Anda di halaman 1dari 7

Steve Charles, MD & William O.

Edward, MD
kolagen dan lepasnya sebagian perlekatan retina, dan
bukan pembentukan kavitas. Walaupun vitreus dapat
berpindah ke inJerior saat memisah dari retina, proses ini
menghasilkan gaya yarrg lebih kecil pada zond-zona perlekatan vitreoretina dibandingkan dengan gaya traksi
yang dihasilkan oleh pergerakan mata sakadik. Gaya
dinamik, yang terinduksi oleh gerak sakadik, berperan
penting dalam perkembangan robekan retina, kerusakan
permukaan retina, dan perdarahan dari pembuluh-pembuluh yang robek (Gambar 9-3). Kontraksi vitreus lebih
lanjut akibat invasi epitel pigmen retina, sel glia, atau sel

ffi PENDAHULUAN
Pada tiga dekade terakhir abad ke dua puluh' terlihat suatu

peningkatan minat yang luar biasa terhadap vitreus


dengan semakin berkembangnya bedah vitreoretina. Sebelum masa ini, sejumlah besar pasien dibutakan oleh
penyakit-penyakit vitreoretina yang tak dapat dioperasi'
Tujuan dari bab ini adalah untuk membantu para oftalmolog umum dan optometris menyadari indikasi bedah
vitreoretina, yang banyak di antaranya bersifat sensitif
terhadap waktu. Banyak kondisi vitreoretina mempunyai
implikasi dengan dokter keluarga, dokter penyakit dalam,
dokter di ruang gawat darurat, dan dokter anestesi.

ANATOMI VITREUS DAN RETEVANSINYA


DENGAN PATOLOGI
Vitreus mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri
atas matriks serat kolagen tiga-dimensi dan gel asam hialuronat (Gambar 9-1). (Terminologi terdahulu, "vitreous
humor" jarang digunakan saat ini.) Sembilan puluh delapan persen dari vitreus tersusun atas air' Permukaan luar
vitreus, dikenal sebagai korteks, berkontak dengan lensa
(korteks vitreus anterior) dan memiliki daya lekat yang
berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreus posterior) (Gambar 9-2).
Proses penuaan/' perdarahan, peradangan, trauma,
miopia, dan proses-proses lain sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreus. Korteks vitreus posterior
kemudian,memisahkan diri dari retina pada daerah yang
perlekatannya lemah dan dapat menimbulkan traksi pada
daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenarnya, vitreus tidak pernah lepas dari basisnr"a. Vitreus juga
melekat pada nervus opticus dan, dengan keeratan yang

kurang, pada makula dan pembuluh-pembuluh retina.


Perlekatan ke daerah makula adalah suatu faktor yang bermakna dalam patogenesis membran epimakula dan lubang

makula.
Sebelumnya dipelajari bahwa vitreus membentuk kavitas dari suatu proses yang dikenal sebagai sineresis, yang
pada akhirnya menimbulkan "kolaps" vitreus' Sekarang,
diyakini bahwa faktor utamanya adalah perubahan pada

radang dapat menimbulkan traksi statik yang cukup kuat


untuk melepaskan retina tanpa disertai robekan retina.
Sebelum bedah vitreoretina, traksi pada retina diduga
disebabkan oleh "pita-pita" vitreus, dan begitu banyak
vpaya yarrg tidak menghasilkan telah dilakukan untuk
memotong pita-pita ini dengan gunting. Gambaran yang
diperlihatkan oleh sistem endoiluminasi vitreoretina telah
menambah pengetahuan anatomi kita dan menunjukkan
bahwa pita-pita ini berbatasan langsung dengan korteks
vitreus posterior tembus pandang, yang juga berperan
pada banyak traksi.

PEMERIKSAAN VITREUS DAN PERTEMUAN


VITREORETINA
Vitreus yang normal pada dasarnya bersifat tembus pandang, tetapi mampu menghasilkan gaya yarrg kuat pada
retina. Traksi vitreoretina sering terjadi karena pengaruh
bentuk permukaan retina (Gambar 9-4). Vitreus yang tembus pandang paling baik dilihat dengan menggunakan
cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak tiga cermin,
dan biomikroskop stereo (Gambar 9-5). Dengan adaptasi
gelap pengamaf gambaran yang terlihat diperjelas secara
bermakna. Biomikroskop dengan cahay a celah on-axislebat
atau oftalmoskop direk biasanya tidak cocok untuk mengamati vitreus.
Oftalmoskop indirek memberikan lapangan pandang
yang besar sehingga pengamat dapat "memeriksa" kekeruhan lentikular dan vitreus, dan menye{iakan suatu pandangan stereoskopik. Banyak pengamat hanya sekedar
"melihat melalui" vitreus, mengabaikan kesempatan untuk
"melihat" vitreusnya, terutama bila terdapat kelainan pada

178

VITREU5

Gambar 9-1. Vitreus terdiri atas matriks serat kolagen tigadimensi dan gel asam hialuronat.

179

Gambar 9-3. Pergerakan vitreus yang terlepas sebagian (panah putih), terinduksi oleh gerakan sakadik (panah hitam) dan
menyebabkan robekan retina (kepala panah).

struktur tersebut. Visualisasi traksi vitreoretina malah


diperjelas dan bukannya dirugikan oleh pergerakan mata.
Selain itu, pergerakan vitreus adalah suatu ukuran besar-

nya-traksi vitreoretina yang sempurna. Sebagian retina


mata yang mengalami perdarahan vitreus berat sering
dapat terlihat dengan melihat ke perifer terlebih dahulu
untuk menetapkan suatu bidang fokus. Vitreus sering
kali lebih jernih di bagian superior. Memposisikan pasien
duduk tegak untuk sementara waktu dapat menyebabkdn

Apabila vitreus terlalu keruh sampai retina tidak dapat

terlihat, harus digunakan ultrasonografi scan-B untuk


menentukan apakah retina melekat dengan baik, atau menentukan adanya tumor, benda asing, dislokasi lensa, disiokasi lensa intraokular, atau ablatio koroid (Gambar 9-6).

ffi GEJALA PENYAKIT

darah berpindah ke inferior, memungkinkan padangan retina yang lebih baik.


Optical coherence tomography (OCT) berperan penting
untuk menentukan apakah korteks vitreus posterior me-

FLOATERS

lekat pada makula. Ini terutama berguna untuk menilai

Sebagian besar orang pernah mengalami "Jloaters" pada

Iubang makula yang terus berkembang, sindrom-sindrom


traksi vitreomakula, dan perlekatan korteks vitreus posterior yang meregang yang berkaitan dengan edema ma-

suatu saat dalam kehidupannya. Gejala ini mungkin digambarkan sebagai benang-benang, jaring laba-laba,
objek-objek serupa piring kecil, atau sebuah cincin tembus
pandang. Pelepasan vitreus posterior terjadi sedikitnya

kula diabetik.

Gambar

9-2,

Korteks vitreus melekat pada lensa dan teruta-

ma pada permukaan retina dengan derajat keeratan yang


bervariasi.

VITREORETINA

Gambar

9-4. Bentuk retina yang abnormal (panah

mengindikasikan suatu traksi vitreoretina (panah hitam).

putih)

180 /

BAB 9

Gambar 9-5. Cahaya celah off-axis sempit, lensa kontak, dan biomikroskop
memberikan gambaran vitreus tembus pandang yang paling baik.

pada7}% populasi dan menjadi penyebab sebagian besar


keluhan floaters. Untungnya, kebanyakan floaters terbukti
tidak bermakna klinis setelah pemeriksaan retina tidak
berhasil menemukan adanya suatu robekan retina atau
kondisi patologis lainnya. Pemeriksaan retina perifer lanjutan yang cermat dengan menggunakan oftalmoskop indirek melalui pupil yang didilatasi lebar harus dilakukan
setiap kali seorang pasien mengeluhkan awal terjadinya
juga merupakan indikasi
floaters. Perubahan sifat floaters
dilakukannya pemeriksaan retina perifer dalam beberapa
hari. Floaters yang terjadi sekunder akibat lepasnya vitreus
posterior sebaiknya disebut sebagai "kondensasi" vitreus,
menekankan asal-usulnya, yaitu dari serat-serat dan permukaan kolagen vitreus yang telah ada sebelumnya. Adanya eritrosit, dan sesekali, sel-sel radang dalam vitreus
dapat menyebabkan pasien melihat floaters, yang sering
digarrrbarkan sebagai objek mirip-piring. Floater seperti-

Gambar

9-6.

Scan-B.

cincin biasanya terlihat saat memvisualisasikan daerah


korteks vitreus posterior yang sebelurnnya melekat pada
nervus opticus. Perdarahan vitreus (Gambar 9-7) mengindikasikan pemeriksaan yang teliti untuk menentukan
ada tidaknya penyakit vaskular, seperti retinopati diabetik, penyakit oklusi vena, hemoglobinopati, atau leukemia.
Adanya sel-sel radang mengindikasikan pemeriksaan lanjutan untuk sarkoidosis, candida, lim{oma, dan kelainan

sistemik lain. Walaupun floaters sering ditemukan, pemeriksaan retina yang cermat harus dilakukan sebelum
pasien diyakinkan bahwa yang terjadi hanyalah lepasnya
perlekatan vitreus posterior.
Objek-objek keemasan bulat, kecil, seragam, yang dikenal sebagai hialosis asteroid sering timbui di vitreus

(Gambar 9-8). Walaupun tampilannya mengesankan,


objek-objek tersebut hampir tidak pernah mempengaruhi

penglihatan dan tidak memerlukan pengobatan. Hialosis

Gambar

9-7.

Perdarahan vitreus.

VITREUS

181

normal dapat menyebabkan retina robek. Robekan retina


lebih sering terjadi pada pasien miopia karena pasienpasien miopia mungkin mengalami degenerasi lattice,yang
terkait secara genetis dengan miopia. Robekan retina yang

simptomatik dikatakan lebih bermakna daripada yang


asimptomatik meskipun gejala-gejala yang dilaporkan
sangat bervariasi. Robekan besar lebih bermakna daripada
robekan kecil. Lubang bulat kecil, terutama yang berada
di dalam degenerasi lattice, jarang menyebabkan ablatio

retinae. Lubang bertutup atau lubang bulat atrofik lebih


jarang lagi menyebabkan ablatio retinae daripada robekan
flap (tapal kuda) (Gambar 9-9).

RETINOPATI DIABETIK
Gambar

9-8.

Hialosis asteroid

asteroid pernah diduga berhubungan. dengan diabetes,


tetapi hal ini tidak terbukti kemudian.
Vitrektomi sangat jarang diindikasikan pada floaters.
Banyak pasien yang bereaksi berlebihan terhadap timbulnya floaters dan lebih membutuhkan konseling daripada
tindakan bedah, yang berisiko menimbulkan ablatio retinae dan katarak. Walaupun beberapa oftalmolog melakukan vitreolisis laser YAG untukfloaters, tindakan ini jarang
ada yang efektif dan memiliki risiko abiatio retinae dan
katarak.

KILATAN SINAR (FOTOPSIA)


Kilatan sinar-sebaiknya disebut " fotopsia" - disebabkan
oleh rangsangan mekanis pada retina, biasanya terjadi
sekunder setelah pemisahan vitreus dari retina. Skotoma
bilateral berkilau, seperti-kilat, bergergi yang terjadi'sekunder pada migrain (50% tidak disertai dengan sakit
kepala) sering disalah artikan dengan fotopsia. Sebagian
besar pasien yang vitreus posteriornya terlepas akan mengalami kilatan sinar,' terutama saat melakukan gerak

Pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dapat mengalami perdarahan vitreus yang berasal dari neovaskularisasi retina. Pasien-pasien ini harus ditangani secara agre-

sif dengan tindakan penyelamatan-mata fotokoagulasi


panretina. Jika darah menghalangi visualisasi retina, pemeriksaan ultrasonografi harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan ablatio retinae traksional. Dapat dilakukan vitrektomi intuk memperbaiki penglihatan dan
dilakukan fotokoagulasi panretina endolaser (Gambar
e-1 0).

Ablatio retinae traksional diabetik ditangani melalui


tindakan bedah vitreoretina, dengan menyatukan teknikteknik, seperti segmentasi gunting (Gambar 9-11) dan
delaminasi gunting (Gambar 9-12) pada membran epiretina. Neovaskularisasi yang ditranseksi dapat dikoagulasi
dengan menggunakan prob diatermi bipolar (Gambar
e-13).

KOMPTIKASI BEDAH KATARAK


Sekitar 2% pasien bedah katarak akhirnya mengalami ablatio retinae regrnatogenosa, diduga akibat pergerakan

sakadik, sampai pemisahannya stabil. Pemisahan vitreus


posterior tidak pernah "sempurna" karena vitreus akan
selalu melekat pada basis vitreus posterior. Setiap pasien
yang baru mengalami fotopsia harus menjalani pemeriksaan cermat lanjutan retina perifer dengan menggunakan
oftalmoskop indirek melalui pupil yang dilebarkan.

PENYAKIT.PENYAKIT
VITREORETINA

ROBEKAN RETINA & ABLATIO RETINAE


REGMATOGENOSA
Sebagaimana dijelaskan di atas, pemisahan vitreus

pos-

terior pada mata dengan perlekatan vitreoretina yang ab-

9-9. Aliran vitreus cair melalui robekan retina berbentuk tapal-kuda yang dapat menimbulkan ablatio retinae.
Gambar

182 /

BAB 9

Gambar9-13. Koagulasi pembuluh yang ditranseksi, menggunakan endoiluminator bipolar selama proses segmentasi dan

Fotokoagulasi retina endolaser

delaminasi.

vitreus ke anterior selama atau setelah pembedahan. Pasien-pasien ini mengeluhkan kilatan sinar, fotopsia, hilang-

nya penglihatan perifer, dan hilangnya penglihatan sentral bila makula teriepas. Dikatakan bahwa bedah katarak
menyebabkan kehilangan vitreus sekitar 1%, bukti-bukti

terkini mengisyaratkan insidens tersebut mendekati 5%.


Ablatio retinae lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul,

Gambar 9-11. Segmentasi gunting pada membran


untuk melepaskan traksi tangensial.

Gambar

9-12.

Delaminasi gunting untuk melepas

epiretina yang melekat.

epiretina

membran

kehilangan vitreus, dan vitrektomi anterior (Gambar 9-14).


Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi iensa atau, sesekali, seluruh lensa
ke dalam vitreus. Peradangan dan glaukoma fakolitik
biasa terjadi, kecuali bila hanya se1'umlah kecil korteks
yang mengalami dislokasi. Vitrektoni dan fakofragmentasi sangat efektif untuk'mengangkat materi lensa yang
terdislokasi posterior (Gambar 9-15).
Endoftalmitis dapat terjadi dalam satu sampai beberapa hari setelah operasi katarak dan dengan cepat dapat

Gambar

9-14.

Traksi vitreus selama dan setelah bedah katarak

dapat menimbulkan robekan dan ablasi retina.

VITREUS

Gambar 9-15. Vitrektomi dengan lensa kontak dan endoiluminasi memungkinkan fragmentasi dan pengangkatan ma-

183

Gambar 9-16. Pengangkatan benda asing intraokular dengan


forceps berlapis-berlian

teri lensa yang mengalami dislokasi posterior.

menyebabkan kehilangan mata bila tidak dikenali dan


segera diobati. Sebagian besar kasus paling baik diatasi
dengan melakukan sadap vitreu s (aitreous fap) untuk
biakan dan uji sensitivitas serta injeksi antibiotik intravibreal. Beberapa kasus dapat juga diatasi dengan vitrektomi. Pasien yang terinfeksi organisme yang agresif
sering kehilangan matanya walaupun dilakukan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Setiap pasien dengan
nyeri, penurunan penglihatan, dan peradangan yang
terus meningkat harus segera dilihat apakah terdapat
endoftalmitis. Endoftalmitis dapat juga berasal dari bleb
filtrasi yang bocor, atau sumber-sumber endogen, seperti
jalur vena sentral atau kateter yang lama dipakai.

TRAUMA
Trauma tembus mata sering menyebabkan perdarahan
vitreus, yang mungkin disertai dengan kerusakan retina
yang bermakna. Pergerakan vitreus seperti yang terlihat
dengan oftalmoskopi indiirek dan ultrasonografi membanmenentukan waktu dilakukannya vitrektomi setelah
trauma tembus tanpa benda asing. Vitreus yang bergerak,
walaupun sangat keruh akibat perdarahan, dapat diamati
saat ultrasonografi menunjukkan retina yang akan dilekatkan dan bila tidak ada benda asing. Vitrektomi umumnya dilakukan 7-10 hari setelah perbaikan luka awal sete-

tu

lah te4adi pemisahan vitreus posterior, perdarahan aktif


reda, dan kornea lebih jernih. Jika kontraksi vitreus dini
ditunjukkan dengan penurunan gerak vitreus, vitrektomi
harus dilakukan sebelum terjadi fibrosis dan ablatio retinae
traksional sekunder.
Apabila terdapat benda asing logam (besi atau tembaga), benda asing toksik, atau berpotensi infeksi, diperlukan

vitrektomi segera dan pengangkatan benda asing dengan


forceps (Gambar 9-16). Kadang-kadang, benda asing dari
plastik atau gelas atau peluru senapan angin dapat diobservasi saja tanpa pembedahan atau sampai terjadi traksi
vitreoretina.

ffi RINGKASAN
Studi penyakit"penyakit vitreoretina sangat mengagumkan dan bisa menimbulkan dampak yang besar pada hasilakhir penglihatan. Berbagai teknologi dan teknik baru telah
dikembangkan secara luas dan menghasilkan kemajuan
yang sangat besar pada hasil-akhir pascabedah vitreoretina. Banyak mata yang dulunya tidak dapat disembuhkan
merasakan pengembalian penglihatan dalam tahuri-tahun
belakangan ini. Kemajuan dalam bioteknologi tampaknya
akan menghasilkan kemajuan-kemajuan yang fenomenal
di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Bajaire B et al: Vitreoretinal surgery of the pcisterior segment for
explosive traurna in terrorist warfare. Grades Arch Gun Exp
Ophthalmol2006;244:991. [PMID: 16440208]
Binder MI et al: Endogenous endophthalmitis: An 18-year review
of culture-positive cases at a tertiary care center. Medicine

(Baltimore) 2003;82:97. [PMID: 12640186]


Busbee BG et al: Bleb-associated endophthalmitis: Clinical characteristics and visual outcomes. Ophthalmology 2004;11L:L495.
IPMID:15288977)
Castellarin A et al: Vitrectomy with silicone oil in{usion in severe
diabetic retinopathy. Br J Ophthalmol 2003;87:318. [PMID:
1.25984461

144 /

BAB 9

Demefriades AM et al: Combined phacoemulsification, intraocular lens implantation, and vitrectomy for eyes with coexisting cataract and viheoretinal pathology. Am J Ophthalmol
2003 ;135 :291 IPMID : 1261 47 Ml

Dhingra N et al: Early vikectomy for fundus-obscuring dense vitreous haemorrhage from presumptive retinal tears. Graefes
Arch Clin Exp Ophthalmol 2006;lrn27 [Epub ahead of print].
IPMID: 168021331
Forte R et al: Visualisation of vitreomacular tractions with en face
optical coherence tomography. Eyc 2006; ltn 2 [Epuh ahead of
printl. [PMID: 1.6751756)
Gaucher D et al: Optical coherence tomography assessment of the
vitreoretinal relationship in diabetic macular edema. Am J
Ophthalmol 2005;139:807. [PMID: 1586028a]
Margo CE et al: Posterior vitreous detachment: How to approach
sudden-onset floaters and flashing lights. Postgrad Med
2005;117 :37. [PMID): 1578267 2]
Moore ]K et aI: Retinal detachment in eyes undergoing pars plana
vitrectomy for removai of retained lens fragments. Ophthalmology 2003;110:709. [PMID: 12689890]
Ng JQ et al: Management and outcomes of postoperative endophthalmitis since the endophthalmitis vitrectomy study:
The Endophthalrnitis Population Study of Western Australia
(EPSWA)'s fifth report. Ophthalmology 2005;112:1199. IPMID:
159217591

A et al: Retained intravitreal lens fragments after phacoemulsification: Complications and visual outcome in vikectomized and nonvitrectomized eyes. J Cataract Refract Surg

Rossetti

200228:310. [PMID : 11821 215]


Scott IU et al: Clinical features and outcomes of pars plana vitrectomy in patients with retained lens fragments. Ophthalmology
2003;1L0 :15 67 . IPMID : 12917 17 4]
Scott RA et al: Vitreous surgery in the maragement of chronic
endogenous posterior uveitis. Eye 2003;17:221,. [PMID:
126404101

Shah SP et al: Factors predicting outcome of vitrectomy for dia-

betic macular oedema: Results of a prospective study. Br

Ophthalmol 2006;90:33. [PMID: 16361663]


Sheard RM et al: Vitreoretinal surgery after childhood ocular
trauma. Eye 2007 ;21:793. [PMID: 166017 44]
van Overdam KA et aI: Symptoms and findings predictive for
the development of new retinal breaks. Arch Ophthalmol
2005 ;123 47 9. IPMID : 158242201
Wickham L et al: Outcornes of surgery for posterior segment intraocular foreign bodies -.a retrospective review of 17 years of
clinicai experience. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 2006;
Jun 21 [Epub ahead of print]. [PMID: 16788826]
Zhang YQ et al: Treatment outcomes after pars plana vitrectomy
for endogenous endophthalmitis. Retina 2005;25:746. IPMID:
:

1,61418631

Anda mungkin juga menyukai