PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.1 Beberapa dekade
terakhir ini, insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat
diseluruh penjuru dunia. Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk
dunia beresiko terserang demam dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari
penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah Asia Tenggara. WHO
memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.1
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena
masih banyak daerah endemic. Daerah endemic pada umumnya merupakan sumber
penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejasian luar biasa (KLB) DBD
umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus diwilayah tersebut. Untuk
membatasi penyebaran penyakit DBD dibutuhkan gerakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) yang terus-menerus, pengasapan (fogging), dan larvasidasi.2
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di
Asean, dengan jumlah kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI),
melaporkan kasus DBD tahun 2011 di Indonesia menurun dengan jumlah kasus
49.486 dan jumlah kematian 403 orang. Di idonesia kasus DBD pertama kali terjadi
di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi
dan telah terjadi KLB akibat DBD.1,2
Demam Berdarah Dengue terutama menyerang kelompok umur balita sampai
dengan umur 15 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Kejadian Luar Biasa(KLB)
biasanya terjadi di daerah endemis ( kawasan berkembangnya penyakit tertentu) dan
berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Di Indonesia penyakit ini mulai
1
penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypthi di seluruh
pelosok tanah air.1,4
1.2 Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana masalah
kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri dari unsur
biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila
didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat menerapkan
pelayanan dokter keluarga secara paripurna dan holistik pada pasien DBD dengan
mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip penatalaksanaan pasien
DBD berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui cara penegakan diagnosis klinis DBD di fasilitasi pelayanan
primer.
b. Mengidentifikasi diagnose psikososial pada pasien DBD.
c. Mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan DBD.
d. Mengetahu terapi DBD dengan pendekatan holistic pada fasilitas pelayanan
dokter primer.
e. Mengetahui dan melakukan pengendalian DBD dalam hal ini pengobatan
maupun pencegahan DBD.
1.2.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
2.1.
Kerangka Teoritis
Gambaran Penyebab DBD
5
Faktor pengetahuan
Gigitan nyamuk Aedes aegypti
Betina yang terinfeksi Kompleks Antigen Antibodi
Gizi
PEJAMU
PEKA
Kepadatan hunian
INFEKSI
DEMAM
BERDARAH
DENGUE
Mekanisme DBD
2.2.1 Definisi
Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue. Virus ini dibawa oleh vektor penyakit (nyamuk Aedes
aegypti) dengan masaa tunas (inkubasi) 1-7 hari. Penyakit ini seringkali berakibat
fatal dan berat, dimana kematian terjadi 40%-50% penderita dengan syok.3,4
2.2.2 Epidemiologi
a. Epidemiologi berdasarkan distribusi orang
1) Umur
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi pada kelompok
umur >15 tahun (95%), sekarang mengalami pergeseran dengan adanya
peningkatan proporsi penderita DBD pada kelompok umur 15-44 tahun,
sedangkan proporsi penderita kelompok umur >45 tahun sangat rendah. 6
2) Jenis Kelamin
Bila dilihat distribusi kasus berdasarkan kelamin, pada tahun 2008,
persentase laki-laki dan perempuan hamper sama. Hal ini menggambarkan
bahwa resiko terjadinya DBD tidak tergantung jenis kelamin.7
3) Status Gizi
6
DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak sebagai penyebab. (2) Keempat
serotype ini ditemukan di Indonesia, namun DEN-3 merupakan serotype terbanyak.9
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
yang lain. Disamping itu urutan infeksi serotipe merupakan suatu faktor risiko karena
lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan
renjatan, sedangkan faktor risiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang
diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.10
Di dalam tubuh manusia,
virus
bekembangbiak
dalam
sistem
Virus
Dengue
netralisasi, fusi dan interaksi dengan reseptor virus berhubungan dengan protein
pembungkus.11
Vektor Virus Demam Berdarah
Virus-virus Dengue ditularkan oleh nyamuk-nyamuk dari famili Stegomya,
yaitu Aedes aegypti, Aedes albopticus, Aedes scuttelaris, Aedes polynesiensis dan
Aedes niveus. Di Indonesia Aedes aegypti dan Aedes albopticus merupakan vektor
utama.Keempat virus telah ditemukan dari Aedes aegypti yang terinfeksi. Spesies ini
dapat berperan sebagai tempat penyimpanan dan replikasi virus.10
Kedua spesies nyamuk tersebut termasukke dalam Genus Aedes dari Famili
Culicidae.Secara morfologis keduanya sangat mirip, namun dapat dibedakan dari
strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya.Skutum Ae. aegypti berwarna hitam
dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis
lengkung berwarna putih. Sedangkan skutum Ae. albopictus yang juga berwarna
hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya.6
Bak Mandi / WC
Tempat Minuman Burung dalam sangkar
Air tandon
Air dalam Tempayan / gentong yang tidak ditutup rapat.
Kaleng-kaleng bekas yang dapat menampung air
Ban-bban bekas yang dapat menampung air
10
11
dengue dengan tipe yang berbeda. Infeksi yang pertama kali dapat memberikan gejala
sebagai DD. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnesik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1,2,14
Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan
lain, terutama sistem retikuloendoteal dan kulit secara bronkogen maupun
hematogen.2 Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Hanstead dan
peneliti lain: menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadi infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksisk sehingga diproduksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF, IL1, PAF (platelet activating factor), Il6
dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma.1 Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks
virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.14
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1. Supresi
susmsum tulang dan 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler
dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapat antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan pertanda degranulasi trombosit.14
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada DBD stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada DBD
13
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi
faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak.14
2.2.5 Faktor Resiko
Secara garis besar kejadian DBD dipengaruhi oleh faktor individu (host),
virus (agent) yang dibawa oleh nyamuk dan epidemiologi. Faktor individu meliputi
umur, jenis kelamin, ras, status gizi, adanya infeksi lain dan respon penderita terhadap
virus. Dari aspek epidemiologi DBD dipengaruhi oleh banyaknya orang yang rentan
terhadap DBD, kepadatan vektor, sirkulasi virus dan endemisitas wilayah. Sedang
faktor agent meliput keganasan (virulence) dan jenis virus (serotype).11,13
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
perkembangbiakan virus dengue yaitu : 1). Vektor : perkembangbiakan vektor,
kebiasaan mengigit, kepadatan vektor dilingkungan, transportasi vektor dari satu
tempat ke tempat lain; 2). Penjamu : terdapatnya penderita dilingkungan/keluarga,
mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan :
curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.14
Berkaitan dengan pengendalian nyamuk sebagai vektor pembawa virus
dengue, terdapat empat komponen yang mempengaruhi keberadaan nyamuk yaitu:
jenis nyamuk (Aedes aegypti, Aedes albopictus), perilaku manusia/host (kebiasaan
menguras tempat penampungan air, kebiaan menggantung pakaian), lingkungan fisik
(tempat penampunhan air, ketinggian tempat, iklim dan tata guna tanah), lingkungan
biologis (tanaman sekitar rumah, tanaman hias, pemeliharaan ikan) dan lingkungan
kimiawi (penggunaan pestisida dan abatisasi).11
2.2.6 Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD).14
14
Pada umumnya pasien mengalami fase demam yang selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan tidak adekuat.14
darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT: dapat meningkat
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
15
9. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah
10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan Ig G terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke3 menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, igG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2.
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta aat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama samapi
hari kedelapan. Sensitivitas antigen NS 1 sampai 63%-93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
virus. Hasil negatif dari NS 1 tidak menutupo kemungkinan menyingkirkan
adanya infeksi virus dengue.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi permbesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG.14
2.2.8 Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodromal yang tidak khas seprti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang
dan perasaan lelah.14
Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:14
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Mialgia/atralgia
16
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (peteki atau uji bendung positif)
Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien
DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Peteki, ekimosis atau purpura
o Pendarahan mukosa (tersering epiktaksis atau pendarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda plasma leakage (kebocoran plasma). Sebagai
berikut:
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura,
asites
atau
hipoproteinemia
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.14
DERAJAT PENYAKIT14
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
DD/DBD Deraja Gejala
Laboratorium
t
17
DD
DBD
DBD
II
Leukopenia
Trombositopenia (-)
Serologi dengue Positif
bendung positif
Trobositopenia
Adanya
kebocoran
ditambah
plasma
Trobositopenia
Adanya
kebocoran
Gejala
di
atas
pendarahan spontan
DBD
DBD
III
Gejala
atas
ditambah
kegagalan sirkulasi (kulit dingin
plasma
Trobositopenia
Adanya
kebocoran
IV
plasma
Trobositopenia
Adanya
kebocoran
terukur
plasma
di
18
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Yaitu dengan gerakan 3M Plus :
Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
dan sosial dari tiap anggota. Undang-Undang No.10 tahun 1992 menyatakan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak
atau ayah, ibu dan anak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998)
menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang tediri
dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat
di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
DBD :
1. Harus mampu mengenal masalah yang berkaitan dengan penyakit DBD,
keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa cara seperti
penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah ataupun
peran aktif keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD.
2. Harus mampu memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu anggota
keluarga yang terkena penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat
memutuskan tindakan yang tepat pada anggot keluarganya yang terkena
DBD dengan membawanya ke Rumah Sakit. Keputusan harus diambil
keluarga karena keluarga yang dapat memantau anggota keluarganya
yang terkena DBD.
3. Harus dapat menciptakan lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga
ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan penyakit DBD karena
nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak di lingkungan rumah
yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat melakukan
tindakan 3 M pada lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya
DBD.
Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah
keterlibatan semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan
emosional. Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara
sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit DBD. Maironah
20
keluarga
dapat
memberikan
bubuk
abate
pada
tempat-tempat
penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air.
4. Perilaku, memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan
nyamuk penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat
tidur, merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik pintu, memakai
lotion atau obat nyamuk lain pada saat tidur.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya seperti
memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan melakukan pemeriksaan
jentik berkala.15
21
BAB III
METODOLOGI STUDI KASUS
3.1 Jenis Studi Kasus
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing
kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan.untuk melakukan
penerapan pelayanan dokter layanan primer secara paripurna dan holistik terutama
tentang pendekatan diagnosis holistik penderita DBD di Puskesma Pertiwi pada tahun
2015.
3.2 Lokasi dan Waktu melakukan Studi Kasus.
22
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di puskesmas
Pertiwi pada tanggal 28 Mei 2015. Selanjutnya dilakukan home visit untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita, home visit dilakukan 2 kali :
1. Tanggal 28 Mei 2015
2. Tanggal 31 Mei 2015
3.3 Pengumpulan data /informasi
Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan penderita
informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal dengan pasien
dan atau keluarganya dan analisis data.
3.4 Cara Pengumpulan data/informasi
Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL STUDI KASUS
A. PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An.MJ
Umur
: 9 tahun
Suku Bangsa
: Makassar
Agama
: Islam
Status Marital
: Belum Kawin
Alamat
ANAMNESIS
Pasien anak laki-laki berumur 9 tahun datang ke puskesmas dengan
keluhan demam yang dialami sejak 3 hari yang lalu, demam dirasakan terus-
23
menerus, menggigil tidak ada, keringat tidak ada,. Nyeri kepala ada sejak 3
hari yang lalu, nyeri belakang mata ada. Batuk tidak ada, sesak tidak ada.
Mual ada, muntah ada sejak 2 hari yang lalu, nyeri perut tidak ada.
Buang air kecil : lancar kesan cukup
Buang air besar : biasa kuning
Riwayat perdarahan hidung, gusi tidak ada
Riwayat buang air besar hitam tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Keadaan Umum
Vital sign
Kesadaran
GCS
Tek. Darah
Frek. Nadi
Frek Pernapasan
Suhu
BB
Tinggi Badan
Status Generalis :
- Kepala
THT
Leher
Paru-paru
: sakit sedang
: Compos Mentis
: 15
: 90/60 mmHg
: 88 x/menit
: 20 x/menit
: 38,5 C
: 20 kg
: 130 cm
: Normocephal
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera
Ikterik (-/-), Pupil bulat, isokor
: Dalam Batas Normal
: Pembesaran KGB dan tiroid (-)
24
Inspeksi
Palpasi
kiri
: fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan
Perkusi
Auskultasi
kiri
: sonor seluruh lapang paru
: vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
ICS
linea
midklavikula sinistra
: batas jantung kanan ICS IV linea sternalis
dextra batas jantung kiri ICS V linea
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
midklavikula sinistra
: bunyi jantung I dan II normal, murmur(-)
: simetris, datar, kelainan kulit (-), pelebaran
Auskultasi
Palpasi
vena (-)
: bising usus normal
: nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-), hepatomegali
Perkusi
Ekstremitas
Status Lokalis : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pasien, dokter
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan NS1, dan hasil yang diperoleh adalah
NS1 (+).
PENATALAKSAAN
25
B. KELUARGA
Profil Keluarga
1 Karakteristik Keluarga
No
Nama
1.
Ny. S
2.
Nn.M
3.
An. MJ
4.
An.M.S
Kedudukan
dalam keluarga
Ibu kandung
Saudara
Kandung
Pasien
Saudara
Kandung
Gender
Umur
Pendidikan
35 thn
SD
14 thn
9 thn
2 thn
Tidak
sekolah
Belum tamat
SD
Belum
sekolah
Pekerjaan
Buruh harian
lepas
-
26
Kesimpulan
Keluarga An. MJ tinggal di
Luas rumah : 8 x 6 m2
Rumah panggung
lingkungan
rumah
oleh
anggota
keluarga.
27
Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa pola
prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap nyamuk kurang baik, hal ini dapat
dinilai dengan :
a. Saat tidur tidak memakai kelambu
b. Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk
c. Mengenakan lengan panjang untuk menghindari gigitan
d. Menutup ventilasi dengan kasa
4
KMS.
Asuransi / Jaminan Kesehatan
Keluarga An.MJ tergolong keluarga dengan status ekonomi rendah,
namun keluarga ini sudah memiliki asuransi jaminan kesehatan yaitu
Keterangan
mencapai
pelayanan kesehatan
Kesimpulan
An.MJ
berobat
Puskesmas
mengendarai
ke
dengan
kendaraan
28
umum.
Tarif pelayanan kesehatan Murah
Menurutnya
kualitas
pelayanannya
dinilai
memuaskan
sehingga
Kualitas
pelayanan
kesehatan
6
datang
Memuaskan
pasien
kembali
mau
untuk
berobat.
buah-buahan
dan
susu.
Keluarga
An.MJ
selalu
membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan serta
merapikan dan membersihkan peralatan makan mereka setelah selesai
makan.
b Menerapkan pola gizi seimbang :
Keluarga An.MJ masih belum menerapkan pola gizi seimbang kepada
seluruh anggota keluarga karena keterbatasan ekonomi. Sehingga keluarga
ini jarang mengkonsumsi buah-buahan dan susu untuk asupan gizi yang
seimbang.
7
29
pasien untuk minum obat secara rutin, minum air putih yang banyak,
2
makan teratur.
Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Adapun faktor-faktor yang menghambat dalam kesembuhan An.MJ
antara lain jumlah ventilasi dan jumlah jendela yang tidak sesuai dengan
ketentuan rumah sehat sehingga siklus udara di dalam rumah yang sangat
minim, jarangnya membuka jendela rumah sehingga terasa lembab, rumah
tidak mendapat pencahayaan sinar matahari yang cukup, sehingga
membuat rumah menjadi gelap, terdapatnya banyak kaleng-kaleng yang
dapat menampung air sehingga dapat dijadikan tempat untuk berkembang
biaknya jentik-jentik penyebab demam berdarah, kebiasaan anggota
keluarga yang menggantung pakaiannya dan menumpuk pakaian yang
bersih sehingga dapat dijadikan tempat persembunyian nyamuk penyebab
demam berdarah, kondisi lingkungan sekitar rumah yang berada dalam
pemukiman padat penduduk, dan tingkat ekonomi keluarga yang cukup
rendah sehingga menyebabkan daya beli keluarga terhadap bahan-bahan
pokok makanan rendah, sehingga kualitas makanan yang dikonsumsi juga
rendah.
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1
TANGGAL
INTERVENSI,
DIAGNOSTIK
HOLISTIK,
DAN
RENCANA SELANJUTNYA
Pertemuan ke 1 : 28 Mei 2015
Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1. Memperkenalkan diri dengan pasien.
2. Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.
3. Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien
4. Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosioekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.
30
Masalah lingkungan
Lingkungan tempat tinggal An.MJ merupakan lingkungan yang padat
penduduk dan letak rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling
menempel. An.MJ jarang membuka jendela rumahnya sehingga terasa
lembab. Dan juga rumah An.MJ dibagian bawah terdapat kaleng-kaleng
bekas yang tidak terpakai, banyaknya pakaian yang digantung serta di
tumpuk yang dapat digunakan oleh nyamuk untuk berkembang biak
maupun untuk bersembunyi, sanitasi di lingkungan rumah An. MJ sangat
buruk tidak masuk dalam lingkunagan yang sehat.
Diagnosis Holistik
Untuk melakukan diagnostik holistik yang komprehensif maka diperlukan
tinjauan dari beberapa aspek antara lain :
1 Aspek personal
Pasien datang berobat bersama ibunya di Puskesmas Pertiwi dengan
keluhan demam. Hal ini dilakukan karena pasien terlihat sangat lemas dan
31
pengetahuan
tentang
pentingnya
menjaga
kebersihan
32
An.MJ.
Aspek fungsional
Secara aspek fungsional, sekarang pasien sedikit mendapatkan
kesulitan dan merasa kurang mampu dalam hal fisik dan mental untuk
melakukan aktifitas di dalam maupun di luar rumah, dikarenakan kondisi
tubuh pasien yang lemah.
33
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus DBD yang dilakukan di layanan primer
(PUSKESMAS) mengenai penatalaksanaan penderita DBD dengan pendekatan
diagnose holistik, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1
dan masih
34
Aspek personal
Aspek klinik
: DBD
Aspek Fungsional
35
Saran
1. Kepada anak yang menderita DBD agar selalu menjaga kesehatan,
kebersihan lingkungannya dan mengatur pola makan yang baik untuk
meningkatkan imunitas pasien.
2. Sebaiknya peranan keluarga dalam memelihara kesehatan dan lingkungan
sehat lebih ditingkatkan lagi dalam upaya pencegahan DBD terutama pada
keluarga dengan anak yang menderita DBD.
3. Sebaiknya dilakukan pencegahan penyakit DBD disekitar wilayah kerja
puskesmas dengan lebih intensif, terutama saat musim hujan.
4. Promosi kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas
berkaitan dengan gaya hidup, sanitasi dan lingkungan sekitar akan sangat
membantu dalam penanggulangan penyakit DBD.
5. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap
masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang rentan terhadap
serangan penyakit DBD.
36
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Suhendro LN, Khie Chen, Herdiman T.Pohan. Demam Beerdarah Dengue. In:
Aru W.Sudoyo Bs, Idrus Alwi, Marcellus Simadribata K, Siti Setiati, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. V ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.
2773-9.
37
10. Frans EH. Patogenesis Infeksi Virus Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya. 2010.
11.
12.
Bagus Uda Palgunadi AR. Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit Demam
Berdarah Dengue. FK Universitas Wijaya Kusuma.
13.
14.
15.
38