PENYAKIT PARKINSON
Pembimbing:
Dr. Tutik Ermawati, Sp.S, MSi.Med
Disusun Oleh :
Andika Pratiwi
Annisaa Auliyaa
Fiska Praktika W
Indri Puspasari
G4A014049
G4A014054
G4A015034
G4A015126
ABSTRAK
Sekitar 180 tahun yang lalu, James Parkinson memperkenalkan suatu penyakit
neurodegeneratif yang disebut sebagai penyakit Parkinson. Penyakit Parkinson
terjadi karena adanya disfungsi maupun hilangnya neuron yang memproduksi
dopamin di otak sehingga terjadi gangguan motorik yang umumnya disertai
dengan gangguan non motorik. Penyakit Parkinson diklasifikasikan menjadi
Parkinson primer (idiopatik), Parkinson sekunder, dan sindrom Parkinson.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang paling sering
terjadi setelah penyakit Alzheimer. Angka kejadian penyakit ini diperkirakan akan
melebihi angka kejadian penyakit kanker pada tahun 2040 mendatang.
Peningkatan risiko terjadinya penyakit ini dikaitkan dengan pertambahan usia.
Sekitar 70% kasus, pada anamnesis ditemukan gejala yang pertama kali muncul
adalah tremor saat istirahat. Selain itu, dikenal dua gejala lain yang dijumpai
pada penyakit Parkinson, yaitu rigiditas dan bradikinesia. Penegakan diagnosis
penyakit Parkinson dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Manajemen penatalaksanaan penyakit Parkinson terdiri
dari terapi non farmakologis yang terdiri dari edukasi dan rehabilitasi; terapi
farmakologis; dan terapi operatif. Hingga saat ini belum ditemukan modalitas
terapi yang dapat menyembuhkan penyakit ini, sehingga penyakit Parkinson
masih dianggap sebagai penyakit progresif yang cukup sulit ditangani.
Kata kunci : penyakit Parkinson, neurodegeneratif, gangguan motorik
ABSTRACT
About 180 years ago, James Parkinson introduced a neurodegenerative disease
called Parkinsons disease. Parkinsons disease occurs because of the dysfunction
or loss of dopamine-producing neurons in the brain that will lead motor disorders
which were generally accompanied by non-motoric disorders. Parkinsons disease
was classified into primary Parkinsonism (idiopathic), secondary Parkinsonism,
and Parkinsons syndrome. Parkinsons disease was neurodegenerative disease
that most often occurs after Alzheimers disease. The incidence of this disease is
expected to exceed the incidence of cancer in the year of 2040. The increased risk
of this disease was associated with age. Approximately in 70% of cases, the first
symptom of Parkinsons disease is a resting tremor. There are two other symptoms
common in Parkinsons disease namely rigidity and bradykinesia. The diagnosis
of Parkinsons disease was made through history taking, physical examination,
and other examination modalities. Management of Parkinsons disease consists of
non-pharmacological therapy, including educational and rehabilitation,
pharmacological therapy, and operative therapy. Parkinsons disease is still
considered as progressive disease that rather difficult to be treated since the
therapeutic modality which can cure this disease was not found yet.
Keywords : Parkinsons disease, neurodegenerative, motor disorder
OVERVIEW
Proses
neurodegeneratif
yang
mengakibatkan
penyakit
Parkinson tidak hanya terbatas pada substansia nigra pars kompakta otak saja,
tetapi juga dapat terjadi pada berbagai area lain dari otak sehingga menimbulkan
kelainan motor maupun non motor pada penyakit Parkinson.
Secara normal sinyal yang berperan dalam supresi gerakan dari korteks
serebri akan diteruskan ke ganglia basalis dan akan dikembalikan lagi sebagai
umpan balik ke area korteks yang sama. Output dari korteks ini nantinya akan
diarahkan menuju ke globus palidus interna dan substansia nigra pars lentikular.
Terdapat dua jalur pada rangkaian ganglia basalis, jalur langsung dan tidak
langsung yang berisi sinyal untuk menghambat globus palidus interna dan
substansia nigra. Penurunan produksi dopamin striatal pada penyakit Parkinson
akan meningkatkan sinyal penghambatan baik melalui jalur langsung dan jalur
tidak langsung. Hal ini mengakibatkan peningkatan hambatan dari globus palidus
dan substansia nigra sehingga terjadi peningkatan output eksitatori ke thalamus.
ANAMNESIS
Skrining penyakit Parkinson dapat dilakukan melalui anamnesis
menggunakan kuesioner skrining yang dikembangkan oleh Dr. Joseph Jankovic,
anggota dari The Scientific Advisory Board untuk The Michael J. Fox Foundation
for Parkinsons Research. Daftar pertanyaan kuesioner skrining penyakit
Parkinson dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kuesioner Skrining Penyakit Parkinson
Screening Questionnaire
1. Have you been getting slower in your usual daily activities?
2. Is your handwriting smaller?
3. Is your speech slurred or softer?
4. Do you have trouble arising from a chair?
5. Do your lips, hand, arms and/or legs shake?
6. Have you noticed more stiffness?
7. Do you have trouble buttoning buttons or dressing?
8. Do you shuffle your feet and/or take smaller steps when you walk?
9. Do your feet seem to get stuck to the floor when walking or turning?
10. Have you or others noted that you don't swing one arm when walking?
11. Do you have more trouble with your balance?
12. Have you or others noted that you stoop or have abnormal posture?
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik akan didapatkan manifestasi
klinis berupa manifestasi klinis motorik (bradikinesia, rest tremor, rigiditas,
postural and gait impairment) dan manifestasi klinis non motorik berupa cemas,
serangan panik, gangguan mood, halusinasi, ilusi, kerusakan kognitif, sembelit,
disfungsi seksual, hiperhidrosis, sialorrhea, insomnia, hiposmia, parestesia, rasa
sakit, dan kelelahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis
penyakti Parkinson antara lain CT scan dan MRI, namun umumnya didapatkan
hasil yang normal. Pemeriksaan DaTscan merupakan pemeriksaan khusus untuk
mendiagnosis penyakit Parkinson, akan tetapi belum dapat dilakukan di
Indonesia.
MANAJEMEN PENATALAKSANAAN
Secara umum manajemen penatalaksanaan penyakit Parkinson dapat
melalui terapi farmakologi, non farmakologi, maupun terapi operatif. Terapi
farmakologi dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan pengganti dopamin
(Levodopa, Carbidopa); agonis dopamin; antikolinergik; Monoamin Oxidase
Inhibitor; amantadine; Catechol 0-Methyl Transferase Inhibitor; maupun
neuroprotektor. Terapi non farmakologi dilakukan dengan cara edukasi kepada
pasien dan keluarga mengenai penyakit Parkinson. Selain itu dapat dilakukan
rehabilitasi medik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah
bertambah beratnya gejala penyakit. Latihan yang diperlukan oleh penderita
Parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Terapi operatif
dapat dilakukan dengan tujuan memperbaiki atau mengembalikan seperti semula
proses patologis yang mendasari terjadinya penyakit Parkinson, akan tetapi jarang
dilakukan. Beberapa jenis terapi operatif pada penyakit Parkinson antara lain
terapi ablasi lesi di otak, Deep Brain Stimulation (DBS), dan transplantasi.