Anda di halaman 1dari 5

Demam Tifoid

Definisi
Demam tifoid ialah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi (S. typhi), ditandai dengan demam yang berkepanjangan (lebih dari satu
minggu), gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran.
S.typhi ialah bakteri gram negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora,
berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel kariotik. Bakteri ini
mudah tumbuh dalam perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau
sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan
biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang
cukup lama. S.typhi mempunyai beberapa antigen: antigen O, antigen H, antigen Vi dan Outer
Membrane Protein terutama porin (OMP).
Beberapa antigen S.typhi:
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh bakteri. Struktur
kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C selama 2
5 jam, alkohol dan asam yang encer.
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae S. typhi dan berstruktur
kimia protein. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60C dan pada pemberian
alkohol atau asam.
3. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang melindungi bakteri dari
fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada
suhu 60C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui
adanya karier.
4. Outer Membrane Protein (OMP)
Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya.

OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan
komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran
hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap
proteolisis dan denaturasi pada suhu 85100C. Proteinnonporin terdiri atas protein OMP A,
protein A dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum
diketahui dengan jelas.
Patofisiologi
S.typhi masuk melalui mulut, biasanya bersama makanan dan minuman yang
terkontaminasi. S.typhi yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah bening
lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus.
Saat bakteri masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian bakteri mati oleh asam lambung
dan sebagian bakteri masuk ke usus halus. Setelah berhasil melewati usus halus, bakteri masuk
ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati,
empedu, dan lain-lain).Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi
dalam feses. Faktor host yang ikut berperan dalam resistensi terhadap infeksi S.typhi adalah
keasaman lambung, flora normal usus dan daya tahan usus.

Gambar 2.1 Patofisiologi Demam Tifoid


Sumber: Nasronuddin, et al. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, p.
121-24.

Asam lambung (HCL) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya bakteri
S.typhi dan bakteri usus lainnya. Jika S.typhi masuk bersama-sama cairan, maka terjadi
pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit

yang masuk. Daya hambat hidroklorida (HCL) ini akan menurun pada waktu terjadi
pengosongan lambung, sehingga S.typhi dapat masuk ke dalam usus penderita . S.typhi
seterusnya memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau
submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak S.typhi. Setelah itu,
S.typhi memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah
bakterimia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding
kandung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu,
maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif
terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat dari pada invasi tahap
pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil
sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas.
Demam tifoid merupakan salah satu bakteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh
dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem
hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus halus, kelenjar limfe
abdomen, limpa dan sumsum tulang.
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang
disebabkan oleh toksin bakteri oleh hiperplasia sel limfoid . Pada minggu ketiga timbul ulkus
yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu
usus akibat mukosa yang nekrotik. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika
submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai
membran serosa.akibat terjadinya ulkus maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga
perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun
demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia
yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus
dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus
dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid
yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung bakteri
S.typhi sehingga terjadi baktbakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit
tersebut. (Ranjan L, dkk, 2001)

Gambaran Klinik
Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa : anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, lidah kotor, gangguan saluran pencernaan.
Minggu Pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi
39C hingga 40C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung . Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi.
Tanda khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa
kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam
dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit
(rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak
merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna.
Minggu kedua.
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu,
pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi . Suhu badan yang
tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang
semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan
kesadaran.

Minggu ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika
terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan
berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya
jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah
terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi
yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.
Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar.
Relaps
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya
menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu
yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan
gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak
diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

Nasronuddin, et al. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Press, p.
121-24.
Soemarsono, W. Patogenesis, Patofisiologi dan Gambaran Klinik Demam Tifoid. Jakarta:
Simposium Demam Tifoid FK UI. 2008.

Anda mungkin juga menyukai