput laut yang dikembangkan terbatas pada Euchema Cottoni dan Euchema Spinosum.
Pelaksanaan budidaya masih dilakukan secara tradisional, yaitu penyebaran bibit pada bentangan tali
pada permukaan air dengan menggunakan rakit apung yang terbuat dari bambu, dengan masa
pemeliharaan hingga panen sekitar 40-45 hati. Perkembangan produksi rumput laut dalam tiga tahun
terakhir cenderung mengalami peningkatan. Data perdagangan antar pulau Kota Bau-Bau
menunjukkan bahwa subsektor perikanan memberikan konstribusi sebesar Rp. 35.515.917.500 atau
48,23% dari total nilai perdagangan sebesar Rp. 73.647.270.835. Sementara itu, komoditi rumput laut
memberikan sumbangan terbesar dibandingkan 66 komoditi subsektor perikanan lainnya, yaitu
sebesar Rp. 12.988.100 (36,57%).
2.5.2.3

Mutiara

Ada dua jenis budidaya mutiara yang kini di budidayakan dan berkembang di Kota Bau-Bau, yaitu
Pinctada Maxima yang menghasilkan mutiara bundar (Round Pearl) dan jenis Pteria Penqu yang
menghasilkan mutiara blister (Haft Pearl). Jenis Pinctada Maxima diusahakan oleh PT. Tiara Indo Pea,
sebuah perusahaan PMA dari Jepang. Sedangkan jenis Pteria Penqu selain diusahakan oleh
perusahaan nasional (CV. Selat Buton) juga banyak dibudidayakan oleh para petani setempat.

2.6
2.6.1

Pelabuhan Bau-Bau Berdasarkan RIP Baubau 2013


Koordinat Pelabuhan Bau-Bau

Secara Geografis Pelabuhan Bau-Bau terletak diantara 5 02716,5 Lintang Selatan dan 12203631,4
Bujur Timur, tepatnya Pelabuhan Bau-Bau terletak di Kota Bau-Bau bagian selatan Sulawesi
Tenggara, untuk lebih tepatnya Pelabuhan Bau-Bau ini berada di Pulau Buton yang terletak di Selat
Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap ke utara.

2.6.2

Kondisi Perairan

Kondisi perairan di Pelabuhan Bau-Bau sangat sesuai sebagai pelabuhan dimana kondisi kedalaman
serta posisi kolam pelabuhan yang terlindung dari perairan bebas. Kedalaman perairan di lokasi
dermaga antara 9-12 meter. Gambaran mengenai kondisi bathimetri Pelabuhan Bau-Bau
digambarkan pada peta berikut.

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Gambar 2. 3 Kondisi kedalaman perairan di wilayah Pelabuhan Baubau.

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber : Peta RIP Pelabuhan Baubau 2013

Gambar 2. 4 Peta bathimetri Pelabuhan Baubau.

2.6.3

Hidrooceanografi (Pasang Surut, Gelombang dan Salinitas)

Pasang surut di Kota Bau-Bau berdasarkan tipenya termasuk kategori pasut campuran condong ke
harian ganda/mixed tide prevailing semi diurnal, di mana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang
dan dua kali air surut, dengan bilangan Formzahl (F) sebesar 0,77.
Kisaran pasang surut (tidal range), saat pasang purnama (spring tide), tinggi muka air ketika pasang
maksimum mencapai 246,9 cm dan tinggi muka air pada saat surut minimum rata-rata berkisar 100,1
cm. Sedangkan saat pasang perbani (neap tide), tinggi muka air pada saat pasang maksimum
mencapai 210,1 cm dan tinggi muka air pada saat surut minimum rata-rata berkisar 136,9 cm.
Gelombang maksimum di Kota Bau-Bau terjadi tiga kali dalam setahun yakni pada musim Barat
(Desember-Februari), bulan pertama musim peralihan I (Maret), dan bulan terakhir musim peralihan II
(November). Sedangkan karakteristik gelombang minimum terjadi pada musim timur (Juni-Agustus)
dan sebagian peralihan I dan II yakni bulan April-Mei dan September-Oktober.
Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang
berpengaruh terhadap proses sedimentasi ataupun abrasi pantai. Pola arus pantai ditentukan
terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang datang dengan garis pantai. Jika
sudut datang cukup besar maka akan terbentuk arus menyusur pantai (longshore current), sedangkan
jika sudut gelombang datang sejajar dengan pantai maka akan terjadi arus meretas pantai (rip
current). Antara dua jenis arus pantai ini, yang memiliki pengaruh besar terhadap transpor sedimen
pantai adalah arus menyusur pantai.
Arah transport sedimen di Kota Bau-Bau searah dengan arus menyusur pantai. Pada arah barat dan
barat daya, arus dan transportasi sedimen menyusur pantai bergerak dari kiri ke kanan, sedangkan
pada arah timur dan timur laut bergerak dari kanan ke kiri pantai. Arus dan transportasi sedimen dari
arah barat dan timur laut terjadi di seluruh pesisir Kota Bau-Bau. Khusus di Kecamatan Betoambari,

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

selain dari arah barat dan timur laut, arus dan transportasi sedimen juga datang dari arah barat daya
dan timur.
Parameter oseanografi yang penting dalam sirkulasi untuk mempelajari asal usul massa air adalah
suhu dan salinitas. Suhu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografi,
musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air dan udara seperti alih panas, penguapan, dan
hembusan angin. Sedangkan salinitas dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, misalnya muara sungai,
musim, serta interaksi antara laut dan daratan.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan salinitas rata-rata di perairan Kecamatan Betoambari oleh
Lembaga Napoleon (2005), suhu perairan Baubau khususnya Kecamatan Betoambari berada dalam
kisaran antara 2729o. Secara umum parameter suhu dan salinitas perairan Kecamatan Betoambari
dapat mendukung pertumbuhan terumbu karang. Suhu perairan di daerah ini relatif stabil karena tidak
termasuk lokasi yang sering terjadi penaikan air. Sedangkan salinitasnya berkisar antara 33-36 ,
yang menunjukkan kandungan garam berkisar antara 33-36 g/kg air laut.

2.6.4

Pengembangan Pelabuhan Bau-Bau

Pengembangan fasilitas perairan di Pelabuhan Bau-Bau didasarkan pada kebutuhan perairan yang
dapat mengakomodasi kebutuhan pergerakan masa datang. Usulan pegembangan fasiilitas perairan
menjadi dasar untuk penetapan DLKR dan DLKP pelabuhan. Pendekatan perhitungan yang
diolakukan untuk pengembangan fasilitas perairan adalah perhitungan dengan kebutuhan maksimal
(ultimate) meski tetap ada kebutuhan pada setiap tahapan pengembangan. Hal ini didasarkan pada
kondisi ketersediaan area yang sangat memadai dan cukup luas yang memungkinkan perencanaan
area perairan ditetapkan sekaligus sebagai bagian dari kawasan DLKR dan DLKP Pelabuhan.
Pengembangan fasilitas dapat dilihat pada peta-peta berikut.

10

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber : Peta RIP Pelabuhan Baubau 2013

Gambar 2. 5 Rencana tata guna perairan tahap 3 Pelabuhan Bau-Bau.

11

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber : Peta RIP Pelabuhan Baubau 2013

Gambar 2. 6 Rencana detail tata guna perairan Pelabuhan Bau-Bau.

12

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Sumber : Peta RIP Pelabuhan Baubau 2013

13

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Gambar 2. 7 Rencana tata guna daratan Pelabuhan Bau-Bau.Pelabuhan merupakan infrastruktur publik yang sangat bermanfaat untuk mendukung
pengembangan perdagangan dan perekonomian nasional. Perencanaan pelabuhan yang tidak tepat mengakibatkan pelayanan pelabuhan yang
kurang efisien. Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhan, setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan, serta untuk penyelenggaraan pelabuhan yang efektif dan efisien
perlu disusun Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp).
Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan
atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp) adalah
perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Penentuan batas-batas yang
jelas dalam penyelenggaraan pelabuhan sangat diperlukan. Hal ini dibutuhkan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi pihak penyelenggara
pelabuhan laut dan pengguna jasa pelabuhan serta untuk menjamin keselamatan pelayaran dan kelancaran serta ketertiban penyelenggaraan
pelabuhan.
Batas-batas DLKr daratan ditetapkan dengan mempertimbangkan rencana tata guna tanah dan pengelolaan daratan untuk kepentingan pembangunan
fasilitas pelabuhan laut. Selain itu, batas batas DLKr perairan juga ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek operasional seperti olah gerak kapal,
alih muat antar kapal, tempat labuh dan kolam pelabuhan. Sedangkan batas-batas DLKp perairan ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek
keselamatan pelayaran.
Dasar Hukum Pelaksanaan Pekerjaan
Dasar hukum pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKr) ini
adalah :
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.
Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan, Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan, Lampiran
Keputusan Dirjen Hubla Nomor : PP.001/2/19DJPL-14 Tanggal 5 Agustus 2014.
Pedoman Teknis Kegiatan Pengerukan dan Reklamasi, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen
Perhubungan, Tahun 2006.
Berikut ini akan dibahas mengenai tinjauan literatur yang dipergunakan sebagai dasar pemahaman inti pekerjaan dalam mendesain perencanaan
pekerjaan, baik secara teknis maupun pendekatan tahapan pekerjaan.
Dasar Hukum Penetapan Standar Pengukuran DLKr/DLKp Pelabuhan
Dasar hukum penetapan standar pengukuran DLKR-DLKP Pelabuhan adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 tahun 2009 Bab III
Bagian Kedua, Daerah Lingkungan Kerja Dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Penyebarangan Pasal 30 (Daerah Lingkungan Kerja) dan
Pasal 31 (Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan).

14

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Pasal 30 :
Ayat (1)
Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan terdiri dari : wilayah daratan dan wilayah perairan.
Ayat (2)
Wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.

Ayat (3)
Wilayah perairan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antar kapal,
kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan
kebutuhan.
Pasal 31 :
Ayat (1)
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan.
Ayat (2)
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk :
alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan;
keperluan keadaan darurat;
penempatan kapal mati;
percobaan berlayar;
kegiatan pemanduan kapal;
fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
pengembangan pelabuhan jangka panjang.
Dasar Hukum Penetapan Standar Pengukuran DLKr/DLKp Pelabuhan
UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

15

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Berdasarkan UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Pasal 70 Ayat (1) Huruf a, Yang dimaksud dengan pelabuhan laut adalah pelabuhan yang
dapat digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan.
Jenis pelabuhan terdiri atas:
pelabuhan laut; dan
pelabuhan sungai dan danau.
Hirarki pelabuhan laut berdasarkan UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yaitu:
pelabuhan utama;
pelabuhan pengumpul; dan
pelabuhan pengumpan.
Pembangunan pelabuhan laut dilaksanakan berdasarkan izin dari:
Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; dan
Gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.
Pembangunan pelabuhan laut harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan, kelestarian lingkungan, dan memperhatikan keterpaduan intra-dan
antarmoda transportasi.
Penjelasan lebih lanjut dalam UU No 17 tahun 2008 tentang pelayaran, terutama pada Bab V mengenai Jenis Angkutan di Perairan dijelaskan sebagai
berikut :
angkutan laut;
angkutan sungai dan danau; dan
angkutan penyeberangan.
Angkutan laut terdiri atas:
angkutan laut dalam negeri;
angkutan laut luar negeri;
angkutan laut khusus; dan
angkutan laut pelayaran-rakyat.
Peraturan Pemerintah 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan
Berdasarkan PP 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan yang dimaksud dengan pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk
melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas

16

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda
transportasi.
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut
dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
PP 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan pada Bab II Pasal 6 menjelaskan tentang tatanan kepelabuhan nasional, yang terdiri dari:
Jenis pelabuhan terdiri atas :
pelabuhan laut; dan
pelabuhan sungai dan danau.
Pelabuhan laut digunakan untuk melayani:
angkutan laut; dan/atau
angkutan penyeberangan.
Pelabuhan laut secara hierarki terdiri atas:
pelabuhan utama;
pelabuhan pengumpul; dan
pelabuhan pengumpan.
Penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang diusahakan
secara komersial harus memenuhi ketentuan:
kegiatan pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan;
kegiatan pemerintahan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar; dan
kegiatan pengusahaan dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan yang mengusahakan pelabuhan laut untuk melayani angkutan penyeberangan.
Penyelenggara pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang belum diusahakan
secara komersial dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pemerintah, Unit Pelaksana Teknis pemerintah provinsi, atau Unit Pelaksana Teknis
pemerintah kabupaten/kota.
Keputusan Menteri Perhubungan No. 414 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional

17

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Perencanaan Pelabuhan di Indonesia Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 414 tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional,
dimana kriteria hirarki pelabuhan untuk Pelabuhan dijelaskan sebagai berikut :
Pelabuhan Utama
Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional.
Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional antar pulau 500 mil dan jalur pelayaran nasional 50 mil.
Memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil.
Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
Kedalaman kolam pelabuhan minimal -9 m LWS.
Berperan sebagai tempat alih muat petikemas/curah/general cargo/penumpang internasional.
Melayani angkutan petikemas 300.000 TEUs/Tahun atau angkutan lain yang setara.
Memiliki dermaga petikemas/curah/general cargo minimal 1 (satu) tambatan, peralatan bongkar muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan
penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai.
Berperan sebagai pusat distribusi petikemas/curah/general cargo/penumpang di tingkat nasional dan pelayanan angkutan petikemas internasional.
Pelabuhan Pengumpul
Kebijakan pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah.
Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil.
Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional 50 mil
Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
Berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota propinsi dan kawasan pertumbuhan nasional.
Kedalaman kolam pelabuhan -7 m LWS.
Memiliki dermaga multipurposeminimal 1 tambatan dan peralatan bongkar muat.
Berperan sebagai pengumpul angkutan petikemas/curah/general cargo/penumpang nasional.
Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
Pelabuhan Pengumpan Regional
Berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antar provinsi.
Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan kabupaten/kota.

18

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi.


Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan pengumpul dan pelabuhan utama.
Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan pengumpul dan/atau pelabuhan pengumpan lainnya.
Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota kabupaten dalam propinsi.
Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
Melayani luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang.
Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam 1 (satu) provinsi.
Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau 25 mil.
Kedalaman maksimal pelabuhan -7 m LWS.
Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m.
Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya 20 50 mil.
Pengumpan Lokal
Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta peningkatan pembangunan kabupaten/kota.
Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota.
Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang.
Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan/atau pelabuhan pengumpan regional.
Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda
transportasi laut.
Berperan sebagai tempat pelayananmoda transportasi laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain
sebagai terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan hidup masyarakat di sekitarnya.
Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut regular kecuali keperintisan.
Kedalaman maksimal pelabuhan -4 m LWS
Memiliki fasilitas tambat atau dermaga dengan panjang maksimal 70 m.
Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan lokal lainnya 5 20 mil.
Jaringan Transportasi Laut

19

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Jaringan transportasi laut sebagai salah satu bagian dari jaringan moda transportasi air mempunyai perbedaan karakteristik dibandingkan moda
transportasi lain yaitu mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan jarak jauh antar pulau dan antar negara.
Jaringan Prasarana
Jaringan prasarana transportasi laut terdiri dari simpul yang berwujud pelabuhan laut dan ruang lalu lintas yang berwujud alur pelayaran. Pelabuhan
laut dibedakan berdasarkan peran, fungsi dan klarifikasi serta jenis. Berdasarkan jenisnya pelabuhan dibedakan atas:
Pelabuhan umum digunakan untuk melayani kepentingan umum sesuai ketetapan pemerintah dan mempunyai fasilitas karantina, imigrasi dan bea
cukai.
Pelabuhan khusus yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu
Hirarki berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan laut terdiri dari:
Pelabuhan internasional hub (utama primer) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan bongkar muat penumpang
dan barang internasional dalam volume besar karena kedekatan dengan pasar dan jalur pelayaran internasional serta berdekatan dengan jalur laut
kepulauan Indonesia.
Pelabuhan lnternasional (utama sekunder) adalah pelabuhan utama yang memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan bongkar muat penumpang dan
barang nasional dalam volume yang relatif besar karena kedekatan dengan jalur pelayaran nasional dan internasional serta mempunyai jarak tertentu
dengan pelabuhan internasional lainya.
Pelabuhan nasional (utama tersier) adalah pelabuhan utama memiliki peran dan fungsi melayani kegiatan bongkar muat penumpang dan barang
nasional dengan volume sedang dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan
pertumbuhan wilayah, mempunyai jarak tertentu dengan jalur/rute lintas pelayaran nasional dan antar pulau serta berada (dekat) dengan pusat
pertumbuhan wilayah ibukota kabupaten/kota dan kawasan pertumbuhan nasional.
Pelabuhan regional adalah pelabuhan pengumpan yang berfungsi untuk melayani kegiatan bongkar muat penumpang dan barang dalam jumlah kecil
dan jangkauan pelayanan antar kabupaten/kota serta merupakan pengumpan kepada pelabuhan utama.
Berdasarkan peran dan fungsi pelabuhan khusus yang bersifat nasional/internasional yang melayani kegiatan bongkar muat barang berbahaya dan
beracun (B3) dengan lingkup pelayanan yang bersifat lintas provinsi dan internasional. Penyelenggaraan pelabuhan umum dapat dibedakan atas
pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau dapat dilimpahkan pada BUMN, dan pelabuhan umum yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota atau dapat dilimpahkan pada BUMD. Ruang lalu lintas laut (seaways) adalah bagian dari ruang perairan yang
ditetapkan untuk menampung kapal lautyang berlayar atau berolah gerak pada satu lokasi/pelabuhan lainnya melalui arah dan posisi tertentu.
Alur pelayaran adalah bagian dari ruang lalu lintas laut yang alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan pelayaranlainnya
dianggap layak untuk dilayari. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang
berwenang. Berdasarkan fungsi ruang lalu lintas laut dikelompokkan atas:
Ruang lintas laut dimana pada lokasi tersebut instruksi secara positif diberikan dari pemandu (sea traffic controller) kepada nahkoda, contoh : alur
masuk pelabuhan, daerah labuh/anchorage area, kolam pelabuhan, daerah bandar dan sebagainya;

20

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Ruang lalu lintas laut dimana pada lokasi tersebut hanya diberikan informasi tentang lalu lintas yang diperlukan meliputi antara lain informasi tentang
cuaca, kedalaman, pasang surut, arus, gelombang dan lain-lain.
Alur pelayaran terdiri dari : alur pelayaran internasional yaitu alur laut kepulauan untuk perlintasan yang sifatnya terus menerus, langsung dan cepat
bagi kapal asing yang melalui perairan Indonesia (innoncent passages), seperti Selat Lombok-Selat Makassar, Selat Sunda-Selat Karimata, Laut
Sawu-Laut Banda-Laut Sumatera Barat, Laut Timor-Laut Banda-Laut Sumatera Barat, yang ditetapkan dengan memperhatikan factor-faktor
pertahanan keamanan,keselamatan berlayar, rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional, tata ruang kelautan, konservasi sumber
daya alam dan lingkungan, dan jaringan kabel/pipa dasar laut serta rekomendasi organisasi internasional yang berwenang
Maksud dan Tujuan
Maksud
Maksud dilaksanakannya kegiatan penyusunan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp)
guna memberikan arahan dalam penyelenggaraan pelabuhan dan pemanfaatan ruang di pelabuhan baik di sisi darat maupun di sisi perairan.
Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini antara lain adalah:
Memberikan batas-batas penyelenggaran pelabuhan laut sesuai rencana induk pelabuhan yang telah ditetapkan berdasarkan kebutuhan operasional
pelabuhan.
Memberikan jaminan keselamatan pelayaran dan kelancaran serta ketertiban dalam penyelenggaraan pelabuhan.
Memberikan kepastian hukum dan kepastian usaha bagi pihak penyelenggara pelabuhan laut maupun pengguna jasa pelabuhan laut serta pihak
terkait lainnya.
Lingkup Proyek dan Lingkup Tugas
Lingkup Proyek
Lingkup pekerjaan ini mencakup kegiatan penentuan batas-batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Laut Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara yang dibiayai
dari dana DIPA Satker Peningkatan Fungsi Pelabuhan dan Pengerukan Pusat. Kegiatan ini dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2015.
Lingkup Kegiatan
Untuk mencapai tujuan dilaksanakannya kegiatan ini dan memastikan proses implementasi yang komprehensif maka pelaksanaan kegiatan ini akan
mencakup berbagai aktifitas berikut ini dan akan melibatkan berbagai unit terkait :
Penyesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional/Tatanan Kepelabuhan Nasional
Pengumpulan data Rencana Induk Pelabuhan dengan pendekatan kebutuhan operasional.
Melaksanakan survey lapangan untuk mendukung reviu penyusunan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan (DLKp), yang meliputi kegiatan:

21

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Pengamatan lapangan secara visual;


Dokumentasi keadaan lapangan melalui foto-foto;
Wawancara kondisi lapangan dengan pejabat setempat, penduduk setempat, dan para pengguna jasa pelabuhan;
Pengukuran wilayah Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.
Penetapan luasan kebutuhan ruang daratan dan perairan pelabuhan sesuai Rencana Induk Pelabuhan berdasarkan kebutuhan operasional
Indikator Keluaran (Kualitatif) dan Keluaran (Kuantitatif)
Indikator Keluaran (Kualitatif)
Indikator Keluaran (Kualitatif) meliputi:
Tersedianya kajian batas-batas penyelenggaraan pelabuhan laut berdasarkan rencana induk pelabuhan yang telah ditetapkan.
Tersedianya kepastian hukum dan kepastian usaha bagi pihak penyelenggara pelabuhan laut maupun pengguna jasa pelabuhan laut maupun
pengguna jasa pelabuhan laut serta pihak terkait lainnya.
Tersedianya jaminan keselamatan pelayaran dan kelancaran serta ketertiban dalam penyelenggaraan pelabuhan.
Keluaran (Kualitatif)
Hasil pekerjaan Reviu Penyusunan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp) dilaporkan
secara tertulis dalam bentuk buku yang dijilid dengan baik dan disusun secara sistematis beserta softcopy-nya dalam bentuk CD atau DVD.
Laporan Pendahuluan (Hasil Reconnaissance Survey)
Laporan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) buku. Isi laporan meliputi :
Hasil pengumpulan data sekunder dan survey pendahuluan.
Rencana kerja, tahapan dan metode survey disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Laporan Antara (Interim Report)
Laporan dibuat sebanyak 10 (sepuluh) buku dan menyampaikan laporan pekerjaan survey lapangan.
Draft Laporan Akhir
Setelah seluruh pekerjaan lapangan dan pekerjaan Reviu Penyusunan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan (DLKp) selesai, disusun Draft Laporan Akhir sebanyak 10 (sepuluh) buku yang merupakan penyempurnaan Laporan Antara
(seperti tersebut sebelumnya), ditambah dan dilengkapi dengan analisa dan perhitungan kebutuhan DLKr daratan, DLKr perairan dan DLKp serta
hasil pemetaan.
Laporan Akhir

22

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Haris reviu dan koreksi final dari Draft Laporan Akhir disusun ke dalam Laporan Akhir yang dibuat sebanyak 10 (sepuluh) buku.
Laporan Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)
Laporan Ringkasan Eksekutif dibuat sebanyak 5 (lima) buku yang meliputi antara lain :
Ringkasan hasil Reconnaissance Survey.
Ringkasan hasil survey lapangan.
Analisa dan perhitungan kebutuhan DLKr daratan, DLKr perairan dan DLKp serta hasil pemetaan.
Softcopy dari seluruh Laporan
Seluruh data yang diperoleh dan laporan selama pelaksanaan pekerjaan dalam bentuk softcopy dihimpun dalam 1 (satu) CD atau DVD dan diserahkan
kepada Pengguna Jasa pada saat akhir pekerjaan bersama-sama dengan Laporan Akhir.
Lokasi Pekerjaan
Pekerjaan ini berlokasi di Kota Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 1.2.

23

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Gambar 1.1 Lokasi Pekerjaan

24

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

25

LAPORAN PENDAHULUAN
Penyusunan Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara

Gambar 1.2 Foto Udara Lokasi Pekerjaan


Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penyusunan batas-batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Bau-Bau
Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 5 (lima) bagian, bagian pertama berupa Bab Pendahuluan, bagian kedua berupa Bab Profil Wilayah Studi,
bagian ketiga berupa Bab Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan, bagian keempat berupa Bab Tenaga Ahli Dan Organisasi, dan bagian terakhir adalah
Bab Rencana Kerja.
Adapun rincian lebih lengkap adalah sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, dasar hukum pelaksanaan pekerjaan, maksud dan tujuan, lingkup pekerjaan dan lingkup penugasan dari pekerjaan ini.
BAB 2 Profil Wilayah Studi
Bab ini berisi mengenai geografis, iklim, topografi dan geologi, demografis, sarana prasarana yang ada serta potensi yang dimiliki daerah Bau-Bau
Provinsi Sulawesi Tenggara secara umum.
BAB 3 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Bab ini menguraikan mengenai metodologi pelaksanaan pekerjaan yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini.
BAB 4 Tenaga Ahli dan Organisasi
Bab ini menguraikan tentang komposisi tenaga ahli, jadwal penugasan tenaga ahli serta struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan.
BAB 5 Rencana Kerja
Bab ini menguraikan mengenai rencana pelaksanaan pekerjaan, jadwal pelaksanaan pekerjaan serta sistem pelaporan.

26

Anda mungkin juga menyukai