Anda di halaman 1dari 15

KELOMPOK IX

( KODE ETIK PROFESI


LAINNYA )
Disusun Oleh :
Ayu Nilam Zahara
Muhamad Zikri

PENGERTIAN KODE ETIK


Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata,

tulisan atau benda yang disepakati untuk maksudmaksud tertentu,


misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu
kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan
peraturan yang sistematis
Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan
pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata
cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu
profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu
profesi yang diterjemahkan kedalam standaart perilaku anggotanya.
Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan
pengabdian kepada masyarakat.

KEBERADAAN KODE ETIK


TERHADAP BERBAGAI PROFESI
Pada masa sekarang ini yang di sebut-sebut dengan masa

kebebasan demokrasi, kebebasan berpendapat dan


kebebasan berkreasi banyak disalah artikan. Kebebasan yang
dimaksud tetap harus mengikuti tata tertib yang berlaku , UU
yang berlaku dan tetap pada jalur yang benar. Tapi sebagian
masyarakat dengan berbagai profesi telah melanggar kode
etik profesi mereka, dengan alasan kebebasan demokrasi,
kebebasan berpendapat ,dan kebebasan berkreasi. Padahal
sadar ataupun tidak karena pelanggaran kode etik tersebut
juga merugikan pihak lain. Pelanggaran kode etik profesi
berarti pelanggaran atau penyelewengan terhadap sistem
norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak
benar dan tidak baik bagi suatu profesi dalam masyarakat.

KODE ETIK YANG DI BAHAS

Kode etik Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia
Kode etik Perhimpunan Auditor Internal
Indonesia

Badan Pemeriksa
Keuangan RI
Sejarah BPK RI

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945


menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan
yang peraturannya ditetapkan dengan
Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu
disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.

Catatan Singkat Sejarah BPK RI


telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah

No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946


tentang pembentukan Badan Pemeriksa
Keuangan,
tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan
sementara dikota Magelang. Pada waktu itu
Badan Pemeriksa Keuangan hanya
mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama
adalah R. Soerasno.

dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-

1 telah mengumumkan kepada semua


instansi di Wilayah Republik Indonesia
mengenai tugas dan kewajibannya dalam
memeriksa tanggung jawab tentang
Keuangan Negara, untuk sementara masih
menggunakan peraturan perundangundangan yang dulu berlaku bagi
pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer
(Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda),
yaitu ICW dan IAR.

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948

tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan


Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari
Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik
Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta
tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan
sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945;
Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang
diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal
31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai
1 Agustus 1949.

KODE ETIK BPK RI

Majelis Kehormatan Kode Etik

Penegakkan kode etik seperti yang dimaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan, dibentuk Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) yang keanggotaannya terdiri dari Anggota BPK serta
unsur profesi dan akademisi.

Mekanisme Kerja Majelis Kehormatan Kode Etik

Pelaksanaan tugas Majelis Kehormatan Kode Etik BPK mengacu kepada Keputusan Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI

Nomor 01 Tahun 2011 tentang Mekanisme Kerja Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI. Keputusan tersebut merupakan acuan
yang lebih rinci dan bersifat teknis bagi Majelis Kehormatan Kode Etik BPK, dimaksudkan agar terdapat kesatuan pandang dan
tindakan dalam melaksanakan tugasnya.

Majelis Kehormatan Kode Etik BPK dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Panitera yang ditentukan melalui Surat Keputusan

BPK RI Nomor 2a/K/I-XIII.2/4/2014 tentang Kepaniteraan Majelis kehormatan Kode Etik.

DS QIA Atau PAII


Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (DS-QIA) adalah sebuah lembaga sertifikasi

profesi yang independen dengan tugas pokok mengelola pemberian Sertifikasi Qualified
Internal Auditor, dan menentukan Standar, Kode Etik Profesi, serta menyelenggarakan
Ujian Sertifikasi QIA.
Proses pendirian DS-QIA tidak terlepas dari sejarah berdirinya Yayasan Pendidikan Internal

Auditor (YPIA). YPIA didirikan di Jakarta pada tanggal 17 April 1995. Latar belakang
didirikan YPIA adalah adanya desakan kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah keinginan
meningkatkan kompetensi dan profesionalisme internal auditor di Indonesia, serta belum
adanya lembaga pelatihan profesi internal audit dengan standar internasional yang
memadai dan berkesinambungan.
Pendiri YPIA adalah Pengurus Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FKSPI)

BUMN/D periode 1992 1995, yaitu Hiro Tugiman (Ketua Umum), Soedar Kendarto
(Sekretaris Umum), FX Sriharto (Ketua IV), dan Darwis A. Rahman (Bendahara), yang
didukung oleh Soedarjono (Kepala BPKP), Martiono Hadianto (Dirjen Pembinaan BUMN
Dept. Keuangan RI, dan Direksi 5 (lima) BUMN yaitu Setyanto P. Santosa (Direktur Utama
PT Telkom), Ridwan Fatarudin (Direktur Utama PT MNA), Sjaiful Amir (Direktur Keuangan PT
Pusri), Ida Bagus Putu Sarga (Direktur Utama PT Jasa Raharja), dan Ahmad Soebianto
(Deputi Ketua BPIS)

Kelahiran DS-QIA didahului dengan pembicaraan pada waktu Rapat Kerja

FKSPI BUMN/BUMD Wilayah Jawa Timur di Malang tanggal 30 Maret 1996


antara eksponen (pengurus) FKSPI BUMN/BUMD yang berada dalam
kepengurusan YPIA dan pengurus yang lain serta pejabat BPKP, yaitu
tercetusnya ide untuk memperkokoh hasil pelatihan dari YPIA berupa
pemberian sertifikat profesi.
Gagasan ini selanjutnya dimatangkan dengan pertemuan di Bandung

tanggal 13 April 1996 yang dihadiri oleh unsur BPKP (Drs. Chatim Baidaie,
Ak., Deputi Pengawasan BUMN/BUMD dan Drs. Soekardi Hoesodo, MSoc.Sc.,
Kepala Pusdiklat Pengawasan BPKP), Unsur FKSPI BUMN/BUMD (Drs. Hiro
Tugiman, Ak., Ketua Umum dan Drs. Fatkhal Muin Ishaq, MM., Ketua III) dan
unsur YPIA (Soedar Kendarto - Ketua, Moh. Hassan, Ak., MAFIS - Sekretaris,
Drs. Ridwan Fatarudin Kepala PPAI dan Drs. Poedjiono, MBA. Kepala
Divisi Diklat PPAI). Pada pertemuan tersebut dideklarasikan apa yang
kemudian disebut Deklarasi Bandung tanggal 13 April 1996.

KODE ETIK PAII


Tujuan
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor

internal adalah kesediaan menerima tanggung


jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang
dilayani. Agar dapat mengemban tanggung
jawab ini secara efektif, auditor internal perlu
memelihara standar perilaku yang tinggi. Oleh
karenanya, Dewan Sertifikasi Qualified
Internal Auditor atau PAII dengan ini
menetapkan Kode Etik bagi para auditor
internal.

PENETAPAN
Kode Etik ini memuat standar perilaku sebagai

pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku


tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam
menjalankan praktik audit internal.Para auditor internal
wajib menjalankan tanggung jawab profesinya dengan
bijaksana, penuh martabat, dan kehormatan. Dalam
menerapkan Kode Etik ini auditor internal harus
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pelanggaran terhadap standar perilaku yang ditetapkan
dalam Kode Etik ini dapat mengakibatkan dicabutnya
keanggotaan auditor internal dari organisasi profesinya.

Standar Perilaku Qualified Internal Auditor

Auditor internal harus melaksanakan pekerjaannya dengan kejujuran,

kesungguhan dan tanggung jawab.


Auditor internal harus mentaati hukum dan membuat pengungkapan
sesuai hukum dan profesinya.
Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan yang
ilegal, atau terlibat dalam kegiatan yang dapat mendiskreditkan
profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
Auditor internal harus menghormati dan menyumbang kepada tujuan
organisasi yang sah dan etis.
Auditor internal tidak boleh berpartisipasi dalam kegiatan atau
hubungan apapun yang dapat atau patut diduga dapat mengurangi
kemampuannya untuk melakukan assessment secara objektif.
Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan atau hubungan yang
menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya.

lanjutan :
Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun yang

dapat, atau patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.


Auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang
diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkapkan dapat mendistorsi
laporan dari kegiatan yang direviu.
Auditor internal harus bersikap hati-hati dalam menggunakan dan menjaga
informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya.
Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi untuk mendapatkan
keuntungan pribadi, atau untuk hal-hal yang dapat merugikan tujuan
organisasi yang sah dan etis.
Auditor internal hanya melakukan jasa yang dapat diselesaikan dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dimilikinya.
Auditor internal melakukan jasa audit internal sesuai dengan Standar Profesi
Audit Internal.
Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian dan efektivitas,
serta kualitas dari jasa yang diberikan

Anda mungkin juga menyukai