Anda di halaman 1dari 4

:: Yohanes B.

M Berteologi ::

KHOTBAH MINGGU, 23 MEI 2010 (HARI RAYA PENTAKOSTA)


Contributed by Yohanes B. M.
Wednesday, 12 May 2010
Last Updated Wednesday, 12 May 2010

Renungan Minggu 23 Mei 2010


Tahun C: Pentakosta
Warna: Merah ROH KUDUS MEMAMPUKAN KITA UNTUK BERSAKSI
Kis. 2:1-21, Mzm. 104:24-34, Rom. 8:4-17, Yoh. 14:8-17, 25-27 Pengantar
Peringatan hari raya Pentakosta sering kita pahami sebagai hari pencurahan Roh Kudus. Pandangan tersebut sangatlah
tepat. Tetapi bagi umat Israel Perjanjian Lama, hari raya Pentakosta yang mereka sebut dengan istilah
“Shavuot” lebih dihayati sebagai hari turunnya Taurat di gunung Sinai, dan juga “Shavuot”
merupakan hari pengucapan syukur atas hasil panen sebagai bukti pemeliharaan Allah di dalam hidup mereka. Semua
ide tersebut menyatakan satu prinsip teologis, yaitu pencurahan berkat-berkat Allah yang rohaniah dan jasmaniah dalam
kehidupan umatNya.
Pewahyuan Taurat merupakan karunia rohaniah, dan hasil panen merupakan karunia pemeliharaan Allah kepada
umatNya. Pada sisi lain umat Israel di Perjanjian Lama sebenarnya juga mengenal pencurahan roh. Namun makna
pencurahan roh dalam kehidupan umat Israel di Perjanjian Lama masih terbatas dalam peristiwa pengurapan seorang
Raja, Imam dan Nabi. Jadi sangat menarik kitab nabi Yoel yang dijadikan sumber kitab Kisah Para Rasul justru
menyatakan, yaitu: “Akan terjadi pada hari-hari terakhir – demikianlah firman Allah – bahwa Aku
akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan
teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi”
(Kis. 2:17). Nubuat nabi Yoel tersebut menjadi suatu kenyataan pada hari Pentakosta. Di Kis. 2:1 menyaksikan
bagaimana semua orang percaya kepada Kristus mendapat pencurahan Roh Kudus. Yang mana pencurahan Roh
Kudus yang dahulu di zaman Perjanjian Lama masih terbatas pada kalangan “elit” tertentu, kini pada hari
Pentakosta di Perjanjian Baru meluas dalam lingkup “setiap orang percaya”. Bahkan anak-anak
perempuan dan orang-orang muda pada hari Pentakosta tersebut juga memperoleh pencurahan Roh Kudus.
Jangkauan Roh Yang Lintas Batas
Dalam tradisi umat Israel, wanita dan anak-anak sebenarnya tidak diperbolehkan berbicara dan menyampaikan firman.
Tetapi pada hari Pentakosta, mereka juga dipenuhi oleh Kudus untuk menyampaikan kesaksian firman Tuhan. Mereka
diberi karunia Roh untuk menyampaikan firman sesuai dengan bahasa dan pengertian orang-orang di sekitarnya,
sehingga para pendengar menjadi mengerti dan memahami apa yang mereka maksudkan. Pencurahan Roh pada hari
Pentakosta memampukan mereka untuk mengkomunikasikan berita Injil Kristus kepada setiap orang sesuai
“world-view” (pandangan dunianya). Firman yang menyaksikan tentang Kristus adalah firman yang hadir di
tengah-tengah realitas kehidupan umat. Karena itu firman dari sang Kristus adalah firman yang kontekstual. Firman
Kristus tersebut bukanlah firman yang asing bagi para pendengar atau firman yang jauh dari kenyataan pergumulan riel
umat percaya. Itu sebabnya pada hari Pentakosta, Roh Kudus memberi kemampuan kepada para murid untuk
menyampaikan firman yang dapat dimengerti oleh semua orang yang hadir saat itu. Di Kis. 2:9-10 mendiskripsikan
orang-orang yang hadir dari berbagai suku bangsa, yaitu: Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan
Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene,
pendatang-pendatang dari Roma. Di tengah-tengah pluralisme suku bangsa, budaya, bahasa dan adat-istiadat tersebut,
Roh Kudus berkarya menyatukan mereka dengan kabar baik yang satu dan sama. Sehingga mereka yang semula
dipisahkan oleh berbagai latar-belakang dimampukan untuk mengerti dan menerima kabar baik dari Injil Kristus.
Kondisi umat yang semula hidup beraneka-ragam latar-belakangnya, namun pada hari Pentakosta disatukan oleh Roh
Kudus. Yang mana kondisi umat pada hari Pentakosta tersebut sangat berbeda dengan kondisi umat yang semula
memiliki satu bahasa dan logatnya. Di Kej. 11 menyaksikan bagaimana umat yang satu bahasa dan logatnya tersebut
akhirnya dikacau-balaukan oleh berbagai perbedaan. Tiba-tiba mereka tidak saling mengerti apa yang dimaksudkan oleh
orang-orang di sekitarnya. Penyebab utama kekacau-balauan tersebut adalah suatu sikap sombong untuk
mempermuliakan diri dengan membuat menara yang puncaknya sampai ke langit. Ketika kita saling tidak mengerti
dengan apa yang dimaksudkan oleh orang-orang di sekitar, bukankah akan terjadi kesalahpahaman dan konflik? Dalam
kenyataan hidup kita menyadari bahwa tidaklah mudah untuk mengkomunikasikan maksud hati atau pikiran kepada
sesama khususnya ketika kita berhadapan dengan “world-view” atau perspektif yang berbeda. Bahkan
suatu istilah yang sama tetapi disampaikan dalam konteks yang berbeda akan menghasilkan arti atau pengertian yang
berbeda. Makna suatu kata atau pengertian juga ditentukan oleh cara pengucapan dan sikap tubuh kita. Apalagi ketika
ucapan tersebut disampaikan dengan sikap yang sombong, maka suatu istilah yang semula baik menjadi sangat
menyakitkan hati oleh orang yang mendengar atau melihatnya. Namun pada hari Pentakosta Roh Kudus berkenan
menguduskan semua perbedaan dan penghalang komunikasi yang ada, sehingga terciptalah suatu pemahaman yang
benar dan utuh bagi setiap orang yang mendengar berita Injil Kristus. Karunia Bahasa Lidah?
Dalam peristiwa hari Pentakosta sama sekali tidak terjadi glosolalia (karunia berbahasa lidah) sebagaimana sering
dinyatakan oleh kalangan tertentu. Sebab dalam bahasa lidah bukan dimaksudkan sebagai bahasa komunikasi dengan
sesama, tetapi secara pribadi kepada Allah. Di surat I Kor. 14:2 rasul Paulus berkata: “Siapa yang berkata-kata
dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang
mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia”. Tetapi pada hari Pentakosta justru terjadi
“xenolalia” (karunia yang mampu untuk berbahasa asing). Perbedaannya adalah umat yang berbicara
dengan bahasa lidah akan menggunakan kata-kata yang asing dan tidak dapat dipahami oleh para pendengarnya.
http://yohanesbm.com Powered by Joomla! Generated: 19 May, 2010, 16:41
:: Yohanes B.M Berteologi ::

Tetapi mengkomunikasikan Injil dengan karunia “xenolalia” justru akan memampukan si penyampai untuk
berbahasa “asing” sesuai dengan pemahaman para pendengarnya, sehingga para pendengar mampu
mengerti dengan jelas berita yang disampaikan. Sehingga orang-orang Yahudi, orang-orang asing yang menjadi
penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab dari beberapa tempat seperti: Partia, Media, Elam, penduduk
Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, daerah-daerah Libia, dan pendatang-pendatang
dari Roma dapat mengerti seluruh maksud dari firman yang disampaikan oleh rasul Petrus (Kis. 2:8-11). Ini berarti
pencurahan Roh Kudus pada prinsipnya bertujuan untuk menjembatani suatu jarak yang terbentang di antara berbagai
pihak, sehingga setiap pihak dapat mengalami karya keselamatan Allah yang telah dinyatakan di dalam pengorbanan
Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. Walaupun kehidupan kita di antara sesama saat ini telah dilengkapi dengan
peralatan komunikasi yang canggih, namun dalam prakteknya masih sering ditandai oleh kegagalan dalam
berkomunikasi. Kesalahpahaman yang terjadi selain menimbulkan berbagai konflik dan pertikaian, juga tidak jarang
terjadi pertumpahan darah. Walaupun kita seiman, namun tidak jarang kita mengalami kesulitan dan kegagalan untuk
memahami “world-view” (pandangan dunia) sesama anggota jemaat kita. Apalagi komunikasi yang kita
lakukan dengan orang yang tidak seiman, tidak satu suku/etnis, tidak sama tingkat pendidikan dan tingkat sosialnya
akan berada dalam jarak yang lebih lebar dan sulit. Akibatnya hidup kita saat ini sering terkotak-kotak, saling
mengucilkan dan mencurigai sesama. Bahkan yang lebih memprihatinkan hubungan di tengah-tengah keluarga juga
terkotak-kotak, sehingga hubungan antara suami-isteri sering ditandai oleh kesalahpahaman, pertikaian dan perceraian.
Selain itu pada zaman yang modern ini kita masih menghadapi masalah diskriminasi gender kepada kaum wanita, yang
mana kaum wanita masih sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Demikian pula hubungan antara
orang-tua dan anak mengalami masalah yang makin kompleks. Setiap kita gagal dalam komunikasi sehingga
menimbulkan kesalahpahaman dan konflik dengan sesama, maka saat itu juga kita kehilangan perasaan damai-
sejahtera. Sebenarnya pengalaman kehilangan perasaan damai-sejahtera merupakan suatu sinyal rohani yang
dikaruniakan oleh Tuhan untuk mengingatkan bahwa hidup kita tidak bahagia karena kita telah gagal dalam memahami
dan mengasihi sesama kita. Pemulihan Untuk Saling Mengasihi
Janji Tuhan Yesus yang akan mengutus Roh Kudus pada prinsipnya bertujuan agar hubungan antara sesama dalam
kehidupan umat manusia ditandai oleh kemampuan untuk mengasihi. Itu sebabnya di Yoh. 14:15-16, Tuhan Yesus
berkata: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu. Aku akan minta kepada Bapa,
dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu, yaitu Roh
Kebenaran”. Karya Roh Kudus yang utama adalah memulihkan kemampuan umat percaya untuk saling
mengasihi, sehingga hubungan dan komunikasi yang terputus dapat terjalin kembali. Sehingga dalam keluarga atau
rumah-tangga umat percaya diharapkan tidak ada lagi yang melakukan kekerasan dalam berbagai bentuk, baik
kekerasan secara fisik maupun kekerasan secara emosional. Tetapi kenyataan justru berbicara lain. Keluarga orang-
orang Kristen justru sering terlibat dalam kekerasan fisik dan emosi kepada anggota keluarganya. Para pelaku
kekerasan tersebut sesungguhnya orang-orang yang belum mampu berdamai dengan masa lalunya yang buruk.
Mereka membutuhkan pencurahan Roh sehingga luka-luka batin mereka disembuhkan. Karya Roh Kudus bertujuan
untuk mendamaikan diri kita dengan Allah dan sesama kita. Itu sebabnya Roh Kudus yang adalah Penghibur
dikaruniakan kepada umat percaya agar mereka mengalami damai-sejahtera Kristus yang tidak dapat diberikan oleh
dunia ini. Di Yoh. 14:27 Tuhan Yesus berkata: “Damai-sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai-sejahteraKu
Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan
gentar hatimu”. Dengan demikian karya Roh Kudus dikaruniakan kepada kita agar Dia membalut dan
menyembuhkan semua luka-luka batin atau luka-luka dalam emosi kita, sehingga kita dapat mengalami damai-sejahtera
dan pengampunan dari Kristus. Pemulihan dan penyembuhan dari Kristus tersebut memungkinkan kita untuk menjadi
saksi yang menyalurkan damai-sejahteraNya.

Karena itu kehidupan jemaat dapat menjadi potret diri dari para keluarga yang menjadi anggotanya. Jika para keluarga
dalam anggota jemaat tersebut dipenuhi oleh kasih dan pengampunan, maka jemaat secara keseluruhan akan
cenderung mempraktekkan damai-sejahtera Kristus. Sebaliknya ketika para keluarga dalam anggota jemaat tersebut
dipenuhi oleh luka-luka batin dan perasaan sakit hati, maka umummya mereka akan cenderung untuk saling
mengembangkan sikap curiga, bermusuhan, iri-hati dan saling melukai. Karya Roh Kudus pada hari Pentakosta tidak
sekedar berkarya dalam lingkup yang luas seperti gereja atau masyarakat, tetapi dimulai dari kehidupan keluarga dan
komunitas inti lainnya. Bila setiap komunitas inti atau keluarga memperoleh pencurahan Roh Kudus yang menyebabkan
mereka mengalami pembaharuan hidup, maka pembaharuan hidup tersebut akan membawa pengaruh yang sangat
besar dalam lingkup yang lebih luas. Karya Roh Kudus yang utama adalah menghadirkan kasih dan pengampunan,
sehingga terciptalah suatu syaloom yang menyeluruh dalam kehidupan umat.

Roh Yang Memerdekakan


Di Rom. 8:1-13, pada prinsipnya rasul Paulus mengingatkan kepada umat percaya bahwa setiap orang yang hidup
dalam kuasa Roh tidak akan hidup lagi dalam keinginan daging. Sebab kuasa Roh memberi kita hidup setelah kita
dimerdekakan oleh Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Rasul Paulus berkata: “Demikianlah sekarang
tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus, Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu
dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut”. Ini berarti pencurahan Roh Kudus yang telah diterima oleh
setiap orang percaya ketika dia dibaptis dan mengaku percaya sesungguhnya diberi karunia untuk hidup menurut Roh.
Dengan karunia Roh tersebut mereka telah diberi kemampuan untuk menolak dan melawan kehidupan menurut daging.
Namun seringkali karunia Roh yang sebenarnya telah memerdekakan setiap orang percaya dari keinginan daging
tersebut tidak diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Justru kita membiarkan keinginan daging menguasai
http://yohanesbm.com Powered by Joomla! Generated: 19 May, 2010, 16:41
:: Yohanes B.M Berteologi ::

seluruh aspek kepribadian kita. Sehingga arah dan orientasi hidup kita tertuju kepada keinginan daging dan hawa-nafsu
dunia ini. Kita menjadi budak dan hamba dari hawa nafsu seperti misalnya: hawa-nafsu amarah, serakah, bersikap
sewenang-wenang, nafsu seksuil yang liar, sikap konsumerisme, dan sebagainya. Di Rom. 8:6 merupakan gambaran
bagaimana perbedaan orientasi antara mereka yang hidup menurut daging dan mereka yang hidup menurut Roh, yaitu:
“Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut
Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh”. Karena itu karya Pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta ini
bertujuan untuk memulihkan kembali arah dan orientasi hidup kita agar tertuju kepada keinginan Roh belaka. Kita
semua dipanggil untuk tidak bersikap toleran dan tidak berkompromi sedikitpun dengan berbagai keinginan daging.
Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai-sejahtera (Rom. 8:6).
Manakala kita dibebaskan dari keinginan daging, maka oleh kuasa Roh Kudus kita diberi karunia damai-sejahtera.
Dalam hal ini makna damai-sejahtera merupakan lawan dari roh ketakutan dan kecemasan. Firman Tuhan di Rom. 8:14-
15 berkata: “Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh
perbudakan yang membuat kamu takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh
Roh itu kita berseru: ya Abba, ya Bapa”. Ketika kita hidup menurut keinginan daging maka kita terbelenggu oleh
hawa-nafsu dan kuasa dosa sehingga membuat kita terpisah dari persekutuan dengan Allah. Kita dikuasai oleh roh
perbudakan yang membuat kita hidup dalam ketakutan (Rom. 8:14). Kita kehilangan damai-sejahtera di dalam hati kita
karena hidup kita menjadi telah seteru Allah. Padahal damai-sejahtera merupakan suatu kebutuhan rohaniah yang
paling mendasar. Tanpa damai-sejahtera dari Allah, maka hidup kita tidak dapat mengenyam makna bahagia dalam
hidup ini. Tepatnya tanpa damai-sejahtera dari Allah, kita tidak bahagia. Namun kita sering membungkam perasaan
tidak bahagia ini dengan melakukan berbagai keinginan daging. Untuk jangka waktu sementara hati kita memang
terhibur. Tetapi perasaan tidak bahagia yang ditutupi oleh berbagai keinginan daging sesungguhnya makin
memperdalam penderitaan batin kita. Keadaan tersebut seperti seseorang yang sedang kehausan dengan meminum
banyak air laut. Dia akan makin haus ketika minum air laut, tetapi tak lama lagi dia akan mati. Di tengah-tengah dunia
yang berdosa ini Kristus tidak membiarkan diri kita seperti yatim-piatu (Yoh. 14:18), yaitu orang-orang yang kehilangan
kedua orang-tuanya. Karena itu Dia mencurahkan Roh KudusNya agar hubungan kita dengan Allah dipulihkan. Kuasa
Roh Kudus memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah sehingga dalam hidup kita sehari-hari terjalin
hubungan yang mesra dengan Allah. Di dalam kuasa kasih Kristus, kita diperkenankan untuk memanggil Dia yang
kudus dengan “ya Abba, ya Bapa”.

Kesaksian Untuk Pembangunan Jemaat


Karya pencurahan Roh Kudus sering dikaitkan dengan pemberian berbagai karunia kepada setiap orang percaya.
Sehingga ketika gereja-gereja Tuhan yang tidak terlalu menonjolkan berbagai karunia Roh dianggap sebagai gereja
yang hidup tanpa roh. Bagaimana kita harus menjawab permasalahan ini? Selaku gereja Tuhan, kita tidak menyangkal
bahwa karya Roh Kudus juga mengaruniakan berbagai macam karunia seperti karunia hikmat, pengetahuan,
menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, karunia bahasa roh
dan menafsirkan bahasa roh (I Kor. 12:8-10). Namun yang ditonjolkan oleh kalangan tertentu ternyata bukan karunia
hikmat, pengetahuan, bernubuat dan membedakan bermacam-macam roh; melainkan yang sangat ditonjolkan justru
karunia menyembuhkan orang sakit, membuat mukjizat dan karunia bahasa roh. Mengapa karunia-karunia tersebut yang
ditonjolkan bahkan sering dijadikan ukuran untuk menentukan tingkat dan kualitas iman? Mengapa gereja-gereja atau
kelompok-kelompok persekutuan tersebut juga tidak menonjolkan pula karunia-karunia Roh seperti: karunia hikmat,
pengetahuan, bernubuat dan karunia untuk membeda bermacam-mcam roh? Keadaan tersebut menunjukkan bahwa
ternyata kita tidak mampu menempatkan karunia-karunia Roh secara proporsional dan bertanggungjawab sesuai
dengan panggilan hidup kita selaku umat pecaya. Padahal seluruh karunia tersebut ditempatkan oleh rasul Paulus
untuk membangun jemaat dalam kesatuan tubuh (I Kor. 12:13, 24-25). Ini berarti karunia Roh yang utama adalah kasih.
Sebab kasih senantiasa dapat menjembatani suatu jarak yang semula terputus, dan memampukan setiap pihak yang
berbeda untuk hidup dalam rasa hormat dan sikap saling menghargai. Ketika kita mampu untuk saling mengasihi dan
membangun kehidupan persekutuan, maka kita juga mengalami makna damai-sejahtera sebagaimana yang telah
dijanjikan oleh Tuhan Yesus. Dengan demikian inti dari seluruh kesaksian iman Kristen yang secara hakiki
memberitakan Kristus pada hakikatnya terkait dengan teologi pembangunan jemaat. Suatu pelayanan atau kesaksian
yang menyebabkan anggota jemaat tidak dapat mengalami proses pertumbuhan rohani yang seharusnya, maka
kesaksian iman yang demikian tidak berhasil mencapai sasaran. Jika suatu pelayanan atau kesaksian tidak berhasil
mencapai sasaran, mengapa kita tetap melakukannya dengan pola dan metode yang selalu sama? Teologi
pembangunan jemaat senantiasa terbuka terhadap berbagai perubahan yang positif dan konstruktif asalkan secara
hakiki mempermuliakan Kristus dan memberdayakan jemaat. Karunia Roh memampukan setiap umat percaya untuk
mengalami perubahan dan pembaharuan. Karena itu kita dapat memohon agar Roh Kudus memberikan kita hikmat dan
pengetahuan yang tepat untuk menyelenggarakan suatu pelayanan dan kesaksian yang membangun jemaat. Sehingga
yang ditawarkan oleh gereja bukan sekedar suatu pelayanan yang berbau “supra-natural”, tetapi suatu
pelayanan yang memberdayakan setiap anggota jemaat dalam menghadapi realita kehidupan yang keras dan
terbelenggu oleh kuasa dosa. Jemaat perlu diajar bagaimana mereka harus menerapkan karunia hikmat Allah di
tengah-tengah kelicikan dunia ini. Selain itu anggota jemaat juga mampu menerapkan karunia pengetahuan agar
mereka mampu memiliki wawasan iman yang kritis dalam menyikapi berbagai “kesesatan” yang
terselubung. Semakin anggota jemaat memiliki wawasan iman yang luas, seimbang dan kritis maka mereka akan
menjadi para saksi Kristus yang tangguh dalam menghadapi terpaan dan tantangan dunia ini.

Panggilan
http://yohanesbm.com Powered by Joomla! Generated: 19 May, 2010, 16:41
:: Yohanes B.M Berteologi ::

Jika demikian, karya pencurahan Roh Kudus pada hakikatnya merupakan karunia Allah bagi setiap orang percaya agar
kita mengalami transformasi dalam spiritualitas iman kita. Setiap orang percaya yang hidup menurut Roh senantiasa
ditandai oleh perubahan hidup yang terus-menerus, dan pada saat yang sama setiap orang percaya hidup berdamai
dengan Allah. Karya Roh Kudus bersifat transformatif sekaligus menciptakan rekonsiliasi dengan Allah, sesama dan
dengan diri kita sendiri. Ketika spiritualitas dan kepribadian kita ditransformasi oleh Roh Kudus, sehingga kita juga
dapat mengalami rekonsiliasi dengan Allah, sesama dan diri sendiri; bukankah kita juga dimampukan menjadi para
pribadi yang dapat mengalami damai-sejahtera Allah? Tanda-tanda pencurahan Roh Kudus dapat terlihat pada
kenyataan yang terjadi dalam spiritualitas dan kepribadian kita, yaitu apakah kita telah berdamai dengan Allah, sesama
dan diri kita sendiri. Ketika kita telah diperdamaikan oleh kuasa Roh Kudus, maka kita juga dimampukan untuk
mengasihi Allah, sesama dan diri kita sendiri. Bagaimana dengan kehidupan saudara saat ini? Apakah saudara telah
mengalami damai-sejahtera? Juga apakah hidup saudara sungguh-sungguh bahagia dan penuh makna? Bila belum,
maka pada saat ini Allah menawarkan kasih-karuniaNya kepada kita. Kristus menawarkan Roh KudusNya yang mampu
membebaskan diri kita dari roh perbudakan, yaitu kuasa dosa yang mengikat dan membelenggu diri kita. Amin. Pdt.
Yohanes Bambang Mulyono
www.yohanesbm.com

http://yohanesbm.com Powered by Joomla! Generated: 19 May, 2010, 16:41

Anda mungkin juga menyukai