HIPERLEUKOSITOSIS
SUSPEK LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT
PEMBIMBING :
dr.Tri Yanti Rahayuningsih, Sp.A (K)
PENYUSUN :
Cheras Yezia Kharismia Sjarfi
030.11.058
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
Periode 16 Mei 2016 23 Juli 2016
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan ..........................................................................
BAB II
5
1
BAB III
15
BAB IV
17
31
BAB I
PENDAHULUAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia leukosit dalam darah berproliferasi secara
tidak teratur, tidak terkendali dan fungsinya menjadi tidak normal. Oleh karena proses
tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan
2
gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia merupakan kanker anak yang
paling sering dan mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. Insidensi
tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 juta anak kulit putih dan 24,3 juta
anak kulit hitam.1,2
Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan alamiah penyakitnya
dan berdasarkan tipe sel predominan yang terlibat. Berdasarkan perjalanan alamiah
penyakitnya leukemia dibedakan menjadi leukemia akut dan kronis. Leukemia akut
mencapai 97% dari semua leukemia pada anak sementara leukemia kronik hanya
ditemukan sekitar 3%. Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis
yang cepat dan tanpa pengobatan penderita rata-rata meninggal dalam 2 sampai 4
bulan. Leukemia akut terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) yang
merupakan 82% dari semua leukemia akut dan leukemia mieloblastik akut (LMA)
yang ditemukan mencapai 18%. Di RSU Dr. Sardjito LLA ditemukan sebanyak 79%,
LMA 9% dan sisanya leukemia kronik, sementara itu di RSU Dr. Soetomo pada tahun
2002 LLA ditemukan sebanyak 88%, LMA 8% dan 4% leukemia kronik.1,6
Penyebab leukemia sampai saat ini sebagian besar belum diketahui dengan
pasti. Namun demikian, pada penelitian mengenai proses leukemogenesis pada
binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab leukemia mempunyai kemampuan
melakukan modifikasi nukleus DNA dan kemampuan ini meningkat bila terdapat
suatu kondisi genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi, dan mutasi onkogen
seluler. Kondisi-kondisi tertentu seperti cacat genetik, radiasi ionik, infeksi virus atau
bakteri, kondisi perinatal dan paparan bidang elektomagnetik, benzene, pestisida dan
produk minyak bumi dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya leukemia pada
anak-anak.1,3
Di Negara berkembang, diagnosis leukemia harus dipastikan dengan aspirasi
sumsum tulang (BMA) secara morfologis, imunofenotip dan karakter genetik. Pada
leukemia akut, penting untuk membedakan LLA dengan LMA karena akan sangat
menentukan jenis terapi dan prognosis penderita. Walaupun dewasa ini pengobatan
leukemia telah menunjukkan hasil yang sangat baik terutama untuk LLA, tidak jarang
ditemukan kasus gawat darurat leukemia dengan komplikasi infeksi, perdarahan atau
disfungsi organ yang terjadi akibat leukostasis. Hal ini menunjukkan bahwa diagnosis
dini leukemia sangat penting dilakukan.1,6
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Pasien
Ayah
Ibu
An. Sa
Tn. MY
Ny. S
11 tahun
56 tahun
47 tahun
Laki-Laki
Laki-laki
Perempuan
Jl. Beringin Kranji Rt4 RW 4 Kranji, bekasi Barat
Islam
Islam
Islam
Jawa
SD
SMA
Buruh
Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan
orang tua : Anak
Tanggal Masuk
Kandung
16 Mei 2016
RS
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 23 Mei 2016 pukul
13.00 di ruang PICU RSUD Bekasi
a. Keluhan Utama
:
Demam sejak 3 minggu SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Nafsu makan berkurang
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi oleh orangtuanya dengan keluhan
demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Menurut orangtuanya, demam
pasien naik turun tidak tentu, kadang naik di siang kadang di malam hari. Demam
terasa tidak terlalu tinggi, namun tidak diukur dengan termometer. Orangtua pasien
telah memberikan obat penurun panas yang didapat dari puskesmas namun demam
tidak turun. Selain keluhan demam pasien juga mengeluh lidah pernah berwarna
5
putih. Setelah 3 minggu demam pasien tidak juga hilang kedua orangtuanya
membawanya ke RSUD Bekasi. Selama di rawat di RSUD Bekasi pasien sempat
mengalami mencret 3-4x sehari, konsistensi cair, tidak berbau. Namun mencret
hanya terjadi selama 1 hari.pasien juga sempat mengalami gusi berdarah saat
dirawat di RSUD. Keluhan mual dan muntah selama sakit disangkal. Begitu juga
dengan keluhan pusing, sesak, dan keluhan perdarahan lain seperti mimisan juga
disangkal.
Menurut orangtua pasien tidak ada penurunan berat badan secara tiba-tiba,
tidak ada keluhan pasien mudah lelah, atau mudah sesak. Saat ini pasien duduk di
bangku kelas 5 SD dan aktivitasnya normal sehari-hari. Tidak ada keluhan mudah
sesak ataupun lesu. BAB dan BAK pasien lancar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RSUD Bekasi karena cedera kepala ringan yang
dialami kurang lebih 1 tahun sebelumnya. Selain cedera kepala tersebut pasien
tidak pernah sakit serius, hanya beberapa kali batuk dan pilek namun kemudian
hilang sendiri. Riwayat alergi (-) , riwayat Asma (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Di dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang sama. Ibu pasien
memiliki penyakit hipertensi. Riwayat
Morbiditas
Perawatan antenatal
Tidak ada
Kontrol rutin ke bidan
KELAHIRAN
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
setiap 1x/bulan
Bidan
bidan
spontan
Cukup bulan (9 bulan 10
Keadaan bayi
hari )
BBL : 2900 gram
PB : 48 cm
Apgar Score tidak
6
diketahui
Tidak ada kelainan
bawaan
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : usia 5 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap
: usia 4 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk
: usia 6 bulan (normal: 6 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik
h. Riwayat Makanan
Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-7
8-10
10-12
ASI/PASI
+
+
-/+
-/+
-/+
-/+
Buah/biscuit
+
+
Bubur susu
+
+
+
Nasi tim
+
+
Kesan : Pasien mendapat ASI hanya sampai usia 4 bulan, selanjutnya pasien
mendapatkan susu formula. Pasien mulai mendapatkan bubur susu sejak usia 6
bulan
i. Riwayat Imunisasi
Vaksin
Dasar (umur)
Ulangan (umur)
BCG
1 bln
DPT
2 bln
4 bln 6 bln
POLIO
lahir
2 bln 4 bln 6 bln
CAMPAK
6 thn
HEPATITIS B
lahir
1 bln 6 bln
Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap. Hanya saja pemberian
campak baru diberikan saat pasien usia 6 tahun.
j. Riwayat Keluarga
Ayah
Nama
Tn. J
Ibu
Ny. W
7
Perkawinan ke
Umur
Keadaan kesehatan
1
56
sehat
1
47 tahun
Sehat (penyakit hipertensi
(+)
: Compos mentis
: 100x/m
: 20 x/m
: 37,80C
: 124/68mmHg
: 26 kg
: 138 cm
o BB/TB
o BB/U
o TB/U
e. Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
kehitaman, caries
Leher
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Cor
g. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
tekan (+)
Perkusi
kembali cepat.
h. Kulit
i. Ekstremitas
< 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium tanggal 16 Mei 2016
Nama Test
Darah Rutin
Leukosit
Hb
Hematokrit
Trombosit
WIDAL
S-Typhi-O
S-Paratyphi AO
S Paratyphi BO
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
274,5
7,2
25,0
64
ribu/ul
juta/ul
g/dl
%
5-10
12-16
40-54
150-400
1/320
1/160
1/320
Negative- 1/80
Negative- 1/80
Negative- 1/80
10
Styphi-H
S-PAratyphi AH
S Paratyphi BH
S Paratyphi CH
1/160
1/80
1/80
1/160
KIMIA KLINIK
DIABETES
GDS
ELEKTROLIT
Natrium
Kalsium
Clorida
Negative- 1/80
Negative- 1/80
Negative- 1/80
Negative- 1/80
98
Mg/dl
60-100
127
3,1
87
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
135-145
3,5-5,0
94-11
: Mikrositik hipokrom
: 21,8
: Kesan jumlah sangat meningkat , pergeseran kekiri ditemukan
blast, dengan ukuran bervariasi, beberapa sel dengan kromatin kasar anak inti
tidak jelas, hipersegmentasi +, vakuolisasi +, limfosit atipik +, smudge cell +
Blast
: 24%
Eosinofil
: 0%
Promielosit
: 6%
Batang
: 3%
Mielosit
: 10 %
Segmen
: 26%
Metamielosit
: 2%
Limfosit
: 25%
Basofil
:0%
Monosit
: 4%
Eritrosit berinti / 100 leukosit : 2
Trombosit : kesan jumlah kurang, morfologi sulit dinilai
Kesan : Tersangka Leukimia Akut
Anjuran: BMP dan sitokimia, Pemantauan hematologi, Faal hati ginjal, asam
urat , LDH
V. RESUME
Pasien dibawa ke IGD RSUD Bekasi oleh orangtuanya dengan keluhan
demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Menurut orangtuanya, demam
pasien naik turun tidak tentu, kadang naik di siang kadang di malam hari. Demam
terasa cukup tinggi, namun tidak diukur dengan temperatur. Orangtua pasien telah
memberikan obat penurun panas yang didapat dari puskesmas namun demam tidak
11
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
260,4
7,1
24,3
60
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
IVFD RL 2L/hari
Transfusi PRC 200cc (2kali)
Lasix 1 amp durante transfuse selang 24 jam
Allupurinol 2x100mg (p.o)
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
246,5
7,1
23,1
51
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
URINALISA
Kimia Urine
warna
kejernihan
pH
Berat Jenis
Albumin Urine
glukosa
Kuning
Agak keruh
6.0
1020
Negative
Negative
kuning
jernih
5,0-8,0
1005-1030
negatif
negatif
14
keton
urobilinogen
Bilirubin
Darah samar
Lekosit esterase
nitrit
Mikroskopis urin
eritrosit
Lekosit
Silinder
Epitel
kristal
bakteri
Lan-lain
A
Negative
0,2
Negative
Positif (+1)
Negative
Negative
0-5
0-5
Negative
Gepeng (+)
Amorf (+)
Positif (1+)
Negative
negatif
0,1negatif
negatif
negatif
negatif
/lpb
/lpb
<=2
<=5
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
URINALISA
15
Kimia Urine
Warna
Kuning
Kejernihan
Agak keruh
pH
5,5
Berat Jenis
1010
Albumin Urine
Negative
Glukosa
Negative
Keton
Negative
Urobilinogen
0,2
Bilirubin
Negative
Darah samar
Positif (+2)
Lekosit esterase
Negative
Nitrit
Negative
Mikroskopis urin
Eritrosit
0-5
/lpb
Lekosit
0-5
/lpb
Silinder
Negative
Epitel
Gepeng (+)
Kristal
Amorf (+)
Bakteri
Positif (1+)
Lan-lain
Negative
A: bisitopenia, hiperleukositosis dd keganasan darah
kuning
jernih
5,0-8,0
1005-1030
negatif
negatif
negatif
0,1negatif
negatif
negatif
negatif
<=2
<=5
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
20 mei 2016
S: (-)
O: KU: TSS, Kes: CM
Tanda vital : HR: 100x/m, RR: 20x/m, suhu: 370C
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil bulat isokor, RCL+/+, RCTL +/+
Leher : dalam batas normal
Thoraks : SNV +/+, ronki -/-, wheezing -/S1, S2, normal, reguler, murmur -, gallop Abdomen : supel, bising usus 4x/m, splenomegali +, hepatomegali +
Ekstremitas : akral hangat +, oedem -, CRT<2 detik
16
Nama Test
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
17
79,6
10,7
31,7
44
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
Kuning
Agak keruh
7,0
1020
Positive 1
Negative
Negative
0,2
Negative
Positif (+3)
Negative
Negative
5-10
0-5
Granula +
Gepeng (+)
Negative
Positif (1+)
Negative
5-10
12-16
40-54
150-400
kuning
jernih
5,0-8,0
1005-1030
negatif
negatif
negatif
0,1negatif
negatif
negatif
negatif
/lpb
/lpb
<=2
<=5
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
18
Nama Test
Darah Rutin DHF
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
114,2
11,5
35,6
38
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
5-10
12-16
40-54
150-400
87,3
28,2
32,2
GDS
80
fl
Pg
%
75-87
24-30
31-37
60-110
MG/DL
ELEKTROLIT
Natrium
140
Mmol/L
Kalium
2,1
Mmol/L
Klorida
95
Mmol/L
Fungsi hati :
Albumin
2.09
g/dL
A;bisitopenia , hiperleukositosis dd/ keganasan darah
60-110
3,5-5,0
94-111
3,5-4,5
22 Mei 2016
S: (-)
O: suhu: 37.2 , Nadi: 93x/menit
A; bisitopenia , hiperleukositosis dd/ keganasan darah
P:
Nacil 0,9% + bicnat 20cc
Ceftriaxon 1x1 gr
Allupurinol 2x100mg
Zinkid 2x1 cth
19
Lacto B 3x1
20
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien datang keluhan demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Demam pasien naik turun tidak tentu, kadang naik di siang kadang di malam hari.
Demam terasa cukup tinggi, namun tidak diukur dengan temperatur. Orangtua pasien
telah memberikan obat penurun panas yang didapat dari puskesmas namun demam
tidak turun. Keluhan demam dapat menuju ke berbagai diagnosis dan yang tersering
didasari oleh infeksi. Pada pasien ini tidak didapatkan pola demam yang khas. Pasien
menyangkal adanya mual, muntah maupun batuk dan pilek. Tidak ada diare maupun
konstipasi selama demam 1 minggu pertama.
Selain mengeluh demam pasien juga mengeluh pernah mengalami dan lidah
pasien berwarna putih. Awalnya ibu pasien mengira pasien alami tifoid karena
lidahnya berwarna putih. Setelah 1 minggu demam pasien tidak juga hilang kedua
orangtuanya membawanya ke RSUD Bekasi. Selama di rawat di RSUD Bekasi pasien
sempat mengalami mencret 3-4x sehari, konsistensi cair. Namun mencret hanya
terjadi selama 1 hari. Keluhan mencret atau diare biasa ditemukan pada pasien dengan
demam typhoid. Keluhan mual dan muntah selama sakit disangkal. Begitu juga
dengan keluhan pusing, sesak, dan keluhan perdarahan lain seperti mimisan maupun
muncul bintik merah disangkal. Sehingga kemungkinan untuk mendiagnosis pasien
ini demam berdarah dengue dapat disingkirkan.
Menurut orangtua pasien tidak ada penurunan berat badan secara tiba-tiba,
tidak ada keluhan pasien mudah lelah, atau mudah sesak. Penyakit yang didasari oleh
keganasan biasanya disertai dengan penurunan berat badan secara tiba-tiba. Keluhan
mudah lelah dan mudah sesak yang di sangkal pasien ini tidak mendukung hasil
pemeriksaan labortorium yang menunjukkan hasil anemia. Saat ini pasien duduk di
bangku kelas 5 SD dan aktivitasnya normal sehari-hari. Tidak ada keluhan mudah
sesak ataupun lesu. BAB dan BAK pasien lancar.
Riwayat kehamilan dan kelahiran normal, tidak ada penyulit. Semasa hamil
ibu pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan ataupun terpapar sumber
radiasi.Riwayat keluarga tidak ada yang mengalami keganasan. Anamnesis mengenai
riwayat kehamilan, kelahiran, dan riwayat keluarga tidak mendukung arah diagnosis
keganasan.
21
Jumlah
leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan faktor yang sangat
penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi merupakan salah
satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang maupun di luar
sumsum tulang dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita leukemia akut.
Di samping merupakan faktor penyebab terjadinya relaps keadaan hiperleukositosis
dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi yang mengancam jiwa penderita
yang memerlukan tindakan segera sehingga keadaan ini dikategorikan sebagai
keadaan kedaruratan onkologi (oncology emergency).
Pada gambaran apus darah tepi didapatkan sel blast yang meningkat (24%).
Pada leukemia akut terjadi hambatan pada proses diferensiasi sel-sel seri myeloid
maupun limfoid yang terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi
akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan
menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada giliran akan mengakibatkan
sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome). Sel-sel blast
yang terbentuk juga mempunyai kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan
berinfiltrasi ke organ-organ lain sehingga menimbulkan organomegali. Keadaan
hiperkatabolik terjadi karena katabolisme sel yang meningkat. Diagnosis leukemia
dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi tetapi dipastikan
dengan pemeriksaan sumsum tulang
22
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah namun dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan bone marrow. Pada apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan
limfoblas yang sangat banyak. Selain itu dianjurkan juga untuk melakukan
pemeriksaan asam urat karena pada pasien LLA dimana selnya rapuh, mudah pecah
sehingga keluar DNA, purin , menyebabkan peningkatan asam urat (hiperurisemia )
menyebabkan pembentukan Kristal asam urat, keadaan yang berbahaya bagi ginjal
karena bisa terjadi sumbatan ( uropati obstruktif ) sehingga bisa terjadi gagal ginjal.
Pemeriksaan yang dianjurkan lainnya adalah pemeriksaan sitokimia untuk
membedakan apakah leukemia tersebut adalah tipe mieloblastik atau limfositik.
Penatalaksanaan pada kasus ini merupakan bentuk terapi suportif. Pemberian
omeprazole untuk mengurangi mual, paracetamol sebagai antipiretik dan transfuse
packed red cell untuk mengatasi anemia. Selain pemberian farmakoterapi, pasien
juga dirawat dan dilakukan pemeriksaan serial untuk memonitor leukosit,
hemoglobin, serta trombositnya.
23
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. HIPERLEUKOSITOSIS
DEFINISI
Hiperleukositosis adalah jumlah leukosit, darah tepi yang melebihi 100.000 ribu/ul.
EPIDEMIOLOGI
Keadaan ini ditemukan pada 9-13% anak dengan leukemia limfoblastik akut
(LLA), pada 5-22% anak dengan leukemia non limfoblastik akut (LNLA) dan pada
hampir semua anak dengan leukemia mieloitik kronik (LMK) fase kronik.
Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan faktor yang
sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi merupakan
salah satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang maupun di
luar sumsum tulang dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita leukemia
akut. Di
samping
hiperleukositosis
merupakan
dapat
faktor
penyebab
terjadinya
menyebabkan
terjadinya
berbagai
relaps
keadaan
komplikasi
yang
mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan segera sehingga keadaan ini
dikategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi (oncology emergency) yaitu :
Sindrom lisis tumor
Sindrom Lisis Tumor merupakan kondisi kelainan metabolik sebagai akibat
nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, baik yang terjadi secara spontan
maupun setelah terapi. Terutama pasien LLA dimana selnya rapuh, mudah pecah
sehingga keluar DNA, purin , menyebabkan peningkatan asam urat (hiperurisemia )
menyebabkan pembentukan Kristal asam urat, keadaan yang berbahaya bagi ginjal
karena bisa terjadi sumbatan ( uropati obstruktif ) sehingga bisa terjadi gagal ginjal.
Kelainan yang lain meliputi : hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.
EPIDEMIOLOGI
Insiden sindrom lisis tumor tidak diketahui secara pasti. Prevalensinya
bervariasi pada berbagai jenis keganasan. Penelitian terhadap pasien dengan limfoma
non Hodgkin oleh Hande dan Garrow (1993) didapatkan sebanyak 42% pasien
24
mengalami
sindrom
lisis
tumor
pada
hasil
pemeriksaan
laboratoriumnya
(asimptomatik) dan hanya sebanyak 6% pasien menunjukkan gejala tumor lisis tumor
secara klinis. Penelitian pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut yang
sedang dalam fase induksi kemoterapi didapatkan sebanyak 70% penderita tanpa
menunjukkan gejala klinis namun hasil laboratoriumnya menunjukkan telah terjadi
sindrom lisis tumor dan hanya 3% yang menunjukkan gejala klinis. Tidak didapatkan
perbedaan predileksi insiden sindrom lisis tumor pada laki-laki dan perempuan, ras,
atau usia.
PATOFISIOLOGI
Kerusakan sel yang cepat sebagai akibat terapi sitostatika akan diikuti
keluarnya materi intraseluler ke sistem sirkulasi. Keluarnya materi intraseluler ini
melebihi kemampuan mekanisme buffer seluler dan kemampuan eksresi ginjal,
sehingga timbul kekacauan metabolisme. Secara klinis sindrom lisis tumor dapat
terjadi secara spontan, namun paling sering terjadi 48-72 jam sesudah dimulainya
terapi keganasan. Lisis sel yang terjadi dengan cepat secara langsung akan
menyebabkan pengeluaran ion kalium dan fosfat intrasel sehingga terjadi
hiperkalemia dan hiperfosfatemia. Asam nukleat purin yang dikeluarkan pada saat
kerusakan sel, oleh enzim xhantin oksidase hepar akan dimetabolisme menjadi asam
urat yang dapat menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Hiperfosfatemia akut akan
mengakibatkan terjadinya hipokalsemia dan presipitasi kalsium fosfat di jaringan
lunak.
Fosfat merupakan anion intraseluler yang pada saat lisis sel-sel tumor
sejumlah besar fosfat akan keluar sel dan menimbulkan hiper fosfatemia.
Hipokalsemia bisa menyertai hiperfosfatemia karena fosfat akan berikatan dengan
kalsium dan mengendap di jaringan dalam bentuk kalsium fosfat, termasuk di jaringan
ginjal. Menurut Jones DP pengobatan hipokalsemia pada keadaan hiperfosfatemia
akan meningkatkan resiko kalsifikasi, nefrokalsinosis/nefrolitiasis. Hipokalsemia juga
bisa timbul karena menurunnya aktivitas enzim 1 -hidroksilase di tubulus proksimal
dan menurunnya kadar 1.25 dihidroksi vitamin D 3. Pada sindrom lisis tumor terjadi
penurunan reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal menyebabkan peningkatan ekskresi
fosfat dalam urine. Hal ini meningkatkan resiko nefrokalsinosis dan obstruksi tubulus
karena presipitasi kalsium fosfat.
25
GFR
dan
volume
urine
dan
mengurangi
kemungkinan
dialisis. Elektrolit yang berat, untuk itu biasanya dilakukan dengan meningkatkan
produksi urine, menurunkan konsentrasi asam urat, dan meningkatkan kelarutan asam
urat dalam urine.
Hidrasi
Hidrasi intravena dilakukan 24-48 jam sebelum kemoterapi dan dilanjutkan sampai
48-72 jam sesudahnya akan menurunkan kecepatan pengendapan urat di ginjal dan
meningkatkan klirens ura. Hidrasi dilakukan dengan cairan D5 NS 2-4 kali
kebutuhan rumatan, dengan demikian GFR dan produksi urine akan meningkat.
Produksi urine dipertahankan tidak kurang dari 3 ml/kg/jam untuk anak < 9 tahun atau
90-100 ml/m2 luas permukaan tubuh/jam untuk anak yang lebih tua dengan BJ urine
tidak lebih dari 1,010. Kalium dan kalsium harus dihindari dalam cairan intravena.
Diuretik bisa diberikan pada pasien dengan produksi urine yang tidak adekuat. Jika
produksi urine 60 ml/m2/jam, manitol dapat diberikan dengan dosis 0,5 mg/kbBB
selama 15 menit kemudian diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg berat
26
27
II.2 Epidemiologi
Leukemia akut merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada anak,
yaitu mencapai 30-40% dari seluruh keganasan dan merupakan 97% dari semua
leukemia pada anak. Insidens rata-rata leukemia akut yaitu 4-4,5 kasus/tahun/100.000
anak dibawah usia 15 tahun dan lebih banyak ditemukan pada anak kulit putih
dibandingkan anak kulit hitam.1
Di negara berkembang, leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan 82% dari
seluruh kasus leukemia akut pada anak dengan insidensi tertinggi pada usia 3-5 tahun
dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan. Sementara itu,
leukemia mieloblastik akut (LMA) lebih sering ditemukan pada dewasa dan
berjumlah 18% dari seluruh kasus leukemia akut pada anak dengan insidensi yang
tetap dari lahir hingga usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Pada
leukemia akut, rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA dan mendekati 1
untuk LMA.1
Di Jepang, leukemia akut mencapai 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun
terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 insidennya mencapai
2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia
baru setiap bulannya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sementara itu di RSU Dr.
Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru.1
II.3 Etiologi
Penyebab leukemia sebagian besar belum diketahui, namun terdapat beberapa
kondisi yang dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya leukemia pada anakanak, yaitu cacat genetik, radiasi ionik, infeksi virus atau bakteri, kondisi perinatal
dan paparan bidang elektomagnetik, benzene, pestisida dan produk minyak bumi.1,3,4
1. Cacat genetik. Anak-anak dengan cacat genetik (Trisomi 21, sindrom Bloom, anemia
Fanconi dan ataksia telangiektasi) mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita
leukemia. Pasien dengan sindrom down mempunyai resiko 10 sampai 18 kali lebih
tinggi untuk terkena leukemia baik LLA maupun LMA.
2. Radiasi ionik. Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di
Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun demikian paparan
radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak mengarah pada peningkatan
28
insidens leukemia, demikian juga halnya dengan radiasi dosis rendah. Namun hal ini
masih menjadi perdebatan. Pemeriksaan X-ray abdomen selama trimester I kehamilan
menunjukkan peningkatan kasus LLA sebanyak 5 kali.
3. Infeksi virus atau bakteri. Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia
pada anak-anak adalah peranan infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan
Greaves (Greaves, Alexander 1993). Ia mempercayai ada 2 langkah mutasi pada
sistem imun. Pertama selama kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun
pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari respons terhadap infeksi pada umumnya.
4. Kondisi perinatal. Beberapa kondisi perinatal merupakan factor resiko terjadinya
leukemia pada anak, seperti yang dilaporkan Cnattingius dkk (1995). Faktor-faktor
tersebut adalah penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplemen oksigen, asfiksia,
berat badan lahir > 4.500 gram, dan hipertensi saat hamil. Sedangkan Shu dkk (1996)
melaporkan bahwa ibu hamil yang menkonsumsi alkohol meningkatkan resiko
terjadinya leukemia pada bayi, terutama LMA.
5. Paparan elektomagnetik. Kontroversi tentang paparan bidang elektromagnetik masih
tetap ada. Beberapa studi tidak menemukan peningkatan, tetapi studi terbaru
menunjukkan peningkatan 2 kali diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik
tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena jumlah anak yang terpapar sedikit.
6. Paparan benzene. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasi
sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia. Paparan benzene ini
meningkatkan resiko LLA maupun LMA.
7. Paparan pestisida dan produk minyak bumi. Paparan terhadap pestisida dan produk
minyak bumi pada masa paternal/maternal menunjukkkan peningkatan resiko
leukemia pada keturunannya.
II.4 Klasifikasi Morfologik
Berdasarkan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi
Amerika, Perancis dan Inggris pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang
terdiri dari 8 subtipe. Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB (France,
American and British) dan sampai saat ini masih menjadi diagnosis dasar LMA.
Klasifikasi morfologik menurut FAB adalah seperti berikut :1,4
M-0 Leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal
29
Terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogeni, anak
Pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin
Terdiri dari sel limfoblas besar, homogeni dengan kromatin berbercak, banyak
30
II.4 Patofisiologi
31
2. Gejala berkaitan dengan depresi sumsum tulang normal. Gejala tersebut mencakup
rasa mudah lelah, letargi, pusing dan sesak yang terutama karena anemia; demam
yang mencerminkan infeksi akibat tidak adanya leukosit matang; dan perdarahan
(ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi) akibat trombositopenia.
3. Nyeri tekan dan nyeri pada tulang. Hal ini terjadi akibat ekspansi sumsum tulang
disertai infiltrasi subperiosteum. Gejala ini lebih sering ditemuka pada LLA
dibandingkan LMA.
4. Limfadenopati,
splenomegali,
dan
hepatomegali.
Ketiganya
mencerminkan
penyebaran sel leukemia; keadaan tersebut terjadi pada semua leukemia akut, tetapi
lebih mencolok pada LLA. Pada LLA, limfadenopati biasanya nyata dan
splenomegali dijumpai pada lebih kurang 66% kasus namun hepatomegali jarang
ditemukan. Sementara pada LMA, hepatoslenomegali sering ditemukan dan
limfadenopati mungkin ada. Hipertrofi gingival atau pembengkakan kelenjar parotis
terkadang ditemukan pada LMA.
5. Manifestasi susunan saraf pusat. Keadaan tersebut mencakup nyeri kepala, muntah
dan kelumpuhan saraf akibat penyebarab ke meningen. Kondisi ini lebih sering
ditemukan pada LLA daripada LMA.
6. Keadaan hiperkatabolik. Keadaan ini ditandai dengan kaheksia, keringat malam dan
hiperurisemia.
II.6 Diagnosis
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan
serebrospinal dan beberapa pemeriksaan penunjang yang lain. Cara ini dapat
mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika dan biologi molekuler.1,2
Leukemia Limfoblastik Akut
Pada pemeriksaan darah lengkap leukemia limfoblastik akut didapatkan anemia,
kelainan jumlah hitung jenis leukosit dan trombositopenia. Anemia hampir selalu ada,
namun hanya kira-kira 25% mempunyai Hb 6 g%. Jumlah leukosit dapat normal,
meningkat atau menurun pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000/mm3)
33
terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm 3. Sekitar 50%
penderita dengan hitung leukosit kurang dari 10.000/mm3 dan sekitar 20% memiliki
hitung leukosit lebih besar dari 50.000/mm3. Kebanyakan penderita juga
trombositopenia, tetapi kira-kira 25% mempunyai trombosit 100.000/mm3. Diagnosis
leukemia dikesankan oleh adanya sel blas pada preparat apus darah tepi tetapi
dipastikan dengan pemeriksaan sumsum tulang. Pada apus sumsum tulang tampak
hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak.1,2
Berdasarkan protokol WK-ALL dan protokol Nasional (protokol Jakarta),
pasien LLA dimasukkan dalam kategori risiko tinggi bila jumlah leukosit > 50.000/ul,
ada massa mediastinum, ditemukan leukemia susunan saraf pusat (SSP) serta jumlah
sel blas total setelah 1 minggu diterapi dengan deksametason lebih dari 1000/mm 3.
Massa mediastinum tampak pada radiografi dada. Untuk menentukan adanya
leukemia SSP arus dilakukan aspirasi cairan serebrospinal (pungsi lumbal) dan
dilakukan pemeriksaan sitologi.1
Leukemia Mieloblastik Akut
Kadang-kadang diagnosis LMA diawali dengan prolonged preleukemia,
biasanya ditunjukkan adanya kekurangan kekurangan produksi sel darah yang normal
sehingga terjadi anemia refrakter, neutropenia atau trombositopenia. Pemeriksaan
sumsum tulang tidak menunjukkan leukemia, tetapi ada perubahan morfologi yang
jelas. Kondisi ini sering mengarah pada sindrom mielodiplastik (MDS) dan
mempunyai klasifikasi FAB sendiri. Biasanya sumsum tulang menunjukkan
hiperseluler, kadang-kadang hipoplastik yang kemudian berkembang menjadi
leukemia akut.1,4
Pada
LMA,
hasil
pemeriksaan
darah
menunjukkan
adanya
anemia,
trombositopenia dan leukositosis. Kadar hemoglobin sekitar 7.0 sampai 8.5 g/dl,
jumlah trombosit umumnya <50.000/ul dan jumlah leukositnya sekitar 24.000/ul.
Sekitar 20% pasien jumlah leukositnya >100.000/ul.1
Membedakan Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Mieloblastik Akut
Membedakan ALL dengan AML merupakan langkah yang harus dilakukan pada
setiap leukemia akut, karena akan sangat menentukan jenis terapi dan prognosis
penderita. gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang
kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA maupun LMA sehingga perlu
34
lebih sedikit
Auer Rod : negatif
Sel pengiring : limfosit
lebih sbanyak
Auer Rod : positif
Sel pengiring : netrofil
Sitokimia
a. Mieloperoksidase
b. Sudan Black
c. Esterase non
Spesifik
d. PAS
e. Acid Phosphatase
f. Platelet Peroxsidase
Kasar
+ (Monositik)
+ (Halus)
+ (M7)
+ (Monositik)
Enzim
a. TdT
b. Serum Lysozime
Imunofenotipe
II.7 Penatalaksanaan
Penanganan leukemia meliputi penanganan suportif dan kuratif. Penanganan
suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan
komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian
antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian
nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.1
Penatalaksanaan Leukemia Limfoblastik Akut
35
penyakit. Relaps sumsum tulang yang terjadi (dalam 18 bulan sesudah diagnosis)
memperburuk prognosis (10-20% long-term survival) sementara relap yang terjadi
kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prognosis lebih baik, khususnya
relap testis dimana long-term survival 50-60%. Terapi relaps harus lebih agresif untuk
mengatasi resitensi obat.1
Transplantasi sumsum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh,
khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang setelah relaps mempunyai
prognosis yang buruk dengan terapi sitostatika konvensional.1
Penatalaksanaan Leukemia Mieloblastik Akut
Tiga puluh tahun yang lalu, hampir setiap anak dengan LMA, meninggal dan
tidak ada kelompok yang teridentifikasi. Saat ini gambaran survival hidup lebih sari
40% dilaporkan pada banyak studi. Perubahan terjadi pada tahun 70-an dengan
dikenalnya sitarabin (Ara-C) dan antrasiklin. Dengan kombinasi obat yang berbeda,
remisi bisa berpengaruh pada 75-85% anak, namun terapi lebih lanjut kebanyakan
anak-anak relaps dalam 1 tahun. Remisi mungkin terjadi dalam 2-3 minggu setelah
terapi dimulai tetapi juga memerlukan beberapa rangkaian kemoterapi. Penderita yang
tidak berespon terhadap terapi induksi merupakan calon untuk transplantasi
allogenik.1,2
Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif, namun
intensitas remisi juga bisa mempengaruhi hasil yang tidak berharga dari tipe terapi
konsolidasi yang digunakan. Tiga metode terapi konsolidasi adalah kemoterapi
sendiri, transplantasi sumsum tulang autologus, atau transplantasi alogenik dari HLA
yang identik. Saat ini nampaknya transplantasi sumsum tulang autologus
menunjukkan hasil baik, namun transplantasi alogenik dari donor dengan HLA yang
identik masih merupakan yang terbaik untuk kesembuhan.1
II.8 Faktor Prognostik
Berdasarkan faktor prognostik maka pasien dapat digolongkan kedalam
kelompok resiko biasa dan resiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian dan
membuktikan faktor prognostik itu hubungannya dengan in vitro drug resistance.
Faktor prognostik LLA adalah sebagai berikut:
37
38
39
DAFTAR PUSTAKA
40