Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau dibelakang makula. 1
Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia
yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan
1.2

presbiopia.2
Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan masing-masing jenis kelainan refraksi.

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk menambah pengetahuan mengenai Kelainan Refraksi.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai
literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang kelainan-kelainan refraksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

2.1 Definisi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh.1
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur.1
Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat
dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jari-jari
kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa, panjang
sumbu bola mata dengan anomali/ kelainan refraksi.2
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum
merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum
Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini
merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata
istirahat. 1
2.1.1 Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan
pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan
normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca
keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media
penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.1
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. kornea mempunyai daya pembiasan
sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan
sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.
2

Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut
ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang
dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat
keadaan yang disebut presbiopia. 1
2.1.2 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat
difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak
yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk
mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan
lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan,
makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan
akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata
melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat. 1
Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti:

Teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot
siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter

menjadi kecil
Teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat
berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang
superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula
Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan
mencembung.1

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh
tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia
maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak bendanya jauh,
dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.1
Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan
kesukaranpada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak
3

dapat mencapai +12.00D sampai +18.00D. Akibatnya pada anak-anak yang sedang
dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin terjadi koreksi
miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukan lensa
negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak
sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga
pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk
ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain bekerja
untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkanotot sfingter pupil.1
Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat
berkurangnya

elastisitas

lensa

sehingga

lensa

sukar

mencembung.

Keadaan

berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia. 1


2.1.3 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan
kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan
sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan
sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat. 1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang
atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula.
Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,
hipermetropia, atau astigmatisme.1
2.2 MIOPIA
2.2.1 Definisi
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.
Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat
jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum
(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat
(lebih dari 6 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada
fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan
memberikan kaca mata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan
maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan
demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.1
Keterangan:

Mata dengan sferis -2.75 visus menjadi 6/7.5


Mata dengan sferis -3.00 visus menjadi 6/6
Mata dengan sferis -3.25 visus tetap 6/6, akibat mata berakomodasi ringan
Mata denga sferis -3.50 visus menjadi 6/7.5
Pada mata ini diberi kaca mata sferis -3.00 karena mata melihat jelas tanpa akomodasi
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction.

Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat
dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat
timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling
esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terusmenerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau
terdapat ambliopia.1

2.2.2 Klasifikasi Etiologi 3


1. Axial miopi:
Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini
penyebab yang paling banyak.
5

2. Kurvatural miopi
Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa.
3. Positional miopi
Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior.
4. Index myopia
Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear sclerosis.
5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.
Variasi Klinis miopi:
1. Miopia Kongenital
Miopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi
bilateral.
Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak
congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital sangat perlu
dikoreksi lebih awal.
2. Miopi simplek
Jenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaiatan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini meningkat 2 %
pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada
anak usia sekolah maka disebut juga dengan school Myopia.
Etiologi
Suatu

variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa

berhubungan maupun tidak berhubungan dengan genetik.


a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan
neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan
diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan
faktor resiko;
- Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar 20 %

- Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya menderita
miopi sekitar 10%.
- Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak
sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan
pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum terbukti
secara pasti.
Gejala Klinis
Gejala Subjektif:
-

Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.

Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan

Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang
tua.

Gejala Objektif:
-

bola mata yang besar dan menonjol.

Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.

Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jarang terjadi.

Biasanya terjadi saat usia 5 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun.
Dengan rata rata 0.5 0.3 mm per tahun.
( Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive ophtamology, fourth edition. New Age
international, New Delhi)

3. Miopi patologis/ degeneratif


Miopi yang ter jadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi patologi
sudah terjadi saat usia 5 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana
hal ini berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata.
Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola
mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang
dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan

terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter
dan pertumbuhan bola mata.3
1) Herediter
Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai
etiologi kelainan ini. Progresif miopi yang bersifat familial, banyak terjadi
pada bangsa cina, arab dan jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa
negro dan sudan. Ini menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi
pertumbuhan retina dalam perkembangan miopi.3
2) Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan miopi,
Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjamg masa
pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti.
Disini ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan
penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi
perkembangan miopi.3

Gejala Klinis
Gejala subjektif :
-

Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan
miopi simplek.

Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada


penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.

Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.

Gejala objektif :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan
kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia
2. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke
seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.

3. Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai
dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang
mengelilinginya.
Foster fuchs spot dapat terlihat di makula.

4. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.1
2.2.3 Pemeriksaan
Pemeriksaam mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri dari:4
1. Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat
(Jaeger)
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kacamata
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau
tidaknya kebutaan
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
2.2.4 Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi

Kaca Mata

Lensa kontak

Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata
akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

10

. Koreksi pada Mata Miopi

Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology
kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk
pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.
Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi
Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan
latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan( pencegahan ).
Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para
praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa
subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti ( fakta )
ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia
yang efektif.
Ada beberapa ahli bedah yang memprosedurkan pembentukan kornea dengan
merubah titik fokus di depan retina. Radial keratotomy adalah salah satu cara yang
populer akhir-akhir ini, salah satunya debgan menggunakan LASIK, yaitu sejenis
laser yang digunakan untuk pembentukan kornea mata.5
Seorang dengan myopia, diberi lensa ( S - ) yang terkecil. ( S- ) diberikan agar
tanpa akomodasi, penderita miopia dapat melihat dengan baik. Hal ini juga ditujukan
terhadap kelainan refraksinya dengan lensa sferis negatif yang sesuai.4
b. Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak
digunakan ada penderita miopia.6
c. Terapi Pembedahan
1. Radial Keratotomy4
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4
mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari
permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini
sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.

11

Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah
RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet,
tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak
sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat
malam hari.

2. Photorefractive Keratectomy (PRK)


Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai
-6 dioptri.4

Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat
- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
- PRK lebih mahal dibanding RK

12

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)4


Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
-

Umur lebih dari 20 tahun.

Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.

Motivasi pasien

Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi
absolut LASIK.

13

Keuntungan LASIK
-

Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif

Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.

Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah
operasi,

Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.

Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.


Kekurangan LASIK

LASIK jauh lebih mahal

Membutuhkan skill operasi para ahli mata.

Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat
operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

2.2.5 Komplikasi :
Penyulit :1
1) Strabismus, akibat konvergensi yang terus-menerus
2) Pendarahan badan kaca
3) Ablasi retina.
Miopia mungkin dapat diatasi dengan menggunakan kontak lensa tetapi penggunaan
kontak lensa tersebut bisa menyebabkan infeksi pada kornea. Selain kontak lensa, laser
juga digunakan untuk pembentukan/ koreksi penglihatan yang akhir-akhir ini banyak
digunakan. Tetapi penggunaan laser ini juga bisa menyebabkan kerusakan serius pada
mata. Walaupun jarang, orang-orang penderita myopia ini sering mengalami degenerasi
( proses kemunduran ) retina.5
2.2.6 Pencegahan
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap
dan menonton tv dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran
mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anakanak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.7
Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia
dalam akhir tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para
14

peneliti merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat
dipakai untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia juga baru-baru ini melaporkan
bahwa ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan atau perbaikan
pada penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan myopia, ini juga
terdapat

dalam pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan myopia mengalami

kesulitan dan juga terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, beberapa
grup kontrol cukup menutupi kekurangan tersebut.7
2.3 HIPERMETROPIA
2.3.1 Definisi
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina.1 Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang
menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan
bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.
Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan
pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang
juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.8
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia
tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi
dengan lensa positif:

2.3.2Etiologi
15

Hipermetropia dapat disebabkan:


a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu
pendek
b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan terfokus di belakang retina 1
2.3.3Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:
a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata
positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia
ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya
-

hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.


Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun kacamata positif.


b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
sikloplegia.
c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia.1
2.3.4 Patofisiologi
-

hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal
hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal 1

2.3.5 Gejala Klinis


a. Gejala Subyektif
- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermeropia
-

pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun


Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang

atau penerangan kurang


Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang
lama dan membaca dekat

16

Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang

lama, misalnya menonton TV, dll


Mata sensitif terhadap sinar
Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula 4

b. Gejala Obyektif
- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otototot
-

akomodasi di corpus ciliare.


Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasympatik N III.
Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).
Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata
kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga

memeberi kesan adanya radang dari N II.


Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan
pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis. 4

2.3.6 Pemeriksaan
2.3.6.1 Refraksi Subyektif
a. Alat
-

Kartu Snellen.
Bingkai percobaan.
Sebuah set lensa coba. 4

b. Teknik
-

Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.


Pada mata dipasang bingkai percobaan.
Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa

mata kanan.
Penderita disuruh membaca kartu snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan
diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat

dibaca.
Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksadan bila tampak lebih
jelas oleh penderita lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan lahan

dan disuruh membaca huruf huruf pada baris yang lebih bawah.
Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf huruf pada baris 6/6.
Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat
huruf huruf di atas.
17

Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama. 4

c. Nilai
Bila dengan S +2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +2.25 tajam
penglihatan 6/6 sedang dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan
ini derajat hipermetropia yang diperiksa adalah S +2.25 dan kacamata dengan ukuran
ini diberikan pada penderita. Pada penderita hipermetropia selalu diberikan lensa
sferis positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik. 4

2.3.6.2 Refraksi Obyektif


a.Retinoskop
Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis positif sampai tercapai netralisasi
b.Autorefraktometer9
2.3.7 Penatalaksanaan
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik
2. Lensa kontak
untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi 10
2.3.8 Komplikasi
-

Glaukoma sudut tertutup


Esotropia pada hipermetropia > 2.0 D
Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan
penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.10

2.4 ASTIGMATISMA
2.4.1 Definisi

18

Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik. 11
Astigmatisma merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tinggi astigmatisma mata tersebut. Dan umumnya setiap orang
memiliki astigmatisma yang ringan.11
2.4.2 Etiologi
Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan
bersama dengan myopia atau hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama
hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di
dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat
lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat
atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang
horizontal. 10,11
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
refraksi.2 Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada
kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan.
Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu
horizontal (sekitar 0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai
keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat
atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan
95% pada usia 7 tahun.11
2.4.3 Jenis Astigmatisma
1

Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.10,11
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:11
a.

Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat
jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat
19

di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan Simple myopic


astigmatism.

Gambar 1. Simple myopic astigmatism

Gambar 2. Simple hypermetropic astigmatis

20

b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di
retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi
kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound
hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.

Gambar 3. Compound miopic astigmatism


c.

Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang
lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu
arah dan miop pada yang lainnya.11

Gambar 4. Mixed Astigmatism


21

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya


terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi
menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih
besar terletak di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal.
Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia muda dan
astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.11
2

Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat
ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda
sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.10,11
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.11

2.4.4 Gejala Klinis


Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan: 10,11,12
1

Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik

Melihat ganda dengan satu atau kedua mata

Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat

Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)

Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat

Sakit kepala

Mata tegang dan pegal

Mata dan fisik lelah

Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.

2.4.5 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Periksa kelainan
refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.2,10,11
22

Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan
subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.2,11
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Placidos Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.2,11
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis
saja.11

Gambar

5. Kipas Astigmat

Gambar 6.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
2.4.6 Penatalaksanaan
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.10
1. Kacamata Silinder
23

Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu
horizontal (30 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan
koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi
dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).10,11
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal, yaitu :
a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.10,11
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat
yang terjadi di permukaan kornea.2,11
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya : 11
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
2.5 PRESBIOPIA
2.5.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur.3 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas
lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. 1
Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

24

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga
kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut
menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat. 1
2.5.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
-

Kelemahan otot akomodasi


Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa 1

2.5.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga
lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras
(sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang. 1
2.5.4 Gejala Klinis

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering

terasa pedas.
Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada

awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga

mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.
Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras
lainnya. 1

2.5.5 Pemeriksaan
25

a. Alat
- Kartu Snellen
- Kartu baca dekat
- Seuah set lensa coba
- Bingkai percobaan4
b. Teknik
- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata
-

jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat)


Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat
Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca

huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan
- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu4
c. Nilai
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran
lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur
biasanya:1,4 40 sampai 45 tahun 1.0 dioptri
45 sampai 50 tahun 1.5 dioptri
50 sampai 55 tahun 2.0 dioptri
55 sampai 60 tahun 2.5 dioptri
60 tahun 3.0 dioptri
2.5.6 Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun
(umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan
4.

sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah


kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi
dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.2,4

2.6 AMBLIOPIA
2.6.1 Definisi
Ambilopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan).
Dikenal juga dengan lazy eye atau mata malas.2
26

Ambilopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau bilateral
walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur pada mata atau
lintasan visual bagian belakang. Hal ini merupakan akibat pengalaman visual yang abnormal
pada masa lalu (masa perkembangan visual) yang penyebabnya adalah strabismus atau mata
juling, anisometropia atau bilateral ametrop yang tinggi serta ambliopia exanopsia.2
2.6.2 Epidemiologi
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan. Insidens dan
prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar 1% hingga 5%, tergantung pada
populasi yang diteliti dan kriteria definisi ambliopia yang dipakai. India yang memiliki
banyak masalah kesehatan mata memperkirakan bahwa prevalensi ambliopia adalah sebesar
4,3%.2
Di Indonesia, prevalensi ambliopia pada murid-murid kelas I SD di Kotamadya
Bandung pada tahun1989 adalah sebesar 1,56% (Sastraprawira, 1989). Pada tahun 2002 hasil
penelitian mengenai ambliopia di Yogyakarta didapatkan insidensi ambliopia pada anak-anak
SD di perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedagkan di daerah pedesaan sebesar 0,20%
(Suhardjo et al, 2002). Penyebab ambliopia terbanyak pada studi tersebut adalah
anisometropia yaitu sebesar 44,4%. Sedangkan penelitian tentang ambilopia pada 54.260
anak SD di 13 kecamatan di DIY pada tahun 2005 dengan kriteria ambliopia yaitu visus
dengan koreksi terbaik 20/30 dan terdapat paling sedikit perbedaan 2 baris Optotipe Snellen
antara mata kanan dan kiri, menggunakan teknik crowding phenomenon, neutral density filter
dan tidak ditemukannya kelainan organik ternyata hanya menemukan prevalensi ambliopia
sebesar 0,35% (Triyanto, 2006). 2
Jenis kelamin dan ras tampaknya tidak ada perbedaan. Usia terjadinya ambliopia yaitu
pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, kelahiran prematur dan dijumpai adanya riwayat keluarga
ambliopia.7
2.6.3 Patofisiologi dan Klasifikasi
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat suatu periode kritis dalam
penglihatan. Dalam studi eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita,
mendukung konsep adanya suatu periode tersebut yang peka dalam berkembangnya keadaan
ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak yang peka

27

terhadap masukan abnormal yang diakibatkan rangsangan seperti deprivasi, strabismus, atau
kelainan refraksi yang signifikan.3
Periode kritis tersebut adalah :7
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6) yaitu pada saat
lahir sampai usia 3-5 tahun.
2. Periode yang berisko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi yaitu di usia
beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia mash dapat dicapai yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Ambliopia seharusnya tidak dilihat hanya dari masalah di mata saja tetapi juga
kelainan di otak akibat rangsangan visual abnormal selama periode kritis perkembangan
penglihatan. Pada penelitian yang menggunakan hewan menunjukan bahwa ada pola distorsi
pada retina dan strabismus pada perkembangan penglihatan awal dan bisa mengakibatkan
kerusakan struktural dan fungsional Nukleus Genikulatum Lateral dan Korteks Striata
(Wright et al, 1995; Mittelman, 2003). Ambang sistem penglihatan pada bayi baru lahir
adalah di bawah orang dewasa meskipun sistem optik mata memiliki kejernihan 20/20.
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan khususnya interaksi antara kedua
jalur lintasan mata kanan dan kiri di korteks penglihatan untuk berkembang menjadi
penglihatan seperti orang dewasa yaitu visus menjadi 20/20 (AAO, Sect 13, 2004). Pada
Ambliopia terdapat defek pada visus sentral, sedangkan medan penglihatan perifer tetap
normal.2
2.6.4 Tanda dan Gejala
Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan sehari-hari penderita dalam melihat
sebuah objek. Tanda-tanda tersebut meliputi : 22
1. Memicing-micingkan mata
2. Memiringkan kepala untuk melihat objek
3. Duduk terlalu dekat dengan objek
5. Menutup sebelah mata saat membaca
7. Mata terasa lelah
8. Memanfaatkan telunjuk saat membaca
9. Peka terhadap cahaya
10. Sering mengeluh sakit kepala
Gejala ambliopia meliputi semua kegiatan yang dilakukan penderita untuk melihat
sebuah objek yang dapat ditinjau dan dinilai secara medis. Berikut adalah gejala-gejala dari
ambliopia : 22
28

1. Hilangnya sensitivitas kontras


2. Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding
3. Hilangnya sensitivitas kontras
4. Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
5. Anisokoria
6. Tidak mempengaruhi penglihatan mata
7. Daya akomodasi menurun
8. ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal yang berarti tidak terdapat
kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.
2.6.5 Pemeriksaan
Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan dengan mudah. Tetapi hal tersebut ada kaitannya dengan riwayat atau kondisi yang
dapat menyebabkan ambliopia.3
Anamnesis
Bila menemui pasien yang diperkirakan ambliopia yang harus kita lakukan adalah
menhajukan 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab dengan
lengkap yaitu :8
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus,
anisometropia)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat prognosisnya
tabel berikut.8
FAKTOR PRIMER YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROGNOSIS AMBLIOPIA
Onset

anomaly

JELEK SEDANG
Lahir usia 2 tahun

SEDANG - BAIK
2 4 tahun

Ambliogenik

29

BAIK SEMPURNA
4 7 tahun

Onset

Terapi

> 3 tahun

1 3 tahun

Minus

Onset

1 tahun

Bentuk dan

Koreksi optikal, kemajuan

Koreksi

Keberhasilan dari

VA minimal

Patching, kemajuan VA

Patching, kemajuan VA signifikan.

sedang

Latihan

Anomali

Terapi Awal

optikal

dan

Koreksi

optikal

penuh

akomodasi,

dan

koordinasi

mata, tangan, dan fiksasi


Adanya streosepsis dan alternasi.
Kepatuhan

Tidak s/d kurang

Lumayan s/d cukup

Cukup s/d sangat patut

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita


strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang
anak menderita ambliopia.7Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi.
Frekuensi strabismus yang diwariskan berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia
diantara saudara sekandung pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut adalah 15%. Jika
salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. (Informasi ini tidak
mempengaruhi prognosis tetapi penting untuk keturunannya).8
Pemeriksaan serta mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sampai
usia 9 tahun adalah perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk memberikan perawatan.1

Pemeriksaan Lain
1. Uji Crowding Phenomena

Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan
yang dinilai dengan cara konvensional yang berdasar kepada kedua fungsi tadi selalu
mendekati normal.9
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang
tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita
lakukan dengan penderita diminta membaca kartu snellen sampai huruf terkecil yang
dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien di
suruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari
huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya fenomena crowding pada
mata tersebut. Mata ini menderita ambliopia. 1 Hal ini disebut Crowding
30

Phenomenon. Terkadang mata Ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6)


pada huruf isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk
(countour interaction).9

Gambar. Balok
Interaktif yang
mengelilingi huruf
Snellen.9

2. Uji Density Filter Netral


Dasar uji adalah diketahui pada mata yang ambliopia secara fisiologik berada dalam
keadaan beradaptasi gelap sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan uji
penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai filter density) tidak
akan terjadi penurunan tajam penglihatan.1
Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan di gelakan sehingga
penglihatan pada mata normal turun 50% pada mata ambliopia fungsional tidak akan
atau hanya sedikit menurunkan tajam penglihatan pada pemeriksaan sebelumnya. 1
Dibuat terlebih dahulu gabungan filter sehingga tajam penglihatan pada mata yang
normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris pada kartu pemeriksaan
gabungan filter tersebut di taruh pada mata di duga ambliopia. 1
Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan berkurang
satu baris atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut ambliopia organik
maka tajam penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian filter tersebut. 1

31

Gambar. Tes Filter Densitas Netral1

Keterangan :
Pada saat mata yang sehat ditutup, filter ditempatkan di depan mata yang

ambliopik selama 1 menit sebelum diperiksa visusnya.


Tanpa filter pasien bisa membaca 20/40.
Dengan filter, visus tetap 20/40 (atau membaik 1 atau 2 baris) pada Ambliopia
fungsional.
Filter bisa menurunkan visus 3 baris atau lebih pada kasus-kasus Ambliopia
organik.

3. Uji Worths Four Dot


Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal,
supresi pada satu mata dan juling.1
Penderita memakai kaca mata dengan filter merah pada mata kanan dan filter biru
mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau 1 putih.
Lampu atau pada titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata
kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat
dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih
terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata
juling akan tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila dominan
atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Bila terlihat 5 titik 3 merah dan 2 hijau yang
bersilangan berarti maka berkedudukan esotropia. 1
2.6.6 Diagnosis Banding
1. Gangguan Refraksi Tanpa Ambliopia
Gangguan refraksi pada miopi dan silindris menyebabkan penglihatan menurun
unilateral atau bilateral tetapi tidak menyebabkan ambliopia. Anak anak pada
gangguan refraksi dapat menyipitkan mata menciptakan efek lubang jarum dan
dapat memperbaiki penglihatan. Dalam ambliopia, visus tidak membaik dengan
menyipitkan mata dan juga tidak meningkatkan hasil pada jarak pengujian
tertentu. 20
2. Gangguan Penglihatan Fungsional

32

Penurunan ketajaman visual bilateral pada anak yang disebabkan karena anak
mengalami stres seperti kelahiran saudara baru, perceraian atau kehilangan orang
yang dicintai. Seorang anak dengan gangguan penglihatan fungsional tidak akan
menunjukkan faktor risiko amblyogenik seperti strabismus, kesalahan bias yang
signifikan dan kekeruhan media.20
2.6.7 Penatalaksanaan
Ambliopia, pada kebanyakan kasus dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan matang (sekitar umur 10 tahun).10
Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah langkah berikut :3
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak.
2. Koreksi kelainan refraksi.
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan
mata yang lebih baik.
1.

Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu
ditunda tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama
kehidupan sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal.
Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama dan kedua
sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut
pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat dalam beberapa minggu setelah
kejadian trauma, bila memungkinkan. Katarak traumatika itu sangat bersifat
amblyopiogenik.10
Kegagalan dalam menjernihkan media, memperbaiki optikal dan penggunaan
reguler mata yang terluka akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan
dan selambat lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun. 10

2.

Koreksi Refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak.4 Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi
dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia.3 Bila dijumpai miopia tinggi

33

unilateral, lensa kontak merupakan pilihan karena bila memakai kacamata akan terasa
berat dan penampilannya (estetika) buruk. 10
Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun
maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi seperti pada mata
anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk
menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit
optikal berat. Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik
walau hanya
dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.3
3.

Oklusi dan Degradasi Optikal


A. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan 11 yang
keberhasilannya baik dan cepat dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau
paruh waktu (part-time).12
A.1 Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk
semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga (occlusion for all or all but one
waking hour). Arti ini sangat penting dalam penatalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang rusak. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.3
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka
sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak
opak3, atau Annisas Fun Patches4 dapat juga menjadi alternatif full-time patching
bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. Full-time patching
baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan
binokular karena full-time patching mempunyai sedikit resiko yaitu bingung dalam
hal penglihatan binokular.3
Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1
minggu untuk setiap tahun usia misalnya penderita ambliopia pada mata kanan
berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu lalu dievaluasi
kembali.12 Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.7
A.2. Oklusi Part-time

34

Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung
dari derajat ambliopia.3
Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan pasien usia 3- 7
tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 =
6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per
hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam
penglihatan hampir sama dengan patching 6 jam/hari pada ambliopiasedang /
moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3 7 tahun. Dalam
studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.7
Idealnya terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing masing mata. Hasil ini
tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan maka
penatalaksanaan harus tetap diteruskan.9
B. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan
kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi
lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization).
Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali
dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan
kabur bila melihat dekat. Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan
dibanding dengan oklusi yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih baik dilihat dari segi
kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk menggagalkan metode ini.
Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.3
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa
positif dengan ukuran tinggi (fogging)atau filter. Metode ini mencegah terjadinya
efek samping farmakologik atropine.3
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien
dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama
dan memungkinkan penglihatan binokular.10
2.6.8 Komplikasi

35

Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya ambliopia


pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi
dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4
minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak
perlu sesering oklusi full-time tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi
ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat. Tajam penglihatan dengan
Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. 3 Waktu yang diperlukan
untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :3

Derajat ambliopia

Pilihan terapeutik yang digunakan

Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

Usia pasien

Semakin berat ambliopia dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih lama.
Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik berat
dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup
hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih
untuk dapat berhasil.3
2.6.9 Prognosis
Sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi pertama setelah 1
tahun.7 Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Masa sensitif dimana amblyopia
bisa disembuhkan s/d 8 tahun pada strabismus dan s/d 12 tahun pada anisometropi.21
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan amblyopia adalah sebagai berikut :7

Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan organik,
prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia strabismik prognosisnya paling baik.

Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis semakin baik.

Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal pada
mata amblyopia maka prognosisnya juga semakin baik.

36

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada
-

mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.


Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia
yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan

presbiopia
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar
dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak

berakomodasi. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif.
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak
di belakang retina. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis

positif.
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan

pada satu titik.


Presbiopia merupakan kelainan penglihatan yang diakibatkan makin berkurangnya

kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.


Ambilopia adalah berkurangnya visus atau tajam penglihatan unilateral atau bilateral
walaupun sudah dengan koreksi terbaik tanpa ditemukannya kelainan struktur pada
mata atau lintasan visual bagian belakang.

37

Kelainan-kelainan refraksi dan ambliopia dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa


yang sesuai. Dan perkembangan ilmu pengetahuan menyediakan modalitas terapi
pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi dan ambliopia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M;
Ambilopia.
2005.

http://www.allaboutvision.com/con

Ilmu Penyakit Mata.

Jakarta

ditions

Fakultas

5.

Kedokteran Universitas Indonesia.

Amblyopia in Common Eye


Conditions Disorders and Diseases.

2. Prof. dr. Wasisdi Gunawan, Sp.M

Available

at:

(K); Gangguan Penglihatan Pada

http://www.middleseweye.com/eye

Anak

_conditions.htm

karena

Ambliopia

Penanganannya.

dan
Pidato

6. Leske,M.C

Pengukuhan Jabatan Guru Besar

Screening:

Fakultas Kedokteran Universitas

diagnosis and therapy in Duanes

Gajah Mada. 2007. Yogyakarta:

Clinical Ophthalmology; Chapter

Fakultas

54; Volume 5; Revised Edition;

Kedokteran

Universtas

Gajah Mada.
3. American
Ophthalmology;
Ophthalmology;

Hawkins,
Relationship

B.S

;
to

Lippincott Williams & Wilkins;


Academy

of

2004; p.11.

Pediatric
Chapter

7. Yen, K.G ; Amblyopia. Available at

Amblyopia; Section 6; Basic and

http://www.emedicine.com/OPH/to

Clinical Science Course; 2004

pic316.htm

2005; p.63 70.

8.

4. Lee,J; Bailey,G; Thompson, V;

Ciufrfreda, K.J; Levi,D.M ;


Selenow, A ; Amblyopia Basic and

Amblyopia (Lazy Eye). Available

Clinical

at:

Heinemann; 1991.

38

Aspects,

Butterworth

9.

Greenwald, M.J; Parks, M.M; in

16. Sherwood, Lauralee. Sistem Indera.

Duanes Clinical Ophthalmology;

Fisiologi Manusia: Dari Sel ke

Volume

Sistem. Edisi 2. 2001. Jakarta:

1;

Revised

Edition;

Lippincott Williams & Wilkins;

EGC.

2004; Chapter 10 p.1-19; Chapter

17. Streopsis.

11 p1-8.

at:

www.strabismus.org/all_about_stra

10. Noorden,G.K.V; Atlas Strabismus;

bismus.html

Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-

18. Ilyas S. Kelainan refraksi dan

93.

kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai

11. Langston, D.P; Manual of Ocular


Diagnosis

Available

5th

19. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M;

Edition; Lippincott Wlliams &

Strabismus. Ilmu Penyakit Mata.

Wilkins; Philadelphia; p 344-346.

2005.

12. Amblyopia.

and

Therapy;

Penerbit FKUI. 2006. 1-14, 35-48

Available

at

on.asp?conditionID=64
Amblyopia.

Encyclopedia
Available

Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

http://www.eyemdlink.com/conditi
13. Medical

Jakarta

20. Differential

Diagnosis

of

Amblyopia.

Available

at:

http://bestpractice.bmj.com/best-

at:

practice/monograph/1162/diagnosis

http://www.nlm.nih.gov/medlinepl

/differential.html

us/ency/article/001014.htm

21. Flynn JT. Amblyopia: its treatment

14. DR. Med. Dr. Jannes Fritz Tan

today and its portent for the future.

Sp.M; Dr. Elisabet Surjani Widjaja;

Binocul Vis Strabismus Q. Summer

Modul Skill Lab Bagian IP. Mata

2000;15(2):109.

FK UKI. 2005. Jakarta: Fakultas


Kedokteran

Universitas

22. Signs

Kristen

and

Amblyopia.

Indonesia.

Symptomps
Available

at

of
:

http://www.snec.com.sg/about/inter

15. Riordan Eva, Paul; Whitcher, John

national/menuutama/kondisimataan

PVaighan & Asbury Oftalmologi

dperawatan/common-

Umum. Edisi 17. 2009. Jakarta:

problems/Pages/Lazy-Eye.

EGC.

39

23.
24.

Anda mungkin juga menyukai