Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan Demam dengue (DD)
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua
orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak.
Sampai sekarang penyakit DBD ini masih menimbulkan masalah
kesehatan di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat dan
wilayah terjangkit semakin luas.
Pada beberapa dekade terakhir ini, jumlah penderita DBD di Indonesia
cenderung meningkat.

Pada tahun 1998 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB),

dengan jumlah kasus 71.776 dan 2.441 kasus diantaranya meninggal, Case
Fatality Rate (CFR) adalah 3.4 %.
Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh
World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka
perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.
Pada awal tahun 2004 kembali terjadi KLB DBD secara nasional, dengan
jumlah kasus sampai bulan Maret 2004 mencapai 26.015 orang, kematian terjadi
pada 389 orang (CFR = 1.53 %).
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006
(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan
kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%
(2007).
Manifestasi klinis infeksi virus dengue pada dewasa bervariasi, mulai dari
yang paling ringan yaitu demam dengue (DD) yang dapat sembuh sendiri, sampai
kepada yang berat yaitu DBD.
DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai
syok (dengue shock syndrome = DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik,
dengan angka kematian cukup tinggi.

Penatalaksanaan DD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan


suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya
DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit
dan trombosit secara teratur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan
2.1Terapi simptomatis
Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa
nyaman. Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam. Kompres
hangat jika pasien masih demam tinggi, jangan memberikan asetil salisilat dan
asam (aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflasami agen (NSAIDS) sebab
obat tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisilat
(aspirin) dapat menyebabkan Reyes Syndrom.
Pada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada
kasus yang sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral
hidrat oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih
dari 1 jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik.
PerluTerapi nonfarmakologis (tanpa obat) yang meliputi tirah baring (pada
trombosit openia= penurunan jumlah trombosit yang berat). Kadar trombosit
normal: 150 ribu sampai 450 ribu. Apabila turun di bawah 100 ribu, sebaiknya
dirawat di rumah sakit. Karena dikhawatirkan akan terjadi perdarahan dan
kemungkinan Syok (Sindrom Syok pada Dengue).
2.2 Terapi etiologi
Belum ditemukan obat khusus untuk membunuh virus Dengue.
2.3 Terapi cairan
Pada Dengue fever Indikasi pemberian cairan sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan penderita, yaitu sebagai berikut :
a. Peroral
Cairan peroral diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang
disebabkan oleh demam tinggi, banyak keringat, nafsu makan dan minum
kurang, dan muntah-muntah.

Jumlah cairan yang diberikan adalah sebanyak mungkin sesuai dengan


kemampuan

penderita,

diminum

sedikit-sedikit

tapi

sering.

Oleh karena tubuh tidak hanya kehilangan cairan, akan tetapi juga
kekurangan elektrolit, maka jenis cairan yang terbaik diberikan adalah
oralit atau jus buah-buahan dibandingkan dengan air putih biasa.
WHO, menganjurkan cairan yang diberikan adalah seperti pada
pengobatan diare, yaitu cairan yang terdiri dari 3,5 gr sodium chloride, 2,9
gr trisodium citrate dihydtrate, 1,5 gr potassium chloride, dan 20,0 gr
glucose, dilarutkan didalam 1 liter air.
b. Parenteral.
Cairan secara parenteral diberikan pada keadaan :

Pasien tidak dapat makan dan minum


Muntah-muntah hebat sehingga memperlihatkan

tanda-tanda

dehidrasi
Terjadi peningkatan

penurunan

hematokrit

10-20%,

atau

jumlah trombosit
Jenis cairan yang terbaik diberikan adalah : Kristaloid (Cairan pilihan
adalah Ringer lactat atau acetat), diberikan 4 jam/kolf sampai keadaan
membaik.
Apabila pasien muntah-muntah hebat dan memperlihatkan tanda-tanda
dehidrasi, koreksi keadaan dehidrasi dengan memberikan cairan sebanyak
10 ml/KgB.B, selama 1-2 jam, dan dipantau tiap 4 jam sampai keadaan
dehidrasi membaik.
Pemberian cairan pada DBD adalah sebagai berikut :
A. Jenis cairan
1. Jenis cairan yang diberikan pada DBD adalah 2 pilihan, yaitu :
Kristaloid : Ringer lactate (R.L) dan Ringer Acetate (R.A), diberikan
pada fase permulaan syok.
2. Koloid : Dextran 40 dan plasma, diberikan pada keadaan syok
berulang atau syok berkepanjangan). Cairan kolloid pilihan adalah
4

dextran 40 karena : Dextran-40 (10% dekstran dalam normal saline),


cairan ini bersifat hiperonkogenitas (osmolaritas 3x dari plasma),
sehingga dapat mengikat cairan lebih baik. Cairan koloid lain, atau
plasma pengganti mempunyai osmolaritas 1-1,4 x dari pada plasma.
Cara pemberian adalah :

Tetesan dekstran-40 minimal harus 10 ml/kg/jam sehingga dapat


mempertahankan osmolaritas maksimum ketika diberikan kepada
pasien.

Dosis

maksimum

dekstran-40

adalah

30

ml/kg/jam.

Jangan

memberikan lebih dari sejumlah ini oleh karena dapat menyebabkan


gagal ginjal akut.
Lama pemberian adalah :
Jangan melebihi 24-48 jam.
B. Pemberian cairan :
1. DBD tanpa perdarahan dan syok (derajat I).
Masa kritis DBD/DSS terjadi pada hari ke 3-5, yaitu pada saat
pasien mulai bebas demam. Pada DBD tanpa perdarahan atau syok,
cairan yang diberikan adalah R.L sebanyak 500 cc (4 jam/kolf),
kemudian dilakukan kontrol tanda-tanda vital setiap 1-2 jam dan
hematokrit

tiap

jam,

dan

dicatat

produksi

urine.

Apabila nilai hematokrit masih tetap tinggi, dapat diberikan


kembali cairan R.L 4 jam/kolf. Pemberian cairan diteruskan sampai
keadaan

pasien

stabil,

dan

pasien

dapat

dipulangkan.

Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan pada pemberian cairan

adalah kondisi pasien, seperti penampilan umum, nafsu makan dan


kemampuan minum pasien.
2. DBD dengan perdarahan tanpa syok. (derajat II)
Pada DBD dengan perdarahan tanpa disertai syok, diberikan R.L 4
jam/kolf, kemudian diperiksa darah perifer lengkap (DPL) dan faal
hemostase. Apabila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr%,
diberikan transfusi packed red cell, dan kalau jumlah trombosit
kurang dari 100.000/mm3, diberikan transfusi trombosit. Apabila
terjadi DIC dilakukan heparinisasi. Kemudian dilakukan kontrol
DPL dan faal hemostase tiap 4 jam, sampai keadaan membaik.
Apabila terjadi syok, penatalaksanannya dilakukan seperti dibawah
ini.
3. DBD dengan syok (DBD derajat III/IV). (DSS). (Skema)
DSS adalah merupakan keadaan emergensi yang memerlukan
ruangan dan penanganan khusus. Untuk resusitasi diberikan cairan
R L 10-20 ml/kg/BB/jam dengan tetesan lepas secepat mungkin
kalau perlu dengan tekanan positif, sampai tekanan darah dan nadi
dapat diukur, kemudian turunkan sampai 10 ml/ kg/jam.
Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-2 jam
setelah resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat dikurangi
menjadi 10 ml/kg/jam, oleh karena tanda vital tidak stabil (tekanan
nadi sempit, nadi teraba cepat dan lemah), syok belum teratasi,
maka segera diberikan cairan koloidal plasma atau plasma
ekspander (dextran 40 ), 10-20 ml/ Kg BB/jam. Sebagian besar
kasus hanya membutuhkan 30 ml/ Kg BB cairan koloidal. Pada
kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa diatasi dengan
pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka perlu dicurigai
adanya perdarahan internal. Untuk keadaan ini diberikan transfusi
darah segar.

Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu masuk


rumah

sakit

nilai

awal

hematokritnya

rendah,

dipikirkan

kemungkinan perdarahan internal, sehingga pemantauan nilai Ht


harus lebih sering. Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah
segar,

koreksi

gangguan

metabolit

dan

elektrolit,

seperti

hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan asidosis. Apabila


terjadi asidosis, cairan infus sebaiknya diberikan Ringer Acetate.
6 sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi
merupakan parameter penting untuk pemberian cairan selanjutnya.
Akan

tetapi

kemudian,

semua

parameter

sekaligus

harus

diperhatikan sebelum mengatur jumlah cairan yang akan diberikan.


Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah :
3

Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan dan


kemampuan minum pasien.

Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas.

Hematokrit.

Jumlah urine

Indikasi transfusi darah adalah :

Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total. (Total
volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Apabila
packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat diberikan sediaan darah segar.

Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital yang


tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume yang cukup
banyak, berikan sediaan darah segar 10 ml/kg/kali atau PRC 10 unit/kali.
Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase

maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul


keadaan overload cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus
diberikan dalam jumlah minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila jumlah cairan yang diberikan
berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke dalam rongga pleura,
abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres pernafasan yang
berakibat fatal. Pemberian cairan untuk maintenans ini diberikan selama
24-48 jam.
Perlu mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma (virus Dengue
menyerang dinding pembuluh darah) dan memberikan terapi substitusi
(pengganti) komponen darah bilamana diperlukan. Jika jumlah trombosit
sangat rendah dan timbul perdarahan, maka diberikan transfuse trombosit.
Dalam pemberian terapi cairan, perlu pemantauan pemberian cairan.
Dengan memperhatikan pasien baik secara klinis maupun laboratories (melihat
kadar Hemoglobin, Hematokrit, dantrombosit). Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia (trombosit yang turun) umumnya terjadi hari ke 4
hingga 6 sejak demam. Dengan demikian, perlu waspada bila merawat DBD di
hari ke 4 hinggi ke 6. Pada hari tersebut pasien sering tidak mengeluh panas dan
cenderung minta rawat jalan.
Hari ke-7 demam, proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan
kembali dari ruang interstitial (di sekitar pembuluh darah) ke intravascular (ke
dalam pembuluh darah). Terapi cairan pada keadaan tersebut secara bertahap
harus dikurangi. Sebab, akan menimbulkan timbunan cairan yang cukup banyak
di pembuluh darah.
Perlu pemantauan kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta
terjadinya efusi pleura (penumpukan cairan di lapisan paru) atau pun asites
(penumpukan cairan di rongga perut). Dapat dilihat dari gejala klinis : sesak nafas,
nafas terasa berat, dan perasaan tidak nyaman.
8

2.4 Terapi Nutrisi


Pemberian makanan dengan kandungan gizi: nasi biasa atau nasi lunak
sesuai dengan selera pasien. Diperlukan makanan yang tidak mengandung zat atau
bumbu yang mengiritasi saluaran cerna (pedas, asam).
Pemberian diet pada kasus demam berdarah dengue ini dilakukan secara
bertahap kemudian ditingkatkan sesuai dengan kemampuan penderita. Diet Tahap
I diberikan setelah fase akut teratasi dan dipastikan tidak ada pendarahan
gastrointestinal. Penderita diberikan makanan saring setiap tiga jam dan tetap
diberikan makanan parenteral untuk memenuhi kebutuhan cairan dan energi. Diet
Tahap II diberikan setelah suhu badan stabil. Makanan diberikan dengan porsi
kecil dan konsistensi lunak. Diet tahap III diberikan setelah suhu badan stabil dan
hepato-slenomegalia telah hilang. Konsistensi makanan yang diberikan lunak atau
biasa tergantung toleransi pasien, tetapi kansungan serat tetap terbatas.
Syarat Diet:

Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan bentuk makanan


disesuaikan kemampuan penderita

Energy dan protein tinggi / cukup sesuai kemampuan pasien untuk


menerimanya. Faktor stress tergantung ada tidaknya komplikasi 1,4-1,6.
Rasio kalori berbanding nitrogen adalah 150:1.

Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.

Rendah serat terutama serat tidak larut air. Pemberian serat ditingkatkan
secara bertahap.

Cukup cairan/tinggi dan vitamin, terutama vitamin C untuk meningkatkan


faktor pembekuan.

Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
termis, mekanis maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima
perorangan)

Makanan parenteral selalu diberikan pada fase akut, baik total, maupun
suplemen.

Bila terlihat tanda-tanda pendarahn saluran pencernaan penderita


dipuasakan.

Bahan Makanan yang Dianjurkan:

Beras dibubur atau ditim; kentang direbus atau dipure; makaroni, mi, soun,
misoa direbus; tepung-tepungan dibuat bubur atau pudding; roti
dipanggang; biskuit.

Daging, ikan, ayam, unggas tidak berlemak digiling lalu direbus atau
dikukus; ommelette, boiled egg, poached egg, atau scrambled egg; susu
dalam bentuk lowfat.

Tempe dan tahu direbus, dikukus, ditumis; kacang hijau direbus dan
dihaluskan; susu kedelai.

Sayuran tidak banyak serat dan gas, dimasak seperti bayam, bit, labu siam,
labu kuning, dan labu air; tomat direbus atau ditumis.

Buah segar : pisang, papaya, alpukat, jeruk, manis; buah lain disetup
dengan menghilangkan kulit dan biji seperti nenas dan jambu biji, apel;
buah-buahan dalam kaleng.

10

Mentega, margarin, minyak goreng untuk menumis; santan encer.

Bumbu-bumbu dalam jumlah terbatas : bumbu dapur, pala, kayu manis,


asam, gula, garam, salam, lengkuas.

Sirop, teh encer, kopi encer, jus sayuran dan jus buah, coklat, dan susu

Bahan makanan yang dibatasi/dihindari:

Beras ketan, beras merah, roti whole wheat, ubi, singkong, talas, cantel,
jagung, bulgur.

Daging, ikan, ayam, unggas berlemak dan berurat banyak; diawetkan


berupa dendeng; digoreng.

Tempe dan tahu digoreng; kacang tanah, kacang merah, kacang tolo,

Sayuran mentah; sayuran banyak serat dan gas.

Buah-buahan yang banyak serat dan menimbulkan gas; buah kering.

Lemak hewan dan santan kental

Cabe, merica, dan bumbu-bumbu lain yang merangsang.

Minuman yang mengandung alkohol, soda, dan es krim.

Makanan Khusus:

Jus jambu biji merah dan


Jus kurma dicampur madu diyakini mampu menaikkan kadar trombosit

2.5 Edukasi
1. Seseorang harus dirawat apabila menderita gejala-gejala di bawah ini:

11

Demam terlalu tinggi (lebih dari 39oC atau lebih)

Muntah terus menerus

Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran

Kejang

Perdarahan hebat, muntah atau berak darah

Nyeri perut hebat

Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba dan lembab, bibir dan kuku kebiruan, anak
merasa haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali

Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah


dan atau penurunan jumlah trombosit.

2. Istirahat total, makanan lunak, banyak minum (air putih, sari buah, air kelapa)
3. Kontrol ke dokter bila demam tidak menurun selama 2-3 hari dengan
penggunaan obat demam.
4. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melakukan 3M Plus:

5.
6.
7.
8.

Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu

sekali atau menaburkan bubuk abate.


Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.
Melipat pakaian, jangan menggantung pakaian.
Mengoleskan repelan (krim anti-nyamuk)
Memakai kelambu
Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (nila, cupang) di kolam, tempat
penampungan air.

12

9. Apabila salah satu anggota keluarga menderita sakit demam berdarah, akan
mudah menular melalui gigitan nyamuk (ingat sifat nyamuk yang dapat
menggigit beberapa orang secara berturut-turut. Jadi, bila ada anggota
keluarga lain yang menderita demam segera berobat untuk memastikan
apakah tertular demam berdarah atau tidak.

BAB III
KESIMPULAN
1. Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
2. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan.
3. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup
atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan

13

cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai.
4. Penatalaksanaan meliputi terapi simptomatis, etiologi, nutrisi, terapi cairan
dan edukasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Apa Itu Demam Berdarah Dengue? Diunduh dari URL:
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=2005319145051;
2. Soegijanto S. Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada anak.
Diunduh dari URL: http://library.itd.unair .ac.id/download.php?id=5
3. RSUD Ulin. Diet Pada Demam Berdarah. Diunduh dari URL:
http://rsulin.com/berita-165-diet-pada-demam-berdarah.html
4. Medicastore. Demam Berdarah Dengue. Diunduh dari

URL:

http://medicastore.com/penyakit/47/Demam_Berdarah_Dengue.html

14

5. Dadiyanto DW. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 2011; Departemen Ilmu
Kesehatan Anak: FK Universitas Diponegoro.
6. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. 2011; Badan Penerbit: IDAI.
7. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan. Jakarta, 2007.
8. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and
dengue shock syndrome in the context of the integrated management of
childhood illness. Department of Child and Adolescent Health and
Development. WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva, 2005.

15

Anda mungkin juga menyukai